Simulasi Kebijakan The Role of Investment towards Poverty Alleviation in Lampung Province

83 berdasarkan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional BAPPENAS. Skenario tersebut kemudian dibandingkan dengan skenario berikutnya yaitu jika kenaikan investasi swasta mencapai 20 persen dan 35 persen. Tabel 24 Hasil simulasi peningkatan investasi swasta Variabel Nilai Dasar Simulasi Kenaikan Investasi 11,5 20 35 Pertumbuhan Pendapatan Perkapita Pembangunan Manusia Pengangguran Distribusi Pendapatan Kemiskinan 4,93 68,8 10,5 0,26 20,0 4,95 68,80 10,5 0,26 20,0 4,96 68,8 10,5 0,26 20,0 4,98 68,8 10,5 0,26 20,0 Sumber: Hasil pengolahan Hasil simulasi yang disajikan dalam Tabel 24 menunjukkan bahwa peningkatan nilai investasi hanya memiliki pengaruh pada pertumbuhan pendapatan per kapita. Semakin besar kenaikan investasi swasta maka semakin besar pertumbuhan pendapatan perkapita yang terbentuk. Namun pertumbuhan ekonomi tersebut belum mampu menggerakan perubahan pada kualitas manusia, tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan.

5.2.3. Dampak Kenaikan Pengeluaran Pemerintah bagi Pendidikan dan Kesehatan

Analisis mengenai dampak investasi pembangunan manusia oleh pemerintah dilakukan dengan melakukan simulasi meningkatkan proporsi pengeluaran pemerintah bagi pendidikan dan kesehatan. Skenario yang dilakukan adalah meningkatkan proporsi pengeluaran pemerintah bagi pendidikan dan kesehatan sebesar 20 persen dan 35 persen. Hasil simulasi pada Tabel 26 dan Tabel 26 menunjukkan bahwa semakin besar anggaran yang dialokasikan pemerintah bagi pendidikan dan kesehatan secara simultan akan mengurangi kemiskinan lebih banyak. Tabel 25 Hasil simulasi peningkatan proporsi pengeluaran pemerintah bagi pendidikan dan kesehatan sebesar 20 persen Variabel Nilai Dasar Nilai Simulasi Besar Perubahan Persentase Perubahan Pertumbuhan Pendapatan Perkapita Pembangunan Manusia Pengangguran Distribusi Pendapatan Kemiskinan 4,93 68,8 10,5 0,26 20,0 4,93 69,3 9,7 0,26 18,7 0,00 0,50 -0,8 0,00 -1,3 0,00 0,73 -7,62 0,00 -6,50 Sumber: Hasil pengolahan 84 Tabel 25 menunjukkan bahwa peningkatan proporsi pengeluaran pemerintah bagi pendidikan dan kesehatan sebesar 20 persen akan berdampak pada pembangunan manusia, yang mengalami peningkatan capaian IPM 0,5 poin lebih tinggi. Semakin baiknya kualitas manusia berarti tersedianya tenaga kerja dengan kualitas dan produktivitas yang lebih baik dan hal ini mempengaruhi besarnya tingkat pengangguran. Hasil simulasi ini menunjukkan bahwa tingkat pengangguran berkurang 7,62 persen. Berdasarkan nilai dasar tingkat pengangguran 10,5 persen dengan simulasi berkurang menjadi 9,7 persen. Berkurangnya pengangguran tersebut akan meningkatkan kesejahteraan dan hal ini dapat terlihat dari berkurangnya tingkat kemiskinan dari 20 persen menjadi 18,7 persen. Tabel 26 Hasil simulasi peningkatan proporsi pengeluaran pemerintah bagi pendidikan dan kesehatan sebesar 35 persen Variabel Nilai Dasar Nilai Simulasi Besar Perubahan Persentase Perubahan Pertumbuhan Pendapatan Perkapita Pembangunan Manusia Pengangguran Distribusi Pendapatan Kemiskinan 4,93 68,8 10,5 0,26 20,0 4,93 69,6 9,2 0,26 17,7 0,00 0,80 -1,3 0,00 -2,3 0,00 1,16 -12,38 0,00 -11,5 Sumber: Hasil pengolahan Jika membandingkan hasil simulasi 20 persen dengan simulasi 35 persen dapat terlihat bahwa semakin besar pengeluaran pemerintah bagi pendidikan dan kesehatan maka semakin berkurang kemiskinannya. Hal ini dapat ditelaah dengan membandingkan besarnya perubahan yang dihasilkan dalam simulasi model. Jika proporsi pendidikan dan kesehatan ditingkatkan 35 persen lebih besar maka akan meningkatkan kualitas manusia 0,8 poin capaian IPM. Perubahan ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan simulasi peningkatan proporsi pendidikan dan kesehatan 20 persen. Hal yang sama juga terjadi pada tingkat pengangguran, simulasi 35 persen mengurangi pengangguran dari 10,5 persen menjadi 9,2 persen. Tingkat kemiskinan juga mengalami pengurangan yang lebih banyak dari 20 persen menjadi 17,7 persen. 85

5.2.4. Dampak Kenaikan Jumlah Infrastruktur Jalan, Pendidikan Dasar dan Fasilitas Kesehatan

Simulasi ini bertujuan untuk melihat pengaruh peningkatan jumlah infrastruktur dan peningkatan indeks harga terhadap pertumbuhan pendapatan perkapita, pembangunan manusia, tingkat pengangguran, distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan. Kenaikan jumlah infrastruktur dilakukan secara bersamaan yaitu meningkatkan rasio panjang jalan terhadap luas wilayah, rasio murid terhadap guru pada pendidikan dasar dan banyaknya puskesmas tiap 100.000 penduduk masing-masing sebesar 20 persen. Hasil simulasi disajikan dalam Tabel 27 menunjukkan bahwa peningkatan jumlah infrastruktur akan meningkatkan pertumbuhan pendapatan perkapita. Perubahan pertumbuhan ekonomi yang terjadi sangat signifikan yaitu mencapai 88,24 persen. Namun perubahan yang tinggi ini tidak berpengaruh terhadap variabel endogen lainnya. Pembangunan manusia, tingkat pengangguran, distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan tidak terdapat perbedaan antara nilai dasar dan simulasi. Tabel 27 Hasil simulasi peningkatan jumlah infrastruktur sebesar 20 persen Variabel Nilai Dasar Nilai Simulasi Besar Perubahan Persentase Perubahan Pertumbuhan Pendapatan Perkapita Pembangunan Manusia Pengangguran Distribusi Pendapatan Kemiskinan 4,93 68,8 10,5 0,26 20,0 9,28 68,8 10,5 0,26 20,0 4,35 0,00 0,00 0,00 0,00 88,24 0,00 0,00 0,00 0,00 Sumber: Hasil pengolahan

5.3. Sintesis Penelitian

Dalam proses pembangunan, Provinsi Lampung mengalami permasalahan sosial dan ekonomi antara lain ketertinggalan dari provinsi lain secara regional di Pulau Sumatera maupun secara nasional. Provinsi Lampung merupakan salah satu dari sepuluh provinsi termiskin di Indonesia. Seiring dengan tingginya tingkat kemiskinan, Provinsi Lampung memiliki kualitas manusia terburuk di Pulau Sumatera yang diindikasikan oleh rendahnya capaian Indeks Pembangunan Manusia IPM. Pada sisi lain, pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung selama periode 2004-2010 menunjukkan tren yang positif dan di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi di Sumatera. 86 Salah satu sumber pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan adalah investasi. Investasi selain meningkatkan pertumbuhan ekonomi juga merupakan solusi bagi perluasan kesempatan kerja dan pada akhirnya pengentasan kemiskinan. Investasi di Provinsi Lampung mengalami fluktuasi seiring dengan kondisi perekonomian global dan nasional. Hasil uji regresi pada model pertumbuhan pendapatan perkapita menunjukkan bahwa investasi swasta memiliki pengaruh yang signifikan. Selain investasi swasta, investasi pemerintah dalam bentuk infrastruktur jalan, fasilitas kesehatan dan pendidikan dasar juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Selama periode 2009-2010 investasi yang ditanamkan di Provinsi Lampung sebagian besar pada sektor usaha sekunder. Namun sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor primer yaitu sektor pertanian. Kebutuhan tenaga kerja yang tinggi pada sektor ini terutama diperuntukkan bagi tenaga kasar dengan perjanjian kerja yang bersifat informal dan mendapatkan upah rendah. Hasil uji regresi data panel pada model pertumbuhan pendapatan perkapita menunjukkan bahwa tenaga kerja yang tidak terdidik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Signifikannya peran tenaga kerja tidak terdidik di Provinsi Lampung tidak berarti bahwa pendidikan bukanlah hal yang penting di Lampung, namun sebuah fenomena yang menunjukkan bahwa masyarakat Lampung merasa cukup dengan pendidikan rendah karena tetap dapat memperoleh pekerjaan dan penghasilan. Salah satu indikator yang menunjukkan rendahnya minat terhadap pendidikan adalah Angka Partisipasi Sekolah APS dan rasio murid terhadap guru. Angka Partisipasi Sekolah APS Provinsi Lampung pada usia 7-12 tahun menunjukkan persentase yang masih di bawah 100 persen dan persentase tersebut semakin berkurang dengan semakin tingginya kelompok usia. Rasio murid terhadap jumlah guru juga menunjukkan bahwa beban murid yang diampu guru juga masih tergolong rendah yaitu 18 murid. Investasi di Lampung menyerap tenaga kerja yang tidak terdidik dan hal ini mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi. Fakta mengenai rendahnya upah menunjukkan bahwa besarnya pertumbuhan ekonomi tersebut tidak dinikmati oleh masyarakat miskin. Tingkat upah yang rendah menyebabkan pekerja tidak terdidik sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi tidak mampu mengangkat