calon mempelai petandaken, meminang maba belo selambar. Apabila ada kecocokan pada waktu maba belo selambar dan diterima, maka kedua belah pihak
terikat dalam status pertunangan. Pada waktu pertunangan ini sebagai tanda tidak diberikan cincin sebagai tanda ikatan, tetapi disini harus disetujui dan disaksikan
oleh kedua belah pihak keluarga, yaitu: senina, anak beru, dan kalimbubu. Ketiga ini disebut dengan rakut sitelu, dan menjadi jaminan yang paling kuat menurut
adat Karo.
2.2.1. Sistem Perkawinan Masyarakat Karo
Dalam buku Darwin Prinst 2004 : 75 yang berjudul “ Adat Karo” ada dua sistem perkawinan pada masyarakat Karo, yaitu :
a. Sistem perkawinan pada merga Ginting, Karo-Karo, dan Tarigan.
Pada merga-merga ini berlaku sistem perkawinan eksogami murni, yaitu mereka yang berasal dari sub-merga Ginting, Karo-Karo, dan Tarigan dilarang
menikah di dalam merga-nya sendiri, tetapi mereka diharuskan menikah dengan orang dari luar merga-nya. Misalnya antara Ginting dengan Karo-Karo, atau
Ginting dengan Sembiring. b.
Sistem perkawinan pada merga Perangin-angin dan Sembiring Sistem yang berlaku pada kedua merga ini adalah eleutherogami terbatas.
Letak keterbatasannya adalah seorang dari merga tertentu Perangin-angin atau Sembiring diperbolehkan menikah dengan orang tertentu dari merga yang sama
asal submarganya lineagea berbeda. Misalnya dalam merga Peranginangin, antara Bangun dan Sebayang atau Kuta Buluh dan Sebayang. Demikian juga
dengan Sembiring, antara Brahmana dan Meliala, antara Pelawi dan Depari, dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Larangan perkawinan dengan orang dari luar merga-nya tidak dikenal kecuali antara Sebayang dan Sitepu atau antara Sinulingga dan Tekang yang
disebut sejanji atau berdasarkan perjanjian. Karena tempo dulu mereka telah mengadakan perjanjian tidak saling kawin, dengan adanya eleutherogami terbatas
ini menunjukkan bahwa merga bukan sebgai hubungan genealogis dan asal-usul merga tidak sama.
2.2.2. Syarat Perkawinan bagi Masyarakat Karo
Menurut Darwin Prinst 2004 : 75 ada beberapa syarat perkawinan pada masyarakat Karo, yaitu :
- Tidak berasal dari satu merga, kecuali merga Peranginangin dan Sembiring,
- Bukan menurut adat dilarang untuk berkawin erturang bersaudara,
sipemeren, erturang impal. -
Sudah dewasa, dalam hal ini untuk mengukur kedewasaan seseorang tidak dikenal batas usia yang pasti, tetapi berdasarkan pada kemampuan untuk
bertanggung jawab memenuhi kebutuhan keluarga. Untuk laki-laki, hal ini diukur dengan sudah mampu membuat peralatan rumah tangga, peralatan
bertani, dan sudah mengetahui adat berkeluarga meteh mehuli. Sedangkan untuk perempuan hal ini diukur dengan telah akil balik, telah mengetahui adat
meteh tutur, dan sebagainya. -
2.2.3. Fungsi Perkawinan bagi Masyarakat Karo