36
merata sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pada akhirnya mengentaskan kemiskinan. Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut maka kerangka
pikir dalam penelitian ini seperti ditampilkan dalam Gambar 9.
Gambar 9 Kerangka pemikiran. Keterangan:
= dianalisis dalam penelitian ini = Tidak dianalisis dalam penelitian ini
2.4. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang disusun dalam penelitian ini adalah: 1. Investasi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
2. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap pembangunan manusia. 3. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap pemerataan distribusi
pendapatan. 4. Pertumbuhan
ekonomi berpengaruh
positif terhadap
pengurangan pengangguran.
5. Pembangunan manusia, pemerataan distribusi pendapatan dan pengurangan pengangguran berpengaruh positif terhadap pengentasan kemiskinan
37
III. METODE PENELITIAN
3.1. Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang berasal dari berbagai lembaga pemerintah seperti Badan Pusat Statistik BPS,
Badan Koordinasi Penanaman Modal BKPM dan Kementrian Keuangan Republik Indonesia Kemenkeu. Data yang digunakan antara lain PDRB Provinsi
Lampung, PDRB kabupatenkota se-Provinsi Lampung, Survei Sosial Ekonomi Nasional SUSENAS dan data Potensi Desa PODES. Data APBD didapat dari
Kementrian Keuangan Republik Indonesia sedangkan data investasi swasta diperoleh melalui BKPM. Periode yang diteliti mulai tahun 2004 hingga 2010.
Data PDRB yang digunakan berdasarkan hasil perhitungan BPS yang diterbitkan dalam berbagai publikasi. Nilai PDRB yang digunakan dalam berbagai
perhitungan meliputi PDRB yang memasukkan unsur minyak dan gas bumi migas dan tanpa memasukkan unsur migas. PDRB juga ditampilkan dengan
membedakan menjadi PDRB atas dasar harga berlaku dan PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000.
Data konsumsi rumah tangga dikumpulkan oleh BPS setiap tahun melalui SUSENAS Kor dan setiap tiga tahun sekali melalui SUSENAS Modul Konsumsi.
Pendapatan rumah tangga dihitung melalui pendekatan pengeluaran, yang dianggap
lebih mencerminkan
keadaan sebenarnya.
Dalam Program
Penanggulangan Kemiskinan Kabinet Indonesia Bersatu II Kemeninfo, 2011 pemerintah menyatakan beberapa alasan mengapa pengeluarankonsumsi
merupakan indikator yang lebih baik untuk mengukur kemiskinan, yaitu karena: 1. Bagi masyarakat miskin yang tidak memiliki pendapatan tetap, lebih mudah
menanyakan jenis barang termasuk makanan dan jasa yang telah dikonsumsi atau dibelanjakannya.
2. Lebih mudah mengkonversi jenis makanan yang dikonsumsi menjadi tingkat kalori yang dikonsumsi. Informasi mengenai tingkat kalori yang dikonsumsi
menjadi penting karena tingkat kemiskinan dihubungkan dengan seberapa besar kalori yang dikonsumsi. Batas kemiskinan adalah terpenuhinya
kebutuhan dasar makanan minimal yaitu 2100 kalori per orang.