Peran Guru PAI Dalam Menciptakan Komunikasi yang Efektif dengan Siswa pada Pembelajaran PAI di SMP Dua Mei Ciputat.

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.Pd.I)

Oleh

CYNTHIA ARIYANI NIM. 109011000188

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2014


(2)

i

Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, 27 Januari 2014

Yang mengesahkan Pembimbing

Drs. H. Masan AF, M.Pd NIP. 195107161981031005


(3)

ii

disusun oleh Cynthia Ariyani, NIM. 109011000188, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dan telah dinyatakan lulus dalam ujian munaqasyah pada tanggal 14 April 2014 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar sarjana S1 (S.Pd.I) dalam Bidang Pendidikan Agama Islam. Jakarta, 14 April 2014

Panitia Ujian Munaqasyah

Tanggal Tanda Tangan

Ketua Panitia (Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam)

(Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag)

NIP. 19580707 198703 1 005 ……...……… ………..

Sekretaris (Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam)

(Marhamah Saleh, Lc. MA) NIP. 19720313 200801 2 010

..………. ………..

Penguji I

(Drs. A. Basuni, M.Ag)

NIP. 19491126 197901 1 001 ………... ………..

Penguji II

(Dr. Dimyati, M.Ag)

NIP. 19640704 199303 1 003 ………... ………..

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Dra. Hj. Nurlena Rifa’i, MA, Ph.D NIP. 19591020 198603 2 001


(4)

iii

Nama : Cynthia Ariyani

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 04- 06- 1991

Nim : 109011000188

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Angkatan Tahun : 2009

Alamat : Jl. Masjid Darussalam No 24 Rt 004/014

Kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan, Provinsi Banten

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul: Peran Guru PAI Dalam Menciptakan Komunikasi Yang Efektif dengan Siswa pada Pembelajaran PAI di SMP Dua Mei Ciputat adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

Dosen Pembimbing : Drs. H. Masan. AF, M.Pd

NIP : 195107161981031005

Dosen Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri

Jakarta, 27 Januari 2014


(5)

iv

Komunikasi yang Efektif dengan Siswa pada Pembelajaran PAI di SMP Dua Mei Ciputat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Peran guru PAI dalam menciptakan komunikasi yang efektif dengan siswa pada pembelajaran PAI. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober-Desember 2013 di SMP Dua Mei Ciputat.

Dalam penelitian ini penulis menjelaskan upaya guru dalam meningkatkan komunikasi yang efektif terhadap siswa. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif yakni dengan metode penelitian studi kasus maka dapat disimpulkan bahwa peran guru PAI di SMP Dua Mei Ciputat memiliki peranan yang efektif dalam menciptakan komunikasi yang efektif dengan siswa pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam yakni dalam penyampaian materi yang disampaikan oleh guru PAI, siswa mampu memahaminya. Dalam hal strategi pembelajaran yang digunakan dan pemanfaatan sarana dan prasarana sudah cukup baik. Dari hasil penilaian ditemukan bahwa hasil belajar siswa kelas VIII pada pembelajaran PAI mendapat hasil rata-rata yang sangat baik, hal ini dapat dilihat dari nilai raport siswa yang telah memenuhi standar KKM. Hal tersebut tak lepas dari pengetahuan guru PAI dalam menyampaikan materi pelajaran di dalam kelas dan juga dari pemanfaatan guru PAI terhadap sarana dan prasarana yang terdapat di sekolah. Pengetahuan guru merupakan salah satu faktor upaya yang dilakukan seorang guru dalam menciptakan komunikasi yang baik antara guru dengan siswa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa peran guru dalam menciptakan komunikasi yang efektif dengan siswa dinilai baik.


(6)

v

Cynthia Ariyani (109011000188): Teacher’s Role in Creating Communication of Islamic Education (PAI) Effectively with Student on The Learning in Dua Mei Junior High School, Ciputat

This study aims to determine the role of PAI teachers in creating communication effectively on learning PAI with students effectively. This study was conducted in October-December 2013in Dua Mei Junior High School, Ciputat.

In this study, the author describes the efforts of teacher in improving communication to students effectively. Based on the results of this study using a qualitative approach that is in the case of study method, it can be concluded that the role of teachers on learning PAI in Dua Mei Junior High School has an effective role in creating effective communication in delivering the material of PAI and student are able to understand it.

In terms of learning strategies which is used and the use of facilities and infrastructure of school is good enough. From the results of assessment found that the 8th grade of Dua Mei Junior High School got the average results very good in learning PAI, it can be seen from the report cards of students which already reached the standard of minimum point (KKM). It cannot be separated by the role of teacher knowledge in delivering the material in the classroom and also the utilization of facilities and infrastructure. Knowledge of teacher is the one of factors that made the teacher attempts to create a good communication among

students and teacher. It can be concluded that teacher’s role in creating communication effectively with students is considered good.


(7)

vi

untuk diungkapkan selain rasa syukur yang sedalamnya-dalamnya kepada Allah SWT, sang pemilik takdir. Yang memberikan nikmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Allahumma Shalli ‘ala Muhammad, shalawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan mulia Nabi Muhammad saw. seorang revolusioner, sang pemimpin, sang pencerah bagi umat islam.

Banyak tantangan dan hambatan yang penulis hadapi dalam penulisan skripsi ini, namun berkat kesungguhan hati, kerja keras, dorongan dan juga bantuan dari berbagai pihak sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Hambatan dan kesulitan tersebut tidak ada yang tidak berguna (sia-sia), penulis akui semua itu menjadi pelajaran yang berharga.

Selanjutnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis sangat terbatas. Namun, dengan adanya bimbingan dan arahan serta motivasi dari berbagai pihak sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada pihak yang telah berjasa dalam penulisan skripsi ini, kepada yang terhormat:

1. Ibu Dr. Hj. Nurlena Rifa’i, MA, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag selaku Kepala Jurusan Pendidikan Agama Islam.

3. Ibu Marhamah Saleh, Lc. MA selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam.


(8)

vii

6. Bapak dan Ibu Dosen yang telah membimbing penulis selama kuliah di Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Kepala Sekolah SMP Dua Mei, guru dan staf SMP Dua Mei Ciputat, yang telah membantu saya dalam penulisan skripsi ini.

8. Teristimewa untuk ayahanda Wahyudin dan ibunda tercinta Purbayaningsri yang selalu memberikan kasih sayang, doa dan motivasi yang tak terhingga kepada penulis.

9. Saudara dan saudariku tersayang kepada Widya Febrianti, Silvia Anggreini, Juli Fajar, Farrel, Chandra Yuda Pamungkas, Bunga Aprilia Putri dan nenek tercinta Siti Mariah yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis.

10. Teman-temanku tercinta, Yayah, Irma, Kokom, Aidah, Nadia, Ichon, Sarah, Via, Munzir el-imoenk, Hariri, Nabil, Rizky dan Tya yang telah bersedia mendampingi dan memotivasi penulis.

11. Kawan-kawan tercinta Alumni Pon-Pes Al-Amanah Al-Gontory angkatan 2009, Kelas E PAI 2009 dan Kelas PAI Sejarah.

12. Teman-teman PPKT, Ibu Neng meti Su’aibah, Ibu Sari Nur’aini dan Ibu Lina Andriyani.

13. Imran Satria Muchtar yang senantiasa mendoakan, membantu, dan memberikan dukungan kepada penulis dalam melakukan penelitian.

14. Serta semua pihak yang tidak sempat disebutkan satu persatu dalam lembaran ini.

Ciputat, 27 Januari 2014 Penulis


(9)

viii

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH ... ABSTRAKSI ... KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR DAN BAGAN ... DAFTAR LAMPIRAN ...

iii iv v vii x xi xii BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah ... B. Identifikasi Masalah ... C. Pembatasan Masalah ... D. Perumusan Masalah ... E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...

1 7 7 8 8

BAB II Kajian Teoritis

A. Kajian Teoritis... 1. Hakikat Guru...

a. Pengertian Guru... b. Peranan Guru... c. Tugas Guru... d. Tanggung jawab Guru... 2. Hakikat Pendidikan Agama Islam... a. Pengertian Pendidikan Agama Islam...

9 9 9 10 14 15 16 16


(10)

ix

b. Unsur-unsur Komunikasi... c. Proses Komunikasi... d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi... e. Komunikasi Efektif... f. Komunikasi Efektif dalam Pendidikan... 4. Peran Guru dalam Menciptakan Komunikasi Efektif... B. Hasil Penelitian yang Relevan...

22 23 24 26 28 29 31

BAB III Metodologi Penelitian

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... B. Latar Penelitian (Setting) ... C. Metode Penelitian... D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... E. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data ... F. Analisis Data ...

33 33 33 35 38 39

BAB IV Hasil Penelitian

A. Profil Sekolah SMP Dua Mei Ciputat ……….

1. Sejarah Alamat Lengkap dan Sejarah Singkat SMP Dua Mei Ciputat ... 2. Visi, Misi, dan Tujuan... 3. Data Pendidik dan Tenaga Kependidikan... 4. Data Siswa SMP Dua Mei Tahun Pelajaran 2010-2013... 5. Data Sarana dan Prasarana...

42

42 43 44 47 47


(11)

x

B. Deskripsi Data………... C. Analisis Data... D. Temuan Hasil Penelitian... E. Keterbatasan Penelitian ...

56 58 66 70

BAB V Kesimpulan, Implikasi dan Saran

A. Kesimpulan ... B. Implikasi ... C. Saran ...

72 72 73

Daftar Pustaka ………. 74


(12)

xi

Mei Ciputat

4.2 Data Siswa SMP Dua Mei Tahun Ajaran 2013 47

4.3 Data Sarana dan Prasarana Sekolah 47

4.4 Kurikulum Pelajaran di SMP Dua Mei Ciputat 50


(13)

xii

Gambar 3.1 Situasi Sosial (Social situation) 34 Gambar 4.1 Menunjukkan Proses Komunikasi 58 Gambar 4.2 Gerbang Masuk dan Pos Keamanan

SMP Dua Mei Ciputat

64

Gambar 4.3 Lapangan dan Mushola SMP Dua Mei Ciputat

64

Gambar 4.4 Perpustakaan dan Lab Komputer SMP Dua Mei Ciputat

64

Gambar 4.5 Ruang Kelas SMP Dua Mei Ciputat 65 Gambar 4.6 Proses Pembelajaran Pendidikan

Agama Islam (PAI)

65

Gambar 4.7 Kegiatan Belajar di Ruang

Multimedia SMP Dua mei Ciputat


(14)

xiii

Lampiran 2: Struktur Organisasi Sekolah SMP Dua Mei Ciputat Lampiran 3: Mata Pelajaran Wajib SMP Dua Mei Ciputat Lampiran 4: Pengembangan Diri SMP Dua Mei Ciputat Lampiran 5: Sistem Evaluasi

Lampiran 6: Pedoman Wawancara dan Hasil Wawancara Lampiran 7: Daftar Kelas VIII Siswa SMP Dua Mei Ciputat Lampiran 8: Hasil Belajar Siswa Kelas VIII

Lampiran 9: Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Lampiran 10: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Lampiran 11: Uji Referensi


(15)

1

A.

Latar Belakang Masalah

Pendidikan memiliki peran penting dalam rangka memelihara eksistensi setiap bangsa di dunia sepanjang zaman. Pendidikan sangat menentukan bagi terciptanya peradaban masyarakat yang lebih baik. Untuk itulah perwujudan masyarakat yang berkualitas tersebut menjadi tanggung jawab pendidikan, terutama dalam mempersiapkan peserta didik menjadi subyek yang semakin berperan menampilkan keunggulan dirinya yang tangguh, kreatif, mandiri, dan berdaya saing dengan bangsa-bangsa di dunia.

Dalam undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 menyatakan bahwa: “Pendidikan adalah

usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”.1

Pengertian pendidikan di atas menunjukkan bahwa tugas seorang pendidik adalah membantu peserta didik dalam mengembangkan potensi yang dimiliki anak didik, serta ikut berperan serta di dalam meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta membentuk kepribadian siswa baik secara lahir maupun batin.

Sedangkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, seperti tercantum dalam Undang-Undang RI Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 3 yang berbunyi: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha

1

Undang-undang RI, No 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Visimedia, 2003), cet ke-1, h. 5


(16)

Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.2

Dari pengertian pendidikan dan fungsi serta tujuan pendidikan di atas, maka akan tampak jelas target dari pendidikan itu sendiri yaitu diharapkan akan terwujudnya bangsa Indonesia yang mempunyai potensi dan berkepribadian seutuhnya, yang mampu bertanggung jawab untuk dirinya dan orang-orang yang di sekitarnya.

Dalam mengembangkan potensi peserta didik dalam proses belajar mengajar tentunya seorang guru mempunyai suatu peranan, Peran yang dimaksud adalah pola tingkah laku. Guru harus bertanggung jawab atas hasil kegiatan belajar anak melalui interaksi dalam proses pembelajaran. Peran guru merupakan faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya proses belajar mengajar. Dengan kata lain guru harus mampu menciptakan suatu situasi kondisi belajar yang sebaik-baiknya.

Tugas guru adalah menyampaikan materi pelajaran kepada siswa melalui interaksi komunikasi dalam proses belajar mengajar yang dilakukannya. Keberhasilan guru dalam menyampaikan materi pelajaran bergantung pada kelancaran interaksi komunikasi antara guru dengan siswanya.3 Oleh karena itu, pendidik adalah pihak yang paling bertanggung jawab terhadap berlangsungnya komunikasi yang efektif dalam proses pembelajaran, sehingga sebagai pendidik atau pengajar, guru dituntut memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik agar menghasilkan proses pembelajaran yang efektif.

Kata komunikasi berasal dari kata latin cum, yaitu kata depan yang berarti dengan dan bersama dengan, dan unus, yaitu kata bilangan yang berarti satu. Dari kedua kata itu terbentuk kata benda communion yang dalam bahasa Inggris menjadi

2

Ibid., h. 5-6 3


(17)

communion dan berarti kebersamaan, persatuan, persekutuan, gabungan, pergaulan, hubungan.4

Menurut Hardjana, komunikasi dapat didefinisikan sebagai proses proses penyampaian makna dalam bentuk gagasan atau informasi dari seseorang kepada orang lain melalui media tertentu. Pertukaran makna merupakan inti dari yang terdalam kegiatan komunikasi karena yang disampaikan orang dalam komunikasi bukan kata-kata melainkan arti atau makna dalam kata-kata. Dalam komunikasi, orang bukan menanggapi kata-kata, melainkan arti dari kata-kata. Karena interaksi, komunikasi merupakan kegiatan yang dinamis.5

Onong Uchajana Effendi merumuskan komunikasi sebagai proses pernyataan antar manusia. Hal yang dinyatakan itu adalah fikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya. Dalam bahas komunikasi, pernyataan disebut sebagai message (pesan). Orang yang menyampaikan pesan disebut communicator (komunikator). Sedangkan orang yang menerima pernyataan disebut communicate (komunikan).6

Disadari atau tidak dalam kesehariannya manusia selalu berkomunikasi, baik komunikasi antar individu, individu antar kelompok ataupun antar kelompok. Dengan kata lain komunikasi sudah seperti halnya manusia membutuhkan oksigen untuk bernafas, karena komunikasi merupakan hal yang sudah biasa dilakukan. Kebanyakan kita tidak menyadari bahwa kita telah melakukan kesalahan dalam berkomunikasi untuk itu diperlukan komunikasi yang mampu membangun kerjasama antara individu yang satu dengan individu yang lain, individu dengan kelompok ataupun kelompok yang satu dengan yang lainnya, yakin dengan berkomunikasi yang efektif sehingga individu yang satu dengan individu yang lainnya akan saling memahami, saling

4

Ngainun Naim, Dasar-Dasar Komunikasi Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-ruzz Media, 2011), h. 17

5

Ibid,. h. 18 6

Onong Uchajana Effendi, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: CA Publisher, 2003), h. 28


(18)

mengisi, dan saling memberi. Dengan demikian potensi dari masing-masing individu akan semakin berkembang.

Kegiatan komunikasi dalam diri manusia, akan merupakan bagian hakiki dalam kehidupannya. Dinamika kehidupan masyarakat akan senantiasa bersumber dari kegiatan komunikasi dalam hubungannya dengan pihak lain dan kelompok. Bahkan dapat dikatakan melalui komunikasi akan terjaminlah kelanjutan hidup masyarakat dan terjamin pula kehidupan manusia.7 Tidak ada persoalan sosial dari waktu ke waktu yang tidak melibatkan komunikasi. Justru itu dari waktu ke waktu manusia dihadapkan dengan masalah sosial, yang penyelesaiannya menyangkut komunikasi

yang “lebih banyak” ataupun yang “lebih baik” setidak-tidaknya semua

kesalahpahaman yang menimbulkan konflik antara manusia, baik dalam bidang politik, sosial, dan ekonomi maupun dalam bidang militer dinyatakan sebagai

“kesalahan komunikasi”. Memang komunikasi sering dimunculkan sebagai “kambing hitam”, jika terjadi keriwetan dan ketidakharmonisan dalam hubungan antar manusia dan antara bangsa (seperti konflik dalam rumah tangga, timbulnya perang, dan sebagainya.8

Komunikasi dipandang sebagai proses untuk mengubah perilaku orang lain, oleh karena setiap hari manusia melakukan komunikasi maka komunikasi sudah menjadi bagian dari kehidupan rutin sehari-hari. Komunikasi yang efektif dengan orang lain sangat diperlukan berhubungan satu sama lain baik dalam kehidupan rumah tangga, tempat pekerjaan, di pasar atau dalam masyarakat dan lembaga pendidikan. Tanpa komunikasi manusia tidak akan dapat berinteraksi dengan lingkungan terutama lingkungan lembaga pendidikan antara guru dan murid.

Pada dasarnya seorang guru adalah seorang komunikator. Proses pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas merupakan proses komunikasi. Dalam konteks komunikasi pendidikan, guru harus memenuhi segala prasyarat komunikasi yang

7

Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), cet ke-10, h. 7

8


(19)

efektif dalam menyampaikan pelajaran. Jika tidak, proses pembelajaran akan sulit mencapai hasil maksimal.9 Oleh karena itu, komunikasi efektif dalam pembelajaran merupakan proses transformasi pesan berupa ilmu pengetahuan dan teknologi dari pendidik kepada peserta didik, dimana peserta didik mampu memahami maksud pesan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, sehingga menambah wawasan ilmu pengetahuan dan teknologi serta menimbulkan perubahan tingkah laku menjadi lebih baik. Dalam kegiatan pendidikan pada umumnya, dan dalam proses kegiatan belajar pada khususnya, komunikasi merupakan salah satu faktor utama yang turut serta dalam penentuan pencapaian tujuan pendidikan. Maka untuk mencapai interaksi belajar mengajar perlu adanya komunikasi yang jelas antara guru (komunikator) dan siswa (komunikan). Salah satu bentuk terjalinnya komunikasi yang efektif antara guru dan murid dalam proses belajar mengajar adalah seorang guru dapat menyampaikan sebuah materi dengan berbagai metode dan variasi. Dengan adanya sebuah variasi metode yang digunakan dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam bertujuan untuk mengatasi kebosanan siswa, agar selalu antusias, tekun dan penuh partisipasi sehingga dapat terjalinnya sebuah komunikasi yang baik dalam menyampaikan materi di dalam sebuah kelas.

Variasi dalam pembelajaran adalah perubahan dalam proses kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik, mengurangi kejenuhan dan kebosanan, meningkatkan perhatian peserta didik terhadap materi pelajaran dan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk belajar sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuannya.10 Variasi dalam kegiatan pembelajaran dapat dilakukan sebagai berikut: (1) variasi dalam penggunaan metode pembelajaran, (2) variasi dalam penggunaan media dan sumber belajar, (3) variasi dalam pemberian contoh dan ilustrasi, dan (4) variasi dalam interaksi dan kegiatan peserta didik.11

9

Ngainun Naim, Dasar-Dasar Komunikasi Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-ruzz Media, 2011), h. 112

10

E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), cet ke-7, h. 78

11


(20)

Jika melihat makna penting dari komunikasi, dapat diketahui bahwa komunikasi merupakan hal yang besar sekali peranannya dalam kehidupan, terutama dalam sebuah dunia pendidikan. Di lembaga pendidikan formal, peran komunikasi sangat berpengaruh terhadap efektifitas atau proses pembelajaran terutama komunikasi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa atau komponen yang satu dengan yang lainnya. Peranan tersebut akan berjalan dengan baik apabila ada komunikasi yang baik antara komponen-komponen terkait.

Akan tetapi dalam realita pendidikan saat ini terdapat kesalahan pada peran guru PAI dalam kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Karena dalam proses belajar mengajar, guru PAI menggunakan metode yang terlalu sederhana, kurang bervariatif yaitu cenderung menggunakan metode ceramah saja. Hal tersebut menjadikan siswa merasa bahwa belajar Pendidikan Agama Islam itu membosankan. Sehingga dapat menjadikan komunikasi yang kurang efektif dalam proses penyampaian materi yang diajarkan. Dalam hal ini juga materi yang diberikan mungkin terlalu banyak, sehingga siswa kurang memahami atau mencerna materi yang diberikan.

Hal lain yang menjadikan komunikasi kurang maksimal yaitu lingkungan kelas yang tidak kondusif yakni jumlah siswa yang terlalu banyak, sehingga tidak tercipta proses komunikasi yang efektif, dan siswa menjadi acuh tak acuh terhadap pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Hal tersebut pula dapat berdampak pada faktor internal atau eksternal siswa. Faktor internal siswa adalah dorongan dalam diri siswa, apakah ada minat atau tidak siswa dalam kegiatan belajar mengajar Pendidikan Agama Islam, tetapi yang lebih berperan adalah eksternal siswa, bagaimana lingkungan di sekitarnya.

Selain itu, banyak diantara guru yang mempunyai sikap pilih kasih antara siswa yang pintar dan siswa yang kurang. Hal ini dapat menjadikan kerenggangan komunikasi yang berdapak negatif terhadap proses belajar mengajar dan berdampak pula pada hasi belajar mengajar. Karena terdapat guru yang lebih memperhatikan siswa yang aktif, pintar dan merespon daripada memperhatikan siswa yang kurang


(21)

pintar, kurang aktif dan nakal. Sehingga berakibat kurangnya rasa hormat siswa terhadap guru dan dapat menjadikan siswa acuh tak acuh terhadap proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti memandang perlu

untuk melakukan penelitian tentang “PERAN GURU PAI DALAM

MENCIPTAKAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF DENGAN SISWA PADA PEMBELAJARAN PAI DI SMP DUA MEI CIPUTAT”.

B.

Identifikasi Masalah

Penelitian ini dilakukan pada jenjang tingkat Sekolah Menengah Pertama dengan fokus penelitian mengenai peran guru PAI dalam menciptakan komunikasi yang efektif dengan siswa pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan identifikasi masalah:

1. Hubungan interaksi antara guru PAI dengan siswa masih kurang maksimal. 2. Kurangnya rasa hormat siswa terhadap guru.

3. Siswa acuh tak acuh terhadap proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

4. Metode pembelajaran oleh guru PAI kurang menarik.

5. Siswa cenderung pasif dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

6. Kurangnya perhatian pandangan sebuah lembaga pendidikan tentang

istilah ”komunikasi”, sehingga banyak yang mengabaikan.

C.

Pembatasan Masalah

Bertolak dari latar belakang di atas, maka tentunya akan meluas jika masalah tersebut secara keseluruhan dibahas dalam skripsi ini, maka peneliti membatasi permasalahannya yaitu:


(22)

1. Peran guru yaitu peran seorang guru PAI dalam menciptakan komunikasi yang efektif dengan siswa pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam. 2. Komunikasi yang dimaksud adalah interaksi yang dilakukan seorang guru

PAI pada kegiatan belajar mengajar yang ada di dalam kelas.

D.

Perumusan Masalah

Adapun rumusan-rumusan masalah yang akan peneliti tuangkan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah peran guru PAI dalam menciptakan komunikasi yang efektif dengan siswa pada pembelajaran PAI?

E.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan yang ingin dicapai dari hasil penelitian ini yaitu mengetahui Peran guru PAI dalam menciptakan komunikasi yang efektif dengan siswa pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi para pengelola pendidikan, para stakeholder dapat dijadikan sebagai bahan masukan akan pentingnya komunikasi yang baik agar selalu terciptanya hubungan yang harmonis antara komponen-komponen yang terkait.

2. Bagi Universitas untuk menambahkan khazanah kepustakaan dan sebagai acuan atau rujukan untuk penelitian yang selanjutnya.

3. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan dan wawasan baru dalam hal peran guru PAI dalam menciptakan komunikasi yang efektif dengan siswa pada pembelajaran PAI.


(23)

9

1. Hakikat Guru a. Pengertian Guru

Pada zaman Era Globalisasi seperti sekarang ini jabatan guru nampaknya sudah menjadi profesi yang menjadi mata pencaharian. Guru adalah pendidik professional, karenanya secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab dalam pendidikan yang terpikul dipundak orang tua. Guru juga dapat dikatakan orang dewasa yang secara sadar bertanggung jawab dalam mendidik, mengajar, dan membimbing peserta didik.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 pasal 1 tentang guru dan dosen dijelaskan bahwa “ Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan

formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah”1

.

Seseorang yang disebut guru adalah orang yang memiliki kemampuan merancang program pembelajaran serta mampu menata dan mengelola kelas agar peserta didik dapat belajar dan pada akhirnya dapat mencapai tingkat kedewasaan sebagai tujuan akhir dari proses pendidikan.2 Hal ini dapat dilihat dari pendapat yang dikemukakan oleh beberapa ahli pendidikan sebagai berikut:

Moh. Uzer Usman mendefinisikan guru sebagai jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru.3

Roestiyah N. K. mengemukakan bahwa guru adalah seorang tenaga profesional yang dapat menjadikan peserta didik mampu merencanakan, menganalisa dan menyimpulkan masalah yang dihadapi.

1

Undang-Undang Guru dan Dosen, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), cet ke-2, h. 3 2

Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), cet ke-5, h. 15 3

Moh, Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h. 6


(24)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah guru diartikan

sebagai “orang yang pekerjaannya (mata pencaharian, profesinya)

mengajar.4

Dari pendapat diatas merupakan pengertian guru secara profesional dan secara umun, dapat disimpulkan bahwa guru adalah pekerjaan operasional dengan tugas utamanya adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

b. Peranan Guru

Proses pembelajaran di sekolah tidak mungkin dapat mencapai hasil yang diharapkan tanpa disertai dengan proses belajar mengajar yang memadai dan seimbang. Semua ini menjadi konsekuensi bagi para guru agar dapat meningkatkan peranannya dalam proses pembelajaran. Karena proses belajar mengajar dan hasil belajar siswa sebagian besar ditentukan oleh peranan guru.

Menurut Moh Uzer Usman berpendapat bahwa ada beberapa peran guru antara lain, yaitu:

a) Guru sebagai Demonstrator

Melalui peranannya sebagai demonstrator, lecture atau pengajar, guru hendaknya senantiasa menguasai bahan materi pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa mengembangkan dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya, karena hal ini akan sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Salah satu yang harus diperhatikan oleh guru bahwa ia sendiri adalah pelajar. Ini berarti bahwa guru harus belajar terus menerus. Dengan cara demikian, ia akan memperkaya dirinya dengan berbagai ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam

4

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), h. 123


(25)

melaksanakan tugasnya sebagai pengajar dan demonstrator sehingga mampu memperagakan apa yang diajarkannya secara didaktis. Maksudnya, agar apa yang disampaikannya itu betul-betul dimiliki oleh peserta didik.

b) Guru sebagai Pengelola Kelas

Dalam perannya sebagai pengelola kelas (learning manager), guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang perlu di organisasi.Lingkungan ini diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah pada tujuan-tujuan pendidikan.Pengawasan terhadap belajar lingkungan itu turut menentukan sejauh mana lingkungan tersebut menjadi lingkungan belajar yang baik.Lingkungan yang baik ialah yang bersifat menantang dan merangsang siswa untuk belajar, memberikan jawaban memelihara lingkungan fisik kelasnya agar senantiasa menyenangkan untuk belajar dan mengarahkan atau membimbing proses-proses intelektual dan sosial di dalam kelasnya.Dengan demikian, guru tidak hanya memungkinkan siswa belajar, tetapi juga mengembangkan kebiasaan belajar secara efektif di kalangan siswa.

c) Guru sebagai Mediator dan Fasilitator

Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan karena media pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar. Guru tidak cukup hanya memiliki pengetahuan tentang media pendidikan, tetapi juga harus memiliki keterampilan memilih dan menggunakan serta mengusahakan media itu dengan baik, sistematis, baik melalui pre-service maupun inservice training. Memilih dan menggunakan media pendidikan harus sesuai dengan tujuan, materi, metode, evaluasi, dan kemampuan guru serta minat dan kemampuan siswa. Sedangkan guru sebagai fasilitator hendaknya mampu mengusahakan sumber


(26)

belajar yang berguna serta dapat menunjang dan proses belajar mengajar, baik yang berupa nara sumber, buku teks, majalah, ataupun surat kabar.

d) Guru sebagai Evaluator

Dalam fungsinya sebagai penilai hasil belajar siswa, guru hendaknya terus menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa dari waktu ke waktu.Informasi yang diperoleh melalui evaluasi ini merupakan umpan balik (feed back) terhadap proses belajar mengajar. Umpan balik ini akan dijadikan titik tolak untuk memperbaiki dan meningkatkan proses belajar mengajar akan terus menerus ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal.5

Adapun peran guru seperti yang dikemukakan oleh Mulyasa, antara lain:

a. Guru sebagai Pendidik

Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan bagi para peserta didik dan lingkungannya. Oleh karena itu guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri, dan disiplin.

b. Guru sebagai Pengajar

Sejak adanya kehidupan, sejak itu pula guru melaksanakan pembelajaran, dan memang hal tersebut merupakan tugas dan tanggung jawabnya yang pertama dan utama. Guru membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk kompetensi, dan memahami materi standar yang dipelajari.

c. Guru sebagai Pembimbing

Sebagai pembimbing, guru harus merumuskan tujuan secara jelas, menetapkan waktu perjalanan, menetapkan jalan yang harus

5

Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), cet ke-7, h.9-12


(27)

ditempuh, menggunakan petunjuk perjalanan, serta menilai kelancarannya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik.

d. Guru sebagai Innovator

Seorang peserta didik yang belajar sekarang, secara psikologis berada jauh dari pengalaman manusia yang harus dipahami, dicerna dan diwujudkan dalam pendidikan. Guru harus menjembatani jurang ini bagi peserta didik, jika tidak, maka hal ini dapat mengambil bagian dalam proses belajar yang berakibat tidak menggunakan potensi yang dimilikinya. Tugas guru adalah bagaimana menjembataninya secara efektif. Jadi yang menjadi dasar adalah pikiran-pikiran tersebut, dan cara yang dipergunakan untuk mengekspresikan dibentuk oleh corak waktu ketika cara-cara tadi dipergunakan.

e. Guru sebagai Emansipator

Guru telah melaksanakan fungsinya sebagai emansipator, ketika peserta didik yang telah menilai dirinya sebagai pribadi yang tak berharga, merasa dicampakkan orang lain atau selalu diuji dengan berbagai kesulitan sehingga hampir putus asa, dibangkitkan kembali menjadi pribadi yang percaya diri. Ketika peserta didik hampir putus asa, diperlukan ketelatenan, keuletan dan seni memotivasi agar timbul kembali kesadaran, dan bangkit kembali harapannya.6

Adams dan Dickey, mengemukakan bahwa peran guru sesungguhnya lebih luas, meliputi guru sebagai pengajar, Pembimbing, Ilmuwan, dan guru sebagai Pribadi (Teladan).7

Dari pendapat diatas, peneliti menyimpulkan bahwa seorang guru mempunyai peran yang tidak hanya mengajar di dalam kelas saja, akan tetapi seorang guru harus dapat membimbing peserta didik dalam setiap

6

E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya: 2008), cet ke-7, h. 37-60

7

Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), Cet. 4, hal. 123


(28)

kegiatan yang dilakukan peserta didik tersebut. Di samping itu, peran guru sebagai seorang ilmuwan yang berarti guru harus menguasai pengetahuan sebagai proses perkembangan pendidikan.

c. Tugas Guru

Menurut Hamzah B. Uno yang dikutip dari Uzer, berpendapat bahwa tugas guru yang dilakukan ada tiga jenis:

1. Tugas guru sebagai suatu profesi. Meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik dalam arti meneruskan dan mengembangkan nilai hidup. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan iptek, sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan pada peserta didik.

2. Tugas guru dalam bidang kemanusiaan. Meliputi bahwa guru di sekolah harus dapat menjadi orang tua kedua, dapat memahami peserta didik dengan tugas perkembangannya.

3. Tugas guru dalam bidang kemasyarakatan. Masyarakat menempatkan guru pada tempat yang lebih terhormat di lingkungannya karena dari seorang guru diharapkan masyarakat dapat memperoleh ilmu pengetahuan. Ini berarti guru berkewajiban mencerdaskan bangsa Indonesia seutuhnya berdasarkan Pancasila.8 Di antara beberapa hal yang menjadi tugas-tugas guru seperti yang dikemukakan oleh Slameto, antara lain:

1. Mendidik dengan titik berat memberikan arah dan motivasi pencapaian tujuan, baik jangka pendek maupun jangka panjang. 2. Memberi fasilitas pencapaian tujuan melalui pengalaman belajar

yang memadai.

3. Membantu perkembangan aspek-aspek pribadi tujuan melalui pengalaman, nilai-nilai penyesuaian diri. Demikian halnya dalam proses belajar mengajar guru tidak terbatas sebagai penyampai ilmu pengetahuan, akan tetapi lebih dari itu ia bertanggung jawab akan keseluruhan perkembangan kepribadian siswa. Ia harus

8


(29)

mampu menciptakan proses belajar yang sedemikian rupa, sehingga dapat merangsang siswa untuk belajar secara aktif dan dinamis dalam memenuhi kebutuhan dan menciptakan tujuan.9 Dari kedua tokoh diatas dapat disimpulkan bahwa pada umumnya tugas guru sama, yakni tuga guru ialah mengajar, mendidik dan melatih. Namun tugas pada guru PAI dapat dibedakan dengan guru-guru yang lainnya, guru PAI yang melakukan tugas pengajaran, disamping itu juga mengajarkan pengetahuan tentang keagamaan, ia juga melakukan tugas pendidikan dan pembinaan bagi anak didik, ia membantu pembentukan kepribadian, pembinaan akhlak disamping menumbuhkan dan mengembangkan keimanan dan ketaqwaan peserta didik diantaranya Taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, menghargai orang lain, bijaksana dan berhati-hati(tidak sembrono, tidak singkat akal).

d. Tanggung jawab Guru

Setiap guru harus memenuhi persyaratan sebagai manusia yang bertanggung jawab dalam bidang pendidikan. Tanggung jawab guru dapat dijabarkan ke dalam sejumlah kompetensi yang lebih khusus, seperti yang dikemukakan oleh Mulyasa, sebagai berikut:

1. Tanggung jawab moral

Setiap guru harus mampu menghayati perilaku dan etika yang sesuai dengan moral pancasila dan mengamalkannya dalam pergaulan hidup sehari-hari.

2. Tanggung jawab dalam bidang pendidikan di sekolah

Setiap guru harus menguasai cara belajar mengajar yang efektif, mampu mengembangkan kurikulum, silabus, dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), melaksanakan pembelajaran yang efektif, menjadi model bagi peserta didik, memberi nasihat, melaksanakan evaluasi hasil belajar dan mengembangkan peserta didik.

9

Slameto, Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya,(Jakarta: Rineka Cipta, 2010), cet ke-5, h. 97


(30)

3. Tanggung jawab dalam bidang kemasyarakatan

Setiap guru harus turut serta mensukseskan pembangunan, harus kompeten dalam membimbing, mengabdi dan melayani masyarakat.

4. Tanggung jawab dalam bidang keilmuan

Setiap guru harus turut serta memajukan ilmu, terutama yang menjadi spesifikasinya, dengan melaksanakan penelitian dan pengembangan.10

Guru harus bertanggung jawab atas segala sikap, tingkah laku, dan perbuatannya dalam rangka mengembangkan kepribadian dan jiwa anak didik. Dengan demikian tanggung jawab seorang guru ialah untuk membentuk anak didik agar menjadi pribadi yang berasusila yang cakap, berguna bagi agama, nusa dan bangsa.

2. Hakikat Pendidikan Agama Islam a. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani ajaran agama Islam, dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.

Menurut Zakiah Daradjat pengertian Pendidikan Agama Islam dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pendidikan agama Islam ialah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup.

2. Pendidikan Agama Islam ialah pendidikan yang dilaksanakan berdasarkan ajaran Islam.

10

E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikat Guru,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), cet ke-4, h.18


(31)

Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup didunia maupun diakhirat kelak.11

Jadi, Pendidikan Agama Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidik atau guru dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

b. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Agama Islam

Kurikulum Pendidikan Agama Islam berfungsi untuk sekolah/madrasah sebagai berikut:

a. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Alllah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga.

b. Penanaman Nilai, sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan hidup didunia dan diakhirat.

c. Penyesuaian Mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial yang dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam.

d. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman ajaran dalam kehidupan sehari-hari.

11


(32)

e. Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat perkembangannya menuju manusia seutuhnya.

f. Pengajaran, yaitu tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum, system dan fungsionalnya.

g. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat khusus dibidang agama Islam agar dapat berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan orang lain.12

Dengan demikian fungsi dari Pendidikan Agama Islam (PAI) yaitu untuk menanamkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, yaitu dalam lingkungan keluarga, orang tua harus diikut sertakan dalam membimbing anaknya dalam mempelajari Pendidikan Agama Islam, lalu sekolah hanya melanjutkan saja seperti memberikan pengajaran atau bimbingan kepada siswa tentang Pendidikan Agama Islam.

“Tujuan pendidikan Islam adalah membekali akal, dengan pemikiaran dan ide-ide yang sehat, baik itu mengenai cabang-cabang aqidah, maupun hukum. Islam telah memberikan dorongan agar manusia menuntut ilmu dan membekalinya dengan

pengetahuan.”13

Jadi, bisa dikatakan bahwa hakikat tujuan pendidikan Islam adalah mampu mencerdaskan akal dan membentuk jiwa yang Islami, sehinnga akan terwujud sosok pribadi muslim sejati yang berbekal pengetahuan dalam segala aspek kehidupan.

Tujuan ialah suatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai. Maka pendidikan, karena merupakan suatu usaha dan kegiatan yang berproses melalui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan, tujuannya bertahap dan bertingkat. Tujuan pendidikan bukanlah suatu

12

Abdul Majid, Pendidikan Agama Islam berbasis kompetensi, h.134-135. 13

Abdurrahman Bagdadi, Sistem Pendidikan di Masa Khalifah Islam, (Surabaya: Al-Izzah, 1996), cet. 1. h. 25.


(33)

benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang, berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya.

Sebagian para ahli misalnya mengatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah membimbing umat manusia agar menjadi hamba yang bertakwa kepada Allah yakni melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya dengan penuh kesadaran dan ketulusan. Rumusan pendidikan Islam yang diarahkan pada upaya penyempurnaan akhlak atau membentuk akhlak yang mulia, sebagaimana akhlak yang dimiliki oleh Rasulullah SAW.

Oleh karena itu berbicara Pendidikan Agama Islam, baik makna maupun tujuannya haruslah mengacu pada penanaman nilai-nilai Islam dan tidak dibenarkan melupakan etika sosial. Penanaman nilai-nilai ini juga dalam rangka menuai keberhasilan hidup didunia bagi anak didik dan kemudian akan membuahkan kebaikan di akhirat kelak. Dengan demikian tujuan pokok dan terutama pendidikan Islam ialah membentuk budi pekerti dan pendidikan jiwa yang baik.

3. Hakikat Komunikasi

a. Pengertian dan Tujuan Komunikasi

Komunikasi secara etimology berasal dari bahasa latin Communicate yang berarti berbicara, menyampaikan pesan, informasi, fikiran, gagasan, dan pendapat yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain dengan mengharapkan jawaban, tanggapan atau arus balik(feedback).14 Menurut Onong Uchjana Effendy, komunikasi mempunyai arti pemberitahuan atau pertukaran pikiran.15 Dalam Kamus

14

A.Muis, Komunikasi Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), h.35 15

Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. (Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya, 2005) cet ke-19, h.4


(34)

Besar Bahasa Indonesia komunikasi memiliki arti sebagai pengiriman atau penerimaan pesan atau berita.16

Sedangkan secara terminology komunikasi berarti proses penyampaian pesan suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain.17

Beberapa ahli mengemukakan definisi “Komunikasi” sebagai berikut:

Himstreet dan Baty dalam Business Communications: Principles and Methods, yang dikutip dari Djoko Purwanto mengemukakan bahwa

“komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi antarindividu

melalui suatu sistem yang biasa (lazim), baik dengan simbol-simbol, sinyal-sinyal, maupun perilaku atau tindakan”.18

A.A. Anwar mengemukakan bahwa “komunikasi adalah pemindahan informasi dan pemahaman dari seseorang kepada orang lain”.

Sedangkan Edwin B. Flippo berpendapat bahwa “komunikasi adalah

aktivitas yang menyebabkan orang lain menginterpretasikan suatu ide,

terutama yang dimaksudkan oleh pembicara atau penulis”19

.

Menurut James G. Robbins & Barbara S. Janes yang sudah diterjemahkan oleh R. Turman Sirait, Komunikasi adalah suatu tingkah laku, perbuatan atau kegiatan penyampaian atau pengoperan lambang-lambang, yang mengandung arti atau makna. Atau perbuatan penyampaian suatu gagasan atau informasi dari seseorang kepada seorang lainnya.Atau lebih jelasnya, suatu pemindahan atau penyampaian informasi, mengenai fikiran, dan perasaan-perasaan.20

Bila dilihat lebih lanjut maksud dari model Laswell ini akan kelihatan bahwa yang dimaksud dengan pertanyaan who tersebut adalah menunjuk kepada siapa orang yang mengambil inisiatif untuk memulai

16

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), cet. 1, h. 454

17

T.A, Latief Rosyidy, Dasar-dasar Rhetorika Komunikasi dan Informasi,(Medan: 1985), h.48

18

Djoko Purwanto, Komunikasi Bisnis, (Jakarta: Erlangga, 2011), cet ke-2, h.4 19

A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), cet ke-5, h. 145

20

James G. Robbins & Barbara S. Janes, penerjemah R. Turman Sirait, Komunikasi yang Efektif, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1986), cet ke-3, h.1


(35)

komunikasi. Yang memulai komunikasi ini dapat berupa seseorang dan dapat sekelompok orang seperti organisasi.

Pertanyaan kedua adalah says what atau apa yang dikatakan. Pertanyaan ini adalah berhubungan dengan isi komunikasi atau pesan apa yang disampaikan. Pertanyaan ketiga adalah to whom.Pertanyaan ini maksudnya menayakan siapa yang menjadi penerima dari komunikasi. Pertanyaan keempat adalah through what atau melalui media apa. Yang dimaksud dengan media adalah alat komunikasi, seperti berbicara, gerakan badan, kontak mata, sentuhan, radio, televise, surat dan gambar. Pertanyaan terakhir dari model Laswell ini adalah what effect atau apa efeknya dari komunikasi tersebut. Misalnya, sebuah sekolah swasta membuat iklan untuk mengkomunikasikan bahwa mereka akan menerima murid baru. Sesudah iklan ini disiarkan beberapa hari, sudah berapa orangkah yang mendaftar untuk menjadi murid.Jumlah orang yang mendaftar ini adalah merupakan efek dari komunikasi.

Jadi pada dasarnya Laswell menyatakan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek-efek tertentu.21

Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah suatu proses dimana seseorang menyampaikan pesannya, baik dengan lambang bahasa maupun dengan isyarat, gambar, gaya, yang di antara keduanya sudah terdapat kesamaan makna sehingga keduanya dapat mengerti apa yang sedang dikomunikasikan. Jelaslah bahwa dalam komunikasi melibatkan sejumlah orang, dimana seseorang menyampaikan pesan berupa lambang-lambang kepada orang lain melalui saluran yang disebut media.

Carl I. Hovland yang dikutip dari Onong Uchjana Effendy, dalam definisinya secara khusus mengenai pengertian komunikasinya sendiri mengatakan bahwa komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang

21

Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), Cet ke-11, h. 5-7


(36)

lain (communication is the process to modify the behavior of other individuals).22

Oleh sebab itu, tujuan dari komunikasi adalah menyampaikan informasi dari komunikator kepada komunikan dengan sejelas-jelasnya, agar informasinya dapat dipahami/dimengerti oleh komunikan, sehingga komunikasi dapat berjalan dengan efektif.

b. Unsur-unsur Komunikasi

Adapun unsur-unsur yang termasuk dalam komunikasi, seperti dikemukakan oleh Onong Uchjana, adalah sebagai berikut:

a. Komunikator

Komunikator adalah seseorang atau sekelompok orang yang menyampaikan pikirannya atau perasaannya kepada orang lain. b. Pesan

Pesan sebagai terjemahan dari bahasa asing “message” adalah lambang bermakna (meaningful symbols), yakni lambang yang membawakan pikiran atau perasaan komunikator.

c. Komunikan

Komunikan adalah seseorang atau sejumlah orang yang menjadi sasaran komunikator ketika ia menyampaikan pesannya.

d. Media

Media adalah sarana untuk menyalurkan pesan-pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan.

e. Efek

Efek adalah tanggapan, reason atau reaksi dari komunikan ketika ia atau mereka menerima pesan dari komunikator. Jadi efek adalah akibat dari proses komunikasi.23

22

Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. (Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya, 2005) cet ke-19, h.10

23

Onong Uchjana Effendy, Human Relations dan Public Relation, (Bandung, Mandar Madu, 1993), cet-ke 8, h. 14-16


(37)

c. Proses Komunikasi

Proses komunikasi pada hakekatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang atau komunikator kepada orang lain atau komunikan. Pikiran bisa berupa gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari benak perasaan yang berupa keyakinan, kepastian, kekhawatiran, dan sebagainya yang mucul dari lubuk hati. Komunikasi adalah proses yang dinamis, karena di dalamnya pengirim lambang yang disebut sender dan penerima lambang yang disebut receiver saling mempengaruhi, baik secara fisik maupun psikis, turut terlibat. Faktor fisik misalnya: menunjukkan sikap sopan, baik atau tidak, menerima atau menolak. Sedangkan faktor psikis diantaranya gembira, sedih, acuh, marah dan sebagainya.

Komunikasi adalah suatu proses pembentukan, penyampaian, penerimaan, dan pengolahan pesan yang terjadi dalam diri seseorang atau diantara dua orang atau lebih dengan tujuan yang dimaksud.

Menurut Stephen P. Robbins, proses komunikasi. Model ini terdiri dari tujuh bagian: (1) Sumber komunikasi, (2) Pengkodean, (3) Pesan, (4) Saluran, (5) Decoding, (6) Penerima, dan (7) Umpan balik.24

Pesan Pesan Pesan Pesan

Umpan Balik

Gambar : 2.1 Menunjukkan Proses Komunikasi

24

Stephen P. Robbins, Penerjemah Benyamin Molan Perilaku Organisasi, (Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia, 2006), cet ke-10, h. 393-394

Penginterpre-tasian Pesan

Sumber Penyandian Penerima

Pesan


(38)

Sumber mengawali pesan dengan mengkodekan pikiran. Pesan adalah produk fisik aktual dari sumber yang melakukan penyandian pesan. Bila seseorang berbicara, pembicaraan itu adalah pesan. Bila seseorang menulis, tulisan itulah pesan. Ketika seseorang melakukan gerakan isyarat, gerakan tangan dan ekspresi wajah seseorang itu merupakan pesan. Saluran adalah medium tempat pesan dihantarkan. Saluran itu diseleksi oleh sumber, yang harus menentukan apakah menggunakan saluran formal atau informal. Penerima adalah objek yang menjadi tujuan penyampaian pesan. Tetapi sebelum pesan dapat diterima, simbol-simbol didalamnya harus diterjemahkan ke dalam bentuk yang dapat dimengerti oleh penerima. Langkah ini adalah penginterpretasian pesan. Kaitan terakhir dalam proses komunikasi adalah lingkaran umpan balik. Umpan balik merupakan pengecekan mengenai seberapa sukses seseorang menyampaikan pesan seperti dimaksudkan semula. Umpan balik menentukan apakah pesan itu telah dipahami atau tidak.

d. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi

Menurut A.A Anwar Prabu Mangkunegara dikatakan bahwa “ada

dua faktor yang mempengaruhi komunikasi, yaitu faktor dari pihak sender (pengirim pesan), dan faktor dari pihak receiver atau komunikan”.

a. Faktor dari pihak sender atau komunikator, yaitu keterampilan, sikap, pengetahuan sender, media saluran yang digunakan.

1. Keterampilan sender

Sender sebagai pengirim informasi, ide, berita, dan pesan perlu menguasai cara-cara penyampaian pikiran baik secara tertulis maupun lisan.

2. Sikap sender

Sikap sender sangat berpengaruh pada receiver. Sender yang bersikap angkuh terhadap receiver dapat mengakibatkan informasi atau pesan yang diberikan menjadi ditolak oleh receiver. Begitu pula sikap sender yang ragu-ragu dapat mengakibatkan receiver menjadi titik percaya terhadap informasi atau pesan yang


(39)

disampaikan. Maka dari itu, sender harus mampu bersikap meyakinkan receiver terhadap pesan yang diberikan kepadanya. 3. Pengetahuan sender

Sender mempunyai pengetahuan luas dan menguasai materi yang disampaikan akan dapat menginformasikannya kepada receiver sejelas mungkin. Dengan demikian, receiver akan lebih mudah mengerti pesan yang disampaikan oleh sender.

4. Media saluran yang digunakan oleh sender

Media atau saluran komunikasi sangat membantu dalam penyampaian ide, informasi atau pesan kepada receiver. Sender perlu menggunakan media saluran komunikasi yang sesuai dan menarik perhatian receiver.

b. Faktor dari pihak receiver, yaitu keterampilan receiver, sikap receiver, pengetahuan receiver, dan media saluran komunikasi.

1. Keterampilan receiver

Keterampilan receiver dalam mendengar dan membaca pesan sangat penting. Pesan yang diberikan oleh sender akan dapat dimengerti dengan baik, jika receiver mempunyai keterampilan mendengar dan membaca.

2. Sikap receiver

Sikap receiver terhadap sender sangat mempengaruhi efektif tidaknya komunikasi. Misalnya, receiver bersikap apriori, meremehkan, berprasangka buruk terhadap sender, maka komunikasi menjadi tidak efektif, dan pesan menjadi tidak berarti bagi receiver. Maka dari itu, receiver haruslah bersikap positif terhadap sender, sekalipun pendidikan sender lebih rendah dibandingkan dengannya.

3. Pengetahuan receiver

Pengetahuan receiver sangat berpengaruh pula dalam komunikasi. Receiver yang mempunyai pengetahuan yang luas akan lebih mudah dalam menginterpretasikan ide atau pesan yang diterimanya


(40)

dari sender. Jika pengetahuan receiver kurang luas sangat memungkinkan pesan yang diterimanya menjadi kurang jelas atau kurang dapat dimengerti oleh receiver.

4. Media saluran komunikasi

Media saluran komunikasi yang digunakan sangat berpengaruh dalam penerimaan ide atau pesan. Media saluran komunikasi berupa alat indera yang ada pada receiver sangat menentukan apakah pesan dapat diterima atau tidak untuknya. Jika alat indera receiver terganggu maka pesan yang diberikan oleh sender dapat menjadi kurang jelas bagi receiver.25

e. Komunikasi Efektif

1. Pengertian komunikasi efektif

Komunikasi merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia, hal ini dikarenakan manusia sebagai predikat makhluk sosial, yang secara otomatis tidak dapat hidup tanpa adanya orang lain artinya manusia sebagai makhluk sosial pasti memerlukan sosialisasi. Dalam proses sosialisasi inilah komunikasi memegang peranan yang urgen.

Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dari seorang komunikator kepada komunikan atau penerima pesan, dalam proses komunikasi ini tentunya ada tujuan atau maksud yang hendak dicapai oleh komunikator dan komunikan, tujuan dan maksud dari proses komunikasi itu melahirkan efek-efek tertentu dalam komunikasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian efektif adalah ada pengaruhnya, ada akibatnya, ada efeknya, dan dapat membuahkan hasil.26Oleh karena itu komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang menimbulkan efek tertentu sesuai dengan tujuan komunikasi.

Efek-efek yang ditimbulkan dalam proses komunikasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

25

A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), cet ke-5, h. 148-150

26


(41)

1. Efek kognitif, adalah yang timbul pada komunikan yang menyebabkan dia menjadi tahu atau meningkat intelektualitasnya. 2. Efek afektif, lebih tinggi kadarnya dari pada dampak kognitif.

Tujuan komunikator bukan hanya sekedar supaya komunikan tahu, tetapi bergerak hatinya, menimbulkan pesan tertentu, misalnya perasaan iba, terharu, sedih, gembira, marah dan sebagainya. 3. Efek behavioral, yang paling tinggi kadarnya, yakni dampak yang

timbul pada komunikan dalam bentuk prilaku, tindakan atau kegiatan.27

2. Hambatan-hambatan dalam berkomunikasi

Komunikasi dalam prosesnya, ada beberapa hal yang merintangi atau menghambat tercapainya tujuan dari proses komunikasi. Hambatan atau rintangan dalam komunikasi bisa berasal dari pribadi komunikan dan komunikator, lingkungan dan lain sebagainya.

Menurut James G. Robbins”suatu sebab utama dari kemacetan komunikasi, adalah kebisingan, bunyi atau suara yang ribut, yang dalam konteks ini berarti segala sesuatu yang menggangu penyampaian atau

penerima pesan”.28

Menurut Husaini Usman,terdapat 18 hambatan komunikasi dikelas, yaitu:

(1) komunikator menggunakan bahasa yang sukar dipahami, (2) perbedaan persepsi akibat latar belakang yang berbeda, (3) terjemahan yang salah, (4) kegaduhan, (5) reaksi emosional seperti terlalu bertahan (defensif) atau terlalu menyerang (agresif), (6) gangguan fisik (gagap,tuli,buta), (7) semantic yaitu pesan bermakna ganda, (8) belum berbudaya baca dan tulis, serta berbudaya diam, (9) teknik bertanya yang buruk, (10) teknik menjawab yang buruk, (11) tidak jujur, (12) tertutup, (13) destruktif, (14) kurang dewasa, (15) kurang respect, (16) kurang

27

Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), cet ke-7, h. 7

28

James G. Robbins & Barbara S. Janes, penerjemah R. Turman Sirait, Komunikasi yang Efektif, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1986), cet ke-3, h. 11


(42)

persiapan, (17) kurang menguasai materi, dan (18) kebiasaan menjadi pembicara dan pendengar yang buruk.29

Hambatan-hambatan inilah yang nantinya akan menjadikan komunikasi yang tidak terarah antara guru dengan siswa. Seringkali siswa sebagai subjek maupun objek belajar dalam kesehariannya di sekolah mengalami komunikasi terutama dalam proses belajar mengajar.

Oleh sebab itu untuk menghilangkan penghambat proses komunikasi perlu adanya solusi yang dapat menyingkirkan hambatan atau kesulitan-kesulitan dalam komunikasi itu.

f. Komunikasi Efektif dalam Pendidikan

Ditinjau dari prosesnya, Onong Uchjana mengemukakan bahwa pendidikan adalah komunikasi dalam arti kata bahwa dalam proses tersebut terlibat dua komponen yang terdiri atas manusia, yakni pengajar sebagai komunikator dan pelajar sebagai komunikan. Lazimnya, pada tingkatan bawah dan menengah pengajar itu dinamakan guru, sedangkan pelajar itu disebut murid, pada tingkatan tinggi pengajar itu dinamakan dosen, sedangkan pelajar dinamakan mahasiswa. Pada tingkatan apapun, proses komunikasi antara pengajar dan pelajar itu pada hakekatnya sama saja. Perbedaannya hanyalah pada jenis pesan serta kualitas yang disampaikan oleh si pengajar kepada si pelajar. 30

Sebagaimana yang telah dijelaskan di awal bahwa komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dari seorang komunikator kepada komunikan atau penerima pesan. Dalam hal ini komunikasi dapat dikatakan efektif apabila penerima menginterpretasikan pesan yang diterimanya sebagaimana dimaksudkan oleh pengirim.MenurutJohnson yang dikutip oleh A. Supratiknya, menyatakan bahwa ada tiga kiat pengirim pesan secara efektif yang harus dipenuhi, antara lain:

1. Kita harus mengusahakan agar pesan-pesan yang kita kirimkan mudah dipahami

29

Husaini Usman, Manajemen; Teori, Praktik dan Riset Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 396

30

Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. (Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya, 2005) cet ke-19, h. 101-104


(43)

2. Sebagai pengirim kita harus memiliki kredibilitas di mata penerima 3. Kita harus berusaha mendapatkan umpan balik secara optimal

tentang pengaruh pesan kita dalam diri penerima31

Menurut asumsi penulis bahwa kaitannya komunikasi efektif dalam pendidikan paling tidak ada beberapa faktor yang harus dimiliki oleh seorang guru sebagai komunikator, antara lain:

1)Guru harus mengupayakan agar materi pelajaran yang disampaikan dapat diterima oleh siswa dengan mudah.

2)Guru sebagai komunikator atau pengirim pesan harus memiliki kredibilitas di mata siswa sebagai penerima pesan.

3)Guru harus berusaha mendapatkan umpan balik secara optimal mengenai pengaruh yang telah disampaikan kepada siswa.

4. Peran Guru dalam Menciptakan Komunikasi Efektif

Sebagaimana telah di ketahui bersama bahwa komunikasi antara manusia merupakan syarat mutlak bagi tercapainya perkembangan jiwa yang sehat dan sempurna. Pertentangan antara manusia seringkali disebabkan karena kurangnya komunikasi, yaitu timbulnya kurang pengertian atau hubungan yang tidak baik atau bahkan salah paham. Hal ini merupakan sesuatu yang sangat penting dalam hubungan antara manusia.

Demikian pula, komunikasi merupakan hal yang penting dalam hubungan antara guru dan murid. Bagaimana komunikasi itu berlangsung?. Uzer Usman dalam karyanya Menjadi Guru Profesional, menegaskan bahwa proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi yang edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar. Komunikasi dalam peristiwa proses belajar mengajar mempunyai arti yang

31


(44)

lebih luas. Tidak sekedar hubungan guru dan siswa, tetapi merupakan komunikasi edukatif.32

S.Nasution dalam buku Sosiologi Pendidikan33, menjelaskan

bahwa”Peranan guru dalam hubungannya dengan murid bermacam

-macam menurut situasi komunikasi sosial yang dihadapinya, yakni situasi formal dalam proses belajar mengajar dalam kelas dan dalam situasi informal. Dalam situasi formal, yakni dalam usaha guru mendidik dan mengajar anak dalam kelas guru harus sanggup menunjukkan kewibawaan atau otoritasnya, artinya ia harus mampu mengendalikan, mengatur, dan mengontrol kelakuan anak. Kalau perlu ia dapat menggunakan kekuasaannya untuk memaksa anak belajar, melakukan tugasnya atau mematuhi peraturan. Dengan kewibawaan ia menegakkan disiplin demi kelancaran dan ketertiban belajar mengajar.”

Sementara Mudjito dalam bukunya yang disadur dari karyanya Thomas Gordon, menyatakan bahwa: Hubungan guru dengan murid dikatakan baik apabila hubungan tersebut memiliki sifat-sifat, sebagai berikut:

a. Keterbukaan, sehingga baik guru maupun murid saling bersikap jujur dan membuka diri satu sama lainnya.

b. Tanggap bilamana seseorang tahu bahwa dia dinilai oleh orang lain.

c. Kebebasan, yang memperbolehkan setiap orang tumbuh dan mengembangkan keunikannya, kreativitasnya dan kepribadiannya. Dari berbagai pernyataan diatas, jelaslah bahwa guru memiliki peranan sentral dalam menciptakan komunikasi yang efektif dengan siswa. Dalam hal ini, guru sebaiknya memfasilitasi siswa melalui metode pembelajaran yang bervariatif dan komunikatif, konstruktif dengan harapan siswa dapat berinteraksi dan berkomunikasi dengan siswa lainnya, baik individu ataupun kelompok. Untuk menciptakan interaksi dalam

32

Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), cet ke-7, h.4

33


(45)

kegiatan belajar mengajar yang komunikatif bagi siswa tentu saja tidak terlepas dari peranan metode dan alat motivasi yang dipilih sebagai penunjang pencapaian tujuan pengajaran.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang peran guru dalam menciptakan komunikasi yang efektif seperti ini juga pernah diteliti oleh Shochibul Hujjah dalam skripsinya yang berjudul “Pola Komunikasi Guru Agama dalam

Pembinaan Akhlak Siswa SMK Negeri 1 Pasuruan”. Berdasarkan hasil

penelitian menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu dengan cara melalui pengamatan lapangan, wawancara, dan dokumentasi di SMK Negeri 1 Pasuruan secara langsung. Dapat disimpulkan bahwa pola komunikasi yang digunakan dalam pembinaan akhlak di SMK Negeri 1 Pasuruan sudah tercipta dengan sangat baik, hal ini terbukti dengan bagaimana siswa/siswinya yang sudah menerapkan akhlak dalam lingkungan sekolah tersebut.

Pada hasil penelitian relevan ini, peneliti mendapatkan kesimpulan bahwa terciptanya komunikasi yang baik. Hasil penelitian tersebut belum menggambarkan secara khusus bagaimana hubungan yang komplek antara siswa dan guru dalam proses belajar mengajar. Karena dalam hasil penelitian penulis menilai bahwa penelitian tersebut hanya meneliti tentang aspek akhlak. Oleh sebab itu, pada penelitian kali ini, penulis berupaya untuk menggambarkan komunikasi yang lebih detail di dalam maupun di luar sekolah antara guru dan siswa.

Kemudian penelitian tentang peran guru dalam menciptakan komunikasi yang efektif juga diteliti oleh Iin Mutmainah dalam skripsinya

yang berjudul “Peran Guru dalam Menciptakan Komunikasi yang Efektif

dengan Siswa di SMPN 4 Tanggerang”. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan tekhnik angket dan hasil yang ditemukan bahwa peran guru di SMPN 4 Tanggerang memiliki peranan yang efektif dalam menciptakan komunikasi dengan siswa.


(46)

Pada penelitian ini penulis menenmukan hasil penelitian berupa data prosentase dari kelas interval dengan katagori 33-27. Hal ini membuat penulis tertarik untuk mencoba penelitian yang berbeda dari penelitian tersebut, yaitu dengan cara mendeksripsikan data wawancara, Observasi, sehingga akan mendapatkan kesimpulan atau hasil penelitian tanpa menggunakan prosentase.


(47)

33

A.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober hingga Desember 2013. Adapun lokasi yang dijadikan tempat untuk melakukan penelitian yaitu di SMP Dua Mei di Jln. H. Abdul Gani No.135, Desa Cempaka Putih, Kecamatan Ciputat Timur Kabupaten Tanggerang Provinsi Banten.

B.

Latar Penelitian (Setting)

Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 25 Oktober 2013 hingga 5 Desember 2013. Tempat penelitian adalah SMP Dua Mei yang berlokasi di jalan H. Abdul Gani No.135, Ciputat. Yang akan diteliti disini adalah aktivitas belajar siswa, bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran Pendidikan Agam Islam. Subjek dalam penelitian ini, meliputi: Kepala sekolah SMP Dua Mei, guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, dan siswa kelas VIII (delapan).

C.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan metode kualitatif dengan metode penelitian studi kasus. “Penelitian kualitatif (Qualitative research) adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok.1 Sedangkan Studi kasus adalah suatu penelitian yang diarahkan untuk menghimpun data, mengambil makna, memperoleh pemahaman dari kasus tersebut.2

1

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya: 2011), h. 48

2


(48)

Alasan peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus adalah karena peneliti ingin mengungkap dan mengetahui lebih dalam mengenai peran guru PAI dalam menciptakan komunikasi yang efektif dengan siswa pada pembelajaran PAI, untuk mendapatkan data penelitian tersebut dibutuhkan pengamatan dan wawancara mendalam.

Pada metode studi kasus ini peneliti benar-benar memahami kasus yang ada dengan cara mengumpulkan data, melihat langsung keadaan di lokasi dan mengambil info dari berbagai sumber yang ada di sekitar dan mempelajari keadaan di sekitar. “Suatu kasus dalam studi kasus digunakan beberapa teknik pengumpulan data seperti wawancara, observasi dan studi dokumentasi, tetapi semuanya difokuskan ke arah mendapatkan kesatuan

data dan kesimpulan”.3

Dalam pendekatan metode kualitatif ini, peneliti mengamati secara lebih mendalam lagi mengenai hal-hal yang terkait dengan masalah yang

ada. “penelitian kualitatif menggunakan desain penelitian studi kasus dalam arti penelitian difokuskan pada satu fenomena saja yang dipilih dan ingin dipahami secara mendalam, dengan mengabaikan

fenomena-fenomena lainnya”.4

Dalam pendekatan metode kualitatif ini dapat diketahui dengan cara mendalami situasi sosial yang ada di lapangan seperti yang terdapat pada gambar berikut ini:

Place/tempat

Actor/orang Activity/aktivitas Gambar 3.1 Situasi sosial (Social situation)5

3

Ibid., h. 64 4

Opcit., h. 99 5

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta: 2012), cet: 15, h. 216

Social situation


(49)

D.

Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

Agar diperoleh data penelitian yang relevan dengan tujuan penelitian diperlukan prosedur pengumpulan data yang akurat. Prosedur penelitian data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melakukan langkah-langkah di antaranya: observasi, wawancara, dokumentasi dan triangulasi (gabungan untuk memperoleh data yang ada di tempat penelitian).

a. Observasi

Observasi merupakan langkah awal yang dilakukan oleh peneliti. Dalam observasi ini peneliti akan melihat langsung kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh pihak yang terkait penelitian. Dalam penelitian ini ialah semua yang mencakup ruang lingkup sekolah. Hasil observasi ini akan digunakan untuk sumber data penelitian.

Dalam observasi, ada tiga komponen yang menjadi obyek penelitian, yaitu: Place (tempat), Actor (pelaku) dan Activity (aktivitas).6

a. Place (tempat)

Place atau tempat disini adalah lingkungan sekolah SMP Dua Mei, yaitu ruang belajar, ruang guru, ruang multimedia, perpustakaan, kantin dsb. Tempat yang menjadi obyek penelitian disini ialah SMP Dua Mei Ciputat yang beralamat di jalan H. Abdul Gani No.135, Desa Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur Kabupaten Tanggerang Provinsi Banten. Tanah SMP Dua Mei ini sepenuhnya Milik Yayasan dengan luas tanah 3.000 M2, dan luas seluruh bangunan 1.000 M2. b. Actor (pelaku)

Adapun Actor atau pelaku yang diamati dalam penelitian ialah guru mata pelajaran dan siswa kelas VIII SMP Dua Mei Ciputat.

6


(50)

Jumlah guru yang mengajar di SMP Dua Mei Ciputat berjumlah 32 orang, termasuk guru Pendidikan Agama Islam. Penelitian ini mengambil siswa di kelas VIII (delapan) yang terdapat 2 kelas, VIII 1(satu) berjumlah 39 siswa, VIII 2 (dua) berjumlah 38 siswa, jadi jumlah siswa kelas VIII ialah sebanyak 77 siswa.

c. Activity (aktivitas)

Activity atau aktivitas yang diamati dalam penelitian ini adalah kegiatan pembelajaran siswa, mulai dari kehadiran siswa di sekolah hingga kegiatan pembelajaran berlangsung. Adapun jadwal mengajar guru PAI di SMP Dua Mei Ciputat dilakukan pada hari senin, rabu

dan jum’at.

Kegiatan siswa pada hari senin sebelum kegiatan pembelajaran berlangsung, para siswa mengikuti upacara bendera atau upacara pembinaan. Ketika bel tanda kegiatan pembelajaran akan berlangsung para siswa masuk ke kelas masing-masing. Mengikuti proses pembelajaran yang berlangsung sampai bel tanda istirahat. Ketika bel tanda istirahat berbunyi para siswa mengikuti sholat dhuha berjamaah di mushola. Kemudian siswa diperbolehkan ke kantin sampai waktu istirahat selesai. Setelah bel berbunyi siswa masuk kembali ke dalam kelas dan melanjutkan pembelajaran sampai dengan jam sholat dzuhur berjamaah tiba. Ketika bel tanda sholat berjamaah akan berlangsung siswa dipersilahkan keluar kelas untuk mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat dzuhur berjamaah. Usai melaksanakan sholat dzuhur berjamaah, siswa dipersilahkan untuk masuk ke kelas kembali untuk melaksanakan pembelajaran selanjutnya. Sampai tanda bel untuk pulang berbunyi. Namun pada hari jumat, para siswa pulang lebih awal yaitu pada pukul 11.00 WIB, dikarenakan untuk para siswa laki-laki melaksanakan sholat jum’at berjamaah kemudian diikuti dengan keputrian bergilir, sebelum kegiatan sholat jum’at berjamaah berlangsung para guru dan siswa melakukan tadarusan, dan pada hari sabtu para siswa mengikuti kegiatan ekstrakurikuler masing-masing.


(51)

b. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data dalam pendekatan penelitian kualitatif. Wawancara ini merupakan langkah kedua setelah observasi. Dalam wawancara peneliti akan mewawancarai narasumber yang terkait penelitian. Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui hal-hal dari responden dan menilai keadaan responden terkait hal penelitian.

Wawancara ini dilakukan oleh peneliti melalui 2 tahap yaitu pada saat observasi awal untuk mendapatkan informasi dasar yang digunakan peneliti untuk mengetahui masalah komunikasi antara guru PAI terhadap siswa pada pembelajaran PAI di SMP Dua Mei Ciputat. Pada wawancara ini peneliti hanya mewawancarai guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.

Kemudian pada wawancara yang kedua, yang akan diwawancarai oleh peneliti yaitu kepala sekolah, guru mata pelajaran pendidikan agama Islam dan 5 orang siswa kelas VIII (delapan) SMP Dua Mei. Dalam wawancara terdapat pedoman wawancara. Dalam wawancara disini, peneliti menggunakan wawancara tidak terstruktur. Dalam teknik wawancara tak terstruktur ini, peneliti melakukan wawancara berbentuk dialog dengan informan, dengan tetap berpatokan kepada sejumlah pertanyaan yang telah disiapkan.

Pedoman wawancara yang digunakan untuk wawancara adalah sebagai berikut:

a. Wawancara dengan Kepala Sekolah SMP Dua Mei Ciputat mengenai:

1. Program rapat evaluasi guru

2. Persiapan guru dalam proses pembelajaran

3. Kinerja guru dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam 4. Kondisi siswa terhadap pembelajaran Pendidikan Agama Islam 5. Sikap perilaku guru PAI terhadap siswa di dalam maupun di luar


(52)

6. Kendala dalam proses pembelajaran PAI

b. Wawancara dengan Guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) mengenai:

1. Penerapan kontrak pembelajaran Pendidikan Agama Islam 2. Persiapan guru terhadap proses pembelajaran

3. Profesionalisme guru terhadap pembelajaran PAI 4. Penggunaan metode pembelajaran yang interaktif 5. Respon siswa terhadap pembelajaran PAI

6. Evaluasi yang digunakan

7. Strategi yang digunakan agar siswa lebih paham 8. Pemanfaatan sarana dalam menciptakan komunikasi c. Wawancara dengan siswa SMP Dua Mei, mengenai:

1. Penerapan kontrak pembelajaran Pendidikan Agama Islam 2. Kondisi siswa terhadap pembelajaran Pendidikan Agama Islam 3. Hasil belajar siswa pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam 4. Respon mengenai pembelajaran dengan menggunakan metode

pembelajaran yang interaktif

5. Respon penyampaian materi oleh guru PAI 6. Sikap perilaku siswa terhadap guru PAI d. Dokumentasi

Adapun dokumentasi yang dimaksud disini ialah dikumpulkan berupa: Foto-foto kegiatan belajar mengajar di kelas, catatan harian, dan kebijakan yang ada di sekolah.

E. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data

Dalam pendekatakan metode penelitian kualitatif, “pemeriksaan dan

pengecekkan keabsahan data dapat dilakukan dengan teknik-teknik sebagai berikut: Credibility dan Trasnferability, Dependability atau Auditability serta Confirmability”.7 Dalam Credibility dan Transferability

7

Tim Penyusun Revisi Penulisan Skripsi FITK, Pedoman Penulisan Skripsi, (Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013), h. 61-66


(53)

(kredibilitas data) atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian disini dilakukan dengan melakukan pengamatan dan observasi selama 1 bulan, meningkatkan ketekunan dalam mengumpulkan data yaitu peneliti beberapa kali kembali ke lapangan untuk mendapatkan sumber data, berdiskusi dengan dosen pembimbing skripsi serta teman sejawat dan menganalisis suatu data yang diperoleh dari sumbernya.

Langkah selanjutnya peneliti mengecek data yang diperoleh dari pemberi sumber data. Peneliti berdiskusi dengan pemberi sumber data mengenai data yang telah dikumpulkan selama 1 bulan. Setelah berdiskusi maka hasil yang diperoleh ialah bahwa tidak ada perbedaan antara data yang diperoleh dari pemberi data dengan data yang ada.

Setelah melakukan uji kredibilitas, peneliti melakukan Dependability atau Reliabilitas serta Confirmability yaitu data yang ditemukan dianalisis kembali.

Dalam triangulasi, peneliti menggunakan observasi partisipatif, wawancara mendalam, dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak.8 Tujuan triangulasi data ini untuk meningkatkan pemahaman peneliti terhadap masalah yang ada di lapangan. Dalam triangulasi data ini peneliti kembali ke lapangan untuk mendapatkan sumber data lebih mendalam dan akurat.

F. Analisis Data

Analisis data dalam kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Dalam analisis data ini peneliti menganalisis hasil observasi, wawancara dan dokumentasi yang telah dikumpulkan. Setiap data yang dikumpulkan peneliti langsung menganalisis data tersebut dan memeriksa keabsahan data yang ada dengan menyusun data yang telah diperoleh dan menanyakan langsung kepada pemberi sumber data. Langkah-langkah

8


(54)

yang dilakukan dalam analisis data yaitu: data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.9

1) Data Reduction (Reduksi data)

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Seperti telah dikemukakan, semakin lama peneliti ke lapangan, maka jumlah data akan semakin banyak, kompleks dan rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. 2) Data Display (Penyajian data)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Dalam hal ini Miles dan Huberman menyatakan “the most frequent form of display data for qualitative research data in the past has been narrative text”. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

3) Conclusion Drawing/Verification

Langkah ke tiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung

9


(55)

oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena seperti telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada di lapangan.10

10


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)