Heteroskedastisitas Multikolinearitas Uji Ekonometrika

3 Apabila nilai uji Durbin Watson 1,54-2,46, maka model persamaan yang digunakan tidak mengalami masalah autokorelasi. 4 Apabila nilai uji Durbin Watson 2,46-2,9, maka model persamaan yang digunakan tidak terdeteksi masalah autokorelasi. 5 Apabila nilai uji Durbin Watson 2,9-4, maka model persamaan yang digunakan mengalami masalah autokorelasi. Solusi dari masalah autokorelasi, yaitu dihilangkannya variabel yang sebenarnya berpengaruh terhadap variabel tak bebas. Jika terjadi kesalahan dalam spesifikasi model, hal ini dapat diatasi dengan mentransformasi model, misalnya dari model linear menjadi nonlinier atau sebaliknya.

3.4.3. Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas adalah suatu penyimpangan asumsi OLS dalam bentuk varians gangguan estimasi yang dihasilkan oleh estimasi OLS yang tidak bernilai konstan. Heteroskedastisitas tidak merusak sifat ketidakbiasan dan konsistensi dari penaksir OLS tetapi penaksir yang dihasilkan tidak lagi mempunyai varian minimum efisien. Menurut Gujarati 1993, jika terjadi heteroskedastisitas maka akan berakibat sebagai berikut: 1 Estimasi dengan menggunakan OLS tidak akan memiliki varians yang minimum atau estimator tidak efisien. 2 Prediksi nilai Y untuk X tertentu dengan estimator dari data yang sebenarnya akan mempunyai varians yang tinggi, sehingga prediksi menjadi tidak efisien. 3 Tidak dapat diterapkannya uji nyata koefisien atau selang kepercayaan dengan menggunakan formula yang berkaitan dengan nilai varians. Pengujian masalah heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji Glejser, yang dilakukan pertama kali pada uji ini adalah mendapatkan residual u t dari regresi OLS, lalu regresikan nilai absolut dari u t |u t | terhadap variabel bebas yang diperkirakan mempunyai hubungan yang erat. Uji ini menggunakan nilai probabilitas dari |u t |, jika hasil regresi siginifikan berarti terdapat masalah heteroskedastisitas. Hipotesis : H : ρ = 0 H 1 : ρ ≠ 0 Kriteria uji yang digunakan untuk melihat adanya heteroskedastisitas adalah sebagai berikut: 1. Probability |ut| α, maka tolak H 2. Probability |ut| α, maka terima H Keterangan: |ut| : Residual galat Jika H ditolak maka terjadi heteroskedastisitas dalam model, sebaliknya jika H diterima maka tidak ada heteroskedastisitas dalam model. Solusi dari masalah heteroskedastisitas adalah mencari transformasi model asal sehingga model yang baru akan memiliki galat dengan varians yang konstan.

3.4.4. Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah adanya hubungan linear yang sempurna atau pasti diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi. Tanda-tanda adanya multikolinearitas adalah sebagai berikut: 1 Tanda tidak sesuai dengan yang diharapkan. 2 R-squared-nya tinggi tetapi uji individu tidak banyak bahkan tidak ada yang nyata. 3 Korelasi sederhana antara variabel individu tinggi r ij tinggi. 4 R 2 lebih kecil dari r ij 2 menunjukkan adanya masalah multikolinearitas. Konsekuensi multikolinearitas adalah estimasinya tidak dapat ditentukan dan galat baku menjadi tinggi sehingga prediksi menjadi tidak benar. Kriteria ekonometrik untuk melihat adanya multikolinearitas diantara peubah-peubah penjelas dalam satu persamaan dapat dilihat dari R-squared dan kuadrat korelasi sederhana peubah-peubah penjelas r ij 2 yang dirumuskan sebagai berikut: � 1 2 = 1 2 − 1 2 1 2 − 1 2 2 2 − 2 2 3.10 2 , 1 , …, � = 1 1 + 1 2 + ⋯+ � � 2 3.11 Keterangan: r X1X2 : Koefisien korelasi X 1 dan X 2 X1X2 : Peubah-peubah penjelas Y : Peubah tak bebas R 2 Y,Xi, … ,Xk : Koefisien determinasi Ada beberapa cara untuk mengetahui multikolinearitas dalam model, salah satunya adalah uji Manquardt, yaitu dengan melihat nilai Variance Inflation Factor VIF pada masing-masing variabel bebas. Jika nilai VIF kurang dari lima, maka dapat disimpulkan bahwa dalam persamaan tidak terdapat multikolinearitas. Sebaliknya, jika nilai VIF lebih besar dari lima maka terdapat multikolinearitas dalam persamaan tersebut. Salah satu cara yang dilakukan untuk mengatasi masalah multikolinearitas adalah dengan regresi analisis komponen utama principal componet analysis. Pendugaan dengan regresi komponen utama akan menghasilkan nilai dugaan yang memiliki tingkat ketelitian yang lebih tinggi, dengan jumlah kuadrat sisaan yang lebih kecil dibandingkan dengan pendugaan metode kuadrat terkecil. Analisis komponen utama pada dasarnya mentransformasi peubah-peubah bebas yang berkorelasi menjadi peubah-peubah baru yang orthogonal dan tidak berkorelasi. Analisis ini bertujuan untuk menyederhanakan peubah-peubah yang diamati dengan cara mereduksi dimensinya. Hal ini dilakukan dengan menghilangkan korelasi di antara peubah melalui transformasi peubah asal ke peubah baru komponen utama yang tidak berkorelasi.

BAB IV. GAMBARAN UMUM

4.1. Kondisi Geografis Provinsi Jawa Barat

Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5°50-7°50 LS dan 104°48-104°48 BT dengan luas wilayah sebesar 35.746,26 km 2 yang terdiri dari 17 kabupaten dan 9 kota Lampiran 1. Provinsi Jawa Barat berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Jawa Tengah di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Banten dan DKI Jakarta di barat. Kondisi Geografis Jawa Barat sangat strategis dan menguntungkan dari segi komunikasi dan perhubungan karena kontur topografi daratan yang dapat dibedakan atas wilayah pegunungan curam di selatan dengan ketinggian lebih dari 1.500 meter di atas permukaan laut mdpl, wilayah lereng bukit yang landai di tengah dengan ketinggian 100-1.500 mdpl yang membujur dari barat hingga timur, wilayah dataran rendah yang luas di utara ketinggian 0-10 mdpl kawasan pantai utara. Titik tertinggi rangkaian pegunungan tersebut adalah Gunung Ciremay yang berada di sebelah barat daya Kota Cirebon. Sungai-sungai yang cukup penting adalah sungai Citarum dan sungai Cimanuk, yang bermuara di Laut Jawa. Selain itu, perbedaan kontur topografi daratan tersebut juga menyebabkan perbedaan iklim antara daerah pantai dan daerah pegunungan walaupun Jawa Barat sendiri sebenarnya beriklim tropis, contohnya seperti suhu terendah sebesar 9,0°C yang berada di Puncak Gunung Pangrango dan 34,0°C di Pantai Utara. Sedangkan untuk curah hujan rata-rata di Provinsi Jawa Barat sebesar 2.000 mm per tahun, namun di beberapa daerah