Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
berbeda. Pada anak laki-laki, ketentuan baligh tersebut ditandai dengan ihtilam, yakni mimpi yang mengakibatkan keluarnya sperma air mani, sedangkan anak
perempuan, ketentuan baligh ditandai dengan menstruasi atau haid. Zaman modern seperti ini perkawinan di bawah umur marak terjadi tidak
hanya di Indonesia saja, tetapi juga terjadi di dunia Islam lainnya. Seperti, di Negara Pakistan dan Bangladesh yang melakukan unifikasi pada hukum
keluarga. Maraknya perkawinan di bawah umur di dunia Islam membuat perubahan besar terhadap Negara tersebut. Unifikasi hukum keluarga yang terjadi
di Negara Pakistan salah satunya yaitu menolak adanya perkawinan di bawah umur dengan memberikan sanksi hukuman kurungan penjara serta denda kepada
seseorang yang menikahi anak di bawah umur di dalam hukum keluarganya. Sebagaimana diatur dalam pasal 2 dan 4 dari Child Marriage Restraint Act tahun
1929 sebagaimana diubah dengan Muslim Family Law Ordinance MFLO tahun 1961:
8
2. In this Act, unless there is anything repugnant in the subject or context, a “child” means a person who, if a male, is under eighteen years of age, and if
a female, is under sixteen years of age; b “child marriage” means a marriage to which either of the parties is child; c”contracting party” to a marriage
means either of the parties whose marriage is about to be thereby solemnized; d “minor” means a person of either sex who is under eighteen years of age;…
4. Whoever, being a male above eigthteen years of age, contracts a child marriage shall be punishable with simple imprisonment which may extend to one
month, or with fine which may extend to one thousand rupees, or with both.
8
Tahir Mahmood, Personal Law in Islamic Countries: History, Text and Comparative Analisis, h.243-244.
Pasal 2 dan 4 di atas, dalam UU itu didefinisikan bahwa anak child adalah seseorang yang berumur di bawah 18 tahun bagi laki-laki dan di bawah 16
tahun bagi perempuan. Adapun perkawinan anak perkawinan di bawah umur ialah perkawinan yang salah satu dari pengantin laki-laki atau perempuan berusia
anak-anak sebagaimana didefinisikan sebagai seseorang, baik laki-laki maupun perempuan, yang berusia di bawah 18 tahun. Nampaknya UU ini membedakan
anatara “child” dan “minor”. Selanjutnya pada pasal 4 mengatur bahwa seorang laki-laki berumur lebih dari 18 tahun yang akan melakukan akad nikah dengan
seorang perempuan berumur di bawah 16 tahun, diancam dengan penjara paling lama satu bulan atau denda setinggi-tingginya seribu Rupee atau kedua-duanya.
9
Sedangkan di Indonesia mempunyai pandangan berbeda dengan Negara- Negara muslim lainnya yang telah melakukan pembaharuan di dalam hukum
keluarga. Peraturan hukum keluarga di Indonesia tidak membahas secara rinci mengenai perkawinan di bawah umur dikarenakan di dalam Undang-Undang No.
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak membahas mengenai sanksi terhadap perkawinan di bawah umur.
Perkawinan di bawah umur merupakan salah satu trend reformasi hukum keluarga di dunia Islam Modern yang diberlakukannya sanksi hukum
kriminalisasi. Keberanjakan dari hukum klasik yang cenderung tidak memiliki
9
Tahir Mahmood, Personal Law in Islamic Countries: History, Text and Comparative Analisis, h.243.
sanksi hukum. Misalnya, beralih kepada aturan-aturan dan hukum produk Negara yang tidak saja membatasi dan mempersulit, namun bahkan melarang dan
mengkategorikan suatu masalah seputar hukum keluarga sebagai perbuatan kriminal.
10
Kriminalisasi perkawinan di bawah umur seperti hal yang diatas belum menjadi potret umum dari hukum atau Undang-Undang yang berlaku di dunia
Islam lainnya. Namun, keberadaannya semakin dipertimbangkan karena menjadikan perkawinan di bawah umur suatu perbuatan kriminalisasi. lebih
menarik lagi jika di Indonesia juga bisa melihat lebih dekat serta mentelaah lebih dalam lagi. Apakah praktik perkawinan di bawah umur itu merupakan suatu
perbuatan kriminalisasi hukum? Kemudian dikomparasikan satu sama lain dalam konteks doktrin Hukum Islam Konvesional, antar Negara, dan posisinya sebagai
salah satu citra dinamisasi dalam hukum Islam, khusunya hukum keluarga di dunia Islam. Hal inilah yang penulis anggap sebagai sesuatu yang menarik untuk
diteliti apa sebenarnya factor-faktor dalam pembentukan hukum keluarga khususnya mengenai “Kriminalisasi Perkawinan di Bawah Umur Studi
Komparatif Undang-Undang Hukum Keluar ga di Indonesia dan Pakistan.”