Hasil Analisis Parsial 1. Pengaruh Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi

66 pada pendidikan dan kesehatan dan menemukan bahwa dampak investasi pada kesehatan lebih besar jika dibandingkan dengan investasi pada pendidikan.

5.1.1.1. Investasi Swasta

Investasi swasta di Provinsi Lampung terbuka bagi penanam modal dalam negeri PMDN maupun asing PMA. Investasi merupakan pendorong bagi terciptanya pertumbuhan ekonomi dan dibukanya lapangan kerja. Investasi swasta yang selalu diminati baik oleh PMDN maupun PMA di Lampung adalah sektor pertanian. Selama periode 2009-2010 terdapat 13 proyek investasi yang disetujui pemerintah dimana 8 diantaranya berasal dari luar negeri Tabel 10. Dari segi nilai investasi, terjadi peningkatan di sektor pertanian PMDN meningkat dari 233 milyar Rupiah menjadi 704 milyar Rupiah sedangkan PMA meningkat dari 23 juta US menjadi 112 juta US. Tabel 10 Proyek penanaman modal yang disetujui pemerintah Provinsi Lampung tahun 2009-2010 Lapangan Usaha 2009 2010 PMDN Juta Rp. PMA 000 US PMDN Juta Rp. PMA 000 US 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Minum 5. Konstruksi 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Telekomunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa 233.611 24.500 1.654.700 - - - - - 35.545 23.033 - 17.097 472 - - - - 1.075 704.554 - - 153.000 - - - - - 112.173 1.250 9.275 16.953 - - - - 3.496 Jumlah 1.948.356 40.602 857.554 143.147 Sumber: BPS Provinsi Lampung, 2011b Investasi yang ditanamkan di Lampung menyerap tenaga kerja. Sebagian besar tenaga kerja yang terserap adalah pada sektor primer pertanian dan pertambangan dan penggalian. Jika membandingkan antara nilai investasi dengan jumlah tenaga kerja yang terserap bandingkan Tabel 10 dengan Tabel 11, sektor primer merupakan sektor yang padat karya sedangkan sektor sekunder dan tersier adalah sektor yang padat modal. Sebagai contoh investasi PMA tahun 2010 pada sektor pertanian dibandingkan dengan sektor industri pengolahan. Investasi 67 pertanian sebesar 112 juta US mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 5.508 orang sedangkan investasi pada industri pengolahan sebesar 9,3 juta US 8 persen dari investasi pertanian hanya menyerap tenaga kerja 225 orang 4 persen dari tenaga kerja yang diserap investasi sektor pertanian. Hal yang sama juga terlihat pada PMDN di Provinsi Lampung baik di tahun 2009 maupun 2010. Tabel 11 Tenaga kerja dari proyek PMA dan PMDN yang telah mendapat persetujuan menurut lapangan usaha tahun 2009-2010 Lapangan Usaha 2009 2010 PMDN PMA PMDN PMA 1. Pertanian a. Tanaman Pangan b. Perkebunan c. Peternakan d. Perikanan e. Kehutanan 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 5. KonstruksiBangunan 6. Perdagangan, hotel dan restoran 7. Pengangkutan dan Telekomunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa 20 - 107 129 - 45 672 - - - - - 20 310 2.650 45 50 - - 696 15 - - - - - - 412 - - - - - 12 - - - - - - 5.508 - - - 25 225 187 - - - - 29 Jumlah 993 3.766 424 5.974 Sumber: BPS Provinsi Lampung, 2011b Variabel investasi swasta signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi dengan nilai koefisien 0,1865. Peningkatan investasi swasta sebesar 1 persen akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi kabupaten di Lampung sebesar 0,1865 persen ceteris paribus. Hasil penelitian ini sejalan dengan Suparno 2010 yang menggunakan pendekatan serupa, menyatakan bahwa investasi swasta berperan dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

5.1.1.2. Infrastruktur Jalan

Infrastruktur jalan memiliki peranan penting dalam mendukung pembangunan regional. Ketersediaan jalan sangat dibutuhkan sebagai fasilitas mobilisasi penduduk maupun barang dalam berbagai aktivitas ekonomi. Pada umumnya daerah yang memiliki jaringan angkutan darat, akan memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dibandingkan daerah lain yang terisolir. Ketersediaan jalan yang efektif memungkinkan penularan pertumbuhan ekonomi 68 ke daerah lainnya. Penularan memiliki arti bahwa prasarana jalan turut berperan dalam merangsang tumbuhnya wilayah-wilayah baru yang akhirnya akan menimbulkan trip generation baru yang akan meningkatkan volume lalu lintas yang terjadi Nuraliyah, 2011. Sumber: BPS Provinsi Lampung, 2010 Gambar 25 Persentase jalan menurut kondisi jalan Provinsi Lampung tahun 2010. Berdasarkan kondisi jalan, secara umum sebagian besar 47 persen jalan di Provinsi Lampung dalam keadaan baik Gambar 25. Namun jika dilihat per kabupaten, terdapat beberapa wilayah yang memiliki sebagian besar prasarana jalan dalam keadaan rusak dan rusak berat yaitu Kabupaten Lampung Barat 52,63 persen, Lampung Selatan 58,72 persen, Tulang Bawang 61,25 persen dan Mesuji 73,01 persen. Kabupaten Mesuji merupakan wilayah yang paling buruk infrastruktur jalannya karena lebih dari 50 persen dalam keadaan rusak berat. Prasarana jalan yang buruk ini dapat menghambat perkembangan ekonomi wilayah Mesuji, karena jalan yang buruk akan menghambat aktivitas ekonomi.

5.1.1.3. Infrastruktur Pendidikan

Keterjangkauan masyarakat pada pendidikan dasar dalam penelitian ini diukur menggunakan rasio murid terhadap guru pada pendidikan dasar. Rasio murid terhadap guru menunjukkan jumlah murid yang diampu oleh 1 orang guru. Bertambahnya murid yang diampu oleh seorang guru pada pendidikan dasar akan 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Baik Sedang Rusak Rusak Berat 69 meningkatkan pendapatan per kapita. Setiap terjadi peningkatan 1 persen rasio murid guru akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,22 persen. Secara rata-rata Provinsi Lampung saat ini mengalami kelebihan guru dan penyebaran guru yang tidak merata. 11 Rasio murid-guru Provinsi Lampung pada tahun 2010 mencapai 18 murid per guru sedangkan menurut petunjuk teknis lima menteri 12 tentang penataan dan pemerataan guru Pegawai Negeri Sipil menyatakan bahwa rasio murid-guru sekolah dasar ideal adalah 20-32 murid. Besaran jumlah murid yang diampu oleh seorang guru ini tidak hanya berkaitan dengan efektivitas namun juga efisiensi pengadaan kegiatan belajar mengajar. Tabel 12 Angka Partisipasi Sekolah APS Provinsi Lampung tahun 2003-2010 persen Usia Sekolah 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 7-12 tahun 96,07 96,69 96,95 97,77 97,90 98,26 98,53 98,71 13-15 tahun 83,43 84,35 86,27 84,14 84,99 85,10 85,92 86,62 16-18 tahun 48,31 48,19 51,14 49,47 50,02 50,69 50,44 51,34 19-24 tahun 8,82 7,65 9,76 7,26 8,71 9,06 8,97 9,82 Sumber: BPS, 2012 Rendahnya rasio murid-guru dapat juga dapat terjadi akibat rendahnya Angka Partisipasi Sekolah APS. APS adalah angka yang menunjukkan persentase penduduk dalam kelompok usia sekolah tertentu yang masih bersekolah, terhadap jumlah penduduk pada kelompok usia yang sama. APS mengindikasikan seberapa banyak penduduk yang dapat memanfaatkan fasilitas pendidikan yang tersedia. Pada kelompok usia wajib belajar 9 tahun 7-12 tahun dan 13-15 tahun APS masih berada di bawah 100 persen Tabel 12, yang berarti bahwa terdapat anak-anak usia pendidikan dasar yang tidak bersekolah. Bahkan terdapat perbedaan APS pada kelompok usia 7-12 tahun dengan kelompok usia 13-15 tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat anak-anak usia sekolah yang tidak melanjutkan pendidikannya. Biaya peluang opportunity cost serta biaya langsung maupun tidak langsung pendidikan menyebabkan orang tua tidak mengirimkan anaknya ke sekolah terutama jika dikaitkan dengan tingkat kemiskinan. Rumah tangga miskin cenderung memilih untuk mengajak anaknya 11 http:www.kesekolah.comartikel-dan-beritaberitaLampung-kelebihan-guru.html [28 Agustus 2012] 12 Menteri pendidikan nasional, menteri negara pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi, menteri dalam negeri, menteri keuangan dan menteri agama Nomor: 05xpb2011, spb03m.pan-rb102011, 48 tahun 2011, 158pmk.012011, 11 tahun 2011. 70 membantu bekerja daripada bersekolah karena akan menambah penghasilan rumah tangga dan mengurangi beban pengeluaran.

5.1.1.4. Infrastruktur Kesehatan

Sarana dan prasarana kesehatan yang memadai akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam suatu wilayah. Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai pendekatan infrastruktur kesehatan adalah banyaknya puskesmas. Puskesmas selain memberikan layanan kesehatan juga meningkatkan pengetahuan masyarakat dengan berbagai penyuluhan tentang tumbuh kembang keluarga. Jumlah puskesmas terus mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan pemekaran wilayah Tabel 13. Wilayah- wilayah terpencil berusaha dijangkau melalui pelayanan puskesmas keliling dan posyandu. Seluruh pelayanan kesehatan ini diharapkan akan meningkatkan kesehatan masyarakat. Masyarakat yang sehat, mampu bekerja lebih produktif dan pada akhirnya akan mendorong perekonomian serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan jumlah puskesmas per 100.000 penduduk sebanyak 1 persen akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 17,44 persen ceteris paribus. Tabel 13 Jumlah fasilitas kesehatan di Provinsi Lampung menurut jenis fasilitas kesehatan tahun 2006-2010 Jenis fasilitas kesehatan 2006 2007 2008 2009 2010 1. Puskesmas 2. Puskesmas Rawat Inap 3. Puskesmas Pembantu 4. Puskesmas Keliling 5. Posyandu 235 36 729 245 7.348 249 49 785 251 7.578 261 49 820 263 7.578 261 53 768 262 7.626 269 57 779 273 7.655 Sumber: BPS Provinsi Lampung, 2011b

5.1.1.5. Tenaga Kerja

Lampung sebagai salah satu daerah tujuan transmigrasi sejak tahun 1905 menyebabkan terbentuknya sumber daya manusia SDM dengan karakteristik yang majemuk. Kemajemukan tersebut menjadi modal bagi perekonomian Provinsi Lampung. Kualitas dan produktivitas SDM memiliki korelasi yang erat dengan suksesnya pembangunan dan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Namun dari segi kuantitas, jumlah tenaga kerja dapat menjadi sebuah modal atau sebaliknya justru menjadi beban. Jumlah tenaga kerja yang terlalu banyak akan 71 menurunkan produktivitas karena jumlah tenaga kerja pada titik tertentu menjadi tidak optimal dengan beban kerjanya. Pada tahun 2009 di Provinsi Lampung terdapat 5,35 juta penduduk usia kerja dimana sekitar 67,77 persen merupakan angkatan kerja bekerja dan pengangguran sedangkan pada tahun 2010 bertambah menjadi 5,82 juta penduduk usia kerja dan sekitar 67,95 persen diantaranya adalah angkatan kerja. Komposisi dalam angkatan kerja pun mengalami perubahan selama periode 2009- 2010, penduduk usia kerja yang bekerja bertambah 10,33 persen sementara penduduk usia kerja yang menganggur berkurang 8,08 persen. Tabel 14 Penduduk berumur 15 tahun ke atas menurut jenis kegiatan yang terbanyak dilakukan di Provinsi Lampung, tahun 2009-2010 Kegiatan Utama 2009 2010 Jumlah 000 jiwa Persentase Jumlah 000 jiwa Persentase Penduduk Usia 15+ Angkatan kerja Bekerja Pengangguran Bukan Angkatan kerja Sekolah Mengurus Rumah Tangga Lainnya 5.351,9 3.672,2 3.387,2 240,0 1.721,7 414,1 1.098,1 212,5 100,0 67,8 93,4 6,6 32,2 24,0 63,7 12,3 5.824,4 3.957,7 3.737,1 220,6 1.866,7 445,3 1.185,2 236,2 100,0 68,0 94,4 5,6 32,0 23,9 63,5 12,7 Sumber: BPS Provinsi Lampung, 2011e Berdasarkan tingkat pendidikannya, pada tahun 2010 sebagian besar penduduk yang bekerja tingkat pendidikannya tidak lebih dari Sekolah Dasar 53,48 persen. Hal yang sama terlihat juga pada persentase pekerja selama periode tahun 2007-2009 dimana sebagian besar pekerja tidak lebih dari tamatan SD. Persentase ini semakin berkurang dengan semakin tingginya pendidikan. Pekerja dengan pendidikan SLTP berkisar antara 21,06 persen hingga 22,27 persen, pendidikan SLTA antara 15,42 persen hingga 18,59 persen dan dengan pendidikan Diploma atau Sarjana hanya berkisar antara 4,12 persen hingga 5,66 persen. Komposisi ini mengindikasikan kurangnya kesempatan kerja bagi penduduk yang berpendidikan tinggi karena jenis pekerjaan yang tersedia umumnya hanya membutuhkan tingkat keahlian dan keterampilan yang rendah BPS Provinsi Lampung, 2011e. 72 Hasil estimasi berdasarkan regresi panel menunjukkan hasil yang serupa bahwa bertambahnya jumlah tenaga kerja secara positif berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun jika melihat tingkat pendidikannya, hanya tenaga kerja dengan pendidikan SLTP ke bawah unskill yang memiliki pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sedangkan tenaga kerja dengan pendidikan minimal SLTA tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Setiap peningkatan jumlah tenaga kerja yang tidak terdidik dalam dunia kerja sebanyak 1 persen akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 3,79 persen ceteris paribus. Tabel 15 Persentase penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan, 2007-2010 Pendidikan yang Ditamatkan 2007 2008 2009 2010 TidakBelum Pernah Sekolah TidakBelum Tamat SD SD SLTP SLTA SLTA 3,62 17,74 38,04 21,06 15,42 4,12 3,25 16,44 37,17 20,91 17,54 4,68 3,16 24,05 27,42 22,10 18,29 4,97 3,07 20,80 29,61 22,27 18,59 5,66 Sumber: BPS Provinsi Lampung, 2011

5.1.2. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pembangunan Manusia

Pertumbuhan ekonomi sering dikaitkan dengan pembangunan manusia. UNDP menyatakan bahwa pembangunan manusia di Indonesia terutama ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan dan kesehatan yang lebih baik. Pada penelitian sebelumnya oleh Ramirez et al. 2000 membuktikan terdapat pengaruh yang signifikan dari pertumbuhan ekonomi terhadap pembangunan manusia. Secara umum penelitian ini menunjukkan hasil bahwa pelaku ekonomi rumah tangga dan pemerintah, peran keduanya terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap pembangunan manusia, namun pertumbuhan ekonomi tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap pembangunan manusia Tabel 16. 73 Tabel 16 Hasil estimasi model pembangunan manusia Variabel Koefisien p-value Variabel Bebas: Pembangunan Manusia IPM Const. Lag Pertumbuhan Pendapatan Perkapita TUMBUHKAP-1 Pendidikan Pengelola Keuangan Ruta SPOUSESLTP Lag Pengeluaran Pemerintah PEM-1 65, 2649 0,0077 0,0658 0,0675 0,0000 0,2752 0,0000 0,0000 Sumber: Hasil pengolahan Keterangan: nilai p-value berdasarkan uji statistik-t satu arah Terciptanya pertumbuhan ekonomi sangat tergantung pada peran pemerintah yang dimanifestasikan melalui pengeluarannya. Pemerintah diperlukan dalam mendistribusikan kembali pendapatan dan peluang ekonomi kepada masyarakat Hyman, 2005. Melalui pajak yang dikumpulkan, pemerintah mengalokasikan pendapatan tersebut untuk dibelanjakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pada akhirnya, pemerintah juga mengatur aktivitas produksi dan konsumsi untuk mencapai tujuan meningkatnya kualitas manusia dan menghindari terjadinya monopoli serta melindungi masyarakat terutama masyarakat miskin. Sebagian aktivitas produksi yang dikelola pemerintah adalah pendidikan dan kesehatan. Pendidikan dan kesehatan adalah komponen dasar yang membangun kualitas manusia, jika pemerintah tidak turut campur dalam kegiatan produksinya maka masyarakat miskin tidak akan pernah memiliki akses kepada pendidikan dan pelayanan kesehatan. Hal ini terbukti melalui penelitian ini bahwa setiap peningkatan pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan akan meningkatkan kualitas manusia IPM. Peningkatan sebesar 1 persen dalam proporsi alokasi anggaran bagi pendidikan dan kesehatan terhadap total pengeluaran pemerintah akan meningkatkan capaian IPM sebanyak 0,0675 poin di tahun berikutnya ceteris paribus. Dari sisi pelaku ekonomi rumah tangga, pendidikan pengelola keuangan rumah tangga terbukti berpengaruh terhadap pembangunan manusia. Semakin tinggi pendidikan pengelola keuangan, setiap terjadi peningkatan pendapatan akan semakin banyak yang dialokasikan untuk pendidikan dan kesehatan terutama melalui gizi makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan 1 persen jumlah pengelola keuangan 74 rumah tangga berpendidikan lebih dari SD akan meningkatkan capaian IPM 0,0658 poin ceteris paribus. Hasil penelitian ini sejalan dengan Rae 1999 yang membuktikan terdapatnya kualitas kesehatan yaitu gizi yang lebih baik bagi anak- anak, jika pengelolaan keuangan dilakukan oleh perempuan yang memiliki pendidikan lebih tinggi.

5.1.3. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pengangguran

Terbatasnya lapangan kerja yang tersedia menyebabkan sebagian angkatan kerja tidak memperoleh pekerjaan. Penduduk yang belum mendapatkan pekerjaan digolongkan ke dalam penduduk yang sedang mencari kerja atau pengangguran. Secara umum angka pengangguran Provinsi Lampung menunjukkan tren menurun sejak tahun 2007 hingga 2010. Dari 7,6 persen di tahun 2007 menjadi 5,6 persen di tahun 2010. Jika melihat rentang waktu tahun 2004-2006, angka penganggguran Provinsi Lampung menunjukkan tren meningkat. Pengangguran tertinggi terjadi di tahun 2006 yaitu 9,1 persen. Tingginya tingkat pengangguran ini sebagai dampak kebijakan kenaikan harga BBM di tahun 2005 yang berpengaruh pada biaya produksi seluruh sektor usaha dan menyebabkan peningkatan pengangguran. Sumber: BPS Provinsi Lampung, 2011 Gambar 26 Tingkat pengangguran terbuka Provinsi Lampung tahun 2004-2007 Berdasarkan wilayahnya, pengangguran terbanyak terjadi di daerah perkotaan. Pengangguran tertinggi di Kota Metro 12,46 persen dan di Kota Bandar Lampung 11,92 persen. Bagi negara berkembang pengangguran di perkotaan merupakan hal yang umum terjadi. Negara berkembang yang 7,4 8,5 9,1 7,6 7,2 6,6 5,6 5 5,5 6 6,5 7 7,5 8 8,5 9 9,5 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 75 menggiatkan industrialisasi, daerah perkotaannya menjanjikan tingkat upah yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah perdesaan. Hal ini mendorong terjadinya migrasi dari desa ke kota. Tenaga kerja dari desa yang tidak memenuhi kualifikasi, tidak mendapatkan pekerjaan dan akhirnya menganggur. Tabel 17 Hasil estimasi model pengangguran Variabel Koefisien p-value Variabel Bebas: Pengangguran UNEMPLOY Const. Lag Pertumbuhan Pendapatan Perkapita TUMBUHKAP-1 Lag Pengeluaran Pemerintah PEM-1 14,9263 0,0727 -0,1127 0,0000 0,4712 0,0028 Sumber: Hasil pengolahan Keterangan: nilai p-value berdasarkan uji statistik-t satu arah. Berdasarkan estimasi regresi panel, pertumbuhan ekonomi yang terjadi tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap pengurangan pengangguran di Provinsi Lampung Tabel 17. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Knotek 2007 yang menemukan bukti empiris bahwa hubungan negatif antara pengangguran dan pertumbuhan ekonomi hukum Okun tidak selalu stabil. Hubungan negatif yang dihipotesiskan dapat berubah-ubah tergantung pada siklus bisnis yang sedang terjadi dan lamanya periode pengamatan. Pemerintah selaku agen ekonomi yang mendistribusikan pendapatan memiliki peran dalam mengurangi pengangguran. Kebijakan fiskal berupa pengeluaran bagi pendidikan dan kesehatan terbukti berpengaruh terhadap pengurangan pengangguran. Peningkatan proporsi pengeluaran pemerintah bagi pendidikan dan kesehatan sebesar 1 persen akan mengurangi pengangguran pada tahun berikutnya sebesar 0,11 persen ceteris paribus. Pengeluaran pendidikan dan kesehatan ini terutama bagi pelayanan pendidikan dasar dan kesehatan dasar termasuk diantaranya bagi keluarga miskin, sehingga dengan meningkatnya akses bagi pendidikan dan kesehatan maka kualitas tenaga kerja meningkat dan akan memampukannya bekerja lebih produktif. Banyaknya tenaga kerja yang lebih produktif dan terdidik memberikan tantangan bagi pemerintah untuk menyediakan lapangan kerja yang sesuai bagi tenaga kerja dengan pendidikan yang lebih tinggi. Saat ini lebih dari separuh pengangguran terbuka di Indonesia berpendidikan tinggi. Provinsi Lampung hampir mengalami hal serupa dimana 44,82 persen pengangguran terbuka di tahun 76 2010 adalah tamatan SLTA ke atas 21,78 persen tamatan SLTA, 11,08 persen tamatan Diploma dan 11,96 persen tamatan Universitas. Salah satu pendorong terjadinya pengangguran terdidik adalah struktur upah yang bergerak lambat. Pekerja pada sektor primer pada umumnya memiliki sedikit kemampuan untuk menentukan posisi mereka. Pekerja pada sektor primer memiliki tingkat keahlian yang terbatas seperti pekerja kasar buruh lepashonorer dan dibayar dengan upah yang rendah. Pada Gambar 27 terlihat bahwa selama tahun 2001-2011, besarnya upah minimum yang ditetapkan pemerintah masih dibawah kebutuhan hidup layak bagi pekerja dan keluarganya. Sumber: Kementrian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi, diolah. Gambar 27 Perbandingan Upah Minimum UM terhadap Kebutuhan Hidup Layak KHL Upah yang rendah menyebabkan pekerja memiliki keterbatasan. Pekerja kasar bertahan dengan upah rendah dan tidak memiliki peluang untuk memilih karena pendidikannya rendah dan tidak mungkin menganggur karena tidak terdapatnya jaminan sosial baginya jika tidak memiliki pendapatan. Pekerja dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki lebih banyak kesempatan untuk menentukan posisi mereka karena memiliki keahlian. Umumnya pekerja dengan pendidikan yang lebih tinggi memiliki status ekonomi menengah ke atas, lebih baik dari keadaan ekonomi pekerja kasar. Tenaga kerja dengan keadaan ekonomi menengah ke atas akan memilih untuk menunggu pekerjaan dengan upah yang sesuai dan tidak keberatan untuk menganggur. 92,31 95,38 86,65 100,1 102,16 85,66 100,09 94,92 85,81 89,11 95,25 75 80 85 90 95 100 105 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 77

5.1.4. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Distribusi Pendapatan

Pertumbuhan pendapatan yang tinggi belum tentu dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat. Pertumbuhan tersebut terkendala oleh distribusi pendapatan yang tidak merata. Distribusi pendapatan diindikasikan oleh besaran indeks Gini dimana semakin dekat nilainya dengan 0 nol maka semakin merata distribusi pendapatan antar individu suatu wilayah. Tren indeks gini tahun 2005- 2010, secara umum di Provinsi Lampung terjadi penurunan dari sekitar 0,346 menjadi 0,292 Tabel 18. Penurunan ini menunjukkan terjadinya distribusi pendapatan yang semakin merata antar individu. Penurunan ketimpangan juga terjadi pada berbagai kabupatenkota di Provinsi Lampung dengan distribusi pendapatan paling merata di tahun 2010 terdapat di Kabupaten Lampung Tengah dan Lampung Timur. Namun jika melihat rentang waktu yang lebih jauh, indeks gini Provinsi Lampung di tahun 2002 sebesar 0,268 jauh lebih rendah dari tahun 2005 dan masih lebih baik jika dibandingkan dengan tahun 2010. Meskipun di tahun 2005-2010 menuju keadaan semakin merata, distribusi pendapatan di tahun 2002 lebih merata jika dibandingkan tahun 2010. Tabel 18 Perkembangan indeks Gini Provinsi Lampung tahun 2005-2010 KabupatenKota 2005 2006 2007 2008 2009 2010 1. Lampung Barat 2. Tanggamus 3. Lampung Selatan 4. Lampung Timur 5. Lampung Tengah 6. Lampung Utara 7. Way kanan 8. Tulang Bawang 9. Bandar Lampung 10. Metro 0,268 0,267 0,293 0,269 0,333 0,295 0,265 0,309 0,401 0,397 0,270 0,252 0,300 0,271 0,278 0,248 0,278 0,264 0,303 0,306 0,208 0,178 0,287 0,193 0,192 0,214 0,226 0,190 0,208 0,214 0,293 0,260 0,341 0,287 0,321 0,317 0,301 0,284 0,345 0,289 0,276 0,251 0,272 0,260 0,283 0,275 0,310 0,262 0,319 0,272 0,258 0,257 0,282 0,242 0,242 0,294 0,267 0,282 0,317 0,314 LAMPUNG 0,346 0,292 0,238 0,332 0,297 0,292 Sumber: BPS, diolah Estimasi regresi menunjukkan bahwa tidak terdapat cukup bukti untuk menyatakan pertumbuhan ekonomi berdampak pada semakin meratanya pendapatan Tabel 19. Namun jika melihat pertumbuhan ekonomi menurut sektor pertanian, pertumbuhan output di sektor pertanian terbukti berpengaruh terhadap semakin meratanya pendapatan. Pertumbuhan output pertanian sebesar 1 persen akan mengurangi indeks Gini sebesar 0,003 poin ceteris paribus. Berkurangnya 78 indeks Gini semakin mendekati nol berarti distribusi pendapatan semakin menuju ke arah yang merata. Hasil ini sejalan dengan penelitian Timmer 2002 bahwa produktivitas pertanian memiliki dampak anti Kuznets, yaitu bahwa pertumbuhan ekonomi yang didorong sektor pertanian meningkatkan pemerataan distribusi pendapatan. Tabel 19 Hasil estimasi model distribusi pendapatan Variabel Koefisien p-value Variabel Bebas: Distribusi Pendapatan GINI Const. Lag Pertumbuhan Pendapatan Perkapita TUMBUHKAP-1 Pertumbuhan Output Sektor Pertanian TUMBUHTANI 0,2860 -0,0005 -0,0030 0,0000 0,2935 0,0457 Sumber: Hasil pengolahan Keterangan: nilai p-value berdasarkan uji statistik-t satu arah.

5.1.5. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pengentasan Kemiskinan

Kemiskinan di Provinsi Lampung secara umum mengalami penurunan Tabel 20. Persentase penduduk miskin di tahun 2002 mencapai 24 persen berkurang menjadi 18 persen di tahun 2010. Jika ditinjau dari indeks kedalaman kemiskinan, nilainya juga mengalami penurunan dari 4,18 di tahun 2002 menjadi 2,99 di tahun 2010. Hal ini menunjukkan adanya perbaikan secara rata-rata pada kesenjangan antara standar hidup penduduk miskin di Lampung dengan garis kemiskinan. Pendapatan penduduk miskin semakin mendekati garis kemiskinan yang berarti semakin baik keadaan kesejahteraannya. Indeks keparahan kemiskinan, juga mengalami penurunan dari 1,12 di tahun 2002 menjadi 0,8 di tahun 2010. Nilai indeks keparahan yang menurun bermakna bahwa ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin semakin menyempit. Segala upaya dilakukan untuk mengentaskan kemiskinan terutama dengan meningkatkan pendapatan nasional. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi akan meningkatan pendapatan masyarakat dan secara tidak langsung memengaruhi tingkat kemiskinan. Pada uraian sebelumnya variabel pembangunan manusia, pengangguran dan distribusi pendapatan telah diuji hubungannya dengan pertumbuhan ekonomi. Tahap berikutnya adalah menguji peranan variabel- variabel tersebut terhadap pengentasan kemiskinan. 79 Tabel 20 Indeks kemiskinan Provinsi Lampung tahun 2002-2010 Tahun Head Count Index Indeks Kedalaman Kemiskinan Indeks Keparahan Kemiskinan 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 24,06 22,63 22,22 21,42 22,77 22,19 20,93 19,34 17,76 4,18 4,26 4,12 4,10 4,62 3,94 4,43 3,45 2,99 1,12 1,17 1,12 1,19 1,3 1,07 1,25 1,12 0,8 Sumber: BPS, 2012 Berdasarkan hasil estimasi regresi, variabel yang terbukti secara signifikan terhadap kemiskinan adalah pembangunan manusia, pengangguran dan harga Tabel 21. Pembangunan manusia berperan dalam pengentasan kemiskinan sedangkan banyaknya pengangguran dan semakin tingginya tingkat harga memperparah kemiskinan. Variabel distribusi pendapatan menunjukkan bahwa semakin timpang pendapatan maka semakin tinggi tingkat kemiskinannya, namun hasil ini tidak terbukti signifikan secara statistik. Tabel 21 Hasil estimasi model kemiskinan Variabel Koefisien p-value Variabel Bebas: Kemiskinan MISKIN Const. Pembangunan Manusia IPM Pengangguran UNEMPLOY Distribusi Pendapatan GINI Tingkat Harga HARGA 133,3180 -1,8449 0,5820 16,0610 0,02839 0,0040 0,0056 0,0332 0,2898 0,1070 Sumber: Hasil pengolahan Keterangan: nilai p-value berdasarkan uji statistik-t satu arah. Meskipun distribusi pendapatan tidak signifikan secara statistik dalam penelitian ini, namun arah yang ditunjukkan oleh koefisiennya menunjukkan bahwa distribusi pendapatan yang semakin timpang akan meningkatkan kemiskinan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Bourguinon 2004 bahwa distribusi pendapatan yang semakin merata akan mengurangi tingkat kemiskinan. Tidak signifikannya pertumbuhan ekonomi terhadap distribusi pendapatan model distribusi pendapatan memutus pengaruh pemerataan distribusi pendapatan terhadap kemiskinan. 80 Dari sisi pembangunan manusia, kemiskinan berarti penyangkalan bagi pilihan dan kehidupan layak UNDP,1997. Masyarakat miskin memiliki keterbatasan untuk memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan. Jika masyarakat miskin mampu memperbaiki kualitas dirinya dengan pendidikan dan kesehatan maka produktivitas dan pendapatan akan meningkat. Pendapatan yang meningkat berarti dapat hidup secara layak dan memiliki kebebasan untuk memilih. Penelitian ini membuktikan bahwa semakin baik kualitas manusia maka kemiskinan akan semakin berkurang. Setiap peningkatan capaian IPM sebanyak 1 poin akan mengurangi 1,84 persen penduduk miskin. Penelitian Lanjouw et al. 2001 menunjukkan bahwa pembangunan manusia yang diindikasikan oleh besarnya pengeluaran pemerintah bagi pendidikan dan kesehatan terbukti memiliki manfaat bagi masyarakat miskin di Indonesia. Pembangunan manusia meningkatkan kualitas tenaga kerja. Tenaga kerja dengan pendidikan dan kesehatan yang lebih baik memiliki produktivitas yang lebih tinggi. Produktivitas dan kualitas yang lebih baik diharapkan akan mengurangi pengangguran. Pengangguran terbukti memperparah kemiskinan karena seorang penganggur tidak memiliki pendapatan dan hal ini menyebabkannya jauh dari sejahtera. Kesejahteraan yang berkurang dan terbatasnya pilihan menyebabkan pengangguran dapat jatuh miskin. Peningkatan 1 persen jumlah pengangguran akan meningkatkan jumlah penduduk miskin sebesar 0,58 persen ceteris paribus. Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah BKPMD investasi yang bersifat padat karya adalah investasi pada sektor primer, terutama pertanian. Investasi pada sektor tersebut menyerap tenaga kerja paling banyak jika dibandingkan dengan sektor lainnya lihat kembali Tabel 11. Jika melihat penyerapan tenaga kerja sektor pertanian menurut subsektornya maka selama periode 2009-2010 subsektor perkebunan merupakan subsektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Subsektor perkebunan bersifat padat karya dengan karakteristik sebagian besar tenaga kerjanya adalah buruh kasar dengan pendidikan tertinggi adalah SD, sedangkan tenaga kerja dengan pendidikan yang lebih tinggi bekerja sebagai mandor atau staf di perkantoran. Upah buruh perkebunan tidak memiliki batas minimum seperti layaknya dalam sektor industri 81 sehingga buruh tani tidak memiliki kemampuan menawar dan menerima saja upah yang ditetapkan perusahaan perkebunan. Pada sisi lain masyarakat yang memilih menjadi buruh kasar dikarenakan tidak memiliki lahan, tidak memilki ketrampilan dan justru merasa terselamatkan dengan adanya pekerjaan sebagai buruh meskipun upahnya rendah. Tabel 22 Rata-rata upah nominal dan upah riil buruh tani di Indonesia tahun 2008-2011 Upah Harian Rp 2008 2009 2010 2011 Nominal Riil 28.538 20.887 36.827 30.473 38.041 29.669 39.153 28.872 Sumber: BPS, 2012 Secara umum upah nominal buruh tani per hari di Indonesia mengalami peningkatan dari 28 ribu Rupiah di tahun 2008 menjadi 39 ribu Rupiah di tahun 2011 Tabel 22. Namun jika dikaji secara riil dengan membandingkannya dengan tingkat inflasi, upah buruh tani mengalami penurunan. Upah riil buruh tani per hari di tahun 2009 mencapai 30 ribu Rupiah namun turun menjadi 28,9 ribu Rupiah di tahun 2011. Penurunan upah riil tersebut menunjukkan bahwa penghasilan buruh tani berkurang dan jika tidak memiliki sumber penghasilan lain maka kesejahteraannya juga berkurang. Menurunnya upah riil diakibatkan terjadinya peningkatan harga yang lebih tinggi dari peningkatan upah nominal. Peningkatan harga menyebabkan beban masyarakat miskin semakin berat. Guncangan harga dapat menyebabkan masyarakat yang berada di sekitar garis kemiskinan dapat jatuh menjadi miskin. Hal ini terlihat ketika terjadi kenaikan harga BBM di tahun 2005 dan 2008. Harga BBM mengalami peningkatan sebanyak dua kali di tahun 2005 yaitu pada tanggal 1 Maret 2005 dari Rp. 1.810liter menjadi Rp. 2.400liter dan pada tanggal 1 Oktober dari Rp. 2.400liter menjadi Rp. 4.500liter. Peningkatan harga BBM memicu naiknya harga-harga komoditas lainnya sehingga inflasi Bandar Lampung pada bulan Oktober merupakan yang tertinggi di Sumatera mencapai 12,87 persen. Secara keseluruhan pada akhir tahun 2005 Bandar Lampung mengalami peningkatan harga 21,17 persen. Pada tahun 2008 harga BBM meningkat lagi menjadi Rp. 6.000liter dan inflasi Bandar Lampung kembali melebihi 10 persen yaitu sebesar 14,82 persen. Peningkatan harga ini menyebabkan kemiskinan di Lampung meningkat 1,35 persen di tahun 2006 menjadi 22,77 persen. Hasil yang 82 serupa ditunjukkan dalam penelitian ini dimana peningkatan indeks harga sebesar 1 poin yang berarti harga lebih mahal 1 persen dari tahun sebelumnya akan meningkatkan kemiskinan 0,028 persen. Kebijakan stabilitas pendapatan yang memproteksi pendapatan rumah tangga dari guncangan ekonomi adalah kebijakan jangka pendek yang dapat digunakan untuk mengatasi kemiskinan tersebut.

5.2. Simulasi Kebijakan

Simulasi merupakan salah satu tahapan permodelan yang dapat digunakan untuk mengkaji arah hubungan dan besarnya pengaruh dari perubahan variabel eksogen tertentu dalam model terhadap seluruh variabel endogen. Simulasi memiliki beberapa tujuan yakni melakukan pengujian dan evaluasi terhadap model ex-post, mengevaluasi kebijakan pada masa lampau backasting dan membuat peramalan pada masa datang ex-ante.

5.2.1. Validasi Model

Sebelum melakukan simulasi, terlebih dahulu dilakukan validasi model untuk mengetahui daya prediksi model. Model dikatakan cukup valid untuk digunakan dalam simulasi kebijakan jika nilai Theil’s Inequality U-Theil’s mendekati 0 nol. Hasil validasi model disajikan dalam Tabel 23 menunjukkan bahwa kelima persamaan memiliki nilai U-Theil ’s masih dibawah 0,5 sehingga secara umum dapat dikategorikan mendekati nol. Tabel 23 Hasil validasi variabel endogen pada model estimasi Variabel Endogen U- Theil’s Pertumbuhan Pendapatan Perkapita Pembangunan Manusia Pengangguran Distribusi Pendapatan Kemiskinan 0,486 0,004 0,181 0,070 0,065 Sumber: Hasil pengolahan

5.2.2. Dampak Kenaikan Investasi Swasta

Analisis dampak kenaikan investasi swasta dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh investasi melalui instrumen besaran nilai investasi terhadap pertumbuhan pendapatan perkapita, pembangunan manusia, tingkat pengangguran, distribusi pendapatan dan kemiskinan. Simulasi dilakukan dengan skenario meningkatkan investasi swasta di semua kabupatenkota sebesar 11,5 persen. Skenario ini didasarkan pada target pertumbuhan investasi nasional 83 berdasarkan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional BAPPENAS. Skenario tersebut kemudian dibandingkan dengan skenario berikutnya yaitu jika kenaikan investasi swasta mencapai 20 persen dan 35 persen. Tabel 24 Hasil simulasi peningkatan investasi swasta Variabel Nilai Dasar Simulasi Kenaikan Investasi 11,5 20 35 Pertumbuhan Pendapatan Perkapita Pembangunan Manusia Pengangguran Distribusi Pendapatan Kemiskinan 4,93 68,8 10,5 0,26 20,0 4,95 68,80 10,5 0,26 20,0 4,96 68,8 10,5 0,26 20,0 4,98 68,8 10,5 0,26 20,0 Sumber: Hasil pengolahan Hasil simulasi yang disajikan dalam Tabel 24 menunjukkan bahwa peningkatan nilai investasi hanya memiliki pengaruh pada pertumbuhan pendapatan per kapita. Semakin besar kenaikan investasi swasta maka semakin besar pertumbuhan pendapatan perkapita yang terbentuk. Namun pertumbuhan ekonomi tersebut belum mampu menggerakan perubahan pada kualitas manusia, tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan.

5.2.3. Dampak Kenaikan Pengeluaran Pemerintah bagi Pendidikan dan Kesehatan

Analisis mengenai dampak investasi pembangunan manusia oleh pemerintah dilakukan dengan melakukan simulasi meningkatkan proporsi pengeluaran pemerintah bagi pendidikan dan kesehatan. Skenario yang dilakukan adalah meningkatkan proporsi pengeluaran pemerintah bagi pendidikan dan kesehatan sebesar 20 persen dan 35 persen. Hasil simulasi pada Tabel 26 dan Tabel 26 menunjukkan bahwa semakin besar anggaran yang dialokasikan pemerintah bagi pendidikan dan kesehatan secara simultan akan mengurangi kemiskinan lebih banyak. Tabel 25 Hasil simulasi peningkatan proporsi pengeluaran pemerintah bagi pendidikan dan kesehatan sebesar 20 persen Variabel Nilai Dasar Nilai Simulasi Besar Perubahan Persentase Perubahan Pertumbuhan Pendapatan Perkapita Pembangunan Manusia Pengangguran Distribusi Pendapatan Kemiskinan 4,93 68,8 10,5 0,26 20,0 4,93 69,3 9,7 0,26 18,7 0,00 0,50 -0,8 0,00 -1,3 0,00 0,73 -7,62 0,00 -6,50 Sumber: Hasil pengolahan