commit to user
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan Undang-undang Sisdiknas No.202003 bab III pasal 4 ayat 1 tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan disebutkan bahwa pendidikan
diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan, serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan
kemajemukan bangsa. Hal ini menandakan bahwa setiap Warga Negara berhak dan wajib mendapatkan pendidikan secara merata tanpa terkecuali. Pada
hakekatnya pendidikan bagi setiap warga Negara adalah sebagai upaya pengembangan potensi sehingga siswa mampu menjunjung tinggi hak asasi
manusia, nilai keagamaan, dan nilai kultural seperti apa yang telah termaktub dalam Undang-undang Sisdiknas di atas.
Penyelenggaraan pendidikan suatu negara tentu saja memiliki suatu tujuan yang akan dicapai, salah satunya adalah membentuk manusia yang cerdas.
Seperti yang tertulis dalam Pembukaan Undang- undang Dasar 1945, “Kemudian
daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ….” Artinya Negara melalui pemerintah memiliki kewajiban menyediakan sarana dan
prasarana pendidikan yang berkualitas sehingga akan menciptakan manusia yang cerdas baik cerdas secara intelektual maupun cerdas dalam hal akhlak dan
karakter. Menurut Dr. Howard Gardner dalam May Lwin dkk dalam bukunya,
Frames of Mind: The Theory of Multiple Intellegencess 1983, menyebutkan bahwa kecerdasan ada tujuh macam, yaitu kecerdasan linguistik-verbal,
kecerdasan logis matematis, kecerdasan spasial-visual, kecerdasan ritmik-musik, kecerdasan kinestetik, kecerdasan interpersonal, dan kecerdasan intrapersonal.
Dari ketujuh kecerdasan yang ada pada diri manusia salah satu kecerdasan yang
commit to user 2
selalu ada dan melekat dari semenjak lahir terus dipelajari adalah kecerdasan linguistik-verbal.
Kecerdasan linguistik-verbal adalah kecerdasan yang mengacu pada kemampuan untuk menyusun pikiran dengan jelas dan mampu menggunakan
kemampuan ini secara kompeten melalui kata-kata untuk mengungkapkan pikiran-pikiran dalam berbicara, membaca, dan menulis May Lwin, dkk,
2001:11. Kecerdasan verbal penting bukan hanya untuk keterampilan berkomunikasi melainkan juga penting untuk mengungkapkan pikiran, keinginan,
dan pendapat seseorang. Kecerdasan linguistik-verbal sudah dimiliki dan dipelajari anak sejak bayi. Dimulai dari kemampuan menyimak seorang bayi
terhadap orang dewasa, lalu tahap bayi mengoceh dengan bahasanya sendiri kedua tahap ini disebut perkembangan paraliguistik Gleason, 1985:3, sampai
pada tahap selanjutnya yaitu pengucapan satu kosa kata, hingga mampu membuat kalimat pendek.
Selama periode usia Sekolah Dasar, anak-anak dihadapkan pada tugas utama mempelajari bahasa tulis. Perkembangan bahasa anak pada periode usia
Sekolah Dasar ini meningkat dari bahasa lisan ke bahasa tulis. Kemampuan mereka menggunakan bahasa menjadi berkembang.
Menurut Piaget ada 4 fase perkembangan kognitif pada anak, yaitu: a usia lahir - 2 tahun, anak mengalami Periode Sensorimotor yaitu anak
memanipulasi objek di lingkungan dan mulai membentuk konsep, b usia 2 – 7
tahun, anak mengalami Periode Praoperasional yaitu anak memahami pikiran simbolik, tetapi belum dapat berpikir logis, c usia 7
– 11 tahun, anak mengalami Periode Operasional yaitu anak dapat berpikir logis mengenai benda-benda
konkret. Sedangkan menurut Fase-fase Perkembangan Bahasa, dibagi menjadi: a usia lahir
– 2 tahun mangalami Fase Fonologis yaitu anak bermain dengan bunyi- bunyi bahasa, mulai mengoceh sampai menyebutkan kata-kata sederhana, b usia
2 – 7 tahun mengalami Fase Sintaktik yaitu anak menunjukkan kesadran gramatis,
berbicara menggunakan kalimat, c usia 7 – 11 tahun mengalami Fase Semantik
yaitu anak dapat membedakan kata sebagai simbol dan konsep yang terkandung
commit to user 3
dalam kata. Namun, pada kenyataannya Fase-fase Perkembangan Bahasa lebih banyak digunakan karena dipandang sangat relevan dengan pembelajaran bahasa.
Pada periode usia sekolah, perkembangan bahasa yang paling jelas terlihat adalah perkembangan semantik dan pragmatik. Di samping memahami
bentuk-bentuk baru, anak belajar menggunakannya untuk berkomunikasi dengan lebih efektif Oblet, 1985 lewat Owen 1992:355
Menurut Fase-fase Perkembangan Bahasa di atas perkembangan semantik terjadi pada usia anatara 7
– 11 tahun. Pada usia ini anak sudah memiliki kemampuan metalinguistik, yaitu kesadaran yang memungkinkan pengguna
bahasa melakukan refleksi menjadi semakin berkembang utamanya pada usia sekolah. Kemampuan berpikir tentang bahasa dan melakukan refleksi ini
tercermin dalam perkembangan keterampilan membaca dan menulis Owens, 1992:335
Menurut Budiasih dan Zuchdi 1997, anak usia SD sudah mampu mengembangkan bahasa figuratif yang memungkinkan penggunaan bahasa secara
kreatif. Bahasa figuratif menggunakan kata secara imajinatif, tidak secara literal atau makna sebenarnya untuk menciptakan kesan emosional. Yang termasuk
bahasa figuratif misalnya ungkapan kepala dingin, penggunaan bahasa metafora contohnya suaranya membelah bumi, makana kiasan seperti wajahnya seperti
bulan purnama, dan lain-lain. Anak usia 7
– 11 tahun adalah anak yang menduduki jenjang Sekolah, yang pada umumnya mnduduki kelas 5 SD. Anak-anak pada usia ini mulai
mengenal adanya berbagai pandangan mengenai suatu topik. Mereka dapat mendeskripsikan sesuatu, tetapi deskripsi yang mereka buat lebih bersifat personal
dan tidak mempertimbangkan makna informasi yang disampaikannnya bagi pendengar. Informasi tersebut biasanya tidak selalu benar, karena tercampur
dengan hal-hal yang ada dalam khayalan Owens, 1992:358 Anak usia tersebut cukup memiliki kemampuan menjelaskan atau
mendeskripsikan suatu benda, hal, keadaan, dan sebagainya. Baik itu yang berwujud riil maupun abstrak. Juga tentang hal-hal yang ada di angan-angan atau
benak mereka, mereka cukup mampu untuk menjelaskan atau menggambarkan
commit to user 4
lewat kata-kata dengan jelas. Anak usia 7-11 tahun telah cukup memiliki perbendaharaan kata yang cukup banyak dan bervariatif. Seiring pertumbuhan
fisiknya, kemampuan berfikir untuk menyerap kosa kata juga berkembang dengan pesat.
Keterampilan berbahasa anak dapat meliputi keterampilan menyimak, membaca, dan menulis. Setiap keterampilan tersebut erat sekali kaitannya antara
satu dengan yang lainnya. Untuk memperoleh keterampilan berbahasa mula-mula anak pada masa kecil belajar menyimak, kemudian dilanjutkan belajar berbicara.
Setelah itu dilanjutkan dengan keterampilan membaca dan menulis saat mereka memasuki bangku sekolah terutama Sekolah Dasar.
Keempat keterampilan tersebut sangat erat kaitannya dengan proses berpikir seseorang dalam mendasari suatu bahasa. Bahasa seseorang merupakan
cerminan dari pemikirannya. Semakin seseoarng terampil dalam berbahasa, semakin jelas dan cerah jalan pikirannya. Keterampilan berbahasa bisa dipelajari
dengan menerapkannya dalam kegiatan sehari-hari. Pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar, pada saat permulaan anak-anak
dihadapkan pada tugasnya yang utama yaitu mempelajari bahasa tulis. Hal ini hampir tidak akan berjalan lancar jika anak tersebut belum bisa menguasai bahasa
lisan. Perkembangan bahasa anak pada periode usia Sekolah Dasar ini meningkat dari bahasa lisan ke bahasa tulis.
Pengajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya adalah pengajaran keterampilan berbahasa, bukan pengajaran tentang bahasa itu sendiri. Tata bahasa,
kosa kata, dan juga sastra hendaknya disajikan dalam konteks tertentu, yaitu dalam kaitannya dengan keterampilan tertentu yang sedang diajarkan, bukan
sebagai pengetahuan tata bahasa, teori pengembangan kosa kata, teori sastra sebagai pendukung atau alat penjelas. Namun keterampilan-keterampilan
berbahasa yang ditekankan adalah pengajaran berbahasa Indonesia berupa keterampilan reseptif keterampilan mendengar dan membaca dan keterampilan
produktif keterampilan menulis dan berbicara. Sedangkan pada pengajaran berbahasa tentu diawali dengan pengajaran keterampilan reseptif kemudian
commit to user 5
dilanjutkan pada tahap-tahap keterampilan produktif. Tujuannya agar peningkatan keduanya itu menyatu sebagai kegiatan berbahasa yang padu dan utuh.
Menulis merupakan keterampilan lanjutan yang memiliki tingkat yang lebih tinggi dibanding keterampilan berbahasa mendengarkan dan membaca.
Menulis yang termasuk dalam keterampilan produktif dalam berbahasa bisa dilakukan siswa asalkan dia telah terbiasa mendengarkan bacaan atau informasi
dan gemar atau sering membaca suatu bacaan. Hal ini dikarenakan erat kaitannya dengan kosa kata dan pemahaman siswa terhadap suatu hal, lebih-lebih jika jenis
bacaan yang sering ditemui anak adalah bacaan deskriptif. Selain itu dapat meningkatkan pengetahuan dan pengalamannya untuk berpikir secara abstraktif.
Keterampilan menulis telah diajarkan guru SD pada siswa-siswanya sejak mereka duduk di bangku kelas 1. Keterampilan menulis merupakan
keterampilan yang sangat penting baik dalam dunia pendidikan khususnya atau dalam kehidupan masyarakat secara umum. Keterampilan menulis sangat penting
karena merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang harus dikuasai siswa. Dengan menulis siswa dapat mengungkapkan atau mengekspresikan gagasan atau
pendapat, pemikiran, dan perasaan yang dimiliki. Selain itu dapat mengembangkan daya pikir dan kreativitas siswa dalam menulis.
Menulis merupakan keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak lamgsung. Menulis adalah suatu kegiatan yang aktif
dan produktif serta memerlukan cara berpikir yang cukup sistematis yang diungkapkan dalam bahasa tulis. Meskipun demikian keterampilan bahasa tulis
dipengaruhi oleh keterampilan bahasa produktif lainnya, seperti aspek berbicara maupun keterampilan reseptif yaitu aspek membaca dan menyimak. Selain itu
pengetahuan tentang pemahaman kosa kata, diksi, keefektifan kalimat, penggunaan ejaan dan tanda baca sampai pada tahap keterampilan menulis atau
mengarang dengan menerapkan berbagai jenis tipe karangan baik itu eksposisi, argumentasi, narasi, dan juga deskripsi.
Deskripsi artinya memberikan sesuatu atau menggambarkan sesuatu dengan kata-kata, sehingga pembaca seolah-olah melihat atau merasakannya
Sabarti Akhadiah, 1992:82. Keterampilan menulis deskripsi adalah keterampilan
commit to user 6
menulis yang bertujuan untuk menyajikan suatu objek atau suatu hal yang menjadikan pembaca seolah-olah melihat objek atau mengalami suatu hal dengan
sendirinya. Berdasarkan pengalaman Guru dalam mengajar keterampilan menulis,
ditemukan bahwa menulis kerap kali menjadi suatu hal yang kurang diminati dan kurang mendapat respon yang baik dari siswa, termasuk keterampilan menulis
deskripsi. Siswa tampak mengalami kesulitan ketika harus menulis. Siswa tidak tahu apa yang harus dilakukan ketika pembelajaran menulis dimulai. Mereka
terkadang sulit sekali menemukan kalimat pertama untuk memulai tulisan. Siswa sering mengalami keadaan yang dinamakan sindrom kertas kosong blank page
syndrome tidak tahu apa yang akan ditulisnya. Menulis merupakan suatu keterampilan dan suatu keterampilan hanya
akan berkembang jika dilatih secara terus-menerus atau lebih sering. Membiasakan anak untuk berlatih menulis dalam berbagai tujuan merupakan
sebuah cara yang dapat diterapkan agar keterampilan menulis meningkat dan berkembang secara maksimal.
Keterampilan menulis di kelas terkadang juga hanya diajarkan pada saat pembelajaran bahasa saja khususnya Bahasa Indonesia. Padahal pembelajaran
keterampilan menulis dapat dipadukan atau diintegrasikan dalam setiap proses pembelajaran di kelas. Pengintegrasian bisa diaplikasikan dalam dua bentuk, yaitu
pengintegrasian internal berarti pembelajaran menulis diintegrasikan dalam keterampilan berbahasa yang lain, misalnya berbicara. Sedangkan pengintegrasian
eksternal adalah keterampilan menulis dipadukan dengan mata pelajaran lain diluar mata pelajaran bahasa Indonesia, misalnya IPS.
Keadaan yang lain yaitu pola pembelajaran menulis di kelas yang diterapkan sangat kaku dan mekanis. Mulai dari menentukan topik, membuat
kerangka karangan, membuat ide pokok paragraf, melengkapi kalimat utama, mengembangkan kalimat utama menjadi kalimat penjelas, dan sebagainya. Pola-
pola tersebut selalu berulang dan terkesan kaku. Pola tersebut tidak salah, hanya saja kurang bermakna dan berkesan pada anak. Tanpa adanya metode atau
commit to user 7
strategi pengajaran yang tepat, pola penulisan yang seharusnya memudahkan anak untuk menulis justru menjadi momok tersendiri bagi anak.
Indikatornya yaitu hasil tulisan siswa yang relatif rendah baik kuantitas maupun kualitasnya. Kebanyakan dari mereka menulis tapi tidak dalam bentuk
paragraf yang utuh dan masih sedikit tulisannya yang dinilai baik. Pada umumnya anak kurang dapat mengelola gagasan secara sistematis. Mengapa hal itu terjadi
sementara jam pelajaran Bahasa Indonesia sendiri memiliki porsi yang cukup banyak? Dimungkinkan selama ini siswa jarang menulis dengan kata-kata mereka
sendiri. Mereka hanya menyalin tulisan dari papan tulis. Hal itu berakibat pada dangkalnya penguasaan kosa kata untuk mengungkapkan gagasan dengan kata-
kata lain dan kurang dapat berfikir logis karena mereka selalu dituntut dan jarang diberi kesempatan bertanya. Mereka kurang mendapatkan kebebasan untuk
mengembangkan suatu topik atau kalimat menjadi sebuah paragraf yang utuh dan padu.
Anggapan bahwa keberhasilan siswa lebih banyak dilihat dari nilai yang diraih dalam tes, ulangan umum, dan Ujian Sekolah menjadikan siswa tidak
mengedepankan pelajaran mengarang sebagai suatu pelajaran yang penting, begitu pun juga dengan Guru. Guru hanya memberikan latihan atau pembahasan
terhadap soal-soal yang bersifat reseptif, seperti membaca bukan soal-soal yang bersifat produkti misalnya menulis. Perlu diingat bahwa soal-soal pada Ujian
Sekolah tidak memasukkan materi menulis dan mengarang, maka semakin tersingkirlah keterampilan menulis dalam proses pembelajaran.
Banyak guru Sekolah Dasar SD mengalami kesulitan untuk membiasakan anak belajar menulis. Salah satu penyebabnya yaitu kurangnya
pemahaman guru SD akan pentingnya keterampilan menulis bagi anak siswa SD. Belum Banyak dari mereka yang menyuguhkan meteri pembelajaran mengarang
dengan cara yang menarik dan menyenangkan. Sehingga wajar jika siswa akhirnya tidak mampu dan tidak menyukai pembelajaran menulis mengarang.
Padahal penggunaan model pembelajaran yang tepat dan menyenangkan sangat penting untuk membangkitkan kesenangan siswa dalam hal mengarang.
commit to user 8
Padahal mengarang atau menulis merupakan keterampilan dasar yang dapat dikembangkan di luar pembelajaran formal seperti halnya di sekolah.
Mengarang dapat dikembangkan menjadi sebuah hobi ataupun sebagai profesi yang dapat menghasilkan karya-karya baik itu yang berwujud materi maupun
nonmateri. Mangarang atau menulis dapat mengembangkan kemampuan berpikir anak lebih realistis, logis, inofativ, dan meluas. Menulis menjadikan siswa dapat
berpikir kritis dan detail dalam menanggapi suatu hal, lebih-lebih dalam menulis deskri.psi
Belum digunakannya model pembelajaran yang inovatif oleh guru dalam membelajrkan keterampilan menulis selama ini perlu diubah sedikit demi sedikit.
Hal ini dimaksudkan agar siswa tidak hanya tinggi kualitas teoritisnya tetapi juga tinggi kualitas praktisnya. Siswa hanya dijejali teori-teori tentang menulis, cara
menulis, dan lainnya sementara teori-teori tersebut jarang dipraktekkan. Pembelajaran yang konvensional dan tidak menyenangkan tentu saja
menyebabkan siswa bosan dan kurang tertarik untuk belajar menulis. Dari penilaian terhadap tugas menulis deskripsi yang dilakukan, cukup banyak anak
memperoleh nilai belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal KKM, apalagi untuk mencapai kriteria memiliki keterampilan menulis deskripsi dengan baik.
Penilaian tugas tersebut didasarkan pada aspek ejaan, koherensi, kohesi, dan penggunaan kosa kata. Kelemahan siswa yang paling utama terletak kurang
berkembangnya pengguanaan kosa kata, kebanyakan dari mereka mengulang- ulang kalimat yang sama. Kesalahan lain yang sering muncul adalah penggunaan
huruf kapital yang tidak sesuai dengan EYD. Pada aspek kohesi dan koherensi, siswa juga banyak yang mengalami kelemahan, mereka kurang bisa
menggabungkan kalimat dengan baik. Rendahnya kemampuan menulis deskripsi di atas merupakan masalah
yang dihadapi guru. Setelah dilakukan wawancara dengan pihak terkait, dapat ditarik kesimpulan mengenai faktor-faktor penyebab rendahnya kemampuan
menulis deskripsi tersebut. 1.
Dalam pembelajaran berlangsung, Guru hanya menggunakan cara konvensional yaitu metode ceramah
commit to user 9
2. Pembelajaran kurang menarik dan menyenangkan bagi siswa
Permasalahan lain yang terkait dengan pembelajaran keterampilan menulis di sekolah adalah sistem penilaian dan pencapaian target kurikulum
pembelajaran hanya diukur berdasarkan tes-tes tertulis di akhir mid semester, semester, atau tahun pelajaran. Padahal tidak semua keterampilan berbahasa dapat
dievaluasi dengan menggunakan hasil tes-tes tertulis. Tes-tes tertulis hanya salah satu bagian saja dari teknik penilaian.
Bertolak pada paapran di atas, agar keterampilan menulis deskripsi siswa dapat meningkat dengan baik sesuai harapan, maka harus digunakan model
pembelajaran yang menyenangkan dan menarik. Melalui penggunaan model pembelajaran yang inovatif yaitu penggunaan model pembelajaran kooperatif
kepala bernomor struktur, maka pembelajaran akan lebih efektif dan menyenangkan, sehingga mampu meningkatkan keterampilan menulis deskripsi
siswa. Dalam pembelajaran kooperatif Kepala Bernomor Struktur siswa dibuat menjadi kelompok-kelompok kecil, siswa dapat saling bekerja sama dan bertanya
antarteman seandaiya ada siswa yang tidak berani bertanya langsung pada Guru. Pada pembelajaran kepala bernomor struktur, tiap-tiap siswa dalam satu kelompok
memiliki peran yang berbeda-beda menurut pembagian Guru, sehingga siswa merasa bahwa dirinya memiliki peran dan tanggung jawab tersendiri dalam
kelompok. selain itu keunggulan dari model kooperatif tipe Kepala Bernomor Struktur adalah dapat memacu diri siswa karena setiap peserdik memiliki
tanggung jawab masing-masing baik itu terhadap kelompok ataupun terhadap diri pribadinya. Oleh karenanya peneliti tertarik untuk mengambil judul :
”Peningkatan Keterampilan Menulis Deskripsi Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kepala Bernomor Struktur Pada Peserta Didik Kelas V MIN
Mulur Sukoharjo Tahun Pelajaran 20102011”.
commit to user 10
B. Rumusan Masalah