1 Nilai angka 0-25 persen, berarti bahwa hambatan biaya transaksi di
kabupaten dan kota tersebut tergolong sangat buruk. 2
Nilai angka 26-50 persen, berarti bahwa hambatan biaya transaksi di kabupaten dan kota tersebut tergolong buruk.
3 Nilai angka 51-75 persen, berarti bahwa hambatan biaya transaksi di
kabupaten dan kota tersebut tergolong baik. 4
Nilai angka 76-100 persen, berarti bahwa hambatan biaya transaksi di kabupaten dan kota tersebut tergolong sangat baik.
4.3.7. Kebijakan Infrastruktur Daerah
Ketersediaan dan kualitas infrastruktur merupakan faktor penentu bagi keputusan bisnis pelaku usaha karena sangat menentukan biaya distribusi faktor
input dan faktor output produksinya. Kehadirannya dapat menjadi faktor pendorong tingkat produktivitas di suatu daerah. Fasilitas transportasi
memungkinkan orang, barang dan jasa diangkut dari satu tempat ke tempat lain, tentunya juga dari satu daerah ke daerah lain. Apabila akses transportasi yang baik
tidak ada tentunya akan sulit bagi suatu perusahaan untuk melakukan aktivitas usahanya. Karena itu tak pelak lagi ketersediaan infrastruktur, terutama kualitas
jalan yang baik, sangat diperlukan untuk kelancaran proses produksi. Infrastruktur sangat menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi. Beberapa
studi menunjukkan bahwa ketersediaan infrastruktur dengan Pertumbuhan Domestik Bruto PDB ternyata mempunyai hubungan yang erat. Elastisitas PDB
terhadap infrastruktur, perubahan persentase pertumbuhan PDB per kapita sebagai
akibat dari naiknya satu persen ketersediaan infrastruktur, di berbagai Negara bervariasi antara 0,07 sampai dengan 0,44 World Bank, 1994. Pembiayaan
pemerintah di bidang infrastruktur masih diperlukan terutama untuk daerah- daerah terpencil yang belum terjangkau investasi infrastruktur sektor swasta.
Penurunan peranan pemerintah pada sektor infrastruktur di beberapa Negara berkembang Fan dan Rao, 2003 terjadi di era 1980-an sebagai bentuk kebijakan
pemerintah agar tercipta lingkungan berusaha yang lebih besar kepada sektor swasta. Namun demikian, pilihan tersebut tidak membuahkan hasil tingkat
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi sehingga menyiratkan bahwa investasi pemerintah di infrastruktur menjadi hal yang tidak terelakkan kebutuhannya.
Infrastruktur yang dinilai pada survei ini mencakup penilaian persepsi terhadap sejumlah fasilitas infrastruktur seperti jalan kabupaten dan kota, kualitas
lampu penerangan jalan, kualitas air PDAM, kualitas listrik, dan kualitas telepon. Selain itu dihitung pula lama waktu yang dibutuhkan di setiap kabupaten dan kota
untuk memperbaiki kerusakan terhadap berbagai infrastruktur tersebut. Jenis-jenis infrastruktur tersebut dipilih berdasarkan yang paling mempengaruhi keputusan
berbisnis pelaku usaha dan atau dalam kewenangan Pemda. Misalnya seperti lampu penerangan jalan sebenarnya tidak terdapat peraturan yang menyebutkan
aktivitas perawatannya kepada Pemda, namun karena pajaknya dimasukkan sebagai pajak daerah maka selayaknya Pemda memberikan perhatian terhadap
kualitasnya. Di samping itu pula tingkat kepemilikan genset oleh pelaku usaha juga digunakan sebagai salah satu indikator. Hal tersebut mencerminkan tingkat
kewaspadaan akan padamnya aliran listrik dimana semakin tinggi tingkatan tersebut menggambarkan keadaan listrik yang tidak baik.
Keterkaitan kerangka kebijakan nasional dan daerah dalam hal ketersediaan dan kualitas infrastruktur dilihat menurut permasalahan utama
infrastruktur yang terdeteksi pada survei ini. Jalan rusak dan listrik yang sering padam merupakan dua alasan yang terbanyak yang disampaikan oleh pelaku
usaha. Terdapat sejumlah kebijakan nasional dan daerah yang berkaitan erat dengan kualitas jalan diantaranya adalah peraturan mengenai pengadaan barang
dan jasa Perpres Nomor 82006 dan Kepres Nomor 802003. Peraturan ini dikeluarkan untuk mengurangi tingkat resiko terjadinya korupsi dan kolusi pada
proses tender proyek pemerintah yang secara tidak langsung akan mempengaruhi kualitas barang dan jasa yang diadakan karena melalui proses yang lebih
transparan dan akuntabel. Tender proyek pemerintah disini berarti berbagai bentuk investasi publik pemerintah seperti pembangunan jalan, pengadaan lampu
penerangan jalan, dan pengadaan material jembatan. Disini juga disebutkan pengaturan mengenai tingkatan sub-kontrak agen yang disinyalir dapat
menurunkan kualitas barang dan jasa karena terdapat semakin banyaknya agen yang menerima kick-back fee pada setiap tingkatan kontrak proyek.
Untuk mendapatkan nilai persentase dari indikator kebijakan infrastruktur daerah ada lima variabel penilaian yang digunakan, yaitu:
1 Tingkat kualitas infrastruktur.
2 Lama perbaikan infrastruktur bila mengalami kerusakan.
3 Tingkat pemakaian generator.
4 Lamanya pemadaman listrik.
5 Tingkat hambatan infrastruktur terhadap kinerja perusahaan.
Setelah mendapatkan nilai total dari kelima variabel tersebut, KPPOD membaginya ke dalam empat klasifikasi, yaitu:
1 Nilai angka 0-25 persen, berarti bahwa kebijakan infrastruktur daerah di
kabupaten dan kota tersebut tergolong sangat buruk. 2
Nilai angka 26-50 persen, berarti bahwa kebijakan infrastruktur daerah di kabupaten dan kota tersebut tergolong buruk.
3 Nilai angka 51-75 persen, berarti bahwa kebijakan infrastruktur daerah di
kabupaten dan kota tersebut tergolong baik. 4
Nilai angka 76-100 persen, berarti bahwa kebijakan infrastruktur daerah di kabupaten dan kota tersebut tergolong sangat baik.
4.3.8. Keamanan dan Penyelesaian Sengketa