PENINGKATAN KEMAMPUAN MATERI PECAHAN DALAM MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STRUKTURAL DENGAN TEKNIK MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS V SD N JETIS 04 SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2010 2011

(1)

commit to user

PENINGKATAN KEMAMPUAN MATERI PECAHAN DALAM MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE STRUKTURAL DENGAN TEKNIK MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS V SD N JETIS 04 SUKOHARJO

TAHUN PELAJARAN 2010/2011

(Penelitian Tindakan Kelas)

SKRIPSI

Oleh

HUDZAIFAH NOOR K7107006

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

commit to user i

PENINGKATAN KEMAMPUAN MATERI PECAHAN DALAM MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE STRUKTURAL DENGAN TEKNIK MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS V SD N JETIS 04 SUKOHARJO

TAHUN PELAJARAN 2010/2011

Oleh :

HUDZAIFAH NOOR K7107006

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(3)

commit to user ii PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul :

Peningkatan Kemampuan Materi Pecahan Dalam Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Struktural Dengan Teknik Make A Match pada Siswa Kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011

Oleh :

Nama : Hudzaifah Noor

NIM : K7107006

Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pada Hari :

Tanggal :


(4)

commit to user iii


(5)

commit to user iv ABSTRAK

Hudzaifah Noor. Peningkatan Kemampuan Materi Pecahan Dalam Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Struktural Dengan Teknik Make A Match pada Siswa Kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Mei, 2011.

Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk meningkatkan kemampuan materi pecahan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural dengan teknik make a match pada siswa kelas V SD N 04 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011, (2) Untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran matematika dalam kemampuan materi pecahan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural dengan teknik make a match pada siswa kelas V SD N 04 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011.

Bentuk penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas dengan model siklus. Tiap siklusnya terdiri dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Penelitian ini terdiri atas 2 siklus. Siklus I terdiri atas 2 pertemuan, begitu juga dengan siklus II juga terdiri atas 2 pertemuan. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan teknik observasi, dokumentasi dan tes. Teknik analisis data yang digunakan adalah dengan melakukan deskripsi secara kualitatif. Pada penelitian ini, guru melaksanakan pembelajaran dan peneliti berperan sebagai pengamat. Sumber data yang digunakan berupa tes, dokumentasi dan observasi.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif teknik make a match dapat meningkatkan kemampuan materi pecahan dalam matematika dan dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran dalam penguasaan materi pecahan siswa kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011. Hal ini terbukti pada kondisi awal sebelum dilaksanakan tindakan nilai rerata siswa 49,71 dengan persentase ketuntasan klasikal 7,14%, siklus I nilai rerata kelas mencapai 72,78 dengan persentase ketuntasan klasikal 64,28% dan siklus II nilai rerata siswa mencapai 81,64 dengan persentase ketuntasan klasikal 78,57%. Selain itu, kualitas proses pembelajaran juga mengalami peningkatan, yaitu dengan ditunjukkan dengan peningkatan kinerja guru dan aktivitas siswa dalam pembelajaran. Yaitu pada kondisi awal rerata kinerja guru sebesar 1,92, siklus I rerata kinerja guru sebesar 2,91 dan pada siklus II meningkat menjadi 3,75. Sedangkan rerata aktivitas siswa pada kondisi awal sebesar 2,42 kemudian siklus I sebesar 3,28 dan meningkat menjadi 4,49 pada siklus II. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik make a match mampu meningkatkan kemampuan materi pecahan siswa dan mampu meningkatkan kualitas proses pembelajaran dalam penguasaan materi pecahan siswa kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011.


(6)

commit to user v ABSTRACT

Hudzaifah Noor. Increasing Fraction Of Material Ability in Math From Using Cooperative Learning Model of Structural Tipe Make A Match Tecnique For Students 5TH Elementary School of SD N JETIS 04 SUKOHARJO in Academic Year 2010/2011. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty. Sebelas Maret Surakarta, May, 2011.

The Purpose of this research is (1) to increase the ability of the material fractions by using models of cooperative learning struktural tipe make a match

tecnique for childrens 5TH elementary school of SD N Jetis 04 Sukoharjo in academic year 2010/2011, (2) for increase the quality of the learning process of mathematics in the mastery of fractions by using a model of cooperative learning techniques make a match for childrens 5TH elementary school of SD N Jetis 04 Sukoharjo in academic year 2010/2011.

The shape of this research is Class Action Research with cycles model. Each cycle consists of planning, implementation, observation, and reflection. The study consisted of 2 cycles. Cycle I consists of two meetings, as well as the second cycle also consists of two meetings. Techniques of data collection is carried out with the technique of observation, documentation and testing. Data analysis technique used is to conduct a qualitative description. In this study, teachers carry out teaching and research role as observer. Sources of data used in the form of tests, documentation and observation.

The results of this study indicate that the model of cooperative learning techniques make a match to improve the ability of the material fractions in mathematics and to improve the quality of the learning process in students 5TH elementary school of SD N Jetis 04 Sukoharjo in Academic Year 2010/2011. This is evident in the initial conditions prior to the act of a mean value of 49.71 students with classical completeness percentage 7,14%, first cycle average value of 72,78 with a percentage grade achieved mastery classical cycle II 64.28% and the average value of students reached 81, 64 with 78.57% percentage of classical completeness. In addition, the quality of the learning process is also increasing, which is indicated by improved performance by teachers and students in learning activities. Teacher performance in initial conditions by 1,92. And than in cycle I mean the performance of teachers amounted to 2.91 and on the second cycle increases to 3.75. While the average student activity in the initial coditions by 2,42 and than the first cycle of 3.28 increased to 4.49 on the second cycle. Thus, it can be concluded that learning math by using the model of cooperative learning of make a match techniques is able to improve students 'fraction material and can improve the quality of the learning process in students 5TH elementary school of SD N Jetis 04 Sukoharjo in Academic Year 2010/2011.


(7)

commit to user vi MOTTO

Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua. (Aristoteles)

Ketergesaan dalam setiap usaha membawa kegagalan. (Herodotus )

Hitung dan pertimbangkanlah suatu keputusan, sebelum kamu menyesal dan menangisi keputusanmu itu. (penulis)


(8)

commit to user vii PERSEMBAHAN

Dengan Menyebut Nama Allah SWT teriring doa dan ungkapan syukur Alhamdulillah, Kupersembahkan karya sederhana ini kepada :

Pembaca pada umumnya

Semoga karya ini bermanfaat dan memberikan wawasan dan pengetahuan yang positif

Segenap Keluarga Besar PGSD FKIP UNS

Tempatku menimba ilmu kependidikan


(9)

commit to user viii KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi dengan Judul

“Peningkatan Kemampuan Materi Pecahan Dalam Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Struktural Dengan Teknik Make A Match Pada Siswa Kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011” ini diajukan untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis mengalami beberapa hambatan, namun berkat bantuan dari berbagai pihak maka hambatan ini dapat diatasi. Oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada :

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. Rusdiana Indianto.M.Pd selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Drs. Kartono, M.Pd. selaku Ketua Program Studi PGSD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Prof. Dr. St. Y. Slamet, M. Pd. selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan proposal ini.

5. Drs. Sutijan, M. Pd. selaku Pembimbing II yang telah memberikan dorongan, semangat dan bimbingan dalam penyusunan proposal ini.

6. Keluarga besar SD Negeri Jetis 04 Sukoharjo yang telah memberikan semangat dan dukungan dalam penelitian.

7. Serta pihak-pihak terkait yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Disadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan dapat menjadi bahan bacaan yang menarik dan mudah dipahami.

Surakarta, Juni 2011 Penulis


(10)

commit to user

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PERSETUJUAN ...ii

HALAMAN PENGESAHAN ...iii

ABSTRAK ...iv

ABSTRACT ...v

HALAMAN MOTTO ...vi

HALAMAN PERSEMBAHAN...vii

KATA PENGANTAR ...viii

DAFTAR ISI ...ix

DAFTAR TABEL ...xii

DAFTAR GAMBAR ...xiv

DAFTAR LAMPIRAN ...xvi

BAB I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ...1

B.Perumusan Masalah ...4

C.Tujuan Penelitian ...5

D.Manfaat Penelitian ...5

BAB II. KAJIAN TEORI DAN RUMUSAN HIPOTESIS A.Kajian Teori ...6

1. Hakekat Kemampuan Materi Pecahan Dalam Matematika ...6

a. Pengertian Kemampuan ...6

b. Pengertan Matematika ...6

c. Pengertian Pecahan ...8

d. Macam-macam Pecahan ...10

e. Perkalian Berbagai Bentuk Pecahan ...11

f. Pembagian Berbagai Bentuk Pecahan ...12

2. Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Make a Match ...15

a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif ...15


(11)

commit to user

x

c. Tujuan Pembelajaran Kooperatif ...17

d. Unsur-unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif ...17

e. Fase-fase Model Pembelajaran Kooperatif ...18

f. Metode Pembelajaran kooperatif ...19

g. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kooperatif ...20

h. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Teknik Make a Match...21

i. Langkah Pembelajaran Kooperatif Teknik Make a Match ...21

j. Keungulan dan Kelemahan Teknik Make a Match ...23

k. Penerapan Teknik Make A Match Dalam Matematika ...24

l. Pengertian Pembelajaran ...24

m.Pembelajaran Yang Berkualitas ...25

B.Penelitian Yang Relevan ...29

C.Kerangka Berpikir ...30

D.Hipotesis ...32

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A.Tempat dan Jadwal Penelitian ...33

1. Tempat Penelitian ...33

2. Jadwal Penelitian ...33

B.Metode Penelitian ...34

C.Bentuk Penelitian ...34

D.Subjek Penelitian ...37

E.Sumber Data...37

F. Teknik Pengumpulan Data ...37

G.Validitas Data...39

H.Teknik Analisis Data...40

I. Indikator Kinerja ...41

J. Prosedur Penelitian ...41

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Deskripsi Lokasi Penelitian ...45

B.Deskripsi Kondisi Awal ...46


(12)

commit to user

xi

D.Temuan dan Pembahasan Hasil penelitian ...69

BAB V. KESIMPULAN,IMPLIKASI DAN SARAN A.Kesimpulan ...81

B.Implikasi ...83

C.Saran ...84

DAFTAR PUSTAKA ...85


(13)

commit to user

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Fase-fase Model Pembelajaran Kooperatif ...18 Tabel 2. Jadwal Penelitian...34 Tabel 3. Daftar Nilai Kemampuan Materi Pecahan Siswa Kelas V Pada

Kondisi awal...46 Tabel 4. Data Kemampuan Materi Pecahan Siswa Kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo Pada Kondisi Awal ...47 Tabel 5. Nilai Kemampuan Materi Pecahan Siswa Kelas V Pertemuan 1

Siklus I ...56 Tabel 6. Data Nilai Kemampuan Materi Pecahan Siswa Pada Pertemuan 2 Siklus I ...57 Tabel 7. Data Perkembangan Kemampuan Materi Pecahan Siswa Pada

Siklus I ...59 Tabel 8. Data Nilai Kemampuan Materi Pecahan Siswa Pada Pertemuan 1 Siklus II ...66 Tabel 9. Data Nilai Kemampuan Materi Pecahan Siswa Pada Pertemuan 2 Siklus II ...67 Tabel 10. Data Perkembangan Kemampuan Materi Pecahan Siswa Pada

Siklus II ...68 Tabel 11. Data Kemampuan Materi Pecahan Siswa Kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo Pada Kondisi Awal ...69 Tabel 12. Data Frekuensi Kemampuan Materi Pecahan Siswa Kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo pada Siklus I ...70 Tabel 13. Data Frekwensi Kemampuan Materi Pecahan Siswa Kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo pada Siklus II ...72 Tabel 14. Rekapitulasi Peningkatan Kemampuan Materi Pecahan Siswa

Kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo Tahun pelajaran 2010/2011 ...73 Tabel 15. Kinerja Guru dan Aktivitas Siswa Kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo Pada Kondisi Awal ...74


(14)

commit to user

xiii

Tabel 16. Kinerja Guru Kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo pada Siklus I ...75 Tabel 17. Kinerja Guru Kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo pada Siklus II ...75 Tabel 18. Rekapitulasi Kinerja Guru Kelas V SD N Jetis 04

Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011 ...75 Tabel 19. Aktivitas Siswa Kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo pada Siklus I ...78 Tabel 20. Aktivitas Siswa Kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo pada Siklus II ...78 Tabel 21. Rekapitulasi Aktivitas Siswa Kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo


(15)

commit to user

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir ...31 Gambar 2. Diagram Langkah Pelaksanaan Penelitian ...36 Gambar 3. Komponen Analisis Data ...41 Gambar 4. Grafik Nilai Prasiklus ( kondisi awal ) Kemampuan Materi

Pecahan siswa Kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo ...47 Gambar 5. Grafik Nilai Kemampuan Pecahan Siswa Pada Pertemuan 1

Siklus I ...56 Gambar 6. Grafik Nilai Kemampuan Pecahan Siswa Pada Pertemuan 2

Siklus I ...58 Gambar 7. Grafik Nilai Kemampuan Pecahan Siswa Pada Pertemuan 1

Siklus II ...66 Gambar 8. Grafik Nilai Kemampuan Pecahan Siswa Pada Pertemuan 2

Siklus II ...67 Gambar 9. Grafik Nilai Prasiklus ( kondisi awal ) Kemampuan Materi

Pecahan Siswa Kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo ...70 Gambar 10. Grafik Nilai Kemampuan Materi Pecahan Siswa Kelas V

SD N Jetis 04 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011 ...71 Gambar 11 Grafik Nilai Kemampuan Materi Pecahan. Siswa Kelas V

SD N Jetis 04 Sukoharjo Pada Siklus II ...72 Gambar 12. Grafik Rekapitulasi Peningkatan Kemampuan Materi Pecahan Siswa Kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011 ...73 Gambar 13. Grafik Kinerja Guru dan Aktivitas Siswa Kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo Pada Kondisi Awal ...74 Gambar 14. Grafik Kinerja Guru dan Aktivitas Siswa Kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo Pada Siklus I ...75 Gambar 15. Grafik Kinerja Guru dan Aktivitas Siswa Kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo Pada Siklus II ...76 Gambar 16. Grafik Kinerja daan Aktivitas Siswa Kelas V SD N Jetis 04


(16)

commit to user

xv

Gambar 17. Grafik Aktivitas Siswa Kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo

pada Siklus I ...78 Gambar 18. Grafik Aktivitas Siswa Kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo

pada Siklus II...79 Gambar 19. Grafik Rekapitulasi Aktivitas Siswa Kelas V SD N Jetis 04

Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011 ...79 Gambar 20. Siswa Mencoba Menemukan Jawaban dari Kartu Soal Yang

Diberikan Oleh Guru ...176 Gambar 21. Siswa Berhasil Menemukan Pasangan Dari Kartu Soal /

Kartu Jawaban ...176 Gambar 22. Siswa Yang Berhasil Menemukan Pasangan Dari Kartu Soal /

Dari Kartu Jawabannya Melapor Pada Guru ...177 Gamabr 23. Siswa Berdiskusi Dengan Pasangannya Mengenai Penyelesaian Dari Kartu Soal/Kartu Jawaban Yang Di Dapatnya ...177 Gambar 24. Siswa Berdiskusi Dengan Pasangannya Mengenai Penyelesaian Dari Kartu Soal/Kartu Jawaban Yang Di Dapatnya ...178 Gambar 25. Siswa Beserta Pasangannya Mempresentasikan Hasil Diskusi...178 Gamabr 26. Siswa Memperhatikan Presentasi Dari Pasangan Siswa

Yang Lain ...179 Gambar 27. Guru Memberikan Reward Pada Siswa Yang Berhasil

Menyelesaikan Tugas Dengan Baik ...179 Gambar 28. Siswa Mengajukan Pertanyaan Kepada Guru ...180 Gambar 29. Siswa Mencatat Hasil Presentasi Dari Semua Siswa ...180


(17)

commit to user

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Silabus ...80

Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I...82

Lampiran 3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ...96

Lampiran 4. Pedoman Wawancara Guru Sebelum Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Make a Match ...110

Lampiran 5. Lembar Observasi Kinerja Guru pada Kondisi Awal (pertemuan 1) ...113

Lampiran 6. Lembar Observasi Kinerja Guru pada Kondisi Awal (pertemuan 2) ...116

Lampiran 7. Lembar Observasi Kinerja Guru Pertemuan 1 Siklus I ...119

Lampiran 8. Lembar Observasi Kinerja Guru Pertemuan 2 Siklus I ...122

Lampiran 9. Lembar Observasi Kinerja Guru Pertemuan 1 Siklus II ...125

Lampiran 10. Lembar Observasi Kinerja Guru Pertemuan 2 Siklus II ...128

Lampiran 11. Lembar Observasi Keaktifan Siswa Kondisi Awal (Pertemuan 1) ...131

Lampiran 12 Lembar Observasi Keaktifan Siswa Kondisi Awal (pertemuan 2) ...135

Lampiran 13. Lembar Observasi Keaktifan Siswa Dalam Pembelajaran Pertemuan 1 Siklus I ...140

Lampiran 14. Lembar Observasi Keaktifan Siswa Dalam Pembelajaran Pertemuan 2 Siklus I ... I44 Lampiran 15. Lembar Observasi Keaktifan Siswa Dalam Pembelajaran Pertemuan 1 Siklus II ...148

Lampiran 16. Lembar Observasi Keaktifan Siswa Dalam Pembelajaran Pertemuan 2 Siklus II ...152

Lampiran 17. Evaluasi Siklus I Pertemuan 1 ...156

Lampiran 18. Evaluasi Siklus I Pertemuan 2 ...158

Lampiran 19. Evaluasi Siklus II Pertemuan 1 ...160


(18)

commit to user

xvii

Lampiran 21. Perolehan Nilai Kemampuan Pecahan Siswa Kondisi Awal Tanpa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Teknik

Make A Match ...164 Lampiran 22. Perolehan Nilai Kemampuan Pecahan Siswa Pertemuan 1

Siklus I Dengan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif

Teknik Make A Match ...165 Lampiran 23. Perolehan Nilai Kemampuan Pecahan Siswa Pertemuan 2

Siklus I Dengan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif

Teknik Make A Match ...166 Lampiran 24. Perolehan Nilai Kemampuan Pecahan Siswa Siklus I

Dengan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif

Teknik Make A Match ...167 Lampiran 25. Perolehan Nilai Kemampuan Pecahan Siswa Pertemuan 1

Siklus II Dengan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Make A Match ...168 Lampiran 26. Perolehan Nilai Kemampuan Pecahan Siswa Pertemuan 2

Siklus II Dengan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Make A Match ...169 Lampiran 27. Perolehan Nilai Kemampuan Pecahan Siswa Siklus II

Dengan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif


(19)

commit to user

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut Undang-Undang RI Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1), pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sebagaimana yang tercantum pada UUD 1945 pasal 31 ayat 1 bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran. Pengajaran ditujukan untuk mengembangkan sumber daya manusia berkualitas sebagai generasi penerus bangsa.

Ada banyak faktor pendukung untuk keberhasilan suatu proses pendidikan, misalnya kurikulum yang solit, tenaga pendidik yang profesional, sarana pendidikan yang lengkap, suasana belajar yang tenang, tingkat intelegensi siswa yang diatas rata-rata dan lain-lain (http://www.psb-psma.org/). Guru sebagai tenaga pendidik harus menguasai prinsip-prinsip pembelajaran supaya tujuan dari pembelajaran dapat dicapai, mulai dari perencanaan pembelajaran sampai evaluasi. Dalam perencanaan yang baik, guru harus pandai memilih dan menentukan model, teknik serta metode yang sesuai dengan karakteristik pelajaran. Ketepatan pemilihan model, teknik serta metode yang digunakan, akan membawa dampak positif terhadap kualitas pembelajaran, terutama untuk pelajaran yang dirasa sulit bagi siswa seperti mata pelajaran matematika. Selama ini matematika dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit yang harus dipelajari oleh setiap siswa, karena matematika adalah sarana untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari- hari. Oleh karena itu, kesulitan belajar matematika harus diatasi sedini mungkin, jika tidak siswa akan mengalami berbagai masalah karena hampir semua bidang studi memerlukan matematika yang sesuai.


(20)

commit to user

Dewasa ini, guru dituntut lebih kreatif dan inovatif untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran yang melibatkan siswa secara maksimal dan turut berpartisipasinya siswa dalam pembelajaran adalah satu dari berbagai aspek yang dituntut dalam suatu pembelajaran. Walaupun demikian, tidak jarang masih dijumpai guru yang masih mempertahankan cara lama dalam pembelajarannya, yaitu dengan tetap setia pada model pembelajaran konvensional atau ceramah. Misalnya pada mata pelajaran matematika, biasanya guru menjelaskan materi secara panjang lebar dan siswa hanya mendengarkannya. Jadi, pembelajaran hanya terjadi satu arah saja yaitu dari guru ke siswa. Padahal banyak model pembelajaran yang dapat diterapkan pada mata pelajaran matematika di antaranya dengan model pembelajaran kontekstual, model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran kuantum, model pembelajaran terpadu, dan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning).

Fenomena mendarahdagingnya model pembelajaran konvensional (ceramah) juga terjadi di SD N Jetis 04 Sukoharjo. Berdasarkan wawancara penulis dengan guru kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo mengenai pembelajaran matematika di SD tersebut terutama materi pecahan, ternyata kemampuan materi pecahan para siswa rendah. Dari 14 siswa di kelas tersebut, hanya seorang siswa yang mampu mencapai KKM (70) dan rerata kelas hanya mencapai 49,71.

Untuk identifikasi lebih lanjut, peneliti melakukan wawancara dengan beberapa siswa SD tersebut mengenai pembelajaran matematika yang diajarkan guru selama ini. Dari hasil wawancara dapat diketahui bahwa para siswa kurang termotivasi mengikuti pembelajaran menulis karena pembelajaran yang diberikan guru selama ini masih bersifat konvensional dan berjalan secara monoton tanpa ada variasi metode dan teknik pembelajaran yang diberikan. Menurut mereka, metode dan teknik pembelajaran yang digunakan guru selama ini kurang inovatif karena dalam kegiatan pembelajaran guru menggunakan metode ceramah saja, sedangkan siswa disuruh mengerjakan soal yang terdapat dalam buku teks yang dimiliki guru atau lembar kerja siswa (LKS). Oleh sebab itulah, pembelajaran menulis di kelas selama ini dirasakan membosankan atau menjenuhkan.


(21)

commit to user

Dari hasil ulangan dapat diketahui bahwa siswa yang mendapat nilai 70 ke atas hanya berjumlah 1 orang, sedangkan sisanya sebanyak 13 siswa mendapat nilai 50 ke bawah. Nilai terendah yang diperoleh siswa adalah nilai 15. Berdasarkan hal ini dapat diketahui bahwa siswa yang telah mencapai ketuntasan belajar hanya seorang siswa sedangkan yang lain (sebanyak 13 siswa) belum mencapai ketuntasan belajar. Hal ini dapat memperkuat bukti bahwa kemampuan materi pecahan siswa masih rendah.

Rendahnya kemampuan materi pecahan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kurangnya motivasi siswa dalam pembelajaran, kurangnya penggunaan media pembelajaran, rendahnya kreatifitas guru untuk menciptakan inovasi-inovasi penggunaan model-model pembelajaran, tidak tepatnya pemilihan metode pembelajaran, lingkungan sekolah yang kurang kondusif, teknik penilaian yang tidak tepat, soal tes yang kurang valid serta keadaan jasmani dan rohani siswa yang kurang mendukung.

Berdasarkan berbagai permasalahan yang telah diungkapkan di atas terkait dengan rendahnya kemampuan materi pecahan siswa, peneliti bersama guru berdiskusi untuk mengatasi permasalahan dalam pembelajaran materi pecahan dalam matematika pada siswa kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo. Dari diskusi tersebut diharapkan mampu meningkatkan kemampuan materi pecahan siswa, yakni guru harus menerapkan teknik pembelajaran yang berbeda dari teknik sebelumnya. Lebih lanjut, guru dan peneliti menemukan satu tindakan dari penjabaran teknik pembelajaran yang sebelumnya telah dibicarakan. Penerapan tindakan ini diharapkan mampu meningkatkan kemampuan materi pecahan siswa. Tindakan yang dimaksud adalah dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe struktural dengan teknik make a match. Dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe struktural dengan teknik make a match ini, pembelajaran akan lebih menyenangkan dan siswa lebih antusias untuk mengikuti pembelajaran, sehingga siswa akan lebih memahami materi pelajaran, lebih aktif dalam pembelajaran sehingga kemampuan materi pecahan dan kualitas pembelajaran matematika akan meningkat juga. Hal ini karena model pembelajaran kooperatif tipe struktural dengan teknik make a match


(22)

commit to user

pembelajaran seperti pembelajaran-pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konvensional.

Dengan demikian, model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai alternatif guna meningkatkan kemampuan materi pecahan, khususnya pada siswa kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo.

Dan dalam penelitian ini penulis menetapkan judul “PENINGKATAN

KEMAMPUAN MATERI PECAHAN DALAM MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STRUKTURAL DENGAN TEKNIK MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS V SD N JETIS 04 SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2010/2011” sebagai judul dalam penelitian ini. Agar penelitian ini terarah pada masalah yang diteliti, maka penelitian ini peneliti membatasi pada tiga aspek, yaitu: masalah yang diteliti adalah kemampuan materi pecahan dalam matematika, model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran kooperatif tipe struktural dengan teknik make a match, dan siswa yang diteliti adalah siswa kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011 berjumlah 14 siswa.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah penulis sampaikan sebelumnya, maka rumusan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. “Apakah melalui model pembelajaran kooperatif tipe struktural dengan teknik

make a match dapat meningkatkan kemampuan materi pecahan pada siswa kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo tahun pelajaran 2010/2011?”.

2. “Apakah model pembelajaran kooperatif tipe struktural dengan teknik make a match dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran matematika dalam kemampuan materi pecahan pada siswa V SD N Jetis 04 Sukoharjo Tahun


(23)

commit to user C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. untuk meningkatkan kemampuan materi pecahan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural dengan teknik make a match pada siswa kelas V SD N 04 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011.

2. untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran matematika dalam kemampuan materi pecahan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural dengan teknik make a match pada siswa kelas V SD N 04 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai alternatif dalam mengembangkan kemampuan mengajar matematika pada materi pecahan. Secara rinci manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut ini.

1. Manfaat teoritis

a. Penelitian ini disusun dengan harapan dapat menjadi acuan bagi penelitian yang terkait di masa yang akan datang.

b. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan dalan mengembangkan ilmu pengetahuan, khususnya mengenai peningkatan kemampuan penguasaan materi pecahan dalam matematika.

2. Manfaat praktis

a. Bagi siswa, yaitu sebagai berikut:

Meningkatnya kemampuan materi pecahan dalam matematika. b. Bagi guru, yaitu sebagai berikut:

Dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mengajar matematika dengan menggunakan model kooperatif tipe struktural dengan teknik make a match.

c. Bagi sekolah, yaitu:

Hasil penelitian ini sebagai sumbangan yang bermanfaat dalam rangka perbaikan kualitas proses pembelajaran matematika dalam kemampuan materi pecahan.


(24)

commit to user

6

BAB II

KAJIAN TEORI DAN RUMUSAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori

1. Hakikat Kemampuan Materi Pecahan Dalam Matematika

a. Pengertian Kemampuan

Menurut Robbins dalam http://digilib.petra.ac.id/ , 23 Maret 2011, kemampuan adalah kecakapan atau potensi menguasai hal tertentu. Kemampuan tersebut terdiri dari kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Selain itu, menurut Davis http://digilib.petra.ac.id/, 23 Maret 2011 kemampuan terdiri dari kemampuan potensi IQ dan kemampuan reality yaitu pengetahuan dan keterampilan.

Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah kecakapan atau kesanggupan seseorang dalam melakukan atau menguasai suatu hal tertentu.

b. Pengertian Matematika

Menurut Ruseffendi dalam Heruman (2007: 1), matematika adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat dan akhirnya ke dalil. Senada dengan pendapat tersebut, menurut Johnson dan Myklebust dalam Mulyono Abdurahman (2003: 252), matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir.

James dan James dalam Idarufaidah (http://blog.math.uny.ac.id/, 17 Maret 2011) menyatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri.


(25)

commit to user

Menurut Roberte., Reys., Marilyn, N., Suydam, Mary M., Lindquist., Nancy, L., & Smith (1996: 2), mathematics is a study of patterns and relationships. Children need to become aware of recurring ideas and of relationship and adeas procide a unifying thread troughout the curriculum, because each topic is interwoven with others thst hsve preceded it. Childrens must come to see how one idea is like or unlike others already learned. Matematika adalah studi tentang pola dan hubungan, para anak-anak (siswa) perlu menyadari gagasan ide yang berulang dan berhubungan dalam sebuah satuan kurikulum.

Menurut Lerner dalam Mulyono Abdurahman (2003:252), matematika adalah bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide-ide mengenai elemen dan kuantitas. Sedangkan menurut Kline dalam Mulyono Abdurahman (2003: 252), matematika merupakan bahasa simbolis dan ciri utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi juga tidak melupakan cara bernalar induktif.

Menurut Reys dalam Erman Suherman dan Udin S. Winataputra (1992:120) matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola pikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat. Sedangkan menurut Paling dalam Mulyono Abdurahman (2003: 252) matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia; suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia; suatu cara menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, menggunakan pengetahuan tentang menghitung dan yang terpenting adalah memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan-hubungan. Seiring dengan pendapat tersebut, menurut Johnson dan Rising dalam Erman Suherman dan Udin S. Winataputera (1992: 120) adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik.

Dari pendapat para ahli tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika adalah bahasa simbol, pola berpikir dan bahasa universal yang memiliki objek tujuan abstrak yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide-ide untuk memecahkan masalah yang dihadapi manusia. Dengan mempelajari matematika berarti kita telah menyiapkan diri untuk menghadapi berbagai keadaan dan masalah yang ada di kehidupan sehari-hari. Hal ini karena matematika memberikan kontribusi yang besar pada kita sebagai manusia


(26)

commit to user

yang tidak lepas dari berbagai permasalahan dalam keseharian. Matematika juga sebagai ilmu yang menjadi dasar dari perkembangan ilmu yang lainnya. Matematika tumbuh dan berkembang karena proses berpikir, oleh karena itu logika adalah dasar terbentuknya matematika.

Menurut Nyimas Aisyah ( 2007: 1-5), tujuan matematika di Sekolah Dasar adalah agar siswa memiliki 5 kemampuan: 1). Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. 2). Menggunakan penalaran pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3). Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4). Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5). Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu mempunyai rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

c. Pengertian Pecahan

Menurut ST. Negoro dan Harahap (1998: 160), pecahan adalah bilangan yang menggambarkan bagian dari keseluruhan, bagian dari suatu daerah, bagian dari suatu benda, atau bagian dari suatu himpunan. Senada dengan pendapat di atas, Muchtar A. Karim (1998:6.4) mengemukakan bahwa pecahan adalah perbandingan bagian yang sama terhadap keseluruhan dari sutau benda atau himpunan bagian yang sama terhadap keseluruhan dari suatu himpunan terhadap himpunan semula. Maksud

dari “perbandingan bagian yang sama terhadap keseluruhan dari suatu benda” yaitu

apabila suatu benda dibagi menjadi beberapa bagian yang sama, maka perbandingan itu menciptakan lambang dasar suatu pecahan. Sedangkan maksud dari “himpunan bagian yang sama terhadap keseluruhan dari suatu himpunan semula” adalah sutu himpunan dibagi atas himpunan bagian yang sama, maka perbandingan setiap himpunan bagian yang sama itu terhadap keseluruhan himpunan semula akan menciptakan lambang dasar suatu pecahan.

Menurut Sulis Sutrisna (2006: 14), pecahan adalah sesuatu yang tidak utuh, yang mempunyai jumlah kurang atau lebih utuh. Seiring dengan pendapat tersebut, Heruman (2008: 1) mengemukakan bahwa pecahan dapat diartikan sebagai bagian


(27)

commit to user

dari sesuatu yang utuh. Misalnya dalam ilustrasi gambar, bagian yang dimaksud adalah bagian yang diperhatikan, yang biasanya ditandai dengan arsiran. Bagian inilah yang dinamakan pembilang. Sedangkan bagian yang utuh adalah bagian yang dianggap sebagai penyebut.

Seiring dengan pendapat di atas, Riedesel, Scwartz dan Clement (1996: 218) mengemukakan bahwa a fraction consists of an ordered pair of integers symbolized by a/b or more conventionally, by

b a

in which the first or top integer is called the numerator and the second or bottom integer is called the denominator.

Selaras dengan pendapat di atas, John Bird (2004: 6) mengemukakan bahwa ketika 2 dibagi dengan 3, kita dapat menulisnya dengan

3

2atau 2/3.

3

2 disebut

pecahan. Bilangan 2 di atas garis disebut pembilang dan bilangan 3 di bawah garis disebut penyebut. Jika nilai pembilang lebih kecil daripada nilai penyebut, pecahan itu disebut pecahan wajar (proper fraction). Sedangkan jika pembilang lebih besar dari penyebut maka pecahan itu disebut pecahan tidak wajar (improper fraction), misalnya pada bilangan 7/3. Pecahan tidak wajar disebut juga pecahan campuran. Dengan demikian, bilangan pecahan tidak wajar 7/3 sama dengan bilangan pecahan campuran 2

3 1.

Dari beberapa pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa pecahan adalah bilangan yang menggambarkan bagian dari himpunan, yang merupakan perbandingan bagian yang sama terhadap keseluruhan dari sesuatu yang tidak utuh yang mempunyai jumlah kurang atau lebih dari utuh yang dilambangkan dengan a/b atau

b

a , a disebut dengan pembilang dan b disebut penyebut, a dan b


(28)

commit to user d. Macam-Macam Pecahan

Berbagai macam pecahan adalah sebagai berikut ini: 1) Pecahan biasa

Menurut Y. D. Sumanto., Heny Kusumawati & Nur Aksin (2008: 107), pecahan biasa yaitu bilangan pecahan yang terdiri dari pembilang dan penyebut saja. Misalnya pada bilangan pecahan3/4, 2/5, 1/3dan sebagainya.

Senada dengan pendapat tersebut, Sulis Sutrisna (2006: 15)

mengemukakan, pecahan biasa adalah pecahan yang dapat dinyatakan dengan pembilang per penyebut. Bilangan pecahan biasa disebut dengan bilangan pecahan murni. Contohnya 1/3, 2/3, 7/3, dan sebagainya. Sedangkan pecahan campuran adalah bilangan pecahan yang terdiri dari bilangan utuh ditambah pembilang per penyebut. Contohnya 2

3 1, 5

7

5,dan seterusnya.

2). Desimal

Menurut Y. D. Sumanto., Heny Kusumawati & Nur Aksin (2008: 107), sistem bilangan desimal didasarkan pada bilangan 0 hingga 9. Bilangan seperti 53,17 disebut dengan pecahan desimal. Semua koma desimal memisahkan bagian bilangan bulat, yaitu 53 dari bagian pecahan yaitu 0,17. Sedangkan menurut Sulis Sutrisna (2006: 16), pecahan desimal adalah bilangan pecahan yang diperoleh dari hasil pembagian suatu bilangan dengan bilangan sepuluh, seratus, seribu, dan seterusnya. Contohnya

100

25 jika dinyatakan dalam pecahan desimal menjadi 0,25.

3). Persentase (persen)

Menurut Sulis Sutrisna (2006: 16), persen mempunyai arti per seratus atau dibagi seratus. Jadi bilangan persen adalah suatu bilangan yang dibagi dengan seratus dan dilambangkan dengan %. Seiring pendapat Sulis Sutrisna tersebut, Aksin Nur (2008: 108) mengungkapkan bahwa persentase digunakan untuk menyatakan suatu standar yang umum dan merupakan pecahan dengan penyebut 100. Sebagai contoh, 25 persen berarti

100


(29)

commit to user e. Perkalian Berbagai Bentuk Pecahan

1). Perkalian Pecahan Biasa

Perkalian adalah penjumlahan berulang.

3 x

2 1 = 2 1 + 2 1 + 2 1 = 2 3

Dalam Y. D. Sumanto., Heny Kusumawati & Nur Aksin (2008: 109), langkah-langkah mengalikan dua pecahan (pecahan biasa atau campuran) atau lebih sebagai berikut.

a). Ubahlah pecahan yang dikalikan ke bentuk pecahan biasa.

b). Kalikan pembilang dengan pembilang dan penyebut dengan penyebut.

3 1x

7 5 =

7 3 5 1 x x = 21 5 4 x 3 2 = 1 4 x 3 2 = 3 1 2 4 x x = 3 8 = 2 3 2

2). Perkalian Pecahan Desimal

Perkalian pecahan desimal sama mudahnya dengan perkalian bilangan cacah. Menurut (Y. D. Sumanto., Heny Kusumawati & Nur Aksin 2008: 109) cara mengalikan pecahan desimal ada dua cara, yaitu:

a) mengubah ke pecahan biasa dahulu, kemudian dikalikan, b) langsung mengalikan pecahan desimal.

Contoh: 0,4 x 1,2 =

10 4 x 10 12 = 100 48 = 0,48


(30)

commit to user

3). Perkalian berbagai bentuk pecahan

Langkah-langkah mengalikan berbagai bentuk pecahan menurut (Y. D. Sumanto., Heny Kusumawati & Nur Aksin (2008:110) adalah sebagai berikut.

a) Mengubah ke pecahan yang sejenis (ke bentuk pecahan biasa atau bentuk desimal semua).

b) Mengalikan pecahan-pecahan tersebut. Contoh: 0,12 x 6 5 = 10 12 x 6 5 = 60 60 = 1

15% x 2,4 = 0,15 x 2,4 = 0,36

20% x 1

8 7 = 100 20 x 8 15 = 800 300 = 8 3

f. Pembagian Berbagai Bentuk Pecahan

1). Pembagian Pecahan Biasa

Pembagian pecahan biasa dikerjakan dengan mengalikan dengan kebalikan bilangan pembaginya. Contohnya sebagai berikut ini.

4 3 : 7 5 = 7 5 4 3 = 7 5 4 3 x 1


(31)

commit to user = 7 5 4 3 x 5 7 5 7 = 5 7 7 5 5 4 7 3 x x x x = 1 5 4 7 3 x x = 4 3 x 5 7 = 5 4 7 3 x x = 20 21 Atau 4 3 : 7 5 sama dengan 4 3 x 5 7

2). Pembagian Pecahan Desimal

Dalam Y. D. Sumanto., Heny Kusumawati & Nur Aksin (2008: 110), pembagian pecahan desimal sama mudahnya dengan perkalian pecahan desimal. Pembagian pecahan desimal dapat dilakukan dengan mengubah pecahan desimal menjadi pecahan biasa terlebih dahulu kemudian dikalikan dengan kebalikan dari pembaginya. Contoh:

3,6 : 0,3 =

10 36 : 10 3 = 10 36 x 3 10 = 3 10 10 36 x x = 3 36 = 12


(32)

commit to user

3). Pembagian Berbagai Bentuk Pecahan

Pada pembagian berbagai bentuk pecahan, langkah-langkahnya seperti pada perkalian berbagai bentuk pecahan. Adapun langkah-langkahnya menurut Y. D. Sumanto., Heny Kusumawati & Nur Aksin (2008: 111) adalah sebagai berikut ini. a) Mengubah seluruh pecahan yang dioperasikan ke bentuk pecahan yang sejenis

(mengubah ke bentuk pecahan biasa atau desimal semua). b) Membagi pecahan-pecahan tersebut.

Contoh: 0,75 :

8 3

=

100 75

:

8 3

=

100 75

x

3 8

=

300 600

Dari berbagai definisi mengenai kemampuan , matematika, materi pecahan yang telah penulis jabarkan sebelumnya, maka dapat disintesiskan bahwa hakikat kemampuan materi pecahan dalam matematika adalah adalah sebuah kecakapan atau kesanggupan seseorang dalam memikirkan, mencatat dan mengkomunikasikan ide-ide untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam materi pecahan yang meliputi hal-hal yang berkenaan dengan bentuk-bentuk pecahan yang terdiri dari pecahan biasa, pecahan campuran, pecahan desimal, dan pecahan persen yang meliputi operasi perkalian dan pembagian berbagai bentuk pecahan. Kemampuan materi pecahan pada siswa merupakan suatu bentuk kecakapan dan kesanggupan siswa dalam memikirkan, menguasai, mengkomunikasikan, dan memecahkan masalah yang berkenaan dengan materi pecahan yang meliputi materi bentuk-bentuk pecahan, materi pengubahan suatu pecahan ke bentuk pecahan lain, serta berbagai operasi dalam pecahan termasuk di dalamnya operasi perkalian dan pembagian berbagai bentuk pecahan.


(33)

commit to user

2. Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Struktural Dengan Teknik Make A Match

a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Toeti Sukamto dan Udin Saripudin Winataputera dalam Anton Sukarno (2006: 1440), model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasi pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang, pembelajar dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan belajar mengajar. Senada dengan pendapat tersebut, Arends dalam Trianto (2007: 4) mengemukakan, model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Model pembelajaran kooperatif berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Menurut Slavin dalam Isjoni (2010: 22), “In

cooperative learning methods, students work together in four member teams to

master material initially presented by the theacher”, dalam pembelajaran kooperatif siswa bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah empat orang, secara kolaboratif sehingga dapat merangsang peserta siswa lebih bergairah dalam belajar. Selaras dengan pendapat tersebut, menurut Johnson dalam Isjoni dan Mohd. Arif Ismail (2008: 150), pembelajaran kooperatif mengandung arti bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif siswa mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompok.

Anita Lie dalam Isjoni dan Mohd. Arif Ismail (2008: 150) menyebut pembelajaran kooperatif dengan istilah pembelajaran gotong-royong, yaitu kelompok pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur. Senada dengan pendapat Anita Lie, Sugiyanto (2009: 37) berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.


(34)

commit to user

Menurut Johnson & Johnson dalam Isjoni dan Mohd. Arif Ismail (2008: 152) pembelajaran kooperatif adalah kegiatan belajar mengajar secara kelompok-kelompok kecil, siswa belajar dan bekerja sama untuk sampai pada pengalaman belajar yang berkelompok, sama dengan pengalaman individu maupun pengalaman kelompok. Senada dengan pendapat tersebut, Sunal dan Hans dalam Isjoni (2010: 15) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberikan dorongan pada siswa agar bekerja sama selama pembelajaran.

Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara membentuk berkelompok-kelompok kecil, dalam proses pembelajaran anggota kelompok bekerja sama dengan anggota kelompok yang lain dalam tugas-tugas yang terstruktur sehingga setiap siswa mendapatkan pengalaman yang sama. Hal ini didasarkan pada manusia yang memiliki derajat potensi, latar belakang historis, serta masa depan yang berbeda-beda. Dengan perbedaan itulah manusia dapat saling asah, asih dan asuh atau dengan kata lain saling mencerdaskan.

b. Elemen Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang

mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. elemen pembelajaran kooperatif menurut Lie dalam Sugiyanto (2009: 40) adalah sebagai berikut.

1). Saling ketergantungan positif

Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan saling membutuhkan inilah yang dimaksud dengan ketergantungan positif, yang meliputi saling ketergantungan dalam mencapai tujuan, saling ketergantungan dalam menyelesaikan tugas, saling ketergantungan bahan atau sumber, saling ketergantungan peran, dan saling ketergantungan hadiah.

2). Interaksi tatap muka

Interaksi tatap muka akan memaksa siswa untuk saling tatap muka dalam kelompok sehingga mereka saling berdialog. Interaksi tersebut sangat penting karena siswa merasa lebih mudah belajar dari teman sebaya.

3). Akuntabilitas individual

Pembelajaran kooperatif menampilkan wujud dalam belajar kelompok. Penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi


(35)

commit to user

pelajaran secara individual. Hasil penilaian secara individual selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui siapa anggota kelompok yang memerlukan bantuan. Penilaian kelompok didasarkan pada rata-rata penguasaan semua anggota kelompok secara individual inilah yang dimaksud dengan akuntabilitas individual.

4). Keterampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi

Keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan sosial, akan memperoleh teguran dari guru dan sesama siswa.

c. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Adapun tujuan dari pembelajaran kooperatif menurut Agus Suprijono (2010: 54) adalah sebagai berikut ini.

1). Hasil belajar akademik, yaitu untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Pembelajaran model ini dianggap unggul dalam membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang sulit.

2). Penerimaan terhadap keragaman, yaitu agar siswa menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai macam latar belakang.

3). Pengembangan keterampilan sosial, yaitu untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa diantaranya: berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau mengungkapkan ide, dan bekerja dalam kelompok.

d. Unsur-unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif

Unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif menurut Lungdren dalam Isjoni (2010: 16) sebagai berikut:

1. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama”.

2. Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.


(36)

commit to user

4. Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab di antara para anggota kelompok.

5. Para siswa diberikan suatu evaluasi atau penghargaan yang ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.

6. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar.

7. Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual meteri yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

e. Fase-fase Model Pembelajaran Kooperatif

Fase-fase model pembelajaran kooperatif dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Fase-fase model pembelajaran kooperatif

Fase Indikator Aktivitas Guru

1 Menyampaikan tujuan dan

memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang

ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan

memotivasi siswa

2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan

jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

3 Mengorganisasikan siswa

ke dalam

kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi efisien

4 Membimbing kelompok

bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mengerjakan tugas

5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang

telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya

6 Memberikan penghargaan Guru mencari cara untuk menghargai upaya atau hasil belajar siswa baik individu maupun kelompok.


(37)

commit to user f. Metode Pembelajaran Kooperatif

Dalam Sugiyanto (2009: 44), disebutkan bahwa metode pembelajaran kooperatif diantaranya adalah sebagai berikut ini.

1). Metode STAD (Student Teams Achievement Divisions)

Metode STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawan-kawan dari Universitas John Hopkins. Metode ini dipandang paling sederhana dan paling langsung dari pendekatan pembelajaran kooperatif.

2). Metode Jigsaw

Metode Jigsaw dikembangkan oleh Elliot Aronson dan kawan-kawan dari Universitas Texas dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan kawan-kawan.

3). Metode GI (Group Investigation)

Dasar-dasar metode GI dirancang oleh Herbert Thelen kemudian diperluas dan diperbaiki oleh Sharn dan kawan-kawan dari Universitas Tel Aviv. Metode GI dipandang paling kompleks dan paling sulit pelaksanaannya dalam pembelajaran. 4). Metode Struktural

Metode struktural dikembangkan oleh Spencer Kagan dan kawan-kawan. Metode struktural menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa. Menurut Sugiyanto (2009: 49) beberapa teknik dalam metode struktural adalah sebagai berikut:

a). teknik make a match

b). teknik bertukar pasangan c). teknik berkirim salam dan soal d). teknik bercerita pasangan

e). teknik dua tinggal dua tamu (Two Stay Two Stray) f). teknik keliling kelompok

g). teknik kancing gemerincing h). teknik tebak pelajaran i). teknik TQ (Team Quiz).


(38)

commit to user

Dalam penelitian ini, metode pembelajaran yang digunakan adalah metode struktural dengan teknik make a match.

g. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kooperatif

Menurut Cilibert Macmilan dalam Isjoni dan Muhd. Arif Ismail (2008: 157) kelebihan dari model pembelajaran kooperatif yaitu lebih memberi peluang kepada siswa agar mengemukakan dan membahas suatu pandangan dan pengalaman yang diperoleh siswa belajar secara bekerja sama dalam merumuskan ke arah suatu pandangan kelompok. Sedangkan menurut Sharan dalam Isjoni dan Muhd. Arif Ismail (2008: 157) siswa yang belajar dengan menggunakan jenis pembelajaran kooperatif akan memiliki motivasi yang tinggi karena dibantu dari rekan sebaya.

Menurut Sugiyanto (2009: 43), kelebihan pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:

1. meningkatnya kepekaan dan kesetiakawanan sosial

2. memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, ketrampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandangan-pandangan

3. memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial

4. memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen 5. menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois

6. membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa

7. berbagai ketrampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktikkan

8. meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia

9. meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai perspektif

10. meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik 11. meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan,

jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama, dan orientasi tugas. Sedangkan kekurangan dari model pembelajaran ini adalah adanya kemungkinan siswa tidak aktif dalam kegiatan diskusi kelompok sehingga perlu adanya tindakan guru untuk mengkondisikan siswa.


(39)

commit to user

h. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Teknik Make A Match

Menurut Isjoni (2009: 34), pembelajaran kooperatif teknik make a match

adalah teknik pembelajaran yang dikembangkan oleh Loma Curran. Yaitu dalam pembelajaran siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu topik dalam suasana pembelajaran yang menyenangkan. Seiring dengan pendapat tersebut, Agus Suprijono (2010: 120) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif teknik make a match adalah suatu pembelajaran yang di dalamnya terdapat kegiatan mencocokkan kartu soal dengan kartu jawaban mengenai materi pelajaran.

Dari pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif teknik make a match adalah suatu pembelajaran yang di dalamnya terdapat kegiatan siswa mencari pasangan dari kartu soal atau kartu jawaban mengenai suatu materi pelajaran dalam suasana yang menyenangkan.

i. Langkah Pembelajaran Kooperatif Teknik Make A Match

Menurut Hanafiah dan Cucu Suhana (2009: 46) langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam model pembelajaran ini adalah sebagai berikut ini.

1). Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.

2). Setiap siswa mendapat satu buah kartu.

3). Setiap siswa memikirkan jawaban atas soal dari kartu yang dipegang.

4). Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban).

5). Setiap siswa yang dapat menjodohkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin. 6). Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar setiap siswa mendapat kartu yang

berbeda dari sebelumnya. 7). Pembahasan dan kesimpulan.

Sedangkan menurut Tarmizi (http://tarmizi.wordpress.com, 14 Desember 2010) langkah pembelajaran dengan make a match adalah sebagai berikut ini:


(40)

commit to user

1). Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.

2). Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban. 3). Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.

4). Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya: pemegang kartu yang bertuliskan nama tumbuhan dalam bahasa Indonesia akan berpasangan dengan nama tumbuhan dalam bahasa latin (ilmiah).

5). Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin. 6). Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat

menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah disepakati bersama.

7). Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.

8). Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok.

9). Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.

Kedua pendapat tersebut pada dasarnya memiliki langkah yang sama, hanya saja pendapat dari Tarmizi menggunakan hukuman bagi siswa yang melewati batas waktu dalam mencari pasangan dari soal atau jawabannya.

Seiring dengan kedua pendapat tersebut di atas, menurut Agus Suprijono (2010:120), langkah pembelajaran dengan teknik make a match adalah sebagai berikut ini:

1). Guru membagi siswa menjadi dua kelompok, yaitu kelompok soal dan kelompok jawaban.

2). Setiap siswa diberi satu kartu soal/ kartu jawaban yang telah disiapkan guru. 3). Setiap siswa diharapkan mampu menemukan pasangan dari kartu yang

didapatnya.


(41)

commit to user

5). Setelah semua siswa menemukan pasangan dan duduk berdekatan, setiap pasangan membacakan dengan keras soal yang diperoleh pada teman-temannya yang lainnya. Selanjutnya soal tersebut dijawab oleh pasangannya.

6). Akhir pembelajaran dilakukan klarifikasi dan kesimpulan.

Dalam penelitian ini, langkah pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif teknik make a match yang digunakan sebagai berikut ini:

1). Guru membagi jumlah siswa menjadi dua kelompok, yaitu kelompok pertama sebagai kelompok soal dan kelompok kedua sebagai kelompok jawaban.

2). Guru membagikan kartu soal pada tiap-tiap siswa di kelompok 1 (kelompok soal), dan membagikan kartu jawaban pada kelompok kedua (kelompok jawaban). 3). Masing-masing siswa segera mencari pasangan dari kartu yang didapatnya. 4). Setelah berhasil menemukan pasangan dari kartunya, siswa melapor pada guru. 5). Siswa beserta pasangannya berdiskusi mengenai penyelesaian dari soal yang

didapat (dari kartu soal) sehingga diketemukan kartu jawaban pada pasangannya tersebut.

6). Siswa beserta pasangannya secara bergantian mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas.

7). Siswa yang berhasil menemukan pasangan dari kartu yang didapatnya dan dapat mempresentasikan hasil diskusinya dengan baik mendapatkan poin (reward) dari guru.

8). Guru beserta siswa membuat kesimpulan dari pelajaran.

j. Keunggulan dan Kelemahan Teknik Make A Match

Salah satu keunggulan tehnik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Pada penerapan teknik make a match, diperoleh beberapa temuan bahwa teknik make a match dapat memupuk kerja sama siswa dalam menjawab pertanyaan dengan mencocokkan kartu yang yang ada di tangan mereka, proses pembelajaran lebih menarik dan nampak sebagian besar siswa lebih antusias mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak sekali pada saat siswa mencari pasangan kartunya masing-masing. Sedangkan kelemahan dari metode ini ialah jika kelas


(42)

commit to user

termasuk kelas gemuk (lebih dari 30 orang/kelas) karena jika guru kurang bijaksana maka yang muncul adalah suasana seperti pasar dengan keramaian yang tidak terkendali. Tentu saja kondisi ini akan mengganggu ketenangan belajar kelas di kiri kanannya.

k. Penerapan Teknik Make A Match pada Pelajaran Matematika

Penerapan teknik make a match dalam mata pelajaran matematika tentunya tidak bisa disamakan dengan mata pelajaran yang lain. Pelajaran matematika pada penelitian ini menitik beratkan pada kemampuan operasi hitung pecahan yang terdiri dari perkalian berbagai bentuk pecahan dan pembagian berbagai bentuk pecahan. Dalam pembelajaran dengan teknik make a match ini, dalam mencari kartu jawaban dari kartu soal yang didapatnya, siswa terlebih dahulu menghitung dan mencari penyelesaian dari soal yang didapatnya. Kemudian juga terdapat sesi diskusi dengan pasangannya guna memecahkan penyelesaian soal pada kartu soal sehingga didapatkan jawaban pada kartu jawaban. Dalam kegiatan ini terjadi transfer knowledge dari satu siswa ke siswa yang lain.

Pada sesi presentasi masing-masing pasangan mengemukakan hasil diskusi mereka pada teman-teman sekelas mengenai penyelesaian dari soal yang didapatnya sehingga dapat didapat jawaban dari kartu pasangannya.

l. Pengertian Pembelajaran

Menurut Winarno Surakhmad (2009: 346), pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Berdasarkan konsep tersebut, dalam kata “pembelajaran” terkandung dua kegiatan yaitu belajar dan mengajar. Kedua kegiatan itu berkaitan dengan upaya membelajarkan siswa agar berkembang potensi intelektualnya. Pembelajaran ini menuntut komunikasi dua arah dari guru ke siswa dan dari siswa ke guru.

Seiring dengan pendapat tersebut, Sudirwo dalam Sambas Ali. M (http://sambasalim.com /pendidikan/ kualitas-proses-pembelajaran.html, 17 Maret 2011) pembelajaran adalah interaksi belajar mengajar dalam suasana interaktif yang terarah pada tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. E. Mulyasa dalam Sambas Ali. M (http://sambasalim.com/pendidikan/kualitas-proses-pembelajaran. html, 17


(43)

commit to user

Maret 2011) juga menyatakan bahwa pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik.

Berdasarkan ketiga definisi pembelajaran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan guru dan sumber belajar pada lingkungan belajar yang terarah pada tujuan pembelajaran.

m. Pembelajaran yang Berkualitas

Menurut Winarno Surakhmad (2009: 354), pembelajaran yang berkualitas sekurang-kurangnya mendudukkan peserta didik sebagai pembelajar yang berkualitas, yang difasilitasi oleh guru yang berkualitas, dengan didukung ekosistem pembelajaran berkualitas di dalam konteks lembaga pembelajaran yang berkualitas. Hanya pembelajaran yang berkualitas yang mampu menghasilkan pembelajaran lebih baik. Jadi, komponen penentu kualitas pembelajaran terletak pada pembelajar (siswa), program pengajaran, ekosistem pembelajaran, lembaga pembelajaran, dan fasilitator pembelajaran.

1). Pembelajar (siswa)

Siswa sebagai pelaku proses pembelajaran seringkali dianggap sebagi tokoh yang paling utama dalam penentu kualitas pembelajaran. Padahal hal tersebut sangat tidak tepat karena siswa bukanlah satu-satunya alat ukur dari kualitas pembelajaran. Siswa yang berkualitas adalah siswa yang siap secara jasmani dan rohani.

2). Program Pembelajaran

Program pembelajaran meliputi materi pembelajaran yang digunakan. materi yang berkualitas dapat dilihat dari beberapa indikator sebagai berikut ini: a). materi pembelajaran harus selaras dengan kurukulum yang berlaku.

b).materi pembelajaran harus sesuai dengan perkembangan teknologi dan komunikasi.

c). materi pembelajaran harus sesuai dengan tuntutan masyarakat. d). materi pembelajaran harus sesuai dengan kehidupan peserta didik.


(44)

commit to user

3). Ekosistem Pembelajaran

Ekosistem pembelajaran mencakup tiga hal yaitu ekosistem keluarga, ekosistem sekolah dan ekosistem masyarakat. Ketiga ekosistem tersebut saling berkaitan satu sama lain sehingga peran ketiganya sangat penting dan mempengaruhi kualitas pembelajaran. Keluarga yang tingkat kesadaran akan pendidikan tinggi, tentu akan mengarahkan anggota keluarganya untuk berprestasi dalam pembelajaran di sekolah. Keluarga yang seperti ini mempunyai andil yang besar pada kualitas peserta didik (siswa). Sedangkan dari segi ekosistem sekolah, tentunya sekolah yang menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif akan berpengaruh pada kualitas pembelajaran itu sendiri. Dari sisi ekosistem masyarakat, masyarakat kebanyakan beranggapan bahwa sekolah adalah tempat penampungan anak sebelum anak bekerja. Hal ini sangat tidak tepat, karena sekolah adalah tempat yang digunakan untuk “transfer knowledge” sehingga anak yang belum tahu menjadi tahu sehingga pengalaman, pengetahuan, serta pengalaman anak meningkat atau bertambah.

4).Lembaga Pembelajaran

Lembaga pembelajaran yang berkualitas adalah lembaga pembelajaran yang didukung oleh berbagai sarana dan prasarana yang memadai, tenaga pendidik yang kompeten di bidangnya, serta sistem yang solid.

5). Fasilitator Pembelajaran

Guru sebagai fasilitator pembelajaran, harus menguasai berbagai kompetensi yang meliputi kompetensi pedagogic, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.

a). kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran siswa yang sekurang-kurangnya meliputi: pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap siswa, pengembangan kurikulum atau silabus, perancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, pemanfaatan teknologi pembelajaran, evaluasi hasil pembelajaran, dan pengembangan siswa untuk mengaktualisasi potensi yang dimilikinya.


(45)

commit to user

b). kompetensi kepribadian yang mencakup kepribadian yang beriman dan bertaqwa pada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, arif dan bijaksana, demokratis, mantap, stabil, dewasa, berwibawa, jujur, sportif, secara objektif mengevaluasi kinerja sendiri, mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.

c). kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat yang meliputi berkomunikasi lisan atau tulis secara santun, menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungisional, bergaul secara efektif dengan siswa, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan atuan pendidikan, wali siswa.

d). kompetensi profesional merupakan kemampuan guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, atau seni budaya yang diampunya yang meliputi materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi program satuan pendidikan dan mata pelajaran, konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevanyang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran yang diampu.

Sedangkan menurut Sambas Ali (http://sambasalim.com

/pendidikan/kualitas-proses-pembelajaran.html, 17 Maret 2011) dijelaskan bahwa paradigma mutu atau kualitas dalam konteks pembelajaran mencakup input, proses dan output. Input pembelajaran adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena merupakan kebutuhan dari proses pembelajaran yang meliputi sumberdaya serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi keberlangsungan proses pembelajaran. Input sumber daya manusia meliputi siswa dan guru. Sedangkan sumber daya selebihnya meliputi peralatan, perlengkapan. Harapan meliputi visi, misi, tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Kesiapan input sangat diperlukan supaya proses pembelajaran berlangsung dengan baik. Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta pemaduan input dilakukan secara harmonis sehingga menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan, mampu mendorong motivasi dan minat belajar,dan benar-benar mampu memberdayakan siswa. Kualitas proses pembelajaran dapat diukur dengan mengukur seberapa besar aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran dan kinerja guru dalam pembelajaran. Adapun indikator


(46)

commit to user

kualitas proses pembelajaran dari segi siswa, dapat dilihat dari beberapa aspek sebagai berikut ini.

a). Antusias terhadap apersepsi yang diberikan guru dalam pembelajaran. b). Keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran.

c). Keberanian siswa dalam mengajukan pertanyaan.

d). Kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru. e). Perhatian siswa dalam mengikuti pembelajaran.

f). Kemampuan siswa mengikuti langkah pembelajaran yang diterapkan guru. g). Kemampuan siswa dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru.

Sedangkan indikator kualitas proses pembelajaran dari segi guru, dapat dilihat dari beberapa aspek di bawah ini:

a). Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

b). Menyiapkan(mengondisikan) siswa untuk siap mengikuti pembelajaran. c) Memberikan motivasi belajar pada siswa.

d). Melakukan apersepsi pembelajaran dengan baik.

e). Menyampaikan materi pelajaran dengan jelas dan mudah dipahami. f). Memberikan kesempatan siswa untuk bertanya.

g).Memberikan arahan kepada siswa mengenai langkah pembelajaran yang dilakukan.

h). Memberikan bimbingan kepada siswa yang belum paham dalam materi pelajaran. i). Kemampuan guru dalam menyimpulkan pembelajaran yang telah dilaksanakan. j). Kemampuan memberikan tes akhir pada siswa.

k).Kemampuan guru dalam mengevaluasi kemampuan siswa dalam materi pembelajaran.


(47)

commit to user B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang pernah dilakukan oleh Tarmizi Ramadhan (2008) dengan

judul, ”Upaya Meningkatkan Partisipasi dan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa

Melalui Teknik Pembelajaran Make a Match”. Hasil penelitian .menunjukkan adanya

peningkatan hasil belajar siswa. Peningkatan terjadi dari sebelum dilakukan tindakan sampai akhir tindakan pada setiap siklus kenaikan pencapaian hasil belajar siswa cukup tajam, yakni sebelum dilakukan tindakan hasil belajar siswa rata-rata hanya 55,00 setelah akhir tindakan pada siklus I rata-rata 63,08, siklus II rata-rata 75,08, dan tes akhir rata-rata 80,73. Kenaikan tersebut merupakan suatu realita bahwa pembelajaran kooperatif teknik make a match dapat meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia siswa. Ditinjau dari pencapaian persentase ketuntasan belajar pada tes awal adalah 20%, siklus I adalah 67,50%, siklus II adalah 87,50%, dan tes akhir adalah 87,50%. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Tarmizi Ramadhan dengan penelitian ini terletak pada variabel X, yaitu teknik pembelajaran make a match. Perbedaannya adalah partisipasi dan hasil belajar Bahasa Indonesia dan variabel Y pada penelitian ini adalah kemampuan materi pecahan dalam matematika.

Penelitian yang dilakukan oleh Nurma Amindita (2009) dengan judul,

“Upaya Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar Matematika Melalui Pembelajaran Remedial Dengan Make a Match, Metafora, dan Rangkuman Siswa Mts Ali Maksum menunjukkan bahwa peningkatan motivasi ini ditunjukkan dari adanya peningkatan persentase aspek motivasi. Pada siklus I rata-rata persentase aspek motivasi sebesar 64,18% sedangkan siklus II sebesar 67,15%. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa motivasi dan prestasi belajar siswa meningkat dan telah memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Pada siklus I baru 62,5% siswa yang mencapai nilai ketuntasan minimal sekolah sehingga indikator keberhasilan (75% siswa tuntas belajar) belum terpenuhi. Pada siklus II terdapat 79,17% sehingga indikator keberhasilan telah terpenuhi. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Nurma Amindita dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan teknik make a match sebagai variabel X. Perbedaannya terletak pada variabel Y. Pada penelitian yang dilakukan Nurma Amindita, variabel Ynya adalah motivasi dan prestasi belajar


(48)

commit to user

matematika. Sedangkan pada penelitian ini, variabel Y yang digunakan adalah kemampuan materi pecahan dalam matematika.

C. Kerangka Berpikir

Dalam pembelajaran matematika pada materi pecahan, guru lebih mendominasi dalam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konvensional (ceramah), sehingga komunikasi pembelajaran hanya satu arah yaitu dari guru ke siswa saja. Kualitas proses pembelajaran matematika dalam kemampuan materi pecahan siswa rendah dan kemampuan materi pecahan siswa rendah.

Bertolak dari keadaan ini, maka dilakukan tindakan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe struktural dengan teknik make a match pada pembelajaran matematika selama dua siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahapan, yaitu planning (perencanaan), acting (tindakan), observing (pengamatan), dan reflecting (refleksi). Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe struktural dengan teknik make a match dalam pembelajaran matematika materi pecahan dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan yaitu siswa belajar tanpa beban karena siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep materi pecahan dalam suasana yang menyenangkan. Selain itu, model pembelajaran ini mampu memupuk kerja sama siswa dalam menjawab pertanyaan dengan mencocokkan kartu yang ada di tangan mereka, proses pembelajaran lebih menarik dan nampak siswa lebih antusias mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak sekali pada saat mencari pasangan kartunya masing-masing.

Dengan demikian diduga penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe struktural dengan teknik make a match dapat meningkatkan kualitas pembelajaran matematika dalam kemampuan materi pecahan serta meningkatnya kemampuan materi pecahan dalam matematika. Berdasarkan uraian di atas, maka alur kerangka berpikir dapat digambarkan pada gambar 1 berikut ini.


(1)

commit to user 4,57 4,42 0 1 2 3 4 5

Pertemuan 1 Pertemuan 2

Siklus I f r e k u e n s i

Gambar 18. Grafik Aktivitas Siswa Kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo pada Siklus II

Untuk rekapitulasi aktivitas siswa dari kondisi awal hingga siklus II, dapat dilihat pada tabel 21 berikut ini.

Tabel 21. Rekapitulasi Aktivitas Siswa Kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011

Aspek Kondisi Awal Siklus I Siklus II

Aktivitas Siswa 2,42 3,28 4,49

Dari tabel 21 di atas, dapat divisualisasikan dalam bentuk grafik pada gambar 19 berikut ini.

4,49 3,28 2,42 0 1 2 3 4 5

Kondisi Awal Siklus I Siklus II

f r e k u e n s i

Gambar 19. Grafik Rekapitulasi Aktivitas Siswa Kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011


(2)

commit to user

Jetis 04 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011, aktivitas siswa yang mengalami peningkatan di tiap siklusnya, menunjukkan bahwa meningkat pula kualitas proses pembelajaran dalam kemampuan materi pecahan siswa kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011. Di dalam pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe struktural dengan teknik make a match, siswa telah menyiapkan diri dengan baik untuk mengikuti pembelajaran, siswa mampu menjawab pertanyaan dari guru mengenai penyelesaian dari soal materi pecahan yang meliputi perkalian berbagai pecahan dan pembagian berbagai pecahan. Semua siswa menyimak penjelasan materi yang diberikan oleh guru. Dalam pembelajaran siswa aktif mengikuti langkah pembelajaran dengan teknik make a match yaitu masing-masing siswa berhasil menyelesaikan tugasnya mencari pasangan dari kartu soal dan kartu jawabannya kemudian membentuk diskusi kecil bersama pasangannya lalu dilanjutkan presentasi yang berlangsung lancar.

Dari penjelasan pada bab ini, menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe struktural dengan teknik make a match pada siklus I dan siklus II menunjukkan adanya peningkatan kualitas proses pembelajaran dalam penguasaan materi pecahan siswa kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo. Peningkatan kualitas proses pembelajaran, seiring dengan peningkatan kemampuan materi pecahan siswa kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011, yaitu dicapainya keberhasilan pencapaian KKM (70) sebesar 78,57 % dari 14 siswa dengan rerata kelas 82,5. Dengan demikian penelitian ini diakhiri pada siklus ini, karena hasil yang direncanakan telah tercapai.


(3)

commit to user

81

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan dalam pembelajaran matematika dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe struktural dengan teknik make a match pada siswa kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011 selama dua siklus dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut ini.

1. Model pembelajaran kooperatif tipe struktural dengan teknik make a match terbukti dapat meningkatkan kemampuan materi pecahan siswa kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya nilai rerata kelas dan jumlah siswa yang berhasil mencapai KKM (70). Pada prasiklus, rerata kelas sebesar 49,71 dan siswa yang mencapai KKM sebanyak seorang siswa atau 7,14%. Pada siklus I, rerata kelas mencapai 72,78 dan siswa yang mencapai KKM sebanyak sembilan siswa atau 64,28%. Pada siklus II, rerata kelas mencapai 81,64 dan siswa yang berhasil mencapai KKM sebanyak 11 siswa atau 78,57%.

2. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe struktural dengan teknik make a match terbukti dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran matematika dalam kemampuan materi pecahan pada siswa kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011 yaitu dibuktikan dengan adanya kenaikan kinerja guru dan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. yang ditunjukkan dengan beberapa hal yang meliputi pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran mata pelajaran matematika pada materi pecahan, dalam pembelajaran guru sudah mengkondisikan siswa untuk siap belajar, guru juga membangkitkan motivasi belajar dengan menggunakan media belajar konkret berupa buah-buahan dalam melakukan apersepsi materi pecahan. Dalam prakteknya, guru telah menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan kepada siswa dengan baik. Dalam menyampaikan


(4)

commit to user

materi pembelajaran, guru menerangkan dengan jelas kepada siswa. Siswa diberi kesempatan untuk menanyakan hal yang belum dimengerti mengenai materi pelajaran. Guru juga melakukan bimbingan secara individu jika ada siswa yang kurang paham terhadap materi pelajaran. Pada kegiatan akhir, guru beserta siswa bersama-sama menyimpulkan pelajaran yang telah dilakukan dengan baik. Dan dari segi aktivitas siswa, penerapan model pembelajaran kooperatif tipe struktural dengan teknik make a match mampu Di dalam pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe struktural dengan teknik make a match, siswa telah menyiapkan diri dengan baik untuk mengikuti pembelajaran, siswa mampu menjawab pertanyaan dari guru mengenai penyelesaian dari soal materi pecahan yang meliputi perkalian berbagai pecahan dan pembagian berbagai pecahan. Semua siswa menyimak penjelasan materi yang diberikan oleh guru. Dalam pembelajaran siswa aktif mengikuti langkah pembelajaran dengan teknik make a match yaitu masing-masing siswa berhasil menyelesaikan tugasnya mencari pasangan dari kartu soal dan kartu jawabannya kemudian membentuk diskusi kecil bersama pasangannya lalu dilanjutkan presentasi yang berlangsung lancar.

Dari uraian tersebut, maka hipotesis yang dirumuskan telah terbukti kebenarannya yaitu pembelajaran matematika dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe struktural dengan teknik make a match terbukti dapat meningkatkan kemampuan pecahan dalam matematika dan mampu meningkatkan kualitas proses dalam penguasaan materi pecahan siswa kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011.


(5)

commit to user B. Implikasi

Berdasarkan pada hasil penelitian ini diketahui bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe struktural dengan teknik make a match dapat meningkatkan kemampuan materi pecahan siswa dan meningkatkan kualitas proses pembelajaran dalam penguasaan materi pecahan siswa kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011. Oleh karena itu, penerapan model pembelajaran kooperatif tipe struktural dengan teknik make a match ini dapat digunakan dan dikembangkan dalam pembelajaran berbagai pelajaran di sekolah.

Dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe strukturak dengan teknik make a match ini, siswa dapat bekerjasama, bertukar pendapat dan saling membantu dengan teman yang lain untuk memecahkan berbagai tugas yang diberikan oleh guru. Di samping itu, bimbingan serta penjelasan guru yang mampu menciptakan pembelajaran yang terstruktur dan terarah yaitu ditunjukkan dengan aktivitas siswa yang tinggi dalam pembelajaran. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan rerata kemampuan materi pecahan siswa dari kondisi awal sebesar 49,71 menjadi 81,64 pada siklus akhir dan peningkatan jumlah siswa yang mencapai KKM dari seorang siswa atau 7,14% pada kondisi awal menjadi sebelas siswa atau 78,57% pada siklus akhir (siklus II).

Menurut penelitian ini, diketahui bahwa kemampuan materi pecahan siswa dan kualitas proses pembelajaran dalam penguasaan materi pecahan siswa kelas V SD N Jetis 04 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011 meningkat di setiap siklusnya. Hal ini tidak terlepas dari proses pembelajaran yang berpengaruh langsung terhadap hasil yang dicapai siswa. Peningkatan kualitas proses pembelajaran dalam penguasaan materi pecahan tentunya juga akan meningkatkan kemampuan materi pecahan siswa.

Berdasarkan temuan dan pembahasan hasil penelitian pada Bab IV, maka penelitian ini layak digunakan untuk membantu guru dalam menghadapi masalah yang sejenis, terutama untuk mengatasi masalah kemampuan materi pecahan siswa dan kualitas proses pembelajaran dalam penguasaan materi pecahan. Adanya kendala


(6)

commit to user

dalam pembelajaran Matematika dengan penerapan model pembelajaran kooperatif teknik make a match harus diatasi dengan maksimal. Oleh karena itu, kreativitas dan kinerja guru sangat diperlukan dalam upaya peningkatan kualitas proses pembelajaran dan kemampuan materi pecahan siswa.

C. Saran

Berdasarkan hasil penelitian mengenai penerapan model pembelajaran kooperatif tipe struktural dengan teknik make a match pada siswa kelas V SD N Jetis 04 Sukohajo Tahun Pelajaran 2010/2011, maka dapat disampaikan saran-saran sebagai berikut :

1. Bagi Siswa

a. Siswa hendaknya lebih aktif dan kreatif dalam berbagai kegiatan pembelajaran di kelas dan lebih memberanikan diri untuk menanyakan setiap adanya kesulitan dalam menerima materi pelajaran.

2. Bagi Guru

a. Hendaknya para guru terutama guru matematika menerapkan model pembelajaran yang inovatif yang mampu meningkatkan kualitas proses dan hasil yang lebih baik. Contohnya dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe struktural dengan teknik make a match.

b. Guru hendaknya lebih memberikan kesempatan siswa untuk bertanya dan menyampaikan pendapat.

c. Para guru sebaiknya menunbuhkan kebiasaan untuk saling bekerjasama antara guru dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa supaya terjalin masyarakat belajar yang harmonis.

3. Bagi Sekolah

a. Hendaknya sekolah mengupayakan pelatihan pada guru untuk meningkatkan keberhasilan dari tujuan pembelajaran di sekolah.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Adaptasi Makhluk Hidup

0 11 215

Pengaruh model pembelajaran kooperatif metode make A match terhadap pemahaman konsep matematika siswa

4 18 201

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match terhadap Prestasi Belajar Sosiologi dalam Pokok Bahasan Pengendalian Sosial

0 26 151

Efektivitas pembelajaran kooperatif model make a match dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS: penelitian tindakan kelas di SMP Islam Al-Syukro Ciputat

0 21 119

PENINGKATAN PEMBELAJARAN IPS MATERI PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI MANGKUKUSUMAN

11 133 334

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN MENYIMAK DENGAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK MAKE A MATCH SISWA KELAS V SD NEGERI PLUMBON 01 MOJOLABAN SUKOHARJO TAHUN AJARAN 2010 2011

0 6 157

PENINGKATAN PENGUASAAN BANGUN DATAR MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA SISWA KELAS V SD NEGERI NGRECO 05 SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2011

0 2 205

KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA MATERI KONSEP ENERGI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH.

0 1 38

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PANTUN MELALUI MODEL KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH.

0 0 7

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH PADA PELAJARAN IPA KELAS IV SD SURYODININGRATAN 1.

0 0 173