PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS DESKRIPSI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE KEPALA BERNOMOR STRUKTUR PADA PESERTA DIDIK KELAS V MIN MULUR SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2010 2011

(1)

commit to user

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS DESKRIPSI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE KEPALA BERNOMOR STRUKTUR PADA PESERTA DIDIK KELAS V

MIN MULUR SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN

2010/2011

SKRIPSI

OLEH:

RATIH WULANDARI K7107010

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

commit to user

ii

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS DESKRIPSI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE KEPALA

BERNOMOR STRUKTUR PADA PESERTA DIDIK KELAS V MIN MULUR SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2010/2011

SKRIPSI

Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Progran Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Jurusan Ilmu Pendidikan

OLEH:

RATIH WULANDARI K 7107010

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(3)

commit to user

iii

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS DESKRIPSI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE KEPALA BERNOMOR STRUKTUR PADA PESERTA DIDIK KELAS V MIN MULUR SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2010/2011

NAMA : RATIH WULANDARI NIM : K7107010

Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Hari : Selasa

Tanggal : 26 April 2011

Persetujuan Pembimbing

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Drs. A Dakir, M. Pd Dra. Mg. Dwijiastuti, M.Pd NIP. 19491106 197603 1 001 NIP. 19500712 197903 2 001


(4)

commit to user

iv

PENGESAHAN

Skripsi dengan judul PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS DESKRIPSI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE KEPALA BERNOMOR STRUKTUR PADA PESERTA DIDIK KELAS V MIN MULUR SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2010/2011

NAMA : RATIH WULANDARI NIM : K7107010

Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Hari : Senin Tanggal : 9 Mei 2011 Tim Penguji Skripsi

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs. Sukarno, M. Pd ………

Sekretaris : Drs. Kartono, M. Pd ………

Anggota I : Drs. A. Dakir, M. Pd ………

Anggota II : Dra. Mg. Dwijiastuti, M. Pd ……….... Disahkan oleh,

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Dekan,

Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd NIP.19600727 198702 1 001


(5)

commit to user

v ABSTRAK

Ratih Wulandari. PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS DESKRIPSI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE KEPALA BERNOMOR STRUKTUR PADA PESERTA DIDIK KELAS V MIN MULUR SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2010/2011. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, April, 2011.

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan menulis deskripsi pada siswa Sekolah Dasar kelas V MIN Mulur Sukoharjo dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Kepala Bernomor Struktur tahun pelajaran 2010/2011. Subyek dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah siswa kelas V MIN Mulur Sukoharjo tahun pelajaran 2010/2011 yang terdiri atas 15 siswa. Variabel yang menjadi sasaran perubahan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan keterampilan menulis deskripsi. Variabel dalam penelitian tindakan ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe Kepala Bernomor Struktur.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Sedangkan langkah-langkah dalam penelitian ini terdiri dari identifikasi masalah, perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, refleksi hasil penelitian dan merevisi perencanaan untuk tahap selanjutnya. Pada penelitian ini menggunakan 2 siklus, sedangkan tiap siklus terdiri atas 2 pertemuan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik observasi, wawancara, tes, dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah model interaktif. Sedangkan validitas data yang digunakan berupa triangulasi metode dan triangulasi data. Sumber data yang diperoleh yaitu berasal dari sumber data primer dan sumber data sekunder. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: Penggunaan model pembelajaran tipe Kepala Bernomor Struktur dapat meningkatkan keterampilan menulis deskripsi peserta didik kelas V MIN Mulur Sukoharjo . Hal ini dapat terlihat pada kegiatan pembelajaran menulis deskripsi dengan meningkatnya keterampilan menulis deskripsi siswa.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan yaitu pada pratindakan nilai rata-rata kelas 58,6 dengan ketuntasan klasikal 33,3%. Pada siklus I menunjukkan nilai rata-rata kelas mencapai 72,45 dengan ketuntasan klasikal meningkat menjadi 69,9%. Pada siklus II nilai rata-rata kelas meningkat menjadi 75,58 dan ketuntasan kalsikal menjadi 80%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif Kepala Bernomor Struktur dapat meningkatkan keterampilan menulis deskripsi siswa kelas V MIN Mulur tahun pelajaran 2010/2011


(6)

commit to user

vi ABSTRACT

Ratih Wulandari. IMPROVING STUDENTS’S WRITING DESCRIPTIVE SKILL THROUGH COOPERATIVE LEARNING MODEL OF NUMBERED HEADS TOGETHER (STRUKTUR) AT THE 5TH GRADE STUDENTS OF MIN MULUR ACADEMIC YEAR 2010/2011. Thesis, Surakarta : Teacher Training and Education Faculty. Sebelas Maret University Surakarta, April, 2011.

The purpose of this research is to improve student’s skill in writing descriptive skill of the 5th grade students of MIN Mulur Sukoharjo by using cooperatve learning model of numbered heads together (struktur). The subject of this classroom action research is 5th grade students of MIN Mulur Sukoharjo academic year 2010/2011 which consists of 15 students. Variable that are targeted to change in the research is improvement of student’s writing of descriptive and the variable is cooperative learning model of numbered heads together (struktur).

In this researching conduct a classroom action research. The procedure of the research consist of identifying the problems, planning the action, implementing the action, observing or monitoring the action, reflecting the result of the observation, and revising the plan for following steps. In the research, using 2 cycles with each cycles consists of 2 meetings. In collecting the data, the researcher uses observing, interview, test and documentation. Technique of validity data that is used triangulation method and triangulation data. Source of the data is taken from primer and secunder data. Based on the result of the research , it can be conclude that the using cooperative learning model of numbered together (struktur) is able to improve writing description skill of grade 5th student of MIN Mulur Sukoharjo.

The result of this research show that there is an improvement in student’s descriptive writing skill. It could be seen from result of student’s test descriptive writing that indicated and increase, namely, in pre-action is 58,6 with classical completeness 33,3%. In the cycle I, the average of classical score attains 72,45 and classical completeness increases to 69,9%. In the cycle II, the average of classical score increase to 75,58 and classical completeness increase to 80%. Therefore, it can be concluded that The cooperative learning model of numbered together (struktur) can improve student’s descriptive writing skill at the 5th grade students of MIN Mulur academic year 2010/201


(7)

commit to user

vii MOTTO

“AKU tergantung persangkaan hamba-Ku kepada-KU”

(Hadits Qudsi Riwayat Bukhari)

“You Are What You Think”


(8)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini kepada :

Ibunda (Tuminem) Tercinta Atas segala do’a dan upaya

Kakak-kakakku Suratmi Puji Rahayu, Sayekti Wahyuningsih, Sarwoko Tri Atmojo, Muryanto Catur Atmojo, dan Adikku Dewi Nawang Wulan

Semoga terus tersenyum dan mendukung

Bapak dan Ibu Dosen PGSD FKIP UNS Terima kasih atas ilmu dan bimbingannya


(9)

commit to user

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGAJUAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

DAFTAR BAGAN ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GRAFIK ... xiv

KATA PENGANTAR ... xv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II. LANDASAN TEORI ... 12

A. Tinjauan Pustaka ... 12

B. Penelitian Relevan ... 34

C. Kerangka Berpikir ... 35

D. Hipotesis Tindakan ... 36

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

A. Setting Penelitian ... 37

1. Tempat Penelitian ... 37

2. Waktu Penelitian ... 37


(10)

commit to user

x

C. Bentuk dan Strategi Penelitian ... 38

1. Bentuk Penelitian ... 38

2. Strategi Penelitian ... 39

D. Sumber Data ... 41

E. Teknik Pengumpulan Data ... 41

F. Validitas Data ... 43

G. Teknik Analisis Data ... 44

H. Indikator Kerja ... 45

I. Prosedur Penelitian ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 50

A. Profil Tempat Penelitian ... 50

B. Deskripsi Kondisi Awal ... 51

C. Deskripsi Permasalahan Penelitian... 54

1. Siklus I ... 54

2. Siklus II ... 68

D. Temuan dan Pembahasan Hasil Penelitian ... 80

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ... 89

A. Simpulan ... 89

B. Implikasi ... 89

C. Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 93 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(11)

commit to user

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 : Silabus Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas V ... 96

Lampiran 2 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I ... 97

Lampiran 3 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ... 106

Lampiran 4 : Data Wawancara Guru Bahasa Indonesia ... 123

Lampiran 5 : Data Wawancara Siswa Kelas V (pratindakan) ... 125

Lampiran 6 : Data Wawancara Siswa Kelas V (pascatindakan) ... 127

Lampiran 7 : Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus I Pertemuan 1 ... 129

Lampiran 8 : Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus I Pertemuan 2 ... 132

Lampiran 9 : Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus II Pertemuan 1 ... 136

Lampiran 10 : Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus II Pertemuan 2 ... 139

Lampiran 11 : Penjelasan Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG II) ... 143

Lampiran 12 : Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan 1 ... 152

Lampiran 13 : Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan 2 ... 154

Lampiran 14 : Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan 1 ... 156

Lampiran 15 : Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan 2 ... 158

Lampiran 16 : Rekapitulasi Nilai Siswa praSiklus ... 160

Lampiran 17 : Rekapitulasi Nilai Siswa Siklus I Pertemuan 1 ... 161

Lampiran 18 : Rekapitulasi Nilai Siswa Siklus II Peretemuan 2 ... 162

Lampiran 19 : Rekapitulasi Nilai Siswa Siklus II Pertemuan 1 ... 163

Lampiran 20 : Rekapitulasi Nilai Siswa Siklus II Pertemuan 2 ... 164

Lampiran 21 : Dokumentasi Penelitian ... 165

Lampiran 22 : Surat Permohonan Izin Menyusun Skripsi ... 168

Lampiran 23 : Surat Keputusan Dekan FKIP ... 169

Lampiran 24 : Surat Permohonan Izin Research Kapada Kepala Sekolah ... 170


(12)

commit to user

xii

DAFTAR BAGAN

Halaman Bagan 1. Alur Kerangka Berpikir Penelitian ... 36 Bagan 2. Strategi Tindakan Model Siklus dalam Penelitian Tindakan Kelas ... 40 Bagan 3. Pengolahan Data Menurut Miles dan Huberman ... 45


(13)

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian ... 38

Tabel 2. Frekuensi Data Nilai Menulis Deskripsi praSiklus ... 52

Tabel 3. Data Hasil Menulis Deskripsi Siswa pra-Siklus ... 53

Tabel 4. Data Nilai Siklus I Pertemuan 1 ... 64

Tabel 5. Data Hasil Tes Siklus I Pertemuan 1 ... 65

Tabel 6. Data Nilai Siklus I Pertemuan 2 ... 65

Tabel 7. Hasil Tes Siklus I Pertemuan 2 ... 66

Tabel 8. Perbandingan Rata-rata Hasil Nilai Siklus I dan praSiklus ... 66

Tabel 9. Data Nilai Siklus II Pertemuan 1 ... 75

Tabel 10. Hasil Tes Siklus II Pertemuan 1 ... 76

Tabel 11. Data Nilai Siklus II Pertemuan 2 ... 77

Tabel 12. Hasil Tes Siklus II Pertemuan 2 ... 78

Tabel 13. Perbandingan Hasil Nilai Siklus I dan Siklus II ... 79

Tabel 14. Perbandingan Hasil Nilai praSiklus, Siklus I, dan Siklus II ... 80

Tabel 15. Perbandingan Prosentase praSiklus, Siklus I, dan Siklus II ... 84

Tabel 16. Aktivitas Siswa dan Guru ... 85


(14)

commit to user

xiv

DAFTAR GRAFIK

Halaman

Grafik 1. Nilai Kemampuan Menulis Deskripsi Siswa praSiklus ... 53

Grafik 2. Nilai Siklus I Pertemuan 1 ... 64

Grafik 3. Nilai Siklus I Pertemuan 2 ... 66

Grafik 4. Perbandingan Nilai Rata-rata praSiklus dan Siklus I ... 67

Grafik 5. Perbandingan Prosentase Ketuntasan praSiklus dan Siklus I ... 68

Grafik 6. Data Nilai Siklus II Pertemuan 1 ... 76

Grafik 7. Data Nilai Siklus II Pertemuan 2 ... 77

Grafik 8. Perbandingan Nilai Rata-rata Siklus I dan Siklus II ... 79

Grafik 9. Perbandingan Nilai Rata-rata praSiklus, Siklus I dan Siklus II ... 80

Grafik 10.Perbandingan Prosentase Ketuntasan praSiklus, Siklus I, danSiklus II 84 Grafik 11.Rata-rata Aktivitas Siswa dan Guru Siklus I dan Siklus II ... 86


(15)

commit to user

xv

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah Ta’ala, yang telah melimpahkan segala rahmat, hidayah serta inayahNya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS DESKRIPSI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE KEPALA BERNOMOR STRUKTUR PADA PESERTA DIDIK KELAS V MIN MULUR SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2010/2011”.

Peneliti menyadari, terselesaikannya penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, arahan, petunjuk, dan saran-saran dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini peneliti menyampaikan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd. selaku Dekan FKIP UNS. 2. Drs. Kartono, M. Pd, selaku Ketua Program Studi PGSD FKIP UNS.

3. Drs. A. Dakir, M. Pd, selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada peneliti.

4. Dra. Mg. Dwijiastuti, M. Pd, selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada peneliti.

5. Warsito, S.Ag, selaku Kepala Sekolah MIN Mulur yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di MIN Mulur.

6. Sri Lestari, S.Pd. I selaku guru kelas V MIN Mulur yang telah merelakan waktunya untuk mengarahkan peneliti dalam penelitian.

7. Nur Widayati, S. Pd. I selaku guru mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas V yang telah bersedia berkolaborasi dengan peneliti dalam penelitian.

8. Peserta didik kelas V MIN Mulur Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011 yang selalu semangat dalam belajar

Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan. Untuk itu peneliti berharap kepada pembaca guna memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan untuk penelitian berikutnya.

Peneliti berharap bahwa karya yang kecil ini dapat memberikan manfaat besar bagi pembaca sekalian. Mohon maaf bila terdapat kesalahan dan kekeliruan.


(16)

commit to user

xvi

Sekian, terima kasih atas perhatian pembaca sekalian.

Surakarta, April 2011


(17)

commit to user

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan Undang-undang Sisdiknas No.20/2003 bab III pasal 4 ayat 1 tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan disebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan, serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Hal ini menandakan bahwa setiap Warga Negara berhak dan wajib mendapatkan pendidikan secara merata tanpa terkecuali. Pada hakekatnya pendidikan bagi setiap warga Negara adalah sebagai upaya pengembangan potensi sehingga siswa mampu menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, dan nilai kultural seperti apa yang telah termaktub dalam Undang-undang Sisdiknas di atas.

Penyelenggaraan pendidikan suatu negara tentu saja memiliki suatu tujuan yang akan dicapai, salah satunya adalah membentuk manusia yang cerdas. Seperti yang tertulis dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ….” Artinya Negara melalui pemerintah memiliki kewajiban menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang berkualitas sehingga akan menciptakan manusia yang cerdas baik cerdas secara intelektual maupun cerdas dalam hal akhlak dan karakter.

Menurut Dr. Howard Gardner dalam May Lwin dkk dalam bukunya, Frames of Mind: The Theory of Multiple Intellegencess (1983), menyebutkan bahwa kecerdasan ada tujuh macam, yaitu kecerdasan linguistik-verbal, kecerdasan logis matematis, kecerdasan spasial-visual, kecerdasan ritmik-musik, kecerdasan kinestetik, kecerdasan interpersonal, dan kecerdasan intrapersonal. Dari ketujuh kecerdasan yang ada pada diri manusia salah satu kecerdasan yang


(18)

commit to user

selalu ada dan melekat dari semenjak lahir terus dipelajari adalah kecerdasan linguistik-verbal.

Kecerdasan linguistik-verbal adalah kecerdasan yang mengacu pada kemampuan untuk menyusun pikiran dengan jelas dan mampu menggunakan kemampuan ini secara kompeten melalui kata-kata untuk mengungkapkan pikiran-pikiran dalam berbicara, membaca, dan menulis (May Lwin, dkk, 2001:11). Kecerdasan verbal penting bukan hanya untuk keterampilan berkomunikasi melainkan juga penting untuk mengungkapkan pikiran, keinginan, dan pendapat seseorang. Kecerdasan linguistik-verbal sudah dimiliki dan dipelajari anak sejak bayi. Dimulai dari kemampuan menyimak seorang bayi terhadap orang dewasa, lalu tahap bayi mengoceh dengan bahasanya sendiri (kedua tahap ini disebut perkembangan paraliguistik) (Gleason, 1985:3), sampai pada tahap selanjutnya yaitu pengucapan satu kosa kata, hingga mampu membuat kalimat pendek.

Selama periode usia Sekolah Dasar, anak-anak dihadapkan pada tugas utama mempelajari bahasa tulis. Perkembangan bahasa anak pada periode usia Sekolah Dasar ini meningkat dari bahasa lisan ke bahasa tulis. Kemampuan mereka menggunakan bahasa menjadi berkembang.

Menurut Piaget ada 4 fase perkembangan kognitif pada anak, yaitu: a) usia lahir - 2 tahun, anak mengalami Periode Sensorimotor yaitu anak memanipulasi objek di lingkungan dan mulai membentuk konsep, b) usia 2 – 7 tahun, anak mengalami Periode Praoperasional yaitu anak memahami pikiran simbolik, tetapi belum dapat berpikir logis, c) usia 7 – 11 tahun, anak mengalami Periode Operasional yaitu anak dapat berpikir logis mengenai benda-benda konkret. Sedangkan menurut Fase-fase Perkembangan Bahasa, dibagi menjadi: a) usia lahir – 2 tahun mangalami Fase Fonologis yaitu anak bermain dengan bunyi-bunyi bahasa, mulai mengoceh sampai menyebutkan kata-kata sederhana, b) usia 2 – 7 tahun mengalami Fase Sintaktik yaitu anak menunjukkan kesadran gramatis, berbicara menggunakan kalimat, c) usia 7 – 11 tahun mengalami Fase Semantik yaitu anak dapat membedakan kata sebagai simbol dan konsep yang terkandung


(19)

commit to user

dalam kata. Namun, pada kenyataannya Fase-fase Perkembangan Bahasa lebih banyak digunakan karena dipandang sangat relevan dengan pembelajaran bahasa.

Pada periode usia sekolah, perkembangan bahasa yang paling jelas terlihat adalah perkembangan semantik dan pragmatik. Di samping memahami bentuk-bentuk baru, anak belajar menggunakannya untuk berkomunikasi dengan lebih efektif (Oblet, 1985 lewat Owen 1992:355)

Menurut Fase-fase Perkembangan Bahasa di atas perkembangan semantik terjadi pada usia anatara 7 – 11 tahun. Pada usia ini anak sudah memiliki kemampuan metalinguistik, yaitu kesadaran yang memungkinkan pengguna bahasa melakukan refleksi menjadi semakin berkembang utamanya pada usia sekolah. Kemampuan berpikir tentang bahasa dan melakukan refleksi ini tercermin dalam perkembangan keterampilan membaca dan menulis (Owens, 1992:335)

Menurut Budiasih dan Zuchdi (1997), anak usia SD sudah mampu mengembangkan bahasa figuratif yang memungkinkan penggunaan bahasa secara kreatif. Bahasa figuratif menggunakan kata secara imajinatif, tidak secara literal atau makna sebenarnya untuk menciptakan kesan emosional. Yang termasuk bahasa figuratif misalnya ungkapan kepala dingin, penggunaan bahasa metafora contohnya suaranya membelah bumi, makana kiasan seperti wajahnya seperti bulan purnama, dan lain-lain.

Anak usia 7 – 11 tahun adalah anak yang menduduki jenjang Sekolah, yang pada umumnya mnduduki kelas 5 SD. Anak-anak pada usia ini mulai mengenal adanya berbagai pandangan mengenai suatu topik. Mereka dapat mendeskripsikan sesuatu, tetapi deskripsi yang mereka buat lebih bersifat personal dan tidak mempertimbangkan makna informasi yang disampaikannnya bagi pendengar. Informasi tersebut biasanya tidak selalu benar, karena tercampur dengan hal-hal yang ada dalam khayalan (Owens, 1992:358)

Anak usia tersebut cukup memiliki kemampuan menjelaskan atau mendeskripsikan suatu benda, hal, keadaan, dan sebagainya. Baik itu yang berwujud riil maupun abstrak. Juga tentang hal-hal yang ada di angan-angan atau benak mereka, mereka cukup mampu untuk menjelaskan atau menggambarkan


(20)

commit to user

lewat kata-kata dengan jelas. Anak usia 7-11 tahun telah cukup memiliki perbendaharaan kata yang cukup banyak dan bervariatif. Seiring pertumbuhan fisiknya, kemampuan berfikir untuk menyerap kosa kata juga berkembang dengan pesat.

Keterampilan berbahasa anak dapat meliputi keterampilan menyimak, membaca, dan menulis. Setiap keterampilan tersebut erat sekali kaitannya antara satu dengan yang lainnya. Untuk memperoleh keterampilan berbahasa mula-mula anak pada masa kecil belajar menyimak, kemudian dilanjutkan belajar berbicara. Setelah itu dilanjutkan dengan keterampilan membaca dan menulis saat mereka memasuki bangku sekolah terutama Sekolah Dasar.

Keempat keterampilan tersebut sangat erat kaitannya dengan proses berpikir seseorang dalam mendasari suatu bahasa. Bahasa seseorang merupakan cerminan dari pemikirannya. Semakin seseoarng terampil dalam berbahasa, semakin jelas dan cerah jalan pikirannya. Keterampilan berbahasa bisa dipelajari dengan menerapkannya dalam kegiatan sehari-hari.

Pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar, pada saat permulaan anak-anak dihadapkan pada tugasnya yang utama yaitu mempelajari bahasa tulis. Hal ini hampir tidak akan berjalan lancar jika anak tersebut belum bisa menguasai bahasa lisan. Perkembangan bahasa anak pada periode usia Sekolah Dasar ini meningkat dari bahasa lisan ke bahasa tulis.

Pengajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya adalah pengajaran keterampilan berbahasa, bukan pengajaran tentang bahasa itu sendiri. Tata bahasa, kosa kata, dan juga sastra hendaknya disajikan dalam konteks tertentu, yaitu dalam kaitannya dengan keterampilan tertentu yang sedang diajarkan, bukan sebagai pengetahuan tata bahasa, teori pengembangan kosa kata, teori sastra sebagai pendukung atau alat penjelas. Namun keterampilan-keterampilan berbahasa yang ditekankan adalah pengajaran berbahasa Indonesia berupa keterampilan reseptif (keterampilan mendengar dan membaca) dan keterampilan produktif (keterampilan menulis dan berbicara). Sedangkan pada pengajaran berbahasa tentu diawali dengan pengajaran keterampilan reseptif kemudian


(21)

commit to user

dilanjutkan pada tahap-tahap keterampilan produktif. Tujuannya agar peningkatan keduanya itu menyatu sebagai kegiatan berbahasa yang padu dan utuh.

Menulis merupakan keterampilan lanjutan yang memiliki tingkat yang lebih tinggi dibanding keterampilan berbahasa mendengarkan dan membaca. Menulis yang termasuk dalam keterampilan produktif dalam berbahasa bisa dilakukan siswa asalkan dia telah terbiasa mendengarkan bacaan atau informasi dan gemar atau sering membaca suatu bacaan. Hal ini dikarenakan erat kaitannya dengan kosa kata dan pemahaman siswa terhadap suatu hal, lebih-lebih jika jenis bacaan yang sering ditemui anak adalah bacaan deskriptif. Selain itu dapat meningkatkan pengetahuan dan pengalamannya untuk berpikir secara abstraktif.

Keterampilan menulis telah diajarkan guru SD pada siswa-siswanya sejak mereka duduk di bangku kelas 1. Keterampilan menulis merupakan keterampilan yang sangat penting baik dalam dunia pendidikan khususnya atau dalam kehidupan masyarakat secara umum. Keterampilan menulis sangat penting karena merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang harus dikuasai siswa. Dengan menulis siswa dapat mengungkapkan atau mengekspresikan gagasan atau pendapat, pemikiran, dan perasaan yang dimiliki. Selain itu dapat mengembangkan daya pikir dan kreativitas siswa dalam menulis.

Menulis merupakan keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak lamgsung. Menulis adalah suatu kegiatan yang aktif dan produktif serta memerlukan cara berpikir yang cukup sistematis yang diungkapkan dalam bahasa tulis. Meskipun demikian keterampilan bahasa tulis dipengaruhi oleh keterampilan bahasa produktif lainnya, seperti aspek berbicara maupun keterampilan reseptif yaitu aspek membaca dan menyimak. Selain itu pengetahuan tentang pemahaman kosa kata, diksi, keefektifan kalimat, penggunaan ejaan dan tanda baca sampai pada tahap keterampilan menulis atau mengarang dengan menerapkan berbagai jenis tipe karangan baik itu eksposisi, argumentasi, narasi, dan juga deskripsi.

Deskripsi artinya memberikan sesuatu atau menggambarkan sesuatu dengan kata-kata, sehingga pembaca seolah-olah melihat atau merasakannya (Sabarti Akhadiah, 1992:82). Keterampilan menulis deskripsi adalah keterampilan


(22)

commit to user

menulis yang bertujuan untuk menyajikan suatu objek atau suatu hal yang menjadikan pembaca seolah-olah melihat objek atau mengalami suatu hal dengan sendirinya.

Berdasarkan pengalaman Guru dalam mengajar keterampilan menulis, ditemukan bahwa menulis kerap kali menjadi suatu hal yang kurang diminati dan kurang mendapat respon yang baik dari siswa, termasuk keterampilan menulis deskripsi. Siswa tampak mengalami kesulitan ketika harus menulis. Siswa tidak tahu apa yang harus dilakukan ketika pembelajaran menulis dimulai. Mereka terkadang sulit sekali menemukan kalimat pertama untuk memulai tulisan. Siswa sering mengalami keadaan yang dinamakan sindrom kertas kosong ( blank page syndrome) tidak tahu apa yang akan ditulisnya.

Menulis merupakan suatu keterampilan dan suatu keterampilan hanya akan berkembang jika dilatih secara terus-menerus atau lebih sering. Membiasakan anak untuk berlatih menulis dalam berbagai tujuan merupakan sebuah cara yang dapat diterapkan agar keterampilan menulis meningkat dan berkembang secara maksimal.

Keterampilan menulis di kelas terkadang juga hanya diajarkan pada saat pembelajaran bahasa saja khususnya Bahasa Indonesia. Padahal pembelajaran keterampilan menulis dapat dipadukan atau diintegrasikan dalam setiap proses pembelajaran di kelas. Pengintegrasian bisa diaplikasikan dalam dua bentuk, yaitu pengintegrasian internal berarti pembelajaran menulis diintegrasikan dalam keterampilan berbahasa yang lain, misalnya berbicara. Sedangkan pengintegrasian eksternal adalah keterampilan menulis dipadukan dengan mata pelajaran lain diluar mata pelajaran bahasa Indonesia, misalnya IPS.

Keadaan yang lain yaitu pola pembelajaran menulis di kelas yang diterapkan sangat kaku dan mekanis. Mulai dari menentukan topik, membuat kerangka karangan, membuat ide pokok paragraf, melengkapi kalimat utama, mengembangkan kalimat utama menjadi kalimat penjelas, dan sebagainya. Pola-pola tersebut selalu berulang dan terkesan kaku. Pola tersebut tidak salah, hanya saja kurang bermakna dan berkesan pada anak. Tanpa adanya metode atau


(23)

commit to user

strategi pengajaran yang tepat, pola penulisan yang seharusnya memudahkan anak untuk menulis justru menjadi momok tersendiri bagi anak.

Indikatornya yaitu hasil tulisan siswa yang relatif rendah baik kuantitas maupun kualitasnya. Kebanyakan dari mereka menulis tapi tidak dalam bentuk paragraf yang utuh dan masih sedikit tulisannya yang dinilai baik. Pada umumnya anak kurang dapat mengelola gagasan secara sistematis. Mengapa hal itu terjadi sementara jam pelajaran Bahasa Indonesia sendiri memiliki porsi yang cukup banyak? Dimungkinkan selama ini siswa jarang menulis dengan kata-kata mereka sendiri. Mereka hanya menyalin tulisan dari papan tulis. Hal itu berakibat pada dangkalnya penguasaan kosa kata untuk mengungkapkan gagasan dengan kata-kata lain dan kurang dapat berfikir logis karena mereka selalu dituntut dan jarang diberi kesempatan bertanya. Mereka kurang mendapatkan kebebasan untuk mengembangkan suatu topik atau kalimat menjadi sebuah paragraf yang utuh dan padu.

Anggapan bahwa keberhasilan siswa lebih banyak dilihat dari nilai yang diraih dalam tes, ulangan umum, dan Ujian Sekolah menjadikan siswa tidak mengedepankan pelajaran mengarang sebagai suatu pelajaran yang penting, begitu pun juga dengan Guru. Guru hanya memberikan latihan atau pembahasan terhadap soal-soal yang bersifat reseptif, seperti membaca bukan soal-soal yang bersifat produkti misalnya menulis. Perlu diingat bahwa soal-soal pada Ujian Sekolah tidak memasukkan materi menulis dan mengarang, maka semakin tersingkirlah keterampilan menulis dalam proses pembelajaran.

Banyak guru Sekolah Dasar (SD) mengalami kesulitan untuk membiasakan anak belajar menulis. Salah satu penyebabnya yaitu kurangnya pemahaman guru SD akan pentingnya keterampilan menulis bagi anak siswa SD. Belum Banyak dari mereka yang menyuguhkan meteri pembelajaran mengarang dengan cara yang menarik dan menyenangkan. Sehingga wajar jika siswa akhirnya tidak mampu dan tidak menyukai pembelajaran menulis (mengarang). Padahal penggunaan model pembelajaran yang tepat dan menyenangkan sangat penting untuk membangkitkan kesenangan siswa dalam hal mengarang.


(24)

commit to user

Padahal mengarang atau menulis merupakan keterampilan dasar yang dapat dikembangkan di luar pembelajaran formal seperti halnya di sekolah. Mengarang dapat dikembangkan menjadi sebuah hobi ataupun sebagai profesi yang dapat menghasilkan karya-karya baik itu yang berwujud materi maupun nonmateri. Mangarang atau menulis dapat mengembangkan kemampuan berpikir anak lebih realistis, logis, inofativ, dan meluas. Menulis menjadikan siswa dapat berpikir kritis dan detail dalam menanggapi suatu hal, lebih-lebih dalam menulis deskri.psi

Belum digunakannya model pembelajaran yang inovatif oleh guru dalam membelajrkan keterampilan menulis selama ini perlu diubah sedikit demi sedikit. Hal ini dimaksudkan agar siswa tidak hanya tinggi kualitas teoritisnya tetapi juga tinggi kualitas praktisnya. Siswa hanya dijejali teori-teori tentang menulis, cara menulis, dan lainnya sementara teori-teori tersebut jarang dipraktekkan. Pembelajaran yang konvensional dan tidak menyenangkan tentu saja menyebabkan siswa bosan dan kurang tertarik untuk belajar menulis. Dari penilaian terhadap tugas menulis deskripsi yang dilakukan, cukup banyak anak memperoleh nilai belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), apalagi untuk mencapai kriteria memiliki keterampilan menulis deskripsi dengan baik. Penilaian tugas tersebut didasarkan pada aspek ejaan, koherensi, kohesi, dan penggunaan kosa kata. Kelemahan siswa yang paling utama terletak kurang berkembangnya pengguanaan kosa kata, kebanyakan dari mereka mengulang-ulang kalimat yang sama. Kesalahan lain yang sering muncul adalah penggunaan huruf kapital yang tidak sesuai dengan EYD. Pada aspek kohesi dan koherensi, siswa juga banyak yang mengalami kelemahan, mereka kurang bisa menggabungkan kalimat dengan baik.

Rendahnya kemampuan menulis deskripsi di atas merupakan masalah yang dihadapi guru. Setelah dilakukan wawancara dengan pihak terkait, dapat ditarik kesimpulan mengenai faktor-faktor penyebab rendahnya kemampuan menulis deskripsi tersebut.

1. Dalam pembelajaran berlangsung, Guru hanya menggunakan cara konvensional yaitu metode ceramah


(25)

commit to user

2. Pembelajaran kurang menarik dan menyenangkan bagi siswa

Permasalahan lain yang terkait dengan pembelajaran keterampilan menulis di sekolah adalah sistem penilaian dan pencapaian target kurikulum pembelajaran hanya diukur berdasarkan tes-tes tertulis di akhir mid semester, semester, atau tahun pelajaran. Padahal tidak semua keterampilan berbahasa dapat dievaluasi dengan menggunakan hasil tes-tes tertulis. Tes-tes tertulis hanya salah satu bagian saja dari teknik penilaian.

Bertolak pada paapran di atas, agar keterampilan menulis deskripsi siswa dapat meningkat dengan baik sesuai harapan, maka harus digunakan model pembelajaran yang menyenangkan dan menarik. Melalui penggunaan model pembelajaran yang inovatif yaitu penggunaan model pembelajaran kooperatif kepala bernomor struktur, maka pembelajaran akan lebih efektif dan menyenangkan, sehingga mampu meningkatkan keterampilan menulis deskripsi siswa. Dalam pembelajaran kooperatif Kepala Bernomor Struktur siswa dibuat menjadi kelompok-kelompok kecil, siswa dapat saling bekerja sama dan bertanya antarteman seandaiya ada siswa yang tidak berani bertanya langsung pada Guru. Pada pembelajaran kepala bernomor struktur, tiap-tiap siswa dalam satu kelompok memiliki peran yang berbeda-beda menurut pembagian Guru, sehingga siswa merasa bahwa dirinya memiliki peran dan tanggung jawab tersendiri dalam kelompok. selain itu keunggulan dari model kooperatif tipe Kepala Bernomor Struktur adalah dapat memacu diri siswa karena setiap peserdik memiliki tanggung jawab masing-masing baik itu terhadap kelompok ataupun terhadap diri pribadinya. Oleh karenanya peneliti tertarik untuk mengambil judul : ”Peningkatan Keterampilan Menulis Deskripsi Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kepala Bernomor Struktur Pada Peserta Didik Kelas V MIN Mulur Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011”.


(26)

commit to user B. Rumusan Masalah

Secara umum permasalahan yang akan penulis kaji dalam penelitian ini adalah: Keterampilan menulis deskripsi peserta didik kelas V MIN Mulur Sukoharjo tahun pelajaran 2010/2011.

Dari uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

”Apakah penggunaan model pembelajaraan kooperatif tipe Kepala Bernomor Struktur dapat meningkatkan keterampilan menulis deskripsi peserta didik kelas V MIN Mulur Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan menulis deskripsi melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Kepala Bernomor Struktur pada peserta didik kelas V MIN Mulur Sukoharjo tahun pelajaran 2010/2011.

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini penulis mengharapkan agar diperoleh manfaat secara praktis dan teoritis, yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Manfaat secara teoritis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Mengembangkan model pembelajaran untuk anak kelas 5 Sekolah Dasar di MIN Mulur dalam belajar menulis deskriptif

b. Memperluas pengetahuan penulis terhadap permasalahan yang berhubungan dengan menulis deskriptif pada anak SD kelas 5 yang dilakukan penulis

2. Manfaat Praktis


(27)

commit to user a. Bagi Siswa

1) Dengan diterapkannya model pembelajaran kooperatif kepala bernomor struktur pembelajaran menulis siswa SD akan lebih bermakna dan optimal

2) Dengan diterapkannya model pembelajaran kooperatif kepala bernomor struktur, siswa SD dapat saling bekerja sama dan bersosialisasi

b. Bagi Guru

1) Meningkatkan kinerja guru karena dengan model pembelajaran kooperatif kepala bernomor struktur dapat mengefektifkan waktu pembelajaran.

2) Model pembelajaran kooperatif kepala bernomor struktur merupakan sarana bagi Guru untuk memotivasi siswa agar lebih aktif dalam kegiatan khususnya pembelajaran menulis.

3) Menciptakan pembelajaran yang inovatif dan menyenangkan sehingga dapat menarik perhatian siswa

c. Bagi Sekolah

Manfaat yang dapat diperoleh sekolah dari penelitian ini adalah memberikan ide penggunaan modelpembelajaran yang inovatif untuk meningkatkan prestasi siswa.


(28)

commit to user

12 BAB II

LANDASAN TEORI

A.Kajian Pustaka

1. Tinjauan Keterampilan Menulis Deskripsi a. Pengertian Keterampilan Menulis

Keterampilan menulis adalah kemampuan seseorang dalam melukiskan lambang grafis yang dimengerti oleh penulis bahasa itu sendiri maupun orang lain yang mempunyai kesamaan pengertian terhadap simbol-simbol bahasa tersebut (Agus Suriamiharja, 1997:2)

Pengertian menulis sendiri menurut H.G. Tarigan dalam Agus Suriamiharja adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang-orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik tersebut. Sedangkan menurut Robert Lado dalam H.Akhlah Husen,dkk mengatakan bahwa: ”To write is to put down the grapic symbols that represent a language one understands, so that other can read these grapic representation”. Dapat diartikan bahwa menulis adalah menempatkan simbol-simbol grafis yang menggambarkan suatu bahasa yang dimengerti oleh seseorang, kemudian dapat dibaca oleh oang lain yang memahami bahasa tersebut beserta simbol-simbol grafisnya.

Hal ini diperkuat oleh pendapat David Webb dalam Agus Suriamiharja, dkk (1997) yang mengatakan baahwa”Seorang anak yang pendiam dan malu lebih senang mengungkapkan pendapatnya secara tertulis, karena dia merasa takut dan sulit untuk mengungkapkan secara lisan.” Dari pendapat itu menunjukkan bahwa tidak semua anak dapat mengungkapkan perasaannya secara lisan walaupun hal ini dapat diusahakannya, tetapi sebagai akibatnya tidak semua pendapat terungkapkan dengan cara tersebut. Jalan keluarnya adalah dengan memberikan kesempatan kepada si anak untuk mengungkapkan secara tertulis. Dengan demikian, dapat dilihat apakah si anak mengerti atau tidak mengerti pokok pembicaraan yang sedang berlangsung.


(29)

commit to user

Jurnal internasional oleh David dalam (http://www.isetl.org/ijtlhe/) mengemukakan beberapa hal yang berkaitan dengan menulis sebagai berikut:

Writing contributes uniquely to learning. Through writing we can create new possibilities not inherent to speaking and observation (Emig, 1997). Artinya menulis dapat memberikan kontribusi unik untuk belajar. Melalui menulis kita dapat membuat kemungkinan-kemungkinan baru yang tidak melekat pada berbicara dan observasi semata (Emig, 1997).

Writting is an active learning process key to improving communicatioan (both written and oral) and thinkin, writing is embedded within social process some formal and others informal, and writing is primarily (although formal not exlusively) in a social activity (Russell, 1997; Young. 1994). Artinya menulis adalah proses pembelajaran aktif yang dijadikan kunci untuk meningkatkan komunikasi (baik tertulis maupun lisan) dan berfikir, menulis adalah proses sosial dalam bentuk formal maupun informal, dan menulis adalah kegiatan utama (walaupun tidak ekslusif) dalam kegiatan sosial (Russell, 1997; Young. 1994).

Menulis adalah kegiatan melahirkan pikiran dan perasaan dengan tulisan. Menulis berarti menjelmakan bahasa lisan, mungkin menyalin atau melahirkan pikiran atau perasaaan seperti mengarang, membuat surat, membuat laporan, dan sebagainya (Nunuy Nurjanah, 1997:2).

Sedang menurut Sabarti Akhadiah,dkk (1997) proses menulis adalah rangkaian kegiatan mulai dari menemukan gagasan sampai menghasilkan tulisan.

Menurut Henry Guntur Tarigan (1982:13) ”Menulis sebagai suatu keterampilan berbahasa mencakup empat komponen yang tidak bisa dipisahkan yaitu keterampilan: 1) menyimak; 2) berbicara; 3)membaca; 4)menulis. Keterampilan menulis merupakan keterampilan berbahasa yang tidak dapat dipisahkan dengan keterampilan berbahasa yang lain terutama membaca. Ketrampilan menulis merupakan keterampilan berbahasa yang dikuasai seseorang sesudah menguasai keterampilan menyimak, berbicara, dan membaca.


(30)

commit to user

Menulis merupakan suatu keterampilan yang kompleks dan padu. Keterampilan menulis membutuhkan suatu bentuk ekspresi gagasan yang berkesinambungan dan mempunyai urutan logis dengan menggunakan kosa kata dan tata bahasa tertentu atau kaidah bahasa yang digunakan sehingga dapat menggambrakan atau dapat menyajikan informasi yang diekspresikan secara jelas.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa keterampilan menulis adalah keterampilan menuangkan pikiran, gagasan, perasaan dalam bentuk simbol-simbol atau lambang grafis tertentu yang berwujud tulisan (bukan lisan) yang dimengerti oleh penulis maupun pembaca, sehingga keduanya memahami apa yang diungkapkan dalam tulisan tersebut.

Banyak yang mengatakan keterampilan mengarang atau menulis itu sulit, tetapi Arswendo Atmowiloto dalam bukunya mengatakan bahwa, ”Mengarang itu gampang”. Sebenarnya keterampilan menulis bila diminati dan ditekuni, maka akan menjadi mudah. Sulit atau mudah itu tergantung persepsi seseorang. Bisa karena biasa. Keterampilan menulis apabila sudah terbiasa dilakukan tidak akan menjadi sulit, meskipun menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang komplek. Heaton dalam St.Y. Slamet (2008:98), kompleksitas kegiatan menulis atau mengarang untuk menyusun karangan yang baik meliputi (1) keterampilan gramatikal, (2) penuangan isi, (3) keterampilan stilistika, (4) keterampilan mekanis, dan (5) keterampilan memutuskan. Sehubungan dengan kompleksnya kegiatan yang diperlukan untuk menulis, maka menulis harus dipelajari dan diperoleh melalui proses belajar sejak kecil atau sejak Sekolah Dasar dan dilatih dengan sungguh-sungguh.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Menulis

Menurut Agus Suriamiharja,dkk (1997:3) seseorang dikatakan telah mampu menulis dengan baik jika dia dapat mengungkapkan maksudnya dengan jelas sehingga orang lain dapat memahami apa yang diungkapnya. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Morsey dalam kutipan H.G. Tarigan, bahwa.


(31)

commit to user

Tulisan dikemukakan oleh orang-orang terpelajar untuk merekam, meyakinkan, melaporkan, serta mempengaruhi orang lain dan maksud serta tujuan tersebut hanya bisa tercapai dengan baik oleh orang-orang (atau para penulis) yang dapat menyusun pikirannya serta mengutarakannnya dengan jelas dan mudah dipahami.

Dari teori di atas dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi seorang penulis yang baik sekurang-kurangnya harus memiliki kepekaan terhadap keadaan sekitarnya agar tujuan penulisannya dapat dipahami oleh pembaca. H.G. Tarigan dalam Nunuy Nurjanah mengatakan bahwa: ”Penulis ulung adalah penulis yang dapat memanfaatkan situasi dengan tepat.

Maksudnya seorang penulis harus tanggap terhadap situasi di sekitarnya. Dapat membaca situasi, dapat menggambarkan keadaan, dan dapat memaparkan keadaan sekitar dalam kalimat yang baik dan padu.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penulisan menurut D. Angelo dikutip oleh H.G. Tarigan dalam Suriamiharja, 1997:3, yaitu:

1) Maksud dan tujuan penulis 2) Pembaca atau pemirsa 3) Waktu atau kesempatan

Untuk menjadi penulis yang baik, terlebih dahulu penulis harus menentukan maksud dan tujuan penulisannya, agar pembaca memahami ke mana arah tujuan penulisan itu sendiri. Selain itu yang harus diperhatikan adalah kondisi pembaca, artinya tulisan ini ditunjukkan kepada pembaca yang bagaimana (menurut usia, pengetahuan, minat). Dengan harapan tulisan yang dibuat tepat sasaran. Sedangkan faktor terakhir yang harus diperhatikan adalah waktu dam kesempatan, artinya apakah tulisan yang dibuatnya sesuai dengan tujuan berlangsungnya suatu kejadian, sehingga menarik untuk dibaca.

c. Kegunaan Menulis

Banyak keuntungan yang didapat dan dihasilkan dari keterampilan menulis. Menurut Sabarti Akhadiyah,dkk dalam Agus Suriamiharja, dkk (1997:4) ada delapan kegunaan menulis yaitu sebagai berikut:


(32)

commit to user

Melalui kegiatan menulis, penulis dapat mengukur sampai dimana pengetahuaannya tentang suatu topik. Sehingga untuk mengembangkan topik tersebut ia harus menggali pengetahuan dan pengalamannya.

2) Penulis dapat terlatih dalam mengembangkan berbagai gagasan

Penulis haruslah orang yang pandai bernalar, menghubung-hubungkan, membanding-bandingkan, mengembangkan fakta untuk menciptakan berbagai gagasan.

3) Penulis dapat lebih banyak menyerap, mencari, serta menguasai informasi sehubungan dengan topik yang ditulis.

Kegiatan menulis dapat memperluas wawasan penulisan baik secara teoritis maupun secara praktis mengenai fakta-fakta.

4) Penulis dapat terlatih mengorganisasikan gagasan secara sistematis serta mengungkapkannya secara tersurat.

5) Penulis dapat meninjau serta menilai gagasannya sendiri secara lebih obyektif

6) Dengan menulis sesuatu di atas kertas, penulis akan lebih mudah memecahkan permasalahan, yaitu dengan menganalisisnya secara tersurat dalam konteks yang lebih kongkret.

7) Dengan menulis, penulis terdorong untuk terus belajar secara aktif. Penulis menjadi penemu sekaligus pemecah masalah, bukan sekedar menjadi penyadap informasi dari orang lain.

8) Dengan kegiatan menulis yang terencanakan dapat membiasakan berfikir serta berbahasa secara tertib dan teratur.

d. Tujuan Menulis

Tujuan menulis menurut D. Angelo (1980:20) dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu: 1) segi penulis, 2) segi pembaca, 3) segi waktu. Hal ini dapat dijelaskan bahwa menulis bila ditinjau dari segi penulis memiliki beberapa tujuan yaitu mengajar, meyakinkan atau mendesak, menghibur atau menyenangkan, dan atau mengekspresikan peranan dan emosi yang kuat. Sedangkan tujuan menulis bila ditinjau dari segi pembaca, bahwa penulis hendaknya tidak hanya memilih satu pokok pembicaraan yang cocok, tetapi


(33)

commit to user

harus memperhatikan pembacanya, pertimbangan usia, jenis kelamin, tempat tinggal, minat budaya, agama, politik, dan lain-lain. Peninjauan dari segi waktu, menulis mencakup dalam masalah keadaan yang melibatkan berlangsungnya suatau kejadian tertentu, waktu, dan tempat.

Sedangkan menurut Hugo Hartig (dalam Depdikbud: 235) ada beberapa tujuan menulis, antara lain:

1) Assigment Purpose (tujuan penugasan)

Penulis menulis karena mendapat tugas, buakan atas kemauan sendiri. Misalnya siswa ditugaskan merangkum sebuah buku bacaan, membuat cerita pendek, membuat laporan observasi dan sebagainya.

2) Altruistic Purpose (tujuan altruistik)

Penulis menyenangkan para pembaca, menghindarkan kedukaan para pembaca, menolong para pembaca untuk memahami, menghargai perasaan dan penalarannya, ingin menjadikan hidup pembaca menyenangkan. Penulis berkeyakinan bahwa pembaca adalah “teman” hidupnya. Sehingga penulis benar-benar dapat mengkomunikasikan suatu idea tau gagasan bagi kepentingan pembaca. Hanya dengan cara itulah tujuan altruistik dapat tercapai.

3) Persuasive Purpose (tujuan persuasi)

Penulis bertujuan mempengaruhi pembaca, agar pembaca yakin akan kebenaran gagasan atau ide yang dituangkan oleh penulis. Tulisan semacam ini banyak dipergunakan oleh para penulis untuk menawarkan sebuah produksi barang dagangan.

4) Informatical Purpose (tujuan informasional)

Penulis menuangkan ide atau gagasan dengan tujuan memberi informasi atau keterangan kepada pembaca. Di sini penulis berusaha menyampaikan informasi agar pembaca menjadi tahu mengenai apa yang diinformasikan oleh penulis.

5) Self Expressive (tujuan pernyataan diri)

Penulis berusaha untuk memperkenalkan atau menyatakan dirinya kepada para pembaca.


(34)

commit to user 6) Creative Purpose (tujuan kreatif)

Penulis bertujuan agar para pembaca dapat memiliki nilai-nilai artistik atau nilai-nilai kesenian dengan membaca tulisan si penulis. Di sini penulis bukan hanya memberikan informasi, melainkan lebih dari itu. Dalam informasi yang disajikan oleh penulis, para pembaca bukan hanya sekedar tahu apa yang disajikan penulis, tetapi juga merasa terharu membaca tulisan tersebut.

7) Problem Solving Purpose (tujuan pemecahan masalah)

Dikenal tulisannya, penulis berusaha member kejelasan kepada para pembaca tentang bagaimana cara pemecahan suatu masalah.

e. Fungsi Menulis

Fungsi utama menulis adalah sebagai alat komunikasi tidak langsung, bukan tatap muka antara penulis dan pembaca. Penulis dan pembaca dapat berkomunikasi melalui tulisan. Oleh karena itu, pada prinsipnya hasil menulis yang paling utama adalah dapat menyampaikan pesan penulis kepada pembaca, sehingga pembaca memahami maksud penulis yang dituangkan dalm tulisannya. Mengingat proses komunikasi ini dilakukan secara tidak langsung, tidak melalui tatap muka antara penulis dan pembaca, dan agar tulisan itu berfungsi sebagaimana yang diharapkan oleh penulis, maka isi tulisan harus benar-benar dipahami baik oleh penulis maupun pembacanya. Apabila tidak demikian, tidaklah mungkin tulisan itu berfungsi sebagai alat komunikasi (Muchlisoh, 1992: 233).

Di dalam masyarakat modern seperti sekarang ini dikenal dua macam cara berkomunikasi, yaitu komunikasi langsung dan komunikasi tidak langsung. Kegiatan berbicara dan mendengar (menyimak) merupakan komunikasi secara langsung, sedangkan kegiatan menulis dan membaca merupakan komunikasi tidak langsung. Keterampilan menulis sebagai salah satu cara dari empat keterampilan berbahasa mempunyai peranan yang penting di dalam kehidupan manusia. Dengan menulis, seseorang dapat mengungkapkan pikiran dan gagasannya untuk mencapai tujuan dan maksudnya (Depdiknas, 177: 1).


(35)

commit to user f. Ragam Menulis

Ragam atau bentuk suatu tulisan atau karangan bermacam-macam. Salah satunya dapat dilihat berdasarkan penggolongan dalam penyajian dan tujuan penyampaiannya. Dengan mengetahui tujuan menulis dan bentuk tulisan yang dibuatnya akan dapat mengarahkan seorang penulis secara lebih baik dengan hasil yang maksimal.

Menurut St. Y. Slamet (2008:103) bahwa karangan dapat disajikan dalam lima bentuk yaitu deskripsi, narasi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi. Sedangkan menurut Gorys Keraf (1997:124) menyatakan bahwa bentuk-bentuk karangan yaitu narasi, deskripsi, eksposisi, atau argumentasi.

Narasi (penceritaan atau pengisahan) adalah ragam wacana yang menceritakan proses kejadian suatu peristiwa (St. Y. Slamet, 2008:103). Sedangkan menurut Gorys Keraf (1997:124), karangan narasi adalah karangan yang berusaha untuk mengisahkan suatu peristiwa atau kejadian secara kronologis.

Deskripsi adalah ragam wacana yang melukiskan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan kesan-kesan dari pengamatan, pengalaman, dan perasaan penulisnya (St. Y. Slamet, 2008:103). Hal senada diungkapkan Gorys Keraf, bahwa karangan deskripsi adalah karangan yang berusaha untuk menggambarkan sesuatu hal sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Deskripsi bertalian dengan pelukisan kesan pancaindera terhadap suatu obyek (1997:124).

Eksposisi (paparan) adalah ragam wacana yang dimaksudkan untuk menerangkan, menyampaikan, atau menguraikan suatu hal yang dapat memperluas atau menambah pengetahuan dan pendangan pembacanya (St. Y. Slamet, 2998:103). Menurut Gorys Keraf (1997:124) karangan eksposisi adalah karangan yang bertujuan untuk memberi penjelasan atau informasi.

Argumentasi (pembahasan atau pembuktian) adalah ragam wacana yang dimaksudkan untuk meyakinkan pembaca mengenai kebenaran yang disampaikan oleh penulisnya (St. Y. Slamet, 2008:104). Pernyataan ini lebih ditegaskan lagi oleh Gorys Keraf (1997:125) yang menyatakan bahwa


(36)

commit to user

argumentasi adalah semacam bentuk wacana yang mengajukan pembuktian-pembuktian, analisis yang bertujuan untuk membuktikan suatu kebenaran dan pemecahan suatu pokok permasalahan.

Persuasi adalah ragam wacana yang bertujuan untuk mempengaruhi sikap (St. Y. Slamet, 2008:104). Sedangkan menurut pendapat Sabarti Akhadiah,dkk (1992:84) mengatakan bahwa karangan persuasi adalah karangan yang bukan hanya sekedar membuktikan sesuatu tetapi juga berusaha mempengaruhi pembaca. Dalam karangan persuasi berusaha bagaimana agar pembaca terpengaruh dan melakukan apa yang diinginkan penulis.

g. Tahap-tahap dalam Menulis

Sebagai proses, menulis merupakan serangkaian aktivitas yang terjadi dan melibatkan beberapa fase. Menurut Suparno dan Mohamad Yunus (2008: 14) ada beberapa fase dalam menulis yaitu meliputi:

1) Tahap prapenulisan

Tahap ini merupakan fase persiapan menulis, yaitu tahap mencari, menemukan dan mengingat kembali pengetahuan atau pengalamanyang diperoleh dan diperlukan penulis. Tujuannya adalah untuk mengembangkan isi serta mencari kemungkinan-kemungkinan lain dalam menulis sehingga apa yang ingin ditulis dapat disajikan dengan baik. Fase ini sangat menentukan aktivitas dan hasil menulis berikutnya. Persiapan yang baik sangat memungkinkan untuk menumpulkan bahan secara terarah, mengaitpadukan antargagasan secara runtut, serta membahasnya secara kaya, luas, dan dalam.

Sebaliknya, tanpa persiapan yang memadai, banyak kesulitan yang akan ditemui bahwa penulis kecewa atau bahkan tertawa melihat hasil tulisan yang dibuatnya. Pada fase prapenulisan ini terdapat aktivitas memilih topik, menetapkan tujuan dan sasaran, mengumpulkan bahan atau informasi yang diperlukan, serta mengorganisasikan idea tau gagasan dalam bentuk karangan.


(37)

commit to user 2) Tahap penulisan

Pada tahap pramenulis, penulis telah menentukan topik dan tujuan, mengumpulkan informasi yang relevan , serta membuat kerangka karangan. Dengan selesainya itu semua, berarti penulis telah siap untuk menulis. Penulis mengembangkan butir demi butir ide yang terdapat dalam kerangka karangan, dengan memanfaatkan bahan atau informasi yang telah dipilih dan dikumpulkan.

Dalam pengembangan setiap ide, penulis dituntut untuk mengambil keputusan, yaitu keputusan tentang kedalaman serta keluasan isi, jenis informasi yang akan disajikan, pola organisasi karangan termasuk di dalamnya teknik pengembangan alinea, serta gaya dan cara pembahasannya (pemilihan kata, pengalimatan, pengalineaan) dan tentu saja keputusan itu harus disesuaikan dengan topic, tujuan, corak karangan, dan pembaca karangan.

3) Tahap pascapenulisan

Fase ini merupakan tahap penghalusan dan penyempurnaan buram yang penulis hasilkan. Kegiatannya terdiri atas penyuntingan dan perbaikan (revisi). Penyuntingan merupakan kegiatan membaca ulang suatu buram karangan dengan maksud untuk merasakan, menilai, dan memeriksa baik untuk mekanik atau pun isi karangan. Tujuannya adalah untuk memperoleh informasi tentang unsure-unsur karangan yang perlu disempurnakan. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh orang lain atau penulisnya sendiri. Berdasarkan hasil penyuntingan itulah maka kegiatan revisi atau perbaikan karangan dilakukan.

Kegiatan revisi itu dapat berupa penambahan, penggantian, penghilangan, pengubahan, atau penyusunan kembali unsure-unsur karangan. Kadar revisi itu sendiri tergantung pada tingkat keperluannya. Bila revisi berat, bisa juga sedang atau ringan. Pada revisi ringan, seperti yang disebabkan oleh kesalahan unsure-unsur mekanik, kegiatan perbaikan itu biasanya dilakukan bersamaan dengan penyuntingan. Tetapi untuk revisi berat misalnya karena kesalahan urutan gagasan, contoh atau ilustrasi, cara


(38)

commit to user

pengembangan, penyampaian penjelasan atau bukti, kegiatan perbaikan itu biasanya dilakukan setelah penyuntingan selesai. Bila perbaikan iti mendasa, maka kegiatan revisi berat biasanya diikuti kembali dengan penulisan kembali karangan (rewrite).

Kegiatan penyuntingan dan perbaikan karangan dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Membaca keseluruhan karangan;

b. Menandai hal-hal yang perlu diperbaiki, atau memberikan catatan apabila ada hal-hal yang harus diganti, ditambahkan, dan disempurnakan; serta c. Melakukan perbaikan sesuai temuan saat penyuntingan

Berdasarkan penjabaran di atas, maka ketiga fase tersebut harus dipahami sebagai komponen yang memang ada dan dilalui oleh seorang penulis dalam proses tulis menulis.

h. Menulis Deskripsi

Deskripsi adalah sebuah bentuk karangan, sajian karangan, ragam wacana, atau cara penyajian sebuah tulisan dalam bentuk yang lebih nyata, sejelas-jelasnya sehingga pembaca mampu untuk merasakan, seolah-olah melihat, ikut mengalami, atau beranggapan seperti apa yang dipaparkan penulis tersebut. Karangan deskripsi melukiskan suatu objek dengan kata-kata. Objek yang dilukiskan bisa berupa orang, benda, tempat, kejadian dan sebagainya. Dalam karangan deskripsi penulis menunjukkan bentuk, rupa, suara, bau, rasa, suasana, situasi suatu objek. Dalam memaparkan sesuatu seakan-akan menghadirkan sesuatu tersebut ke hadapan pembaca.

Deskripsi adalah semacam bentuk wacana yang berusaha menyajikan suatu obyek atau suatu hal sedemikian rupa, sehingga obyek itu seolah-olah berada di depan mata kepala pembaca, seakan-akan para pembaca melihat sendiri obyek tersebut (Gorys Keraf, 1995:16). Wacana deskriptif merupakan wacana yang menjadikan pembacanya secara aktif mengalami proses mental untuk ikut merasakan apa yang dituliskan oleh pengarang. Teknik menulis deskripsi tergolong dalam karangan nonfiksi (Ahmad Rofi’uddin dkk, 2002:117), yaitu karangan yang disajikan dalam realitas yang aktual,


(39)

benar-commit to user

benar tejadi secara nalar. Karangan nonfiksi bukanlah karangan yang mengandalkan cerita rekaan, bersifat imajinatif, atau khayalan. Thomas Elliot Berry (1973:109), mengatakan: ”Good descriptive writing can have no haze, no shadows, no blurring film between reader and subject”. Dapat diartikan penulisan deskripsi yang bagus yaitu tanpa keraguan, tanpa bayangan, tanpa kekaburan di antara pembaca dan penulis.

Menurut Sabarti Akhadiah,dkk (1992:82), deskripsi berarti menggambarkan sesuatu dengan kata-kata, sehingga pembaca juga seolah-olah melihat dan merasakan apa yang dimaksud penulis. ”Successful description makes the reader see, hear, smell, taste, or feel, as the particular situation

demands” (Thomas Elliot Bery, 1973:109). Dapat diartiakan sebagai

kesuksesan pendeskripsian membuat pembaca melihat, mendengar, mencium, mengecap, atau merasakan sabagaimana situasi yang dipaparkan.

Dikemukakan dalam (http://adegustiann.blogsme.com/2009/02/02 /ciri-ciri-tulisan-narasi-deskripsi-eksposisi-dan-argumentasi/) bahwa karangan deskripsi memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) menggambarkan atau melukiskan sesuatu, 2) penggambaran itu dilakukan sejelas-jelasnya dengan melibatkan kesan indra, 3) membuat pembaca atau pendengar merasakan sendiri atau mengalami sendiri. Sedangkan langkah untuk menyusun sebuah karangan deskripsi, yaitu:

1) tentukan objek atau tema yang akan dideskripsikan 2) tentukan tujuan

3) mengumpulkan data dengan mengamati objek yang akan dideskripsikan 4) menyusun data tersebut data tersebut ke dalam urutan yang baik (menyusun

kerangka karangan)

5) menguraikan kerangka karangan-karangan menjadi menjadi deskripsi yang sesuai dengan tema yang ditentukan.

Macam-macam pola pengembangan paragraf deskripsi dalam (http://adegustiann.blogsme.com/2009/02/02/ciri-ciri-tulisan-narasi-deskripsi-eksposisi-dan-argumentasi/) adalah sebagai berikut: 1) paragraf deskripsi spasial, paragraf ini menggambarkan objek khusus ruangan, benda atau tempat,


(40)

commit to user

2) paragraf deskripsi subjektif, paragraf ini menggambarkan objek seperti tafsiran atau kesan perasaan penulis, 3) paragraf deskripsi objektif, paragraf ini menggambarkan objek dengan apa adanya atau sebenarnya.

Untuk menghasilkan sebuah tulisan atau karangan pasti memerlukan teknik tertentu, baik itu karangan narasi, eksposisi, argumentasi, persuasi, maupun deskripsi. Masing-masing teknik memiliki perbedaan, hal ini disesuaikan dengan tujuan dan isi masing-masing karangan. Salah satu ciri karangan yang baik adalah adanya unsur kohesi dan koherensi di dalamnya. Menurut tim Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1997), kohesi adalah keserasian hubungan antara unsur yang satu dengan yang lain dalam wacana sehingga terciptalah pengertian yang apik atau koheren. Sedangkan koherensi adalah hubungan semantik yang mendasari sebuah wacana. Jadi sebuah wacana atau karangan yang baik harus memiliki kohesi dan koherensi antarkalimat-kalimat sehingga membentuk wacana atau karangan yang padu dan harmonis.

Menurut Atarsemi (1990: 143) kalimat itu mempunyai ciri-ciri: (1) strukturnya teratur, (2) kata yang digunakan mendukung makna secara tepat, dan (3) hubungan antarbagiannya logis. Sedangkan kalimat efektif adalah kalimat yang memenuhi sasaran, mampu menimbulkan pengaruh, dan meninggalkan kesan. Kalimat tersebut memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) sesuai dengan tuntunan bahasa baku; (2) jelas; (3) ringkas atau lugas; (4) adanya hubungan yang baik atau koherensi; (5) kalimat harus hidup; dan (6) tidak ada unsur yang tidak berfungsi.

Menurut Ahmad Rofi’uddin dan Darmiyati Zuhdi (2002:118), teknik menulis wacana deskripsi, yaitu:

1) Mengamati objek yang akan ditulis

Untuk mendeskripsikan suatu objek dengan baik kita memerlukan materi yang lengkap mengenai objek tersebut. Materi-materi tersebut kita peroleh melalui observasi atau pengamatan. Materi-materi tersebut dapat digambarkan melalui pertanyaan-pertanyaan berikut:

a) Bagaimanakah sifat-sifat fisik objek yang akan kita deskripsikan (bentuk, ukuran, bahan, warna, rasa, bau, dan sebagainya)?


(41)

commit to user

b) Adakah persamaan objek itu dengan objek yang lain?

c) Bagaimanakah perbedaan antara objek yang akan kita deskripsikan itu dengan objek lain?

2) Menyeleksi dan menyusun rincian suatu deskripsi

Data atau informasi yang telah kita catat dari pengamatan perlu diseleksi dan disusun dengan cara-cara sebagai berikut:

a) Memilih data dan informasi yang memberikan kesan yang kuat. Ciri-ciri atau sifat-sifat apakah yang dimilki oleh orang, tempat, benda, dan objek-objek lain yang paling mengesankan.

b) Menyajikan informasi tentang objek yang kita deskripsikan dengan kerangka deskripsi sesuai dengan objek yang kita deskripsikan.Macam-macam kerangka deskripsi, yaitu: (1) deskripsi kerangka tempat, (2) deskripsi kerangka waktu, (3) deskripsi dengan kerangka urutan-urutan, misalnya pertama-tama mengemukakan pandangan umum mengenai orang, benda, tempat, situasi,dll, mengemukakan bagian-bagian utamanya lebih dulu kemudian baru bagian lainnya, mengemukakan bagian-bagian yang kiranya akrab dengan pembaca baru bagian-bagian-bagian-bagian yang lain, atau menggambarkan suatu objek dari atas ke bawah atau sebaliknya, dan dari kiri ke kanan atau sebaliknya.

Menurut Gorys Keraf (1997:149) kerangka karangan adalah suatu rencana kerja yang memuat garis-garis besar dari suatu karangan yang digarap. Sebuah kerangka karangan dapat membantu penulis dalam hal-hal berikut: a) Untuk menyusun karangan secara teratur

Kerangka karangan membantu penulis untuk melihat wujud gagasan-gagasan dalam sekilas pandang, sehingga dapat dipastikan apakah susunan dan hubungan timbal balik antara gagasan-gagasan itu sudah tepat, apakah gagasan-gagasan itu sudah disajikan dengan baik, harmonis dalam perimbangannya.

b) Memudahkan penulis menciptakan klimaks yang berbeda-beda

Supaya pembaca dapat terpikat secara terus-menerus menuju kepada klimaks utama, maka susunan bagian-bagian harus diatur pula sedemikian


(42)

commit to user

sehingga tercipta klimaks yang berbeda-beda yang dapat memikat perhatian pembaca.

c) Menghindari anggapan sebuah topik sampai dua kali atau lebih

Menggarap suatu topik lebih dari satu kali hanya membuang waktu, tenaga dan materi. Kalau memang tidak dapat dihindari maka penulis harus menetapkan pada bagian mana topik tadi harus diuraikan, sedangkan bagian yang lain cukup dengan menunjuk kembali kepada bagian yang lain tadi (lihat selanjutnya catatan kaki)

d)Memudahkan penulis untuk mencari materi pembantu

Dengan mempergunakan perincian-perincian dalam kerangka karangan penulis dengan mudah akan mencari data-data atau fakta-fakta untuk memperjelas atau membuktikan pendapat karangan itu.

Dengan demikian guna penyusuan kerangka karangan pembaca dapat melihat wujud, gagasan, struktur, serta nilai umum dari karangan itu. Kerangka karangan merupakan miniatur atau prototipe dari sebuah karangan.

2. Tinjauan Model Pembelajaran Kooperatif Kepala Bernomor Struktur

a. Tinjauan Tentang Model Pembelajaran Kooperatif 1) Pengertian Model Pembelajaran

Menurut Mills dalam Agus Suprijono (2010:45) mengatakan bahwa, ”Model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu”. Model merupakan interpretasi terhadap hasil observasi dan pengukuran yang diperoleh dari beberapa sistem. Menurut Arends dalam Agus Suprijono (2010:46), model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.

Sedangkan menurut Agus Suprijono (2010:45), model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi


(43)

commit to user

pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Joyce dalam Agus Suprijono (2010:46) mengatakan, ”each model guides us as we design instruction to help students achieve various object”. Bahwa setiap model pembelajaran dapat menuntun kita untuk membuat perencanaan untuk membantu siswa dalam menerima bermacam-macam materi pembelajaran. Model pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktivitas pembelajaran.

Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan, bahwa model pembelajaran adalah suatu pola yang dirancang untuk merencanakan suatu pembelajaran yang di dalamnya terdapat tujuan-tujaun pembelajaran, tahap-tahap yang dilaksanakan dalam pembelajaran, lingkungan pembelajaran sampai pengelolaan kelas sehingga siswa mencapai tujuan pembelajarn melalui model pembelajaran yang telah ditentukan.

2) Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Slavin (1985) dalam Isjoni pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen. Sedangkan menurut Anita Lie (2000) dalam Isjoni (2008:23), menyebut pembelajaran kooperatif dengan istilah pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan pada peserta didik untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur.

Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham kontruktivisme. Hal ini sejalan dengan konstruktivisme Vygotsky (Agus Suprijono, 2010), menekankan bahwa pengetahuan dibangun dan dikonstruksi seacara mutual. Peserta didik berada dalam konteks sosiohistoris.

Dukungan teori Vygotsky terhadap model pembelajaran kooperatif adalah penekanan belajar sebagai proses dialog interaktif. Pembelajaran


(44)

commit to user

kooperatif adalah pembelajaran berbasis sosial. Menurut Anita Lie (Agus Suprijono, 2010), model pembelajaran kooperatif didasarkan pada falsafah homo homini socius, bahwa manusia adalah makhluk sosial. Sedangkan Piaget (Agus Suprijono, 2010) berpendapat, dalam pendekatan kontruktivisme, peserta didik mengonstruksikan pengetahuan dengan mentransformasikan, mengorganisasikan, dan juga mereorganisasikan pengetahuan dan informasi sebelumnya. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa diharapkan dapat bekerja sama, berinteraksi, saling tolong-menolong, dan saling mentransformasikan masing-masing pengetahuan baik yang dimiliki sebelumnya atau hasil yang didapat dalam kelompok sosial yang telah ditentukan oleh guru.

Berdasarkan pada (http://subagio-subagio.blogspot.Com/2010/03/ implementasi-pendekatan-konstruktivisme.html) menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya , setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.

Dalam Lungdren (1994) pada (http://www.scribd.com/doc/ 11540191/pembelajaran-kooperatif) menyebutkan unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: a) para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka ”tenggelam atau berenang bersama,” b) para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau peserta didik mempelajari materi yang dihadapi, c) semua siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama, d) para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab di antara para anggota kelompok, e) para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok, f) para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka


(45)

commit to user

memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar, g) setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif,

3) Macam-macam Pembelajaran Kooperatif

Menurut Slavin dalam Isjoni (2010:23-24) menyebutkan pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaaran yang telah dikenal sejak lama, dimana pada saat itu guru mendorong siswa untuk melakukan kerja sama dalam kegiatan-kegiatan tertentu, misalnya diskusi atau pengajaran oleh teman sebaya. Berikut ini beberapa jenis pembelajaran kooperatif menurut Trianto (2007), yaitu:

a) Student Teams Achivement Division (STAD)

Slavin (dalam Nur, 2000:26) dalam Trianto (2007:52) menyatakan bahwa pada STAD siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4-5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku.

b) Tim Ahli (Jigsaw)

Langkah-langkah pembelajaran jigsaw:

(1) Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 5-6 orang)

(2) Materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah dibagi-bagi menjadi beberapa sub bab

(3) Setiap anggota kelompok membaca sub bab yang ditugaskan dan bertanggung jawab untuk mempelajarinya

(4) Anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari sub bab yang sama bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikannya

(5) Setiap anggota kelompok ahli setelah kembali ke kelompoknya bertugas mengajar teman-temannya

(6) Pada pertemuan dan diskusi kelompok asal, peserta didik dikenai tagihan berupa kuis individu.


(46)

commit to user

Implementasi tipe investigasi kelompok yaitu guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5-6 siswa yang heterogen. Kelompok di sini dapat dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban persahabatn atau minat yang sama dalam topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, dan melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilih. Selanjutnya ia menyiapkan dan mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas.

4) Think Pair Share

Merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang diarancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Pertama kali dikembangkan oleh Frang Lyman dan koleganya di Universitas Maryland sesuai yang dikutip Arends (1997) menyatakan bahwa Think Pair Share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu. 5) Numbered Head Together (NHT)

NHT atau dalam bahasa Indonesia diartikan Penomoran Berpikir Bersama adalah pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas yang tradisional. Pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagen (1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

b. Tinjauan Tentang Model Kooperatif Kepala Bernomor

Teknik ini dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992). Menurut Isjoni (2000:68), teknik ini memberi kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan pertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu teknik ini mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Jurnal Internasional dalam (http://titikhujan11.blogspot.com/2009/04/effect-of-using-numbered-heads-together.html) menyatakan bahwa:

The NHT is a cooperative learning strategy that holds each student accountable for learning the material. Students are placed in groups and each person is given a number (from one to the maximum number in each group). The teacher poses a question and students “put their


(1)

commit to user

Aktivitas guru pada pertemuan 1 siklus I memiliki skor 2,78 (kurang), sdengkan pada pertemiuan 2 telah terjadi peningkatan menjadi 3,09 (cukup), rata-rata aktivitas guru pada siklus I sebesar 2,93 (kurang). Namun terjadi peningkatan pada siklus II pertemuan 1 yaitu sebesar 3,59 (baik) dan meningkat menjadi 3,81 (baik) di pertemuan akhir siklus II, dan didapati rata-rata skor akhir siklus II sebesar 3,70 (baik). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa baik peserta didik maupun guru keduanya mengalami peningkatan aktivitas pada setiap siklusnya. Peneliti sebagai guru selalu berusaha meningkatkan aktivitas di setiap pertemuan. Guru selalu mengadakan evaluasi di setiap akhir pertemuan yang bermanfaat untuk mengetahui kekurangan dan kelemahan pengajaran pada pembelajaran yang usai dilaksanakan sehingga dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan aktivitasnya pada pertemuan berikutnya. Selain itu guru juga mngedakan evaluasi pada aktivitas peserta didik selama proses pembelajaran baik. Dari beberapa pertemuan terdapat aktivitas yang kurang pada peserta didik. Hal ini karena masih adanya beberapa kendala dan kekurangan yang terjadi selama pembelajaran berlangsung, baik itu siklus I mapun siklus II. Kendala-kendala tersebut antara lain: 1) kurangnya partisipasi peserta didik, mereka masih terlihat malu-malu dan belum begitu antusias selama proses pembelajaran, hal ini dimungkinkan karena mereka berhadapan dengan guru baru; 2) sebagian dari peserta didik masih belum mengerti makna pembelajaran kooperatif Kepala Bernomor Struktur; 3) beberapa dari peserta didik masih bersikap individual, sehingga pembelajaran koopertif belum berjalan sesuai harapan; 4) ada peserta didik yang masih enggan memperhatikan apalagi mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, mereka bersikap malas dan acuh tak acuh, bahkan ada 1 anak yang tidak mengerjakan tugas sama sekali.

Dari kendala-kendala tersebut peneliti mengadakan upaya perbaikan yaitu dengan menciptakan pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan, dalam hal ini peneliti berusaha mengadakan pendekatan personal terhadap tiap-tiap peserta didik. Peneliti memberikan arahan dan bimbingan pada peserta didik bagaimana melakasanakan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif Kepala Bernomor Struktur. Selain itu peneliti memberikan bimbingan


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

pada masing-masing kelompok bagaimana mereka seharusnya bekerja sama dalam melaksanakan tugas. Peneliti juga tidak lupa untuk memberikan motivasi dan penghargaan baik itu penghargaan verbal maupun nonverbal yang dimaksudkan agar peserta didika-peserta didik lebih termotivasi selama proses pembelajaran dilaksanakan.

Dari analisis data dan pembahasan di atas, maka dapat dibuat suatu kesimpulan yaitu adanya peningkatan keterampilan menulis deskripsi peserta didik kelas V MIN Mulur tahun pelajaran 2010/2011. Peningkatan tersebut tejadi pada hasil menulis deskripsi peserta didik ddan juga aktivitas peserta didik selama proses pembelajaran. Peserta didik menjadi lebih aktif dan tertarik untuk belajar. Peserta didik juga belajar bagaimana bekerja sama dengan teman lain,bersosialisasi, dan bertukar pikiran dengan teman sebayanya.


(3)

commit to user

89

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Simpulan

Setelah melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) untuk meningkatkan keterampilan menulis deskripsi peserta didik kelas V MIN Mulur Sukoharjo dengan melaksanakan 2 siklus pembelajaran yang terdiri atas 4 kali pertemuan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Bahwa hipotesis yang diajukan pada penelitian ini telah terbukti. Penggunaan model pembelajaran kooperatif Kepala Bernomor Struktur dapat meningkatkan keterampilan menulis deskripsi peserta didik terutama mata pelajaran Bahasa Indonesia. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan hasil pembelajaran pratindakan nilai rata-rata kelas 58,6 dengan ketuntasan klasikal 33,3%. Pada siklus I menunjukkan nilai rata-rata kelas mencapai 72,45 dengan ketuntasan klasikal meningkat menjadi 69,9%. Pada siklus II nilai rata-rata kelas meningkat menjadi 75,58 dan ketuntasan kalsikal menjadi 80%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif Kepala Bernomor Struktur dapat meningkatkan keterampilan menulis deskripsi siswa kelas V MIN Mulur tahun pelajaran 2010/2011

B. Implikasi

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan selama 2 siklus yang terdiri atas 4 kali pertemuan, maka dapat diberikan suatu implikasi penelitian, sebagai berikut:

1. Implikasi Teoritis

Penelitian dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Kepala Bernomor struktur untuk meningkatkan keterampilan menulis deskripsi peserta didik kelas V MIN Mulur Sukoharjo terbukti telah mengalami peningkatan hasil belajar peserta didik, hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

Dalam menerapkan pembelajaran model kooperatif hendaknya guru dapat memilih tipe pembelajaran yang lebih bervariatif. Pembelajaran


(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

dengan menggunakan model kooperatif Kepala Bernomor Struktur merupakan salah satu variasi/tipe dalam cakupan model pembelajaran kooperatif. Dalam penerapannya, model kooperatif Kepala Bernomor struktur memiliki kelebihan-kelebihan dibanding pembelajaran kooperatif lainnya, diantaranya: 1) adanya tanggung jawab individu terhadap kelompok karena tugas didasarkan pada masing-masing nomor kepala yang dipakai siswa; 2) kerja sama antarkelompok lebih terjalin intens karena tugas yang diberikan bersifat berururtan sehingga siswa merasa memiliki tanggung jawab tersendiri pada tiap-tiap bagian tugas tersebut.

Selama proses pembelajaran guru harus selalu memperhatikan keadaan dan perilaku siswanya. Guru harus mengadakan pendekatan secara klasikal lebih-lebih pendekatan personal. Guru sebagai fasilitator sekaligus motivator harus memahami siswa mana saja yang membutuhkan bimbingan khusus dan pengarahan lebih. Hal tersebut dikarenakan mengingat tiap-tiap peserta didik memiliki sifat dan karakter yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain, sehingga perlu adanya tindakan khusus untuk mengatasinya.

Hasil rata-rata nilai peserta didik setelah menerapkan model pembelajaran kooperatif Kepala Bernomor Struktur meningkat. Hal ini menunjukkan adanya keberhasilan pembelajaran baik itu pada hasil maupun proses.

2. Implikasi Praktis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan oleh guru maupun calon guru dalam usaha meningkatkan kualitas pembelajaran atau untuk mengatasi kendala-kendala yang ada selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Berdasarkan temuan dan pembahasan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab IV, maka hasil dari penelitian ini dapat dijadikan acuan atau lebih dikembangkan oleh guru yang menghadapi permasalahan sama atau sejenis. Dengan memperhatikan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi pembelajaran, guru dapat memilih model pembelajaran inovatif yang efektif dan tepat guna meningkatkan hasil


(5)

commit to user

belajar khususnya pada keterampilan menulis deskripsi mata pelajaran Bahasa Indonesia.

C. Saran

Sehubungan dengan kesimpulan dan implikasi yang telah disajikan, ada beberapa saran yang dapat dijadikan sebagai bahan masukan, di antaranya:

1. Bagi Sekolah

Dalam rangka menambah wawasan guru dalam dunia kependidikan, hendaknya kepala sekolah secara aktif mengirimkan guru dalam setiap diskusi, seminar maupun kegiatan ilmiah lainnya. Sehingga dalam pembelajaran, guru dapat lebih inovatif, kretaif dan efektif menggunakan model pembelajaran untuk materi pelajaran yang dianggap sulit oleh peserta didik.

2. Bagi Guru

a) Hendaknya guru mengupayakan suatu rancangan atau persiapan

pembelajaran yang sistematis dan terarah pada setiap pembelajaran yang akan dilaksanakan, baik itu berupa persiapan Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), media pembelajaran, Lembar Kerja Siswa (LKS) dan evaluasi. Dengan begitu diharapkan proses maupun hasil pembelajaran berjalan sesuai dengan harapan dan tujuan yang ingin dicapai.

b) Guru hendaknya lebih banyak melibatkan peran peserta didik secara aktif dalam melaksanakan pembelajaran terutama pada pemebelajaran menulis, sehingga peserta didik dapat mengkonstruksikan sendiri pengetahuan mereka, lebih dapat berpikir luas dan pembelajaran berpusat pada siswa (student center), sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan motivator dalam pembelajaran.

c) Dalam melaksanakan setiap pembelajaran sebaiknya guru berusaha menerapkan pembelajaran yang inovatif dan menantang bagi peserta didik. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik memiliki pengalaman yang bermakana di setiap kegiatan belajarnya. Selain itu peserta didik


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

92

merasa tertarik dan termotivasi untuk mengikuti kegiatan pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara maksimal.

3. Bagi Peserta Didik

Peserta didik hendaknya selalu meningkatkan kreativitas,berpikir kritis, dan berpikir luas dalam setiap pembelajaran yang dilaksanakan, lebih-lebih dalam kompetensi menulis. Peserta didik harus meningkatkan kemampuan diri dengan berani berpendapat dan menyampaikan gagasan. Selain itu peserta didik harus berperan aktif di setiap pembelajaran baik itu secara individu lebih-lebih pada pembelajaran yang bersifat kooperatif atau kelompok.

4. Bagi Peneliti Lain

Bagi peneliti lain yang ingin mengadakan penelitian pada permasalahan dan pokok pembahasan yang sama hendaknya lebih memperhatikan kekurangan dan kelemahan pada penelitian ini sehingga dapat ditingkatkan dan menghasilkan temuan penelitian yang lebih baik lagi.


Dokumen yang terkait

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur dalam meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa SMPN 3 kota Tangerang selatan

1 12 173

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS DESKRIPSI MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS V

0 4 47

PENINGKATAN KEMAMPUAN MATERI PECAHAN DALAM MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STRUKTURAL DENGAN TEKNIK MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS V SD N JETIS 04 SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2010 2011

32 221 102

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA RUMPANG DENGAN MENGGUNAKAN MODEL KOOPERATIF TIPE KANCING GEMERINCING PADA SISWA KELAS IV SDN MANCASAN 4 KECAMATAN BAKI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2010 2011

2 27 82

PENINGKATAN PENGUASAAN BANGUN DATAR MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA SISWA KELAS V SD NEGERI NGRECO 05 SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2011

0 2 205

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS AKSARA JAWADENGAN MENGGUNAKAN MODEL KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES Peningkatan Keterampilan Menulis Aksara Jawadengan Menggunakan Model Kooperatif Tipe Teams Games Tournament Pada Peserta Didik Kelas III SD Negeri Kragilan

0 1 16

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS AKSARA JAWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES Peningkatan Keterampilan Menulis Aksara Jawadengan Menggunakan Model Kooperatif Tipe Teams Games Tournament Pada Peserta Didik Kelas III SD Negeri Kragilan

0 2 12

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STRUCTURE NUMBERED HEADS PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI.

0 2 18

MODEL PEMBELAJARAN KEPALA BERNOMOR STRUKTUR

0 0 5

PENGARUH PENDEKATAN KONTEKSTUAL TIPE-MODELING TERHADAP KETERAMPILAN MENULIS PUISI PESERTA DIDIK KELAS V MIN SEPABATU KAB.POLEWALI MANDAR

0 0 131