Akses Lahan Usaha dan Kepastian Berusaha

4.3.1. Akses Lahan Usaha dan Kepastian Berusaha

Lahan merupakan tempat yang digunakan untuk memulai aktivitas usaha yang dibutuhkan setiap jenis kegiatan usaha. Walaupun perkembangan teknologi dan jenis usaha tertentu misalnya jasa dokter tidak membutuhkan kehadiran lahan, namun sebagian besar aktivitas ekonomi di Indonesia masih sangat bergantung pada lahan. Tingkat permintaan terhadap lahan semakin tinggi, sedangkan ketersediaan lahan yang terbatas telah menjadi permasalahan tersendiri. Permasalahan lahan tersebut bisa dikatakan sebagai masalah alami akses lahan. Sedangkan masalah administrasi pertanahan yang sering muncul seperti sengketa lahan karena adanya kepemilikan sertifikat ganda ataupun perubahan tanah ulayat. Prinsip-prinsip dasar yang dikembangkan pada indikator akses lahan dan kepastian usaha adalah tingkat kepastian hukum terhadap kepemilikan lahan, tingkat resiko penggusuran, lama pengurusan surat kepemilikan tanah, dan tingkat kemudahan perolehan lahan serta frekuensi terjadinya konflik mengenai kepemilikan atau perjanjian kerjasama penggunaan lahan. Konstitusi Indonesia pada Pasal 33 ayat 3 menyebutkan bahwa bumi, air, dan ruang angkasa dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Ketentuan ini kemudian dijadikan dasar penyusunan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Ketentuan Pokok- Pokok Agraria UUPA. Pasal 2 UUPA ayat 2 dijabarkan mengenai hak negara yang merupakan penjabaran dari pasal 33 ayat 3 UUD, yaitu: a Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa. b Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa. c Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan antara orang-orang dan perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa. Atas dasar tersebut, negara memiliki hak atas permukaan bumi tanah yang diantaranya adalah: 1. Hak milik adalah hak turun-temurun, kuat, dan penuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, tetapi tidak berarti bahwa hak milik tersebut merupakan hak yang mutlak, tidak terbatas, dan tidak dapat diganggu gugat. Hak milik terjadi karena ketentuan undang-undang atau berdasarkan peraturan pemerintah. Yang dapat mempunyai hak milik adalah warga negara Indonesia WNI, Badan hukum yang telah ditunjuk oleh pemerintah dan dipergunakan langsung dalam bidang sosial atau keagamaan. 2. HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu tertentu, misalnya digunakan untuk perusahaan pertanian atau perkebunan, perikanan dan peternakan. Yang dapat mempunyai HGU adalah WNI dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. 3. HGB adalah hak untuk mendirikan bangunan di atas tanah yang bukan miliknya dengan jangka waktu tertentu. Yang dapat mempunyai HGB adalah WNI dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia 4. Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang, dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikan atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah. Yang dapat memperoleh hak pakai adalah WNI, warga negara asing, perusahan Indonesia atau perusahaan asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. Dalam implementasinya, hak atas tanah dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat. Sertifikat tanah diperoleh melalui pendaftaran tanah oleh Badan Pertanahan Nasional BPN. Pendaftaran tanah sendiri meliputi dua hal, yaitu: pendaftaran untuk tanah yang belum bersertifikat dan pendaftaran untuk pengalihan atau peningkatan hak. Pendaftaran tanah dimulai dari pengumpulan dan pengolahan data fisik, pembuktian hak dan pembukuannya, penerbitan sertifikat, penyajian data fisik dan data yuridis, dan penyimpanan daftar umum dan dokumen. Dasar hukum atas aktivitas pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud di atas adalah Undang- Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dan Peraturan Menteri Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dari sejumlah ketentuan itu, prosedur pendaftar pendaftaran tanah, tidak secara jelas mengatur mengenai batas waktu pelayanan perizinan pendaftaran tanahnya. Gambaran Kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Menurut Peraturan Pemerintah No 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah Pusat, Pemerintahan Daerah, Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten dan Kota. Berikut adalah penjabaran detil mengenai pembagian urusan pemerintahan bidang pertanahan pemerintah kabupaten dan kota: 1. Izin Lokasi Izin Lokasi meliputi penerimaan permohonan dan pemeriksaan kelengkapan persyaratan, kompilasi bahan koordinasi, pelaksanaan rapat koordinasi, pelaksanaan peninjauan lokasi, penerbitan surat keputusan izin lokasi. 2. Pengadaan tanah Pengadaan tanah untuk kepentingan umum seperti penetapan lokasi, pembentukan tim penilai tanah, pelaksanaan musyawarah, penetapan lokasi, pembentukan panitia pengadaan tanah, penerimaan hasil penaksiran nilai tanah dari lembaga atau tim penilai tanah. 3. Penyelesaian sengketa tanah garapan Penyelesaian sengketa tanah garapan meliputi penerimaan dan pengkajian laporan pengaduan sengketa tanah garapan, penelitian terhadap obyek-subyek sengketa, pencegahan meluasnya dampak sengketa tanah garapan, koordinasi dengan kantor pertanahan untuk menetapkan langkah-langkah penanganannya, fasilitasi musyawarah antar pihak yang bersengketa untuk mendapatkan kesepakatan para pihak. 4. Penyelesaian masalah ganti kerugian Penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan meliputi pembentukan tim pengawasan pengendalian, penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan. 5. Penetapan subyek dan obyek redistribusi tanah Penetapan subyek dan obyek redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee meliputi pembentukan panitia pertimbangan land reform dan sekretariat panitia, pelaksanaan sidang yang membahas hasil inventarisasi untuk penetapan subyek-obyek redistribusi tanah serta ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee, pembuatan hasil sidang dalam berita acara, penetapan tanah kelebihan maksimum, penetapan para penerima retribusi tanah kelebihan, penerbitan surat keputusan subyek dan obyek. 6. Penetapan tanah ulayat Penetapan tanah ulayat meliputi pembentukan panitia peneliti, pelaksanaan dengar pendapat umum dalam rangka penetapan tanah ulayat, pengusulan rancangan Perda tentang penetapan tanah ulayat, pengusulan pemetaan dan pencatatan tanah ulayat dalam daftar tanah kepada kantor pertanahan kabupaten dan kota, penanganan masalah tanah ulayat melalui musyawarah dan mufakat. 7. Pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah kosong Pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah kosong meliputi inventarisasi dan identifikasi tanah kosong untuk pemanfaatan tanaman pangan semusim, penetapan bidang tanah sebagai tanah kosong yang dapat digunakan untuk tanaman pangan semusim bersama dengan pihak lain berdasarkan perjanjian, penetapan pihak-pihak yang memerlukan tanah untuk tanaman pangan semusim dengan mengutamakan masyarakat setempat, fasilitas perjanjian kerjasama antara pemegang hak tanah dengan pihak yang akan memanfaatkan tanah dihadapan atau diketahui oleh kepala desa atau lurah dan camat setempat dengan perjanjian untuk dua kali musim tanam, penanganan masalah yang timbul dalam pemanfaatan tanah kosong jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian. 8. Izin membuka tanah Izin membuka tanah meliputi penerimaan dan pemeriksaan permohonan, pemeriksaan lapang dengan memperhatikan kemampuan tanah, status tanah dan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah RUTRW kabupaten dan kota, penerbitan surat izin membuka tanah. 9. Perencanaan penggunaan tanah wilayah kabupaten dan kota Perencanaan penggunaan tanah wilayah kabupaten dan kota meliputi pembentukan tim koordinasi tingkat kabupaten dan kota, kompilasi dan informasi seperti peta pola rencana tata ruang wilayah rencana pembangunan yang akan menggunakan tanah baik dari pihak manapun, analisa kelayakan letak lokasi sesuai dengan ketentuan dan kriteria teknis dari intansi terkait, penyiapan draft rencana letak kegiatan penggunaan tanah, pelaksanaan koordinasi terhadap rencana letak. Untuk mendapatkan nilai persentase dari indikator akses lahan usaha dan kepastian berusaha ada empat variabel penilaian yang digunakan, yaitu: 1 Waktu yang dibutuhkan untuk pengurusan status tanah. 2 Persepsi tentang kemudahan perolehan lahan. 3 Persepsi tentang penggusuran lahan oleh Pemda. 4 Persepsi tentang keseluruhan permasalahan lahan usaha. Setelah mendapatkan nilai total dari keempat variabel tersebut, KPPOD membaginya ke dalam empat klasifikasi, yaitu: 1 Nilai total sebesar 0-25 persen, berarti bahwa akses lahan usaha dan kepastian berusaha di kabupaten dan kota tersebut tergolong sangat buruk. 2 Nilai total sebesar 26-50 persen, berarti bahwa akses lahan usaha dan kepastian berusaha di kabupaten dan kota tersebut tergolong buruk. 3 Nilai total sebesar 51-75 persen, berarti bahwa akses lahan usaha dan kepastian berusaha di kabupaten dan kota tersebut tergolong baik. 4 Nilai total sebesar 76-100 persen, berarti bahwa akses lahan usaha dan kepastian berusaha di kabupaten dan kota tersebut tergolong sangat baik.

4.3.2. Perizinan Usaha