Dampak Tata Kelola Pemerintahan Daerah Terhadap Realisasi Investasi di Provinsi Jawa Timur

(1)

DAMPAK TATA KELOLA PEMERINTAHAN DAERAH

TERHADAP REALISASI INVESTASI DI

PROVINSI JAWA TIMUR

SANTI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Dampak Tata Kelola Pemerintahan Daerah Terhadap Realisasi Investasi di Provinsi Jawa Timur adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2012

Santi


(4)

(5)

ABSTRACT

SANTI. Impact of Regional Governance to Investment Realization in East Java Province. Under the supervision of BAMBANG JUANDA and NUNUNG NURYARTONO.

Regional governance is one of important supporting factors in stimulating investment realization in every region. The aims of the study are (1) to describe the perceptual difference among businessmakers in East Java based on regional governance survey held by KPPOD (Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah) in 2007 and 2010, (2) to analyze the linkages between regional governance and investment realization in East Java, and also (3) to analyze the impact of regional governance to investment realization in East Java. Data used in this research consist of 2 period, 2005-2007 and 2008-2010, and 38 districts and municipals in East Java. Data are taken from Investment Coordinating Board, Central Bureau of Statistics Indonesia and Directorate General of Fiscal Balance (DJPK). Methods used are descriptive statistic ,using Pearson and Spearman correlation, and also static panel data regression. Perceptual difference on the latter survey, as the first result, found to be significantly better and even worse than the previous one for some major variables . Results also showed that there is a strong linkage between foreign direct investment, domestic private investment, public investment and regional governance. The elements of regional governance that affected domestic investment are percentages of businessmaker having business licence (Tanda Daftar Perusahaan) and also dummy of regional government program in promoting local potential product/commodity. The elements of regional governance that affected foreign direct investment are dummy of donation barrier to the regional government, dummy of the regent/municipal’s comprehension to the business matters and dummy of the quality of road infrastructure.


(6)

(7)

RINGKASAN

SANTI. Dampak Tata Kelola Pemerintahan Daerah Terhadap Realisasi Investasi di Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh BAMBANG JUANDA dan NUNUNG NURYARTONO.

Salah satu unsur penting penunjang pertumbuhan ekonomi adalah investasi. Investasi terutama investasi swasta dalam bentuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) sangat penting karena akan dapat menyerap tenaga kerja, mendorong spesialisasi dalam produksi, menstimulasi kemajuan teknologi dan yang terutama adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Walaupun selama ini kontribusi investasi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia relatif kecil, pertumbuhannya makin meningkat seiring waktu.

Untuk dapat menarik sebanyak mungkin investor dalam menanamkan modalnya, Pemda perlu menciptakan iklim investasi yang baik. Faktor ekonomi seperti suku bunga, inflasi, sumber daya alam memang menjadi salah satu determinan utama bagi para investor, tetapi faktor non ekonomi yang walaupun fungsinya sebagai faktor pendukung, juga memegang peranan penting. Salah satu faktor non ekonomi ini adalah tata kelola pemerintahan daerah.

Tata kelola pemerintahan daerah pada dasarnya merupakan cerminan kinerja Pemda itu sendiri. Kualitas tata kelola yang mendukung iklim investasi terlihat antara lain dari kualitas infrastruktur yang memadai, prosedur perizinan usaha yang mudah, pengembangan usaha kecil dan menengah, serta penghapusan biaya transaksi yang memberatkan.

Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) sebagai lembaga peneliti independen berusaha memotret kualitas tata kelola pemerintahan daerah dan mengkuantifikasikannya menjadi sebuah angka indeks agregat melalui dua kali survei, di tahun 2007 dan 2010. Dari 2 kali perlaksanaan survei, posisi 10 besar indeks terbaik didominasi olah kabupaten/kota di Jawa Timur. Dari segi realisasi investasi, provinsi Jawa Timur menempati posisi ketiga realisasi investasi terbesar di Pulau Jawa, setelah Jawa Barat dan DKI Jakarta

Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk (1)

 

mendeskripsikan perbedaan persepsi pelaku usaha di Jawa Timur sehubungan dengan tata kelola pemerintahan daerah menurut hasil survei KPPOD tahun 2007 dan 2010, (2) menganalisis hubungan antara tata kelola pemerintahan daerah dengan realisasi investasi PMA dan PMDN di Jawa Timur dan (3) menganalisis pengaruh tata kelola pemerintahan daerah dengan realisasi investasi PMA dan PMDN di Jawa Timur.

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder tersebut adalah data survei Tata Kelola Ekonomi Daerah (TKED) tahun 2007 dan 2010 yang diperoleh dari Komite Pemantauan Penyelenggaraan Otonomi Daerah. Data berupa belanja modal diperoleh dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, data pertumbuhan ekonomi diperoleh dari Badan Pusat Statistik, sedangkan data realisasi PMDN dan PMA diperoleh dari Badan Koordinasi dan Penanaman Modal . Metode analisis yang


(8)

digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif berupa analisis korelasi dan uji beda rata-rata, serta regresi data panel. Analisis korelasi digunakan untuk menganalisis hubungan variabel tata kelola ekonomi daerah dengan PDRB per kapita dan pertumbuhan ekonomi sedangkan regresi data panel statis digunakan untuk menganalisis pengaruh tata kelola ekonomi daerah, APBD serta IPM terhadap PDRB per kapita dan pertumbuhan ekonomi.

Hasil penelitian ini menunjukkan Persepsi pelaku usaha tentang Tata Kelola Pemerintahan Daerah di Jawa Timur periode 2005-2010 semakin membaik untuk tata kelola berupa waktu pengurusan status tanah, persepsi kecilnya kemungkinan lokasi usaha akan digusur,persentase perusahaan yang memiliki TDP, persepsi bahwa biaya tidak memberatkan usaha, tingkat efisiensi pelayanan izin usaha, izin usaha yang kecil hambatannya terhadap kinerja perusahaan, kepastian hukum dari kebijakan Pemda, tingkat pengetahuan akan keberadaan PPUS, promosi produk lokal kepada investor potensial, pelatihan pengajuan aplikasi kredit bagi UKM yang bermanfaat bagi dunia usaha, persepsi biaya transaksi tidak menghambat kinerja perusahaan, kualitas infrastruktur lampu jalan, persentase perusahaan yang menggunakan genset dan lama pemadaman listrik . Sementara itu persepsi pelaku usaha makin memburuk untuk kebijakan Pemda yang berorientasi mendorong iklim investasi, IPPU yang tidak menghambat kinerja perusahaan, tingkat pembayaran donasi kepada Pemda dan persepsi bahwa kepala daerahnya bertindak tegas terhadap korupsi yang dilakukan jajarannya.

Sementara itu variabel tata kelola pemerintahan daerah yang berkorelasi signifikan dengan PMDN maupun PMA dan sejalan dengan teori adalah persepsi bahwa pelayanan izin usaha bebas pungli, tingkat hambatan izin usaha terhadap kinerja perusahaan, persepsi kebijakan non diskriminatif Pemda, tingkat hambatan interaksi pemda dengan pelaku usaha, tingkat hambatan kapasitas dan integritas kepala daerah terhadap dunia usaha, tingkat hambatan biaya transaksi terhadap kinerja perusahaan, kualitas infrastruktur jalan dan tingkat hambatan infrastruktur terhadap kinerja perusahaan.

Dalam menganalisis pengaruh tata kelola jika berinteraksi dengan variabel penentu investasi lainnya, diformulasikanlah 2 model, yaitu model PMA dan PMDN. Dari hasil regresi data panel , terlihat bahwa variabel tata kelola yang berpengaruh terhadap realisasi PMDN adalah persentase perusahaan yang memiliki TDP (Tanda Daftar Perusahaan) dan program pengembangan usaha swasta berupa promosi produk lokal terhadap investor potensial. Sementara itu variabel tata kelola yang berpengaruh positif terhadap realisasi PMA adalah kualitas infrastruktur jalan, tingkat hambatan donasi terhadap Pemda dan pemahaman kepala daerah tentang permasalahan dunia usaha. Salah satu hal yang melatarbelakangi perbedaan elemen tata kelola pemerintahan yang mempengaruhi masing-masing PMA dan PMDN adalah karakteristik PMA dan PMDN itu sendiri.

Saran atau implikasi kebijakan yang dapat direkomendasikan dalam penelitian ini adalah (1) Dalam rangka menciptakan iklim investasi yang kondusif, biaya transaksi yang semakin tinggi di Jawa Timur perlu diminimalisir. Walaupun persepsi pelaku usaha di Jawa Timur tidak menganggap biaya transaksi tersebut sebagai hal yang memberatkan, namun persepsi itu akan sampai pada suatu titik di mana mereka akan merasa biaya tersebut sangat menghambat kinerja perusahaan, (2) Sehubungan dengan tata kelola pemerintahan dari segi kapasitas


(9)

dan integritas bupati/walikota, penyelenggaraan Pilkada perlu ditinjau ulang. Hal ini dimaksudkan agar high cost of politics yang merupakan konsekuensi pemilukada tidak menyebabkan kepala daerah melakukan tindakan yang menguntungkan dirinya sendiri.


(10)

(11)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB


(12)

(13)

DAMPAK TATA KELOLA PEMERINTAHAN DAERAH

TERHADAP REALISASI INVESTASI DI

PROVINSI JAWA TIMUR

SANTI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(14)

(15)

Judul Tesis : Dampak Tata Kelola Pemerintahan Daerah Terhadap Realisasi Investasi di Provinsi Jawa Timur

Nama : Santi

NRP : H151100241

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof.Dr. Ir. Bambang Juanda,M.S. Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si.

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr. Tanggal Ujian : 17 September 2012 Tanggal Lulus :


(16)

(17)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang sangat baik, sehingga tesis dengan judul Dampak Tata Kelola Pemerintahan Daerah Terhadap Realisasi Investasi di Provinsi Jawa Timur ini dapat terselesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan S2 dan memperoleh gelar Magister Sains dari Program Studi Ilmu Ekonomi di Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof . Dr. Ir. Bambang Juanda, M.S. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Nunung Nuryartono,M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan yang sangat bermanfaat dalam penulisan tesis ini.

2. Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc.Agr. atas kesediaannya menjadi penguji luar komisi serta Tanti Novianti, S.P., M.Si. selaku perwakilan Program Studi atas saran dan masukan yang diberikan.

3. Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Pusat Pendidikan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Bidang Pengelolaan Beasiswa yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti kuliah di Sekolah Pascasarjana Program Studi Ilmu Ekonomi IPB serta kesediaannya untuk memberikan perpanjangan dua bulan masa studi.

4. Semua dosen yang telah mengajar penulis, rekan-rekan kuliah Reguler 4 (Luken, Airin, Dyah, Inda, Via, Agus , Aria) dan teman-teman Batch 3 kelas BPS yang senantiasa membantu penulis selama mengikuti perkuliahan di kelas Program Studi Ilmu Ekonomi IPB. Tak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada Kak Diyaniati dan Mas Reggy yang telah membantu secara administratif proses belajar mengajar di Pasca Sarjana Program studi Ilmu Ekonomi.

5. Teman-teman diskusi, Elizabeth Karlinda, Bayu Tri Laksana, Sutarsono, Bapak Adhitya Wardhana, Ibu Andi Tombolotutu dan Meita Puspitasari atas pandangan dan pencerahannya.

6. Keluargaku, tertama suamiku, Julius, terima kasih atas doa, perhatian dan semangat yang kau berikan. Anakku Inez, mohon maaf ya Nak, kalau di rumah Mama lebih banyak berkutat di depan laptop daripada bermain bersamamu. Mama akan tebus itu. Untuk Papa, Mama (almh.) ,dan Inang di Medan terimakasih atas kasih sayang yang tak putus-putusnya. Adikku Rena, Raymond dan Nuel, terimakasih selalu buat doanya. Buat Suster Dede yang selama ini setia menjaga Inez, terimakasih banyak sudah mau menjadi perpanjangan tangan saya dalam rumah tangga. Hanya Tuhan yang dapat membalas budi baikmu.


(18)

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak lain yang telah membantu namun namanya tak dapat penulis sebutkan satu persatu. Sekali lagi terima kasih.

Bogor, September 2012


(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 8 September 1980 dari Bapak Ferry Marisi Lumban Tobing,M. Eng. Dan Ibu Samoida Siringoringo (almh). Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Penulis menamatkan pendidikan dasar di SD Santa Agnes Padang kemudian melanjutkan ke SLTP Maria Padang pada tahun 1992 dan lulus pada tahun 1995. Setelah lulus dari SLTP Maria Padang, penulis melanjutkan ke SMU Don Bosco Padang. Pada tahun 1998 penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) program Diploma III Perpajakan Jakarta dan lulus pada tahun 2001.

Setelah menamatkan pendidikan di STAN, penulis bekerja di Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Negara dan Daerah , sebagai pelaksana. Setelah pengangkatan PNS, penulis melanjutkan pendidikan alih jenjang di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Swadaya jurusan Akuntansi dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada tahun 2005. Pada tahun 2010 penulis diterima menjadi mahasiswa pasca sarjana program studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen di Institut Pertanian Bogor melalui seleksi bea siswa tugas belajar yang disponsori oleh Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Kementerian Keuangan Republik Indonesia.


(20)

(21)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI...………... xiii

DAFTAR TABEL ………... xvii

DAFTAR GAMBAR ... ……….. xxiii

DAFTAR LAMPIRAN………... xxvii

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang……… 1

1.2. Perumusan Masalah……….... 5

1.3. Tujuan Penelitian ……… 9

1.4. Manfaat Penelitian ………... 9

1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian……….. 10

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi.………. 11

2.2. Investasi ……… 13

2.3. Teori Investasi ……....……… 14

2.4. Desentralisasi ………. 17

2.5. Tata Kelola Pemerintahan Daerah ………... 20

2.6. Penelitian Empiris ... 27

2.6.1.Keterkaitan Tata Kelola Pemerintahan dengan Pertumbuhan Ekonomi ... 27

2.6.2. Keterkaitan Tata Kelola Pemerintahan dengan Investasi…. 28 2.6.3. Keterkaitan PMA dengan PMDN ... 29

2.6.4. Keterkaitan Investasi Pemerintah dengan PMDN………… 30

2.6.5. Keterkaitan Investasi Pemerintah dengan PMA………….... 31

2.6.6. Keterkaitan Pertumbuhan Ekonomi dengan PMDN... 31

2.6.7. Keterkaitan Pertumbuhan Ekonomi dengan PMA... 31

2.7. Kerangka Pemikiran………. 31

2.8. Hipotesis ………. 34

III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data………. 35


(22)

xiv

3.3. Metode Analisis... 36 3.3.1. Analisis Desktiptif... 36 3.3.1.1. Uji Beda Berpasangan……….... 36 3.3.1.2 Analisis Korelasi………. 38 3.3.1.2.1 Uji Korelasi Pearson………. 38 3.3.1.2.2 Uji Korelasi Spearman………. 39 3.3.2 Analisis Regresi Data Panel Statis……… 40 3.3.2.1 Fixed Effects Model………. 43 3.3.2.2 Random Effects Model……… 44 3.4. Model Determinan Investasi Swasta di Jawa Timur………….. 45

IV. GAMBARAN UMUM... 47

4.1. Kondisi Geografis……… 47

4.2. Kondisi Topografis dan Iklim……….. 48 4.2.1. Kondisi Topografis………... 48

4.2.2. Iklim………... 49

4.3. Wilayah Administratif……….. 49

4.4. Kondisi Demografis………. 50

4.4.1. Penduduk……… 50

4.4.2. Angkatan Kerja……….. 50

4.5. Indeks Pembangunan Manusia... 51

4.6. Kondisi Perekonomian……… 53

4.6.1. PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi………. 53

4.6.2. Inflasi………. 54

4.7. Investasi……….. 55

4.7.1. Penanaman Modal Asing………. 56 4.7.2 Penanaman Modal Dalam Negeri………. 59

4.8. Tata Kelola Pemerintahan Daerah……… 60

4.8.1. Gambaran Umum Survei TKED……… 61

4.8.2. Instrumen Penelitian……… 61 4.8.3. Karakteristik Responden... 63 4.8.4. Akses Lahan... 66 4.8.5 Perizinan Usaha... 67 4.8.6. Interaksi Pemda dengan Pelaku Usaha... 70 4.8.7. Program Pengembangan Usaha Swasta……….... 70 4.8.8. Kapasitas dan Integritas Kepala Daerah... 72 4.8.9. Biaya Transaksi... 73 4.8.10. Infrastruktur Daerah... 74


(23)

xv 4.8.11 Keamanan dan Penyelesaian Konflik... 75 4.8.12 Kualitas Peraturan Daerah... 76

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 79

5.1 Perbedaan Persepsi Pelaku Usaha tentang Tata Kelola Pemerintahan Daerah Menurut Hasil Survei TKED 2007 dan

2010………...

79

5.2. Hubungan antara tata kelola ekonomi daerah dan realisasi PMDN

dan PMA……… 88

5.2.1.Hubungan antara Akses Lahan dan realisasi PMDN dan

PMA Kabupaten dan Kota di Jawa Timur……….. 88

5.2.2.Hubungan antara Izin Usaha dan realisasi PMDN dan

PMA Kabupaten dan Kota di Jawa Timur……… 91

5.2.3.Hubungan antara IPPU dan realisasi PMDN dan PMA

Kabupaten dan Kota di Jawa Timur………... 97

5.2.4.Hubungan antara PPUS dan realisasi PMDN dan PMA

Kabupaten dan Kota di Jawa Timur……… 110

5.2.5.Hubungan antara Kapasitas dan Integritas Bupati/Walikota dan realisasi PMDN dan PMA Kabupaten dan Kota di

Jawa Timur……….

112

5.2.6.Hubungan antara Keamanan dan Penyelesaian Sengketa dan realisasi PMDN dan PMA Kabupaten dan Kota di Jawa

Timur………...

118

5.2.7.Hubungan antara Biaya Transaksi dan realisasi PMDN

dan PMA Kabupaten dan Kota di Jawa Timur………. 130

5.2.8.Hubungan antara Kebijakan Infrastruktur Daerah dan

realisasi PMDN Kabupaten dan Kota di Jawa Timur…….. 132 5.2.9. Hubungan Sub_Indeks dan Indeks Tata Kelola Ekonomi

Daerah dengan Realisasi PMDN dan PMA Kabupaten

dan Kota di Jawa Timur………..

136

5.3. Pengaruh Tata Kelola Pemerintahan Daerah terhadap Realisasi

Investasi di Provinsi Jawa Timur………. 139 5.3.1. Uji Asumsi Klasik………. 139 5.3.1.1. Uji Normalitas………... 139 5.3.1.2. Uji Heteroskedastisitas……….. 140 5.3.1.3. Uji Multikolinearitas………. 140 5.3.1.4. Uji Autokorelasi……… 140 5.3.2. Uji Statistik………... 140 5.3.2.1. Koefisien Determinasi (R2)………... 140 5.3.2.2. Uji Parameter Signifikansi Individu(Uji T)……….. 141 5.3.2.3 Uji Signifikansi Parameter Simultan (Uji F)………. 141


(24)

xvi

5.3.3. Hasil Estimasi Model………... 142

5.4.3. Analisis Pengaruh Tata Kelola Ekonomi Daerah terhadap

Realisasi Investasi di Provinsi Jawa Timur………... 144

5.4.3.1 Analisis Pengaruh Tata Kelola Ekonomi Daerah terhadap

Realisasi PMDN di Provinsi Jawa Timur………. 144

5.4.3.2 Analisis Pengaruh Tata Kelola Ekonomi Daerah

terhadap Realisasi PMA di Provinsi Jawa Timur……… 147

VI PENUTUP 149

6.1. Kesimpulan………... 149

6.2. Saran……….. 151

DAFTAR PUSTAKA ………... 153


(25)

xvii DAFTAR TABEL

Halaman

1 Perkembangan PDB Indonesia menurut jenis penggunaan (atas dasar harga konstan) dan Distribusi Konsumsi dan Investasi (atas dasar PDB atas dasar

harga berlaku) (dalam triliun Rp)………. 3

2 Ruang Lingkup Survei Tata kelola Ekonomi Daerah oleh KPPOD (2007 & 2010)………...

6

3 Sepuluh Kabupaten/Kota Peringkat Teratas Survei Tata Kelola Ekonomi

Daerah 2007 dan 2010……… 6

4 Perbandingan Realisasi Investasi Langsung Beberapa Provinsi di Pulau

Jawa………... 7

5 Indeks Komposit IPM dan Posisi Ranking Jawa Timur Secara Nasional…. 52 6 PDRB Jawa Timur menurut lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku dan

Atas Dasar Harga Konstan dan Distribusi PDRB 2010... 53 7 Tingkat inflasi beberapa kabupaten/kota Jawa Timur Tahun 2010... 55 8 Realisasi Penanaman Modal Asing Per Sektor 2010-201 di Provinsi Jawa

Timur………. 57

9 Persetujuan Proyek PMA di Jawa Timur menurut negara Asal Tahun 2010

(dalam US $) ……….………... 58

10 Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri Per Sektor 2010-2011 di Provinsi Jawa Timur………... 62 11 Uji beda berpasangan antara Indeks dari Sub Indikator TKED 2007 dan

2010 di Provinsi Jawa Timur……… 80

12 Uji Beda Berpasangan Variabel Penyusun Sub Indikator Akses Lahan

Survei TKED 2007 dan 2010 di Provinsi Jawa Timur………... 83 13 Uji Beda Berpasangan Variabel Penyusun Sub Indikator Izin Usaha Survei

TKED 2007 dan 2010 di Provinsi Jawa Timur………. 82

14 Uji Beda Berpasangan Variabel Penyusun Sub Indikator Interaksi Pemda Dengan Pelaku Usaha Survei TKED 2007 dan 2010 di Provinsi Jawa

Timur……….


(26)

xviii

Halaman

15 Uji Beda Berpasangan Variabel Penyusun Sub Indikator Program Pengembangan Usaha Sektor Swasta Survei TKED 2007 dan 2010 di

Provinsi Jawa Timur………

84

16 Uji Beda Berpasangan Variabel Penyusun Sub Indikator Kapasitas dan Integritas Bupati/Walikota Survei TKED 2007 dan 2010 di Provinsi Jawa

Timur………..

85

17 Uji Beda Berpasangan Variabel Penyusun Sub Indikator Keamanan dan Penyelesaian Sengketa Survei TKED 2007 dan 2010 di Provinsi Jawa

Timur………..

86

18 Uji Beda Berpasangan Variabel Penyusun Sub Indikator Biaya Transaksi

Survei TKED 2007 dan 2010 di Provinsi Jawa Timur………...

87

19 Uji Beda Berpasangan Variabel Penyusun Sub Indikator Infrastruktur Daerah Survei TKED 2007 dan 2010 di Provinsi Jawa Timur…………...

88

20 Korelasi Pearson antara Ln PMDN dan Ln PMA 2005-2010 dengan Variabel Lama Kepengurusan Status Tanah di Provinsi Jawa Timur…….

89

21 Korelasi Spearman antara PMDN dan PMA dengan Persepsi Kemudahan Perolehan Lahan, Persepsi Penggusuran Lahan oleh Pemda, Frekuensi Konflik dan Persepsi Keseluruhan Permasalahan Lahan Usaha di Provinsi

Jawa Timur………...

89

22 Korelasi Pearson antara PMDN dan PMA dengan Persentase Perusahaan yang Memiliki TDP, Rata-Rata waktu perolehan TDP dan Persentase Keberadaan Mekanisme Pengaduan di Provinsi Jawa Timur...

92

23 Korelasi Spearman antara PMDN dan PMA dengan Persepsi Kemudahan Perolehan TDP, Persepsi Tingkat Biaya yang Memberatkan Usaha, Persepsi bahwa Pelayanan Izin Usaha Bebas KKN, Efisien dan Bebas Pungli, Persepsi Tingkat Hambatan Usaha terhadap Usahanya di

Provinsi Jawa Timur………...

93

24 Kabupaten Pencilan di Provinsi Jawa Timur pada Korelasi Persepsi Pelayanan Izin Usaha Bebas KKN (Q43R3) terhadap PMDN dan PMA serta Kualitas Tata Kelola yang Baik yang Dimilikinya

……….

96

25 Korelasi Spearman antara PMDN dan PMA 2005-2010 dengan Variabel Interaksi Pemda dengan Pelaku Usaha 2007 dan 2010 di Provinsi Jawa


(27)

xix

Timur………..

26 Kabupaten Pencilan di Provinsi Jawa Timur pada Korelasi Kebijakan Pemda Meningkatkan Tingkat Kepastian Bagi Dunia Usaha (Q53R2) terhadap PMDN dan PMA, serta Kualitas Tata Kelola yang Baik yang

Dimilikinya………

101

27 Kabupaten Pencilan di Provinsi Jawa Timur pada Korelasi Kebijakan Pemda Tidak Meningkatkan Pengeluaran bagi bisnis (Q53R1) terhadap PMDN dan PMA, serta Kualitas Tata Kelola yang Baik yang Dimilikinya ...

103

28 Kabupaten Pencilan di Provinsi Jawa Timur pada Korelasi Pemda Selalu Menindaklanjuti Langkah-langkah yang telah ditentukan Kepala Daerah (Q49R3) terhadap PMDN dan PMA, serta Kualitas Tata Kelola yang Baik

yang Dimilikinya………..

105

29 Kabupaten Pencilan di Provinsi Jawa Timur pada Korelasi Tingkat Dukungan Pemda Terhadap Pelaku Usaha Daerah (Q50R3) terhadap PMDN , serta Kualitas Tata Kelola yang Baik yang

Dimilikinya………..

106

30 Kabupaten Pencilan di Provinsi Jawa Timur pada Korelasi Tingkat Dukungan Pemda Terhadap Pelaku Usaha Daerah (Q50R5) terhadap PMDN dan PMA , serta Kualitas Tata Kelola yang Baik yang

Dimilikinya………...

108

31 Kabupaten Pencilan di Provinsi Jawa Timur pada Korelasi Tingkat Kebijakan Pemda yang Mendorong Iklim Investasi (Q51) terhadap PMDN ,serta Kualitas Tata Kelola yang Baik yang Dimilikinya……….

110

32 Korelasi Spearman antara dan PMDN dan PMA 2005-2010 dengan Variabel Program Pengembangan Usaha Swasta di Provinsi Jawa Timur…..

111

33 Korelasi Spearman antara PMDN 2005-2007 serta PMDN 2008-2010 dengan Variabel Kapasitas Integritas Bupati/Walikota di Provinsi Jawa

Timur………..

113

34 Kabupaten Pencilan di Provinsi Jawa Timur pada Korelasi Ketegasan Kepala Daerah akan Korupsi Birokratnya (Q61R3) terhadap PMDN dan PMA , serta Kualitas Tata Kelola yang Baik yang

Dimilikinya………..

114

35 Kabupaten Pencilan di Provinsi Jawa Timur pada Korelasi Tindakan Kepala Daerah yang Menguntungkan Diri Sendiri (Q61R4) terhadap PMDN dan PMA , serta Kualitas Tata Kelola yang Baik yang


(28)

xx

Dimilikinya………..

36 Korelasi Pearson antara PMDN dan PMA 2005-2010 dengan Variabel Tingkat Kejadian Pencurian di Tempat Usaha di Provinsi Jawa Timur…….

118

37 Korelasi Spearman antara PMDN dan PMA 2005-2010 dengan Variabel Keamanan dan Penyelesaian Sengketa di Provinsi Jawa Timur………….

120

38 Kabupaten Pencilan di Provinsi Jawa Timur pada Korelasi Tindakan Polisi Tepat Waktu dalam Menangani Kriminalitas (Q84R1) terhadap PMDN

dan PMA , serta Kualitas Tata Kelola yang Baik yang Dimilikinya …...

121

39 Kabupaten Pencilan di Provinsi Jawa Timur pada Korelasi Solusi Yang Diberikan Polisi Ketika Menangani Kasus Kriminal Menguntungkan Bagi Perusahaan (Q84R2) terhadap PMDN dan PMA , serta Kualitas Tata

Kelola yang Baik yang Dimilikinya ………...

122

40 Kabupaten Pencilan di Provinsi Jawa Timur pada Korelasi Solusi Yang Diberikan Polisi Ketika Menangani Kasus Kriminal Meminimalisir Dampak Kerugian Waktu dan Biaya (Q84R3) terhadap PMA , serta Kualitas Tata

Kelola yang Baik yang Dimilikinya………..

124

41 Kabupaten Pencilan di Provinsi Jawa Timur pada Korelasi Polisi Tepat Waktu dalam Menangani Demonstrasi Buruh (Q86R1) terhadap PMA ,

serta Kualitas Tata Kelola yang Baik yang Dimilikinya……….

126

42 Kabupaten Pencilan di Provinsi Jawa Timur pada Korelasi Solusi Polisi dalam Menangani Demonstrasi Buruh Meminimalkan Dampak Kerugian Waktu dan Biaya (Q86R2) terhadap PMA dan PMDN , serta Kualitas Tata

Kelola yang Baik yang Dimilikinya………...

128

43 Korelasi Pearson antara PMDN dan PMA 2005-2010 dengan Variabel Tingkat Pembayaran Donasi terhadap Pemda di Provinsi Jawa Timur……..

130

44 Korelasi Spearman antara PMDN 2005-2007 serta PMDN 2008-2010 dengan Variabel Biaya Transaksi di Provinsi Jawa Timur………

130

45 Korelasi Pearson antara PMDN serta PMA 2005-2010 dengan Variabel Lama Perbaikan Infrastruktur, Pemakaian Genset, Lama Pemadaman Listrik

di Provinsi Jawa Timur………...

132

46 Korelasi Spearman antara PMDN dan PMA 2005- 2010 dengan Variabel Kualitas Infrastruktur (Q78AR1-AR5), Tingkat Hambatan Infrastruktur Terhadap Kinerja Perusahaan (Q81) di Provinsi Jawa Timur……….

134


(29)

xxi Indikator TKED dan Indeks TKED di Provinsi Jawa Timur………..

48 Hasil Estimasi Model Determinan Investasi Swasta (PMDN) di Provinsi Jawa Timur dengan Regresi Data Panel Random Effects Model………….

142

49 Hasil Estimasi Model Determinan Investasi Swasta (PMA) di Provinsi Jawa Timur dengan Regresi Data Panel Pooled Least Square………


(30)

(31)

xxiii DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Realisasi Investasi di Indonesia, 2000-2010………... 2 2 Fluktuasi Realisasi Investasi di Provinsi Jawa Timur ……... 8 3 Hubungan Investasi dan Tabungan Dengan Tingkat Bunga Menurut

Klasik ………

15

4 Mekanisme penyesuaian dari stok kapital yang diinginkan ke Investasi

………

16

5 Penggolongan Governance……… 21

6 Kerangka Pemikiran Penelitian ………... 33 7 Peta wilayah Provinsi Jawa Timur... 47 8 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 2001-2010 ... 54 9 Komposisi Responden Jawa Timur dalam Survei TKED 2007 dan 2010

Menurut Skala Usaha ...

64

10 Komposisi Responden Jawa Timur dalam Survei TKED 2007 dan 2010

Menurut Sektor Usaha……….

64

11 Komposisi Responden Jawa Timur dalam Survei TKED 2007 dan 2010

Menurut Posisi Dalam Perusahaan ………...

65

12 Komposisi Responden Jawa Timur dalam Survei TKED 2007 dan 2011

Menurut Tingkat Pendidikan …..………

65

13 Mekanisme Pelayanan Perizinan di KP2T ………... 70

14 Boxplot Variabel Persepsi Penggusuran Lahan oleh Pemda terhadap Realisasi PMDN dan PMA (2005-2010) di Provinsi Jawa Timur...

90

15 Scatterplot Variabel Persentase Keberadaan Mekanisme Pengaduan terhadap PMDN 2005-2010 di Provinsi Jawa Timur………

92

16 Boxplot Variabel Persepsi Pelayanan Izin Usaha Bebas Pungli terhadap PMDN (2005-2010 di Provinsi Jawa Timur...

94

17 Boxplot Variabel Persepsi Pelayanan Izin Usaha Bebas KKN terhadap PMDN dan PMA (2005-2010) di Provinsi Jawa Timur ….

95


(32)

xxiv

realisasi PMA (2005-2010) di Provinsi Jawa Timur ……… 19 Boxplot Variabel Tingkat Hambatan Interaksi Pemda dengan Pelaku

Usaha , terhadap PMDN dan PMA 2005-2010 di Provinsi Jawa Timur...

99

20 Boxplot Variabel Tingkat Kebijakan Non Diskriminatif Pemda , terhadap PMDN (2005-2010) di Provinsi Jawa Timur ……….

99

21 Boxplot Variabel Kebijakan Pemda Tidak Meningkatkan Tingkat Ketidakpastian Bagi Dunia Usaha , terhadap PMDN dan PMA

2005-2010 di Provinsi Jawa Timur ………

100

22 Boxplot Variabel Kebijakan Pemda Tidak Meningkatkan Tingkat Pengeluaran bagi Bisnis , terhadap PMA 2005-2010 di Provinsi Jawa

Timur ………..

102

23 Boxplot Variabel Persepsi Instansi Pemda selalu Menindaklanjuti Langkah-Langkah Pemecahan Masalah yang Telah Ditentukan Kepala Daerah terhadap PMDN 2005-2010 di Provinsi Jawa Timur…………

104

24 Boxplot Variabel Tingkat Dukungan Pemda Terhadap Pelaku Usaha Daerah (Q50R3), terhadap PMDN di Provinsi Jawa Timur…………..

106

25 Boxplot Variabel Tingkat Dukungan Pemda Terhadap Pelaku Usaha Daerah, terhadap PMDN dan PMA 2005-2010 di Provinsi Jawa Timur..

107

26 Boxplot Variabel Tingkat Kebijakan Pemda yang Berorientasi Mendorong Iklim Investasi , terhadap PMDN 2005-2010 di Provinsi

Jawa Timur ………..

109

27 Boxplot Variabel Dampak PPUS terhadap kinerja perusahaan , terhadap PMA 2005-2010 di Provinsi Jawa Timur………...

112

28 Boxplot Variabel Ketegasan Kepala Daerah Terhadap Korupsi Birokratnya , terhdadap PMDN dan PMA 2005-2010 di Provinsi Jawa

Timur ………...

114

29 Boxplot Variabel Tindakan kepala Daerah yang Menguntungkan Diri Sendiri, terhadap PMDN dan PMA 2005-2010 di Provinsi Jawa Timur..

116

30 K Korelasi antara Variabel Hambatan Kapasitas dan Integritas Kepala Daerah Terhadap Dunia Usaha, terhadap PMA 2005-2010 di Provinsi Jawa Timur...

118


(33)

xxv terhadap PMA 2005-2010 di Provinsi Jawa Timur ………. 32 Boxplot Variabel Kualitas Penanganan Kriminal oleh Polisi: Polisi

Selalu Bertindak Tepat Waktu dalam Menangani Kasus Kriminal yang Berhubungan dengan Kegiatan Usaha, terhadap PMDN dan PMA 2005-2010 di Provinsi Jawa Timur ………...

121

33 Boxplot Variabel Kualitas Penanganan Kriminal oleh Polisi: Solusi Yang Diberikan Polisi Ketika Menangani Kasus Kriminal Menguntungkan Bagi Perusahaan, terhadap PMDN 2005-2010 di

Provinsi Jawa Timur ……….

122

34 Boxplot Variabel Kualitas Penanganan Kriminal oleh Polisi: Solusi Yang Diberikan Polisi Ketika Menangani Kasus Kriminal Meminimalisir Dampak Kerugian Waktu dan Biaya, terhadap PMA 2005-2010 di Provinsi Jawa Timur ………...

124

35 Boxplot Variabel Kualitas Penanganan Demonstrasi Buruh oleh Polisi: Polisi Bertindak Tepat Waktu Menangani Demonstrasi Buruh, terhadap PMA 2005-2010 di Provinsi Jawa Timur ……….

126

36 Boxplot Variabel Kualitas Penanganan Kriminal oleh Polisi: Solusi Yang Diberikan Polisi Ketika Menangani Kasus Kriminal Meminimalisir Dampak Kerugian Waktu dan Biaya Terhadap Usaha, terhadap PMDN dan PMA 2005-2010 di Provinsi Jawa Timur. …….

128

37 Boxplot Variabel Tingkat hambatan Keamanan dan Penyelesaian Sengketa terhadap Kinerja Perusahahaan, terhadap PMA 2005-2010 di

Provinsi Jawa Timur ……….

130

38 Boxplot Variabel Tingkat Hambatan Biaya Transaksi Terhadap Kinerja Perusahahaan, terhadap realisasi PMA 2005-2010 di Provinsi Jawa

Timur………

132

39 Scatterplot Variabel Lama Pemadaman Listrik, terhadap LPMDN 2005-2010 di Provinsi Jawa Timur ………...

133

40 Scatterplot Variabel Lama Perbaikan Infrastruktur Air PDAM, terhadap LPMDN 2005-2010 di Provinsi Jawa Timur ………...

134

41 Boxplot Variabel Kualitas Infrastruktur Jalan terhadap PMDN 2005-

2010 di Provinsi Jawa Timur………...


(34)

xxvi

42 Boxplot Variabel Tingkat Hambatan Infrastruktur Terhadap Kinerja Perusahaan, terhadap PMA 2005-2010 di Provinsi Jawa Timur ……..

136

43 Scatterplot Korelasi Pearson antara PMDN dengan Sub-Sub Indikator TKED dan Indeks TKED Kabupaten dan Kota di Jawa Timur…………..

138

44 Scatterplot Korelasi Pearson antara PMA dengan Sub-Sub Indikator

TKED dan Indeks TKED Kabupaten dan Kota di Jawa Timur...……..


(35)

xxvii DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Daftar Istilah……….. 157

2. Kabupaten/Kota dalam wilayah administrasi Provinsi Jawa Timur tahun

2010………...

161

3 Jumlah Penduduk , Pertumbuhan penduduk dan kepadatan

penduduk Tahun 2010………...

162

4 Uji beda berpasangan antara Indeks dari Sub Indikator TKED 2007 dan

2010 untuk Provinsi Jawa Timur………...

163

5 Hasil uji paired samples t-test untuk variabel penyusun sub indikator

Akses Lahan ……….

164

6 Hasil uji paired samples t-test untuk variabel penyusun sub indikator

Izin Usaha……….

165

7 Hasil uji paired samples t-test untuk variabel penyusun sub indikator Interaksi Pemda dengan Pelaku Usaha ...

166

8 Hasil uji paired samples t-test untuk variabel penyusun sub indikator

Program Pengembangan Usaha Swasta……….

168

9 Hasil uji paired samples t-test untuk variabel penyusun sub indikator Kapasitas dan Integritas Bupati/Walikota...

170

10 Hasil uji paired samples t-test untuk variabel penyusun sub indikator Keamanan dan Penyelesaian Sengketa...

171

11 Hasil uji paired samples t-test untuk variabel penyusun sub indikator

Biaya Transaksi……….

172

12 Hasil uji paired samples t-test untuk variabel penyusun sub indikator Infrastruktur Daerah ……….…...

173

13 Hasil uji Korelasi Spearman variabel penyusun sub indikator Akses

Lahan terhadap PMDN dan PMA………

174

14 Hasil uji Korelasi Spearman variabel penyusun sub indikator Izin Usaha

terhadap PMDN dan PMA………

175


(36)

xxviii

Pemda dengan Pelaku Usaha terhadap PMDN dan PMA……….... 16 Hasil uji Korelasi Spearman variabel penyusun sub indikator Program

Pengembangan Usaha Swasta terhadap PMDN dan PMA………..

178

17 Hasil uji Korelasi Spearman variabel penyusun sub indikator Kapasitas

dan Integritas Bupati/Walikota terhadap PMDN dan PMA………..

180

18 Hasil uji Korelasi Spearman variabel penyusun sub indikator Keamanan

dan penyelesaian Sengketa terhadap PMDN dan PMA………

181

19 Hasil uji Korelasi Spearman variabel penyusun sub indikator Biaya

Transaksi terhadap PMDN dan PMA………...

182

20 Hasil uji Korelasi Pearson variabel penyusun sub indikator Infrastruktur

Daerah terhadap PMDN dan PMA………..

183

21 Hasil uji Korelasi Spearman variabel penyusun sub indikator

Infrastruktur Daerah terhadap PMDN dan PMA………..

184

22 Hasil uji Korelasi Pearson variabel sub indikator TKED dan indeks

agregat TKED terhadap PMDN dan PMA………...

185

23 Realisasi PMA di Kabupaten/Kota Jawa Timur pada tahun 2005-2007

dan 2008-2010 (dalam juta rupiah)……….. 187 24 Realisasi PMDN di Kabupaten/Kota Jawa Timur pada tahun 2005-2007

dan 2008-2010 (dalam juta rupiah)………... 188 25 Standardized ResidualsModel PMDN………. 190 26 Histogram Normality TestModel PMDN………. 190 27 Korelasi Pearson antar Variabel Bebas Dalam Model PMDN…………. 191 28 Hasil Estimasi Model PMDN dengan Pooled Least Square………. 191 29 Hasil Estimasi Model PMDN dengan Fixed Effects Model……….. 192 30 Pengujian Model PMDN dengan Chow Test………. 193 31 Estimasi Model PMDN dengan Random Effects Model………. 194 32 Pengujian Model PMDN dengan Hausman Test terpilih Model

Random Effects………..

195


(37)

xxix 34 Histogram Normality TestModel PMA……… 196 35 Korelasi Pearson antar Variabel Bebas Dalam Model PMA………. 197 36 Hasil Estimasi Model PMA dengan Pooled Least Square……… 197


(38)

(39)

1

BAB I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pembangunan nasional, dalam rangka menciptakan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kesenjangan pendapatan di negara-negara sedang berkembang, pada umumnya masih mengalami berbagai kendala. Masalah teknologi, tenaga ahli dan terlatih serta keterbatasan sumber dana atau modal menjadi kendala utama. Untuk masalah permodalan, salah satu solusinya adalah menggiatkan sektor investasi.

Investasi pada hakekatnya merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi, karena adanya investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Dinamika investasi akan mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi, sehingga setiap negara berlomba untuk menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi (Dumairy , 1996). Sasaran yang dituju oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah, bukan hanya penanaman modal dalam negeri tetapi juga penanaman modal asing.Dengan adanya investasi maka output yang dihasilkan suatu negara akan semakin meningkat. Peningkatan output akan meningkatkan pendapatan nasional sehingga kesejahteraan masyarakat yang menjadi tujuan pembangunan dapat tercapai.

Jumlah nominal investasi setiap tahunnya sangat berfluktuasi (Gambar 1), dan berkontribusi pada gejolak Produk Domestik Regional Bruto yang besar (Blanchard, 2006).Investasi diartikan sebagai pengeluaran atau penanaman modal bagi perusahaan untuk membeli barang modal dan perlengkapan untuk menambah kemampuan produksi barang dan jasa dalam perekonomian. Dengan adanya investasi diharapkan output, baik barang dan jasa, akan bertambah dan memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi.

Investasi merupakan salah satu kunci utama dalam mencapai peningkatan pertumbuhan ekonomi,yang tercermin dari kemampuannya untuk meningkatkan laju pertumbuhan dan tingkat pendapatan. Semakin besar investasi suatu negara, akan semakin besar pula tingkat pertumbuhan ekonomi yang dapat dicapai.


(40)

2

Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi merupakan fungsi dari investasi (Haryanto, 2005).

Sumber: BKPM, 2010

Gambar 1 Realisasi Investasi di Indonesia, 2000-2010

Sebagai negara berkembang, pertumbuhan ekonomi Indonesia seharusnya digerakkan oleh sektor investasi.Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama kurun waktu 10 tahun dari tahun 2000-2010 ternyata lebih didominasi dan didorong oleh konsumsi rumah tangga sebesar 60-70%, sementara pembentukan modal tetap hanya sebesar 20 - 30% (Tabel 1) . Walaupun demikian,fakta menunjukkan bahwa kontribusi investasi dapat mengimbangi kontribusi konsumsi rumah tangga seiring waktu, yaitu dari 20.9% di tahun 2001 menjadi 32,2% di tahun 2010. Dengan demikian, argumen bahwa perekonomian Indonesia lebih dominan ditopang oleh sektor konsumsi rumah tangga tidak sepenuhnya benar, karena kontribusi konsumsi terhadap PDB semakin menurun dari 70.6% di tahun 2002 menjadi 56,7% di tahun 2010.

Kontribusi investasi yang masih relatif kecil dibandingkan konsumsi ini menunjukkan masih rendahnya daya saing iklim investasi Indonesia. Pendapatan per kapita masyarakat yang relatif rendah menyebabkan kemampuan menabung masyarakat rendah, sementara kebutuhan akan investasi relatif besar, sehingga

0.00 10,000,000.00 20,000,000.00 30,000,000.00 40,000,000.00 50,000,000.00 60,000,000.00 70,000,000.00 80,000,000.00

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

R e al isasi In v e stasi (d al am ju taan R p ) Tahun PMA PMDN TOTAL


(41)

3

timbul saving-investment gap. Salah satu cara memperkecil gap ini adalah dengan peningkatan investasi.

Tabel 1 Perkembangan PDB Indonesia Menurut JenisPenggunaan (atas dasar harga konstan) dan Distribusi Konsumsi-Investasi (atas dasar PDB harga berlaku)

(dalam triliun Rp)

Tahun PDB Laju Konsumsi Distribusi Pembentukan Distribusi

Rumah C Modal I

Tangga Tetap

[Y] [%] [C] [%] Bruto [I] [%]

2001 1,547.8 3.3 999.3 67.0 310.9 20.9

2002 1,705.6 3.7 1,137.8 70.6 325.3 20.2

2003 2,078.1 4.1 1,372.1 67.1 386.2 18.9

2004 2,323.4 5.1 1,532.9 67.4 492.8 21.7

2005 2,787.8 5.6 1,785.6 64.1 657.6 23.6

2006 3,367.0 5.5 2,092.7 62.7 805.5 24.1

2007 3,985.6 6.3 2,510.5 63.5 985.6 24.9

2008 4,839.7 6.1 3,000.0 60.9 1,370.6 27.7

2009 5,730.1 4.5 3,290.8 58.7 1,744.4 31.1

2010 6,394.1 6.1 3,642.0 56.7 2,065.2 32.2

Sumber: BPS, 2010

Multiplier effect yang ditimbulkan dari sektor investasi besar peranannya terhadap nilai tambah di sektor-sektor ekonomi lainnya.Pertambahan investasi sebesar Rp. 100 Trilyun, misalnya akan dapat meningkatkan perndapatan nasional sebesar lebih dari Rp. 100 Trilyun (Nugroho, 2008).

Suatu negara yang relatif maju dengan aktivitas perekonomian yang tinggi, lebih digerakkan oleh kontribusi terbesar dari investasi swasta, dengan besaran/nilai absolut investasi pemerintah relatif tidak berarti. Sebaliknya, negara dengan aktivitas perekonomian yang rendah, besaran nilai investasi pemerintah relatif signifikan (Pambudhi, 2010). Indonesia dalam hal ini berada dalam transisi di mana investasi pemerintah yang besar berangsur-angsur beralih kepada peran swasta yang dominan dalam penanaman modal.

Indonesia sebagai negara berkembang membutuhkan investasi swasta sebagai tambahan dana bagi pelaksanaan pembangunan. Sektor swasta sebagai unsur utama penggerak investasi perlu distimulasi. Hal ini dikarenakan investasi swasta akan mendorong penyerapan tenaga kerja, memberikan sumbangsih


(42)

4

kepada pemerintahan daerah melalui penerimaan pajak,mendorong kemajuan teknologi dan spesialisasi dalam produksi sehingga meminimalkan ongkos produksi serta penggalian sumber daya alam, mendukung industrialisasi dan ekspansi pasar yang diperlukan bagi kemajuan ekonomi daerah serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Machmud,2002). Undang- Undang Penananaman Modal No. 25 Tahun 2007 menyebutkan bahwa salah satu tujuan dari penyelenggaraan investasi baik investasi PMDN (Penanaman modal Asing Dalam Negeri) maupun PMA (Penanaman Modal Asing) adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.

Dalam rangka menggerakkan investasi swasta, sangatlah perlu diciptakan suatu iklim investasi yang baik.Iklim Investasi yang baik akan menyediakan kesempatan dan insentif terhadap para pelaku usaha dari perusahaan mikro sampai multinasional, untuk dapat berinvestasi secara produktif, menciptakan lapangan kerja dan mengembangkan perusahaannya (World Development Report, 2005).

Salah satu unsur yang penting penunjang iklim investasi daerah adalah kualitas tata kelola pemerintahan daerah.Tata kelola pemerintahan daerah, sebagai komplemen tata kelola pemerintahan pusat sangat besar peranannya.Infrastruktur yang baik, biaya transaksi yang rendah, tingkat keamanan dan interaksi/kemitraan antara pemerintah daerah dengan swasta merupakan faktor non ekonomi yang menjadi pertimbangan pelaku usaha dalam menanamkan modalnya di suatu daerah, disamping faktor-faktor ekonomi lainnya.

Meningkatkan daya saing investasi daerah merupakan salah satu tujuan desentralisasi fiskal yang telah dilaksanakan mulai tahun 2001 dengan dasar hukum Undang Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang no. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah . Desentralisasi yang telah berlangsung 10 tahun ini memberikan beberapa tantangan untuk pemerintah daerah. Dengan diberikannya otoritas kepada pemerintah daerah untuk membuat kebijakan terkait investasi seperti penyediaan infrastruktur, pengembangan usaha kecil dan menengah, penghapusan pungutan dan biaya yang memberatkan, diharapkan akan mendorong iklim investasi di suatu daerah yang akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan daerah.


(43)

5

Tata kelola pemerintahan daerah sebagai salah satu bentuk intervensi Pemerintah Daerah (Pemda) di era desentralisasi fiskal, pada dasarnya merupakan

support system yang menjamin penyelenggaraan administrasi dan perumusan kebijakan dilakukan dengan transparan dan akuntabel. Pemda seyogyanya menggunakan kesempatan ini untuk menciptakan tata kelola pemerintahan daerah yang lebih baik, salah satunya dengan berinteraksi secara intensif dengan para pelaku usaha dan stakeholders lainnya untuk dapat mengakomodir kebutuhan para pelaku usaha, serta mengambil kebijakan yang mendukung pengembangan sektor swasta.

1.2.Perumusan Masalah

Dalam pelaksanaan otonomi daerah, ternyata masih banyak Pemda yang berorientasi pada kepentingan jangka pendek yaitu semata-mata pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal ini sangat membebani pelaku usaha yang akan berinvestasi, khususnya Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).Hal ini menunjukkan bahwa Pemda belum menciptakan tata kelola pemerintahan daerah yang baik.

Dalam melakukan perbaikan terhadap tata kelola pemerintahannya, suatu daerah sudah seharusnya berpijak pada prioritas pengembangan perekonomian daerahnya, yang tentunya disesuaikan dengan potensi ekonomi masing-masing daerah (Pambudhi,2010). Prioritas ini perlu ditetapkan , karena dana yang dimiliki pemerintah, baik DAU , DBH maupun DAK, dalam APBN sangat terbatas. Daerah yang prioritas pembangunan ekonominya berbeda memerlukan dukungan tata kelola ekonomi daerah yang berbeda dalam beberapa hal yang spesifik ,misalnya perda tata ruang dan insentif fiskal . Akan tetapi juga terdapat pendekatan yang sama untuk beberapa hal yang umum ,misalnya implementasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan lain-lain.

Hal inilah yang mendorong Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) untuk melakukan survei yang isinya mengakomodir persepsi para pelaku usaha terhadap tata kelola ekonomi daerah (TKED) kabupaten/kotanya.Survei ini dilakukan tahun 2007 dan 2010 (Tabel 2).Dengan dilakukannya survei ini, persepsi usaha di seluruh provinsi di Indonesia tentang


(44)

6

tata kelola ekonomi daerahnya telah tersedia, walaupun dengan kerangka waktu yang berbeda.Untuk DKI Jakarta tidak dilakukan survei, karena otonomi daerahnya berada di tingkat provinsi.

Tabel 2Ruang Lingkup Survei Tata kelola Ekonomi Daerah oleh KPPOD(2007 &2010)

Aspek Survei KPPOD 2007 2010

Jumlah Responden (perusahaan) 12,187 12,391

Cakupan kabupaten/kota 243 245

Cakupan provinsi 15 19

Sumber: KPPOD, 2007,2010

Dari hasil survei TKED 2007 dan 2010, ternyata 10 besar Indeks tata kelola pemerintahan daerah tertinggi didominasi oleh provinsi Jawa Timur (Tabel 3).Hal ini menunjukkan kualitas tata kelola pemerintahan daerah secara umum di provinsi Jawa Timur adalah yang terbaik di Indonesia.

Tabel 3Sepuluh Kabupaten/Kota Peringkat Teratas di Indonesia berdasarkan Survei Tata Kelola Ekonomi Daerah2007 dan 2010

No 2007 2010

Kabupaten/kota Provinsi

Nilai

(poin) Kabupaten/kota Provinsi

Nilai (Poin)

1 Kota Blitar Jatim 76.0 Kota Blitar Jatim 80.5

2 Magetan Jatim 75.4 Lampung utara Lampung 79.0

3 Kota Prabumulih Sumsel 74.7 Kota Probolinggo Jatim 78.4

4 Musi Banyuasin Sumsel 74.3 Kota Batu Jatim 76.3

5 Jembrana Bali 73.7 Sorong Papua 74.6

6 Tuban Jatim 73.4 Bangka Tengah Babel 74.3

7 Lumajang Jatim 72.0 Magetan Jatim 73.9

8 Madiun Jatim 72.0 Probolinggo Jatim 73.8

9 Probolinggo Jatim 71.5 Kota Solok Sumbar 73.2

10 Gianyar Bali 71.3 Kota Padang Panjang Sumbar 73.1

Sumber: KPPOD, 2007,2010

Provinsi Jawa Timur sebagai pusat perekonomian utama wilayah kawasan timur Indonesia memiliki prospek yang sangat bagus untuk wilayah investasi seperti investasi properti, pusat perbelanjaan dan hiburan,perbankan dan lembaga keuangan bukan bank, transportasi dan lain sebagainya. Hal-hal yang melatarbelakangi potensi Jawa Timur ini adalah : (1) merupakan pusat utama


(45)

7

wilayah kawasan timur Indonesia untuk processing industry dan perdagangan nasional, (2) posisi Jawa Timur relatif strategis. Upah buruhnya pun relatif lebih rendah daripada Bandung dan Tangerang, serta dukungan investasi lahan yang relatif masih murah (Wahyuni, 2007), (3) memiliki fasilitas pelabuhan laut dan udara yang cukup memadai, dan (4) pelaksanaan otonomi daerah yang dimulai sejak tahun 2001 memberikan kesempatan pada pemerintah daerahnya untuk menentukan kebijakan dan menata diri dalam rangka menciptakan iklim investasi yang kondusif.

Dengan potensi yang besar dan kualitas tata kelola yang baik, ternyata jika dibandingkan dengan beberapa provinsi lainnya di Pulau Jawa, nilai realisasi investasi di Jawa Timur hanya menempati urutan nomor 3 setelah DKI Jakarta dan Jawa Barat (Tabel 4).

Tabel 4 Perbandingan TotalRealisasi Investasi Langsung Provinsi-Provinsi di Pulau Jawa 2000-2010

Tahun Realisasi Investasi (dalam jutaan Rp)

DKI Banten Jabar Jateng DIY Jatim

2000 2,878,961.08 1,445,019.66 6,698,804.55 2,277,433.24 115,863.09 7,728,148.90 2001 3,188,029.33 995,922.42 1,170,079.25 834,596.82 44,813.12 1,385,235.39 2002 2,672,257.48 895,007.75 9,057,820.98 778,817.88 65,298.76 240,023.35 2003 7,240,701.86 2,400,059.47 3,591,490.59 467,590.93 33,213.53 755,298.36 2004 5,096,504.98 1,169,479.52 4,006,264.09 214,593.11 15,508.50 614,996.30 2005 5,817,332.55 4,501,464.83 5,966,787.81 1,101,930.76 45,358.29 4,759,064.62 2006 4,560,098.07 4,323,380.17 6,937,344.03 391,244.24 68,800.34 885,970.23 2007 8,894,907.01 1,777,257.43 12,674,826.32 391,962.28 33,915.50 3,414,221.08 2008 11,755,489.32 2,466,865.11 6,841,594.20 1,451,833.85 16,644.21 3,235,630.93 2009 15,203,279.10 5,793,685.03 6,659,233.25 2,758,133.27 40,936.41 4,712,809.75 2010 68,891,203.32 5,867,960.88 15,816,767.05 910,860.28 59,498.26 8,101,749.33 TOTAL 136,198,764.08 31,636,102.27 79,421,012.12 11,578,996.65 539,850.01 35,833,148.24 Sumber: BKPM 2010, diolah.

Realisasi investasi di Jawa Timur dari tahun 2000-2010 sangat berfluktuasi (Gambar 2) baik dari sisi Foreign Direct Investment (FDI) atau Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).Kontribusi terbesar masih dipegang oleh Penanaman Modal Dalam Negeri.


(46)

8

Sumber: BKPM, 2010 (diolah)

Gambar 2Fluktuasi Realisasi Investasi di Provinsi Jawa Timur

Dengan berbagai potensi dan kualitas tata kelola Jawa Timur yang relatif baik menurut hasil survei KPPOD, penelitian ini berusaha mengkaji dampak tata kelola pemerintahan daerah terhadap realisasi investasinya.Provinsi Jawa Timur termasuk dalam sampling frame dari dua kali Survei Tata Kelola Ekonomi Daerah yang telah diadakan , sehingga diharapkan perubahan persepsi pelaku usaha dapat diidentifikasi.

Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Mc Culloch dan Malesky (2010) mengkaji hubungan antara tata kelola pemerintahan daerah dengan indeks agregat dari sub indikator survei TKED KPPOD dengan pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota di Indonesia. Hasilnya ditemukan sangat sedikit sekali hubungan yang signifikan.Hubungan langsung (direct relationship) antara tata kelola dengan pertumbuhan ekonomi diantaranya adalah lewat infrastruktur, perdagangan dan investasi (De, 2008). Oleh karena itu , penelitian ini berusaha mendisagregasi sub indikator survei TKED KPPOD , dan mengkorelasikannya dengan realisasi investasi di Jawa Timur.

Berdasarkan latar belakang dan fenomena yang telah dipaparkan, masalah penelitian yang dirumuskan danakan dijawab dalam penelitian ini antara lain:

0.00 1,000,000.00 2,000,000.00 3,000,000.00 4,000,000.00 5,000,000.00 6,000,000.00 7,000,000.00 8,000,000.00 9,000,000.00 20002001200220032004200520062007200820092010 N il ai In v e stasi (d al am ju taan R p ) PMA PMDN Total


(47)

9

1. Bagaimanakah perbedaan persepsi pelaku usaha di Jawa Timur sehubungan dengan tata kelola ekonomi daerahnya menurut hasil survei KPPOD di tahun 2007 dan 2010?

2. Bagaimanakah hubungan antara tata kelola pemerintahan dengan realisasi investasi di Jawa Timur?

3. Bagaimanakah pengaruh tata kelola pemerintahan dengan realisasi investasi di Jawa Timur?

1.3.Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang diuraikan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan perbedaan persepsi pelaku usaha di Jawa Timur sehubungan dengan tata kelola ekonomi daerahnya menurut hasil survei KPPOD di tahun 2007 dan 2010.

2. Menganalisis hubungan antara tata kelola pemerintahan dengan realisasi investasi di Jawa Timur.

3. Menganalisis pengaruh tata kelola pemerintahan dengan realisasi investasi di Jawa Timur.

1.4.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu acuan dan bahan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan investasi bagi para investor baru sebelum berinvestasi di Jawa Timur. Sementara itu, untuk pemerintah daerah provinsi Jawa Timur, khususnya pemerintah Kabupaten/Kota, diharapkan hasil penelitian ini juga menjadi bahan evaluasi dan pemantauan kinerja pemerintah daerah untuk memperbaiki kinerjanya dalam meningkatkan daya saing investasi daerah. Lebih jauh lagi, diharapkan penelitian ini menjadi bahan pertimbangan untuk rekomendasi kebijakan dalam rangka menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif di masing-masing kabupaten/kota.


(48)

10

1.5.Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah meliputi dua hal.Pertama, memberikan gambaran persepsi pelaku usaha mengenai tata kelola pemerintahan daerah di provinsi Jawa Timur.Kedua, menganalisis hubungan dan pengaruh pengaruh tata kelola pemerintah daerah terhadap realisasi investasi di Jawa Timur.

Investasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah realisasi investasi swasta yang berupa investasi langsung (direct investment) baik berupa Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).

Tata Kelola Ekonomi Daerah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terbatas hanya indikator hasil survei KPPOD yang meliputi sembilan unsur indikator utama yaitu akses lahan, infrastruktur daerah,perizinan usaha, kualitas peraturan daerah, biaya transaksi, kapasitas dan integritas bupati/walikota, interaksi Pemda dengan pelaku usaha, Program Pengembangan Usaha Swasta (PPUS), keamanan dan penyelesaian konflik.

Cakupan analisis penelitian ini adalah sebanyak 38 kabupaten/kota di provinsi Jawa Timur, periode 2005-2007 dan 2008-2010. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data hasil survei tata kelola pemerintahan daerah tahun 2007 dan 2010 dari Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), PDRB provinsi Jawa Timur , data investasi pemerintah dan data realisasi investasi baik PMA maupun PMDN provinsi Jawa Timur dari Badan Penanaman Modal Daerah (BPM-D) provinsi Jawa Timur dan BPS Jawa Timur.


(49)

11

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Todaro dan Smith (2006), mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai suatu proses peningkatan kapasitas produktif dalam suatu perekonomian secara terus-menerus atau berkesinambungan sepanjang waktu sehingga menghasilkan tingkat pendapatan dan output nasional yang semakin lama semakin besar. Beberapa teori tentang pertumbuhan ekonomi diantaranya:

1. Teori Harrod-Domar

Menurut Harrod-Domar, setiap perekonomian dapat menyisihkan suatu proporsi tertentu dari pendapatan nasional untuk mengganti barang-barang modal yang rusak. Namun untuk menumbuhkan perekonomian, dibutukan investasi baru untuk menambah stok modal. Jadi setiap tambahan bersih terhadap stok modal (investasi baru) akan mengakibatkan kenaikan output total sesuai rasio modal-output (COR).

Beberapa asumsi yang mendasari teori ini adalah

a. Perekonomian dalam keadaan full employment dan barang-barang modal dalam masyarakat digunakan secara penuh.

b. Perekonomian hanya terdiri dari dua sektor yaitu sektor rumah tangga dan perusahaan.

c. Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya pendapatan nasional.

d. Marginal propensity to save (MPS) besarnya tetap, demikian pula rasio antara modal output (Capital Output Ratio = COR) dan rasio pertambahan modal-output (Incremental Capital Output Ratio = ICOR)

Beberapa model atau persamaan yang dibangun dari teori Harrod-Domar ini antara lain:

S= sY………..(β.1)

I= ∆ K………...…..(β.β)

=� � � ∆�


(50)

12

Karena tabungan total (S) harus sama dengan investasi (I), maka:

S= I……….(2.4)

S= sY ,k ∆Y = ∆K = I, atau s.Y=k ∆……….…………..………. (2.5)

=

� ……….……….(2.6)

Persamaan (2.6) menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan output berhubungan secara positif dengan rasio tabungan. Sedangkan hubungan antara COR dengan pertumbuhan adalah negatif. Semakin besar COR maka akan semakin rendah tingkat pertumbuhan output.

Kelemahan-kelemahan teori Harrod-Domar meliputi MPS dan ICOR yang pada kenyataannya tidak konstan, proporsi penggunaan tenaga kerja dan modal tidak tetap, harga tidak akan konstan serta suku bunga pasti berubah. Kelemahan-kelemahan ini yang diakomodir dalam teori pertumbuhan Solow.

2. Teori Solow

Salah satu teori yang menunjukan pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan angkatan kerja dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian serta pengaruhnya terhadap output barang dan jasa (PDRB) suatu wilayah secara keseluruhan adalah Teori Pertumbuhan Solow (Mankiw, 2003).

Model Solow yang berasumsi bahwa fungsi produksi mempunyai skala hasil konstan, maka fungsi produksinya dapat dirumuskan sebagai berikut:

Y =A Ka Lb………(β.7)

dimana: Y= output

A= tingkat teknologi K= persediaan modal L= tenaga kerja

a= pertambahan output akibat pertambahan satu unit modal b= pertambahan output akibat pertambahan satu unit tenaga kerja a+b =1 (asumsi constant return to scale)

Persediaan modal dipengaruhi pula oleh investasi dan depresiasi.Investasi mengacu pada pengeluaran untuk perluasan usaha dan peralatan baru yang dapat


(51)

13

menambah persediaan barang modal.Sedangkan depresiasi sebaliknya, mengacu pada penggunaan modal, yang menyebabkan persediaan modal berkurang.

Perubahan persediaan modal= investasi-depresiasi

∆k = I – k……….(β.8) Pengukuran pertumbuhan ekonomi secara konvensional adalah dengan menghitung peningkatan persentase dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk tingkat regional/daerah dan Produk Domestik Bruto (PDB) untuk tingkat nasional. PDRB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah tertentu atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi selama periode tertentu.

Laju pertumbuhan ekonomi tersebut dapat dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut :

% 100 ) 1 ( ) 1 (     t i t i it it PDRB PDRB PDRB

LP ………...(2.9)

Dimana:

LP = laju pertumbuhan ekonomi i = sektor 1,β,…λ

t = tahun t

2.2. Investasi

Investasi sering disebut juga sebagai penanaman modal atau pembentukan modal.Investasi menghubungkan pasar uang dengan pasar barang, masa kini dan masa datang. Selain itu fluktuasi investasi berpengaruh besar pada proses bisnis. Poin yang menonjol adalah investasi dalam jangka panjang, menentukan jumlah stok modal dan berperan dalam pertumbuhan ekonomi jangka panjang (Blanchard,2006).

Sukirno (2000) mendefinisikan investasi sebagai pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang produksi dengan tujuan untuk mengganti dan menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa di masa depan. Tujuan investasi ini adalah untuk meningkatkan kapasitas memproduksi suatu perekonomian.


(52)

14

Ada 3 jenis investasi menurut Dornbusch and Fischer (1997), Mankiw (2003), Sukirno (2000) yaitu: (1) Investasi tetap bisnis (Business Fixed Investment) yaitu pengeluaran perusahaan untuk pembelian pabrik dan peralatan baru, (2) Investasi residensi (residential investment, yaitu pembelian perumahan baru oleh rumah tangga dan tuan tanah, (3) Investasi dalam persediaan (inventory investment) yaitu bahan baku, barang setengah jadi, dan barang jadi yang disimpan oleh perusahaan untuk kemudian dijual.

Menurut Dornbusch and Fischer (1992) ada dua sudut pandang investasi yaitu:

1. Investasi dalam arti sempit yaitu penambahan persediaan fisik modal, atau disebut juga investasi riil,

2. Investasi dalam arti luas, yang mencakup investasi finansial dan sumber daya manusia.

Dengan batasan bahwa investasi yang ditekankan dalam penelitian ini adalah persediaan atau stok modal fisik,maka dapat didefinisikan bahwa investasi adalah suatu pengeluaran yang ditujukan untuk meningkatkan atau mempertahankan stok barang modal.

Dengan berinvestasi, berarti perusahaan menunda atau mengurangi besarnya konsumsi untuk memperoleh rate of return yang tinggi di masa depan. Jadi besarnya investasi sangat bergantung pada ekspektasi keuntungan yang akan diperoleh di periode mendatang (Nicholson,1998). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi minat investor yaitu: (1) tingkat suku bunga, (2) ramalan tingkat pengembalian dan penawaran barang di masa mendatang, (3) permintaan akan modal (demand for capital) dan (4) kemajuan teknologi.

2.3.Teori Investasi

Teori ekonomi klasik menyatakan bahwa keinginan individu atau masyarakat untuk menabung adalah sama dengan keinginan perusahaan untuk melakukaninvestasi.Pandangan ini dapat dituliskan ulang sebagai persamaan:


(53)

15

Dalam teori investasi klasik diasumsikan bahwa: 1. Tabungan adalah fungsi dari tingkat bunga

Dengan semakin tingginya tingkat bunga, semakin tinggi pula keinginan masyarakat untuk menabung. Artinya bahwa pada tingkat bunga yang lebih tinggi, masyarakat akan terdorong untuk mengurangi pengeluaran untuk konsumsi dengan maksud untuk menambah tabungan.

2. Investasi juga merupakan fungsi dari tingkat bunga

Dengan semakin tingginya tingkat bunga, keinginan untuk melakukan investasi akan semakin rendah. Investasi akan dilakukan oleh investor apabila pendapatan dari investasi (return on investment) lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku atau tingkat riil sebab tingkat bunga merupakan biaya atau ongkos penggunaan dana(cost of capital).

Teori klasik menjelaskan hubungan antara tabungan dan investasi dengan tingkat bunga dideskripsikan pada Gambar 3. Kurva tabungan (S) menunjukkan tingkat tabungan pada kesempatan kerja penuh (full employment) pada berbagai tingkat bunga, sedangkan keinginan perusahaan untuk berinvestasi ditunjukkan oleh kurva I0. Keseimbangan awal antara tabungan dan investasi terletak di titik E0, di mana keseimbangan tingkat bunga ada pada titik R0. Pada titik E0 ini jumlah seluruh tabungan yang akan dilakukan oleh rumah tangga sama dengan jumlah seluruh investasi yang akan dilakukan oleh pengusaha-pengusaha.

Sumber: Sukirno (2000)

Gambar 3 Hubungan Investasi dan Tabungan Dengan Tingkat Bunga Menurut Klasik

S

I0

I1=S1 I0=s0 Tingkat Bunga

I1

R0

R1

Investasi dan Tabungan


(54)

16

K

0

Pric

e of

Cap

ital

Stock of K

K

1

P

1

DD

0

DD

1

Apabila tingkat investasi berubah dari I0 menjadi I1 maka pada tingkat bunga awal R0, ada S0 tabungan yang ditawarkan dalam pasar. Ketika investasi mengalami penurunan menjadi I1, kelebihan tabungan di S0 akan menurunkan tingkat bunga menjadi R1 sehingga terjadi keseimbangan baru di titik E1. Terjadi keseimbangan baru di titik E1 (I1=S1). Hal ini terjadi karena kelebihan tabungan (excess saving) akan mendorong para penabung untuk saling bersaing dalam meminjamkan dananya kepada pihak ketiga sehingga akan menekan tingkat bunga.Demikian terjadi sebaliknya apabila tingkat investasi meningkat.

Dari teori investasi klasik ini dapat disimpulkan bahwa terdapat fleksibilitas tingkat bunga yang akan menjamin terwujudnya ekuilibrium yaitu keadaan tingkat bunga selalu sama dengan investasi (I=S). Dengan kata lain, tingkat bunga merupakan interaksi antara tabungan dan investasi. Suatu negara dengan tingkat tabungan yang tinggi akan mencapai kondisi ekonomi yang mantap per tenaga kerja (steady state output per worker) yang tinggi (Blanchard, 2006)

Hubungan antara stok modal yang diinginkan dan investasi yang terealisasi dapat dijelaskan sebagai berikut.Kenaikan dalam permintaan modal akan menaikkan harga dari P0 ke P1 (Gambar 4) dan akan menaikkan kapital dari K0 ke K1. Kenaikan modal ini berhubungan erat dengan kenaikan investasi, sehingga investasi akan bergerak dari I0 ke I1. Akan tetapi kenaikan investasi ini tidak secara instan menutup celah antara stok kapital yang diinginkan dengan yang telah tersedia, karena adanya adjustment cost.

P

0

A

B

Sumber: Dornbusch, 2008


(55)

17

Ada beberapa hipotesis tentang kecepatan perusahaan menyesuaikan stok kapital seiring waktu.Salah satu hipotesisnya adalah flexible accelerator model.

Model ini menyatakan, semakin kesenjangan antara stok modal aktual dengan yang diinginkan (K*),maka semakin besar tingkat investasi perusahaan.

I= K0-K-1= (K* - K-1)………..(β.11)

2.4. Desentralisasi

Desentralisasi fiskal pada dasarnya merupakan implementasi paradigma hubungan pemerintah pusat dan daerah. Tiebout hypothesisdiacu dalam Stiglitz (2000) berargumen bahwa dengan diberikannya kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan merumuskan sendiri kebijakan daerahnya, selama tidak bertentangan dengan pemerintah pusat, akan memicu kompetisi yang sehat antar Pemda untuk dapat menyediakan public goods yang memenuhi preferensi masyarakat.

Dalam merumuskan kebijakan yang menyangkut penciptaan iklim investasi yang sehat, Pemda dapat menawarkan opsi tarif pajak dan biaya transaksi yang rendah. Diharapkan biaya yang rendah ini dapat menarik investor untuk menanamkan modalnya di daerah tersebut. Antara Pemda satu dengan lainnya pun berlomba untuk menetapkan tarif pajak dan biaya transaksi seoptimal mungkin yang dapat menggiatkan dunia bisnis dan investasi daerahnya yang pada akhirnya diharapkan akan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi regionalnya.

Otonomi daerah menurut UU No. 22 Tahun 1999 adalah penyerahan wewenang oleh pemerintah kepala daerah otonom kepada kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Berdasarkan penjelasan UU No. 25 Tahun 1999 disebutkan bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, NKRI dibagi atas daaerah-daerah provinsi,kabupaten dan kota. Tiap-tiap daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.


(56)

18

Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dapat dipandang sebagai suatu strategi yang memiliki tujuan ganda, yaitu (1) sebagai suatu strategi untuk merespon tuntutan masyarakat daerah terhadap sharing of income distribution dan kemandirian sistem manajemen di daerah dan (2) memperkuat perekonomian daerah untuk memperkokoh perekonomian nasional dalam rangka menghadapi era perdagangan bebas.

Selain itu, otonomi daerah yang diberlakukan sejak Januari 2001 juga memberikan kesempatan yang luas bagi daerah untuk meningkatkan kinerja daerah guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah. Prinsip otonomi bukanlah berdiri sendiri, melainkan merupakan subsistem dari sistem pemerintahan nasional.

Ada 4 tipe dari desentralisasi menurut Rodindelli & Mellis (1986), Blair (1998):

1. Deconcentration

Tahap dekonsentrasi merupakan peralihan desentralisasi, yaitu peubahan institusi dengan pemusatan dan penyebaran pegawai negeri sipil ke daerah-daerah.

2. Devolution

Pada tahap ini tanggung jawab dan sumber daya ditransfer kepada daerah secara lebih luas untuk mengatur penggunaan sumber daya.

3. Delegation

Daerah punya autonomous source of revenue, termasuk kewenangan untuk meminjam dari capital market serta transfer sumber daya.

4. Privatisation and partnerships

Ada transfer tanggung jawab kepada perusahaan swasta dan civil society organizations untuk mobilitas capital dan inisiatif. Peran pemerintah pusat hanya melakukan ex-post control terhadap penggunaan sumber daya, dan tidak mencampuri urusan anggaran ataupun perencanaan.

Adapun asas desentralisasi yang diterapkan di Indonesia ditunjang oleh dua asas lainnya yaitu dekonsentrasi dan perbantuan.Kebijakan nasional di seluruh wilayah NKRI adalah bersifat mengikat dan harus dipatuhi daerah-daerah.Ini berarti kebijakan pembangunan nasional dilakukan Pemerintah Pusat


(57)

19

dan Pemerintah Daerah berhak menetapkan kebijakan daerah sebagai penjabaran dari kebijakan nasional.

Dasar hukum dari pelaksanaan otonomi daerah adalah UU no. 22 Tahun 1999 jo UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta UU No. 25 Tahun 1999 jo UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Pada intinya, UU No. 32 Tahun 2004 mendesentralisasikan kewenangan kepada pemerintah daerah untk mengambil keputusan mengenai perencanaan, pelaksanaan pembangunan kepada pemerintah daerah, sedangkan UU No. 33 Tahun 2004 merubah secara mendasar keseimbangan keuangan pusat dan daerah melalui bagi hasil (revenue sharing) baik dari pendapatan pajak maupun bukan pajak.

Kebijakan lain yang dikeluarkan pemerintah adalah pemerintah daerah diberi kewenangan yang lebih luas,nyata dan bertanggung jawab dalam mengelola administrasi pemerintahan dan keuangan, yang dituangkan dalam UU No. 18 Tahun 1997 jo UU No. 34 Tahun 2000. Inti dari UU ini adalah mengakomodir kabupaten dan kota dalam menggali potensi sumber-sumber keuangannya dengan menetapkan jenis pajak dan retribusi daerah.

Keleluasaan yang diberikan kepada daerah untuk mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tersebut dapat memberikan pengaruh baik negatif maupun positif.Pengaruh positifnya tentu saja kontribusi PAD untuk menunjang pembangunan daerah semakin meningkat.Terwujudnya peningkatan kualitas pelayanan dan kemudahan dalam hal perizinan perlu terus dipertahankan.Perizinan penanaman modal seperti PMA yang tadinya harus dilakukan di pusat, kini dapat diselesaikan di daerah. Pelimpahan wewenang ini diharapkan dapat mempermudah proses perizinan dengan biaya murah sehingga menciptakan iklim investasi yang kondusif serta menarik untuk calon investor.

Tetapi di sisi lain, peningkatan pajak dan retribusi akan menimbulkan

high cost of economy dan malah makin memperlemah investasi, jika tidak memperhitungkan daya dukung perekonomian lokal dan nasional. Contohnya (1) pengenaan pungutan atas lalu lintas barang dan penumpang antar provinsi atau antar kabupaten/kota, dan (2) munculnya peraturan-peraturan daerah (Perda) yang


(58)

20

tumpang tindih,menyebabkan pemungutan pajak ganda dan disinyalir menghambat masuknya investasi swasta.

Dampak positif dan negatif desentralisasi pun dikemukakan oleh Bahl (1998). Dampak positifnya antara lain (1) kesejahteraan akan lebih tinggi karena penyediaan jasa dan barang publik lebih memenuhi preferensi masyarakat, (2) pemerintah daerah lebih bertanggung jawab untuk kualitas barang dan jasa yang disediakan, (3) penduduk memiliki keinginan untuk membayar lebih tinggi atas barang dan jasa publik karena preferensi mereka lebih dihargai, dan (4) meningkatkan pendapatan pemerintah karena pemerintah daerah lebih mengenal dan menggali objek pajaknya. Sedangkan dampak negatif dari desentralisasi adalah (1) kontrol terhadap inflasi lebih sulit karena pengeluaran pemerintah daerah sulit dikendalikan, (2) usaha-usaha pengoptimalan sumber dana dalam pembangunan pertanian, industri, dan infrastruktur publik akan lebih sulit sehingga (3) ketimpangan daerah menjadi lebih tinggi.

2.5. Tata Kelola Pemerintahan Daerah

Kata tata kelola berasal dari bahasa Inggris yaitu governance (Oxford English Dictionary, 1973), yang artinya adalah tindakan atau melaksanakan tata cara pengendalian.Lebih jauh lagi,government atau pemerintah sebagai pelaksana tata kelola identik dengan pengelola atau pengurus, dengan makna spesifik pengelola atau pengurus negara.

Pemahaman sebagaimana disebutkan di atas kita jadikan sebagai awal untuk memahami good governance sebagai pijakan awal dari akuntabilitas kinerja pemerintah.Jadi good governance sebenarnya mempunyai makna sebagai

kepengelolaan atau kepengarahan yang baik dan bukan kepemerintahan yang baik(Dwijowijoto, 2003).Governance yang dimaksudkan dalam penelitian ini lebih bersifat public governance daripada corporate governance (Gambar 5), dengan pendekatan secara khusus kepada tata kelola pemerintahan daerah.


(1)

Lampiran 29. Hasil Estimasi Model PMDN dengan

Fixed Effects Model

Dependent Variable: LPMDN Method: Panel Least Squares Date: 07/18/12 Time: 17:00 Sample: 2007 2008

Periods included: 2

Cross-sections included: 38

Total panel (balanced) observations: 76

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LPMA -0.107737 0.219314 -0.491244 0.6265 LPUB 13.80360 17.46157 0.790513 0.4349 GROWTHT 0.279706 0.117346 2.383602 0.0231 DQ58R3 8.830379 3.733236 2.365342 0.0240 Q38AR1 0.087674 0.047875 1.831327 0.0761 C -376.7287 470.8831 -0.800047 0.4294

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.806181 Mean dependent var 10.87272 Adjusted R-squared 0.559503 S.D. dependent var 12.62056 S.E. of regression 8.376256 Akaike info criterion 7.386032 Sum squared resid 2315.335 Schwarz criterion 8.704737 Log likelihood -237.6692 Hannan-Quinn criter. 7.913050 F-statistic 3.268152 Durbin-Watson stat 3.897436 Prob(F-statistic) 0.000346


(2)

Lampiran 30. Pengujian Model PMDN dengan

Chow Test

Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled

Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 2.017817 (37,33) 0.0218 Cross-section Chi-square 89.867205 37 0.0000

Cross-section fixed effects test equation: Dependent Variable: LPMDN

Method: Panel Least Squares Date: 07/18/12 Time: 17:01 Sample: 2007 2008

Periods included: 2

Cross-sections included: 38

Total panel (balanced) observations: 76

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LPMA 0.351672 0.098595 3.566838 0.0007 LPUB 8.325742 2.958032 2.814622 0.0063 GROWTHT 0.176361 0.102340 1.723292 0.0893 DQ58R3 5.363588 3.154898 1.700083 0.0936 Q38AR1 0.065192 0.046350 1.406538 0.1640 C -229.5641 79.69458 -2.880549 0.0053

R-squared 0.367686 Mean dependent var 10.87272 Adjusted R-squared 0.322521 S.D. dependent var 12.62056 S.E. of regression 10.38787 Akaike info criterion 7.594811 Sum squared resid 7553.550 Schwarz criterion 7.778817 Log likelihood -282.6028 Hannan-Quinn criter. 7.668349 F-statistic 8.140912 Durbin-Watson stat 1.438918 Prob(F-statistic) 0.000004


(3)

Lampiran 31Estimasi Model PMDN dengan

Random Effects Model

Dependent Variable: LPMDN

Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Date: 07/18/12 Time: 17:01

Sample: 2007 2008 Periods included: 2

Cross-sections included: 38

Total panel (balanced) observations: 76

Swamy and Arora estimator of component variances

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LPMA 0.289785 0.104511 2.772777 0.0071 LPUB 9.280199 3.272696 2.835644 0.0060 GROWTHT 0.225173 0.093456 2.409394 0.0186 DQ58R3 6.207752 2.954759 2.100933 0.0392 Q38AR1 0.073570 0.039049 1.884040 0.0637 C -256.5877 88.10908 -2.912160 0.0048

Effects Specification

S.D. Rho

Cross-section random 5.874629 0.3297

Idiosyncratic random 8.376256 0.6703

Weighted Statistics

R-squared 0.338878 Mean dependent var 7.719574 Adjusted R-squared 0.291656 S.D. dependent var 10.18253 S.E. of regression 8.569942 Sum squared resid 5141.073 F-statistic 7.176137 Durbin-Watson stat 1.983347 Prob(F-statistic) 0.000018

Unweighted Statistics

R-squared 0.361711 Mean dependent var 10.87272 Sum squared resid 7624.937 Durbin-Watson stat 1.337261


(4)

Lampiran 32. Pengujian Model PMDN dengan Hausman Test

terpilih Model

Random Effects

Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled

Test cross-section random effects

Test Summary

Chi-Sq.

Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 8.274671 5 0.1417

Cross-section random effects test comparisons:

Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob.

LPMA -0.107737 0.289785 0.037176 0.0392 LPUB 13.803604 9.280199 294.195840 0.7920 GROWTHT 0.279706 0.225173 0.005036 0.4422 DQ58R3 8.830379 6.207752 5.206453 0.2504 Q38AR1 0.087674 0.073570 0.000767 0.6106

Cross-section random effects test equation: Dependent Variable: LPMDN

Method: Panel Least Squares Date: 07/18/12 Time: 17:02 Sample: 2007 2008

Periods included: 2

Cross-sections included: 38

Total panel (balanced) observations: 76

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -376.7287 470.8831 -0.800047 0.4294 LPMA -0.107737 0.219314 -0.491244 0.6265 LPUB 13.80360 17.46157 0.790513 0.4349 GROWTHT 0.279706 0.117346 2.383602 0.0231 DQ58R3 8.830379 3.733236 2.365342 0.0240 Q38AR1 0.087674 0.047875 1.831327 0.0761

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.806181 Mean dependent var 10.87272 Adjusted R-squared 0.559503 S.D. dependent var 12.62056 S.E. of regression 8.376256 Akaike info criterion 7.386032 Sum squared resid 2315.335 Schwarz criterion 8.704737 Log likelihood -237.6692 Hannan-Quinn criter. 7.913050 F-statistic 3.268152 Durbin-Watson stat 3.897436 Prob(F-statistic) 0.000346


(5)

Lampiran 33.

Standardized Residuals

Model PMA

Lampiran 34.

Histogram Normality Test

Model PMA

-3

-2 -1 0 1 2

10 20 30 40 50 60 70

Standardized Residuals

0 2 4 6 8 10 12

-20 -10 0 10 20

Series: Standardized Residuals Sample 2007 2008

Observations 76

Mean -1.29e-15 Median 1.665151 Maximum 20.93807 Minimum -24.56803 Std. Dev. 10.36294 Skewness -0.245158 Kurtosis 2.384096 Jarque-Bera 1.962535 Probability 0.374836


(6)

Lampiran 35. Korelasi Pearson antar Variabel Bebas Dalam Model PMA

LPUB LPMDN GROWTHT DQ78AR1 DQ67CR1 DQ61R1 DQ86R2

LPUB 1.000000 0.364254 -0.176268 -0.071428 -0.153383 -0.073083 0.143282 LPMDN 0.364254 1.000000 0.142934 0.224093 0.012779 0.075577 0.080287 GROWTHT -0.176268 0.142934 1.000000 0.115690 0.152442 0.173591 0.114503 DQ78AR1 -0.071428 0.224093 0.115690 1.000000 -0.089375 0.137800 -0.107303 DQ67CR1 -0.153383 0.012779 0.152442 -0.089375 1.000000 -0.102565 -0.031497 DQ61R1 -0.073083 0.075577 0.173591 0.137800 -0.102565 1.000000 -0.071788 DQ86R2 0.143282 0.080287 0.114503 -0.107303 -0.031497 -0.071788 1.000000

Lampiran 36. Hasil Estimasi Model PMA dengan

Pooled Least Square

Dependent Variable: LPMA Method: Panel Least Squares Date: 07/30/12 Time: 21:05 Sample: 2007 2008

Periods included: 2

Cross-sections included: 38

Total panel (balanced) observations: 76

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LPUB 7.414464 3.260892 2.273753 0.0261 LPMDN 0.344604 0.114101 3.020164 0.0036 GROWTHT -0.041005 0.109574 -0.374222 0.7094 DQ78AR1 7.324712 4.105739 1.784018 0.0789 DQ67CR1 7.508335 3.189421 2.354137 0.0215 DQ61R1 5.795913 2.896155 2.001244 0.0494 DQ86R2 4.548432 4.781843 0.951188 0.3449 C -209.0002 88.23488 -2.368681 0.0207

R-squared 0.370037 Mean dependent var 13.53630 Adjusted R-squared 0.305188 S.D. dependent var 13.05645 S.E. of regression 10.88326 Akaike info criterion 7.711630 Sum squared resid 8054.284 Schwarz criterion 7.956970 Log likelihood -285.0419 Hannan-Quinn criter. 7.809679 F-statistic 5.706115 Durbin-Watson stat 1.046652 Prob(F-statistic) 0.000033