Tinjauan Hukum Islam Terhadap Perkawinan Di bawah Umur
Adapun Hanafi menolaknya sebab bulu ketiak itu tidak ada berbeda dengan bulu- bulu lain yang ada pada tubuh. Syafi‟i dan Hanbali menyatakan bahwa usia
baligh untuk anak laki-laki dan perempuan adalah 15 tahun, sedangkan Maliki menetapkan 17 tahun. Sementara itu, Hanafi menetapkan usia baligh bagi anak
laki-laki adalah 18 tahun, sedangkan anak perempuan 17 tahun.
15
Perkawinan di bawah umur memang tidak secara terang-terangan di bahas oleh hukum Islam. Bahkan di dalam kitab-kitab fiqih memperbolehkan
kawin antara laki-laki dan perempuan yang masih kecil, baik kebolehan tersebut di
nyatakan secara jelas seperti ungkapan “boleh terjadi perkawinan antara anak laki-
laki yang masih kecil dan perempuan yang masih kecil” atau boleh menikahkan laki-
laki yang masih kecil dan perempuan yang masih kecil” sebagaimana pendapat Ibnu al-Humam.
16
Para ulama yang membolehkan perkawinan di bawah umur beragumentasi dengan beberapa ayat al-
Qur‟an yang menjelaskan masalah perkawinan. Berikut beberapa dasar yang memperbolehkan kawin dalam usia
muda atau perkawinan di bawah umur, adalah firman Allah SWT yang menyatakan dalam QS. Ath Thalaaq 65:4.
15
Dedi Supriyadi, Fiqih Munakahat Perbandingan, Bandung: Pustaka Setia.2011, cet ke-I, h.65.
16
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara fiqih munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, Jakarta: Kencana, 2006, h.66.
َِي ََْ ىَئ ىّلاَو ٍاُهْشَأ ُةَث ََّث ىنُهُ أىدِعَف ْمُتْرَ أْرا ِنِإ ُمكِئاَسِن ْنِم ِضْيِحَوْلا َنِم َنْسِئَك ىِئ ّّلاَو ىنُهُلْجَأ ِلاََْْْْا ُت َ وُأَو َنْض
َلا ِقىتَ ك ْنَمَو ىنُهَلَْْ َنْعَضَك ْنَأ : قّطلا اًاْسُك ِِاْمَأ ْنِم َُل ْلَعََْ
٤
Artinya: “perempun-perempuan yang tidak haid lagi menopause di antara
perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu tentang masa iddahnya, maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu pula perempuan-perempuan
yang belum haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka ialah sampai mereka melahirkan kandungannya.Siapa siapa yang bertakwa
kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya”.
Pada dasarnya Allah menetapkan perempuan dengan predikat: wa al- la‟I
lam yahidhna yang belum haid dengan „iddah selama 3 bulan, sementara
„iddah 3 bulan tersebut hanya berlaku bagi perempuan yang ditalak atau difasakh, maka ayat ini menjadi dalalah iltizam, bahwa perempuan yang
disebutkan tadi sebelumnya telah dinikah, kemudian ditalak atau difasakh.Husein Muhammad memberikan alasan lain terhadap ayat ini, didalam kata lam yahid
menunjukkan bahwa yang belum menstruasi, jika diceraikan harus menunggu tiga bulan untuk melangsungkan perkawinannya yang kedua kalinya.
Muhammad menjelaskan bahwa secara tidak langsung ayat ini mengandung pengertian bahwa perkawinan dapat dilaksanakan bagi perempuan belia belum
mengalami menstruasi, karena iddah hanya dapat dikenakan bagi seorang yang telah melangsungkan perkawinan.
17
17
Husein Muhammad, Fiqih Perempuan: Refleksi Kiai atas Wacana Agama dan Gender, cet.V, Yogyakarta: LkiS, 2009, h.91.
Selain itu ada golongan ahli Fiqih yang melarang dan tidak memperbolehkan perkawinan usia muda seperti Ibnu Syubrumah, dengan
berdalilkan sebagai berikut: 1
Sadduz Al- Dzari‟at, artinya menutup jalan yang bisa membawa malapetaka,
karena perkawinan di bawah umur dapat membawa malapetaka bagi kedua pasangan tersebut dan akibat-akibat yang negative, maka dari itu wajib
dengan menunda jalannya perkawinan.
18
2 kaidah-kaidah Fiqih
Mudharat atau Malapetaka itu harus dihilangkan.Walaupun perkawinan di bawah umur terdapat manfaat dan maslahatnya. Namun, mudharat dan
resikonya jauh lebih besar dari manfaat dan kemaslahatannya. Oleh karena itu sudah seharusnya perkawinan di bawah umur itu ditunda hingga orang
tersebut mencapai usia dewasa matang baik secara fisik, psikis maupun mentalnya.
19
Sementara pandangan ahli hukum Islam Fuqaha terhadap perkawinan di bawah umur. Dalam keputusan Ijtima „Ulama Komisi Fatwa Se Indonesia III
Tahun 2009 dinyatakan bahwa dalam literature fikih Islam, tidak terdapat ketentuan secara eksplisit mengenai batas usia perkawinan, baik batas usia
18
Rachmat Syafe‟I, Ilmu Ushul Fiqih, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999, Cet-1, h.132.
19
Jaih Mubarok, Kaidah Fiqih, secara kaidah-kaidah Azasi, Jakarta: PT. Gaja Grafindo Persada, 2002, h. 105.
minimal maupun maksimal. Walaupun demikian, hikmah tasyri dalam perkawinan adalah menciptakan keluarga yang sakinah, serta dalam rangka
memperoleh keturunan hifz al-nasl dan hal ini bisa tercapai pada usia dimana calon mempelai telah sempurna akal pikirannya serta siap melakukan proses
reproduksi.
20
Berdasarkan hal tersebut, komisi fatwa menetapkan beberapa ketentuan hukum yaitu:
a. Islam pada dasarnya tidak memberikan batasan usia minimal perkawinan
secara defintif, usia kelayakan perkawinan adalah usia kecakapan berbuat dan menerima hak
ahliyatul ada „wa al wujud sebagai ketentuannya. b.
Perkawinan di bawah umur hukumnya sah sepanjang telah terpenuhinya syarat dan rukun nikah tetapi haram jika mengakibatkan mudharat.
c. Kedewasaan merupakan salah satu indikator bagi tercapainya tujuan
perkawinan, yaitu kemaslahatan hidup berumahtangga dan bermasyarakat serta jaminan keamanan bagi kehamilan.
d. Guna merealisasikan kemaslahatan ketentuan perkawinan dikembalikan pada
standardisasi usia sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 sebagai pedomannya.
Dilihat dari argument-argumen yang telah disampaikan oleh para ulama tersebut diatas, baik yang memperbolehkan perkawinan seorang gadis yang
belum dewasa usia muda dan yang tidak memperbolehkannya, maka Secara
20
Kharron Sirin, Fikih Perkawinan Di Bawah Umur, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009, h.35.
umum dalam hukum Islam mengenai perkawinan di bawah umur pendapat dari para fuqaha dikategorikan dalam tiga kelompok yaitu:
21
1. Pandangan jumhur fuqaha, yang membolehkan pernikahan usia dini walaupun
demikian kebolehan pernikahan dini ini tidak serta merta membolehkan adanya hubungan badan. Jika hubungan badan akan mengakibatkan adanya
dlarar maka hal itu terlarang, baik pernikahan dini maupun pernikahan dewasa.
2. Pandangan Ibnu Syubrumah dan Abu Bakr al-Asham, menyatakan bahwa
pernikahan di bawah umur hukumnya terlarang secara mutlak. 3.
Pandangan Ibnu Hazm, beliau memilih antara pernikahan anak lelaki kecil dengan anak perempuan kecil. Pernikahan anak perempuan yang masih kecil
oleh bapaknya dibolehkan, sedangkan anak lelaki yang masih kecil dilarang. Argument yang dijadikan dasar adalah Zhahir hadits pernikahan Aisyah
dengan Nabi Muhammad Saw. Jadi, dalam diskursus fikih Islamic Jurisprudence, tidak ditemukan
kaidah yang sifatnya menentukan batas usia menikah. Karenanya, menurut fikih semua tingkatan umur dapat melangsungkan perkawinan dengan dasar bahwa
telah mampu secara fisik, biologis dan mental.
21
Heru Susteyo, Perkawinan Di Bawah Umur Tantangan Legislasi dan Haronisasi Hukum Islam, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009, h.22.