1
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penerimaan devisa dari ekspor CPO telah mengalami peningkatan, walaupun peningkatan konsumsi di dalam negeri juga berlangsung dengan pesat.
Dari kecenderungan peningkatan ekspor tersebut, mengindikasikan masih masih terbukanya peningkatan ekspor minyak kelapa sawit Indonesia.
Tabel 1. Volume Ekspor CPO Negara-Negara Pengekspor, 2002-2007 000 Ton Negara
2002 2003
2004 2005
2006 2007
Malaysia 10,886
12,266 12,575
13,445 14,423
13,747 Indonesia
6,490 7,370
8,996 10,436
12,540 12,530
Papua New Guinea
324 327
339 295
362 385
Colombia 85
115 214
224 214
290 Singapore
220 250
237 205
207 188
Cote dIvoire 65
78 109
122 109
104 Hong Kong
318 185
127 39
20 29
TOTAL 19,415
21,911 24,244
26,502 29,996
29,694
Keterangan : Negara Re-Exporting Sumber : Oil World Annual 2002 - 2007 Oil World Weekly 14 December,
2007
1
Jika dilihat dari tabel 1, maka pada tahun 2007 indonesia masih berada di urutan kedua di dunia dalam hal negara pengekspor CPO. Akan tetapi,
kemungkinan saat ini Indonesia sudah menjadi Negara produsen CPO nomor 1 di seluruh dunia. Hal ini bisa saja terjadi karena luas lahan potensial di Indonesia
masih begitu luas dan SDM yang masih banyak. Perkebunan kelapa sawit yang hingga saat ini semakin luas membutuhkan
masukan tenaga kerja cukup besar. Dengan luas kebun kelapa sawit yang saat ini mencapai 6,6 juta hektare Direktorat Jendral Perkebunan, 2008 diperkirakan
serapan tenaga kerja untuk perkebunan kelapa sawit yang sangat besar, belum termasuk tenaga kerja yang terserap dalam berbagai sub sistem lainnya seperti sub
1 http:www.palmoilworld.orgSlideswld.ppt
2 sistem penyedia agro-input, transportasi, pengolahan, pemasaran dan jasa
pendukung lainnya.
Tabel 2. Luas Areal Kelapa Sawit dan Produksi CPO Indonesia, 2000 - 2008 Luas Areal 000 Ha
Produksi CPO 000 ton Tahun
PR PBN PBS
Nasional PR
PBN PBS
Nasional
2000 1.167
588 2.403 4.158 1.906 1.461 3.634
7.001 2001
1.561 610 2.542
4.713 2.798 1.519 4.079 8.396
2002 1.808
632 2.627 5.067 3.427 1.608 4.588
9.623 2003
1.854 663 2.766
5.283 3.517 1.751 5.173 10.441
2004 2.220
606 2.459 5.285 3.847 1.618 5.366
10.831 2005
2.356 530 2.567
5.454 4.500 1.449 5.911 11.861
2006 2.549
687 3.357 6.594 5.783 2.313 9.254
17.350 2007
2.565 687 3.358
6.611 5.895 2.313 9.254 17.373
2008 2.565
687 3.358 6.611 5.805 2.314 8.990
17.109 Sumber : Sekretariat Direktorat Jendral Perkebunan, 2008
2
Pembangunan kelapa sawit baik yang dilakukan oleh perkebunan besar maupun oleh perkebunan rakyat telah berkembang dengan sangat pesat. Awal
tahun 1968, areal kelapa sawit yang semula hanya terbatas di tiga wilayah Sumatera Utara, Aceh dan Lampung saat ini sudah berkembang di 22 daerah
Provinsi. Luas areal tahun 1968 seluas 105.808 ha dengan produksi 167.669 ton, pada tahun 2007 telah meningkat menjadi 6,6 juta ha dengan produksi sekitar 17,3
juta ton CPO Direktorat Jendral Perkebunan, 2008
. Selain itu, pemerintah juga
melaksanakan program Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan PIR – BUN.
Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan PIR-BUN adalah pengembangan
perkebunan dengan menggunakan Perkebunan Besar sebagai inti dan membimbing Perkebunan Rakyat sekitarnya sebagai plasma, dalam suatu sistem
kerjasama yang saling menguntungkan, utuh dan berkesinambungan Dalam perkembangan pengusahaan perkebunan kelapa sawit, telah terjadi
perubahan secara mendasar dalam pola pengusahaanya dan menjadikan komoditas
2 http:ditjenbun.deptan.go.idsekretbun
3 kelapa sawit sebagai bagian dari komoditas perkebunan rakyat. Kalau pada
awalnya perkebunan kelapa sawit hanya dilakukan oleh perkebunan besar, maka saat ini terdapat areal kelapa sawit rakyat seluas 38 dari total areal kelapa sawit.
Demikian pula dengan wilayah pengembangan kelapa sawit, yang pada awalnya terkonsentrasi di lahan kering di pulau Sumatera, saat ini sesuai dengan potensi
yang ada, semakin dikembangkan ke Kawasan Timur Indonesia, khususnya di pulau Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya.
Meskipun demikian, masih dijumpai permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia antara lain adalah:
a Rata-rata produktivitas tanaman masih rendah + 16,2 ton TBShath antara lain karena usia tanaman yang relatif masih muda, tidak terpenuhinya baku
kultur teknis, pencurian buah dan pengolahan hasil yang belum efisien. b Penanganan pasca panen masih jauh dari maksimal. Hasil panen kelapa sawit
belum dimanfaatkan secara optimal dalam upaya meningkatkan diversifikasi produk.
c Mutu hasil panen dan produk CPO yang belum sesuai standar. d Belum terlibatnya petanikelembagaan petani dalam pemilikan unit
pengolahan menyebabkan posisi rebut tawar petani rendah. e
Minat masyarakat yang sangat besar telah mendorong pengembangan perkebunan kelapa sawit secara swadaya oleh rakyat yang tidak terintegrasi
dengan unit PKS. Kondisi ini menyebabkan petani sangat tergantung kepada PKS yang ada dengan posisi tawar.
1.2. Perumusan Masalah