diterbitkan pada zaman pemerintahan Presiden Ziaul Haq, dengan segala perubahannya. Ketika MFLO diberlakukan pada tahun 1961 berarti Negara
Pakistan telah berumur 14 tahun.Selama periode itu 1947-1961 Pakistan sibuk mempersiapkan naskah UUD-nya konstitusi.Pada 1956 barulah Pakistan
memiliki UUD yang pertama, setelah tiga buah rancangan UUD sebelumnya ditolak pada tahun 1949, 1950, dan 1952. Semangat dari UUD 1956 itu ialah
bahwa semua hukum warisan zaman penjajahan Inggris yang masih berlaku akandiganti dengan hukum baru yang berdasarkan atau berorientasi kepada
hukum Islam.
53
Praktis UUD 1956 itu hanya dipersiapkan dalam dua tahun yaitu tahun 1953 dan 1954. Penyiapan UUD pertama Pakistan itu memakan waktu demikian
lama, karena adanya perdebatan dikalangan elite Pakistan di sekitar persoalan apakah Pakistan itu akan menjadi Negara Sekuler bagi orang-orang Islam.
sebagian kelompok non-Muslim Pakistan beralasan bahwa Mohammad Ali Jinnah sendiri, pendiri Pakistan yang meninggal dunia pada 11 September 1948,
berpendapat yang pertama. Dalam UUD 1956 itu pilihan telah diambil, Pakistan adalah Negara Islam berbentuk republic dan presidennya harus orang beragama
Islam. UUD tahun 1956 itu ternyata tidak berlaku lama, karena pada 7 Oktober 1956 dinyatakan tidak berlaku dan ketika konstitusi 1956 dicabut, Komisi
53
M.Atho Mudzhar, “Hukum Keluarga Di Pakistan Antara Islamisasi Dan Tekanan Adat”,
artikel diakses pada 23 Maret 2016 dari http:ejournal.iainradenintan.ac.id
.
Nasional Negara itu merekomendasikan beragam masalah keluarga bagi penyempurna UU Hukum Keluarga yang ada. Atas dasar rekomendasi yang
dibuat komisi itu, suatu ordinansi yang dikenal sebagai Ordinansi Hukum Keluarga Islam disahkan pada 1961 yang dikenal dengan Muslim Family Law
Ordinance MFLO.
54
B. Pembaharuan Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Pakistan
1. Pembaharuan Hukum Keluarga Islam di Indonesia
Hukum keluarga Islam menurut Prof. Daud Ali,”…hukum keluarga Islam
menarik dikaji karena di dalam hukum keluarga itulah terdapat jiwa wahyu ilahi dan Sunnah Rasulullah SAW. Sedang dalam lapangan hukum Islam lain, jiwa itu
telah hilang akibat berbagai sebab yang diantaranya adalah karena penjajahan Negara-negara barat di Negara-
negara muslim…”.
55
Mengingat begitu sentral dan mendasarnya hukum keluarga Islam di kalangan umat muslim, maka dari itu, setiap upaya untuk memodifikasi, merubah
apalagi mengganti hukum keluarga Islam bisa dipastikan akan menimbulkan gejolak, protes dan keberatan dari umat Islam. kasus pengesahan RUU
Perkawinan tahun 1974 kiranya menjadi bukti terang dari pernyataan ini, sehingga pembaruan yang diusung oleh sebagian kalangan, hanya sebagian kecil
54
M.Atho Mudzhar, ESAI-ESAI Sejarah Sosial Hukum Islam, Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, 2014, h.29-30.
55
Jazuni, Legislasi Hukum Islam di Indonesia, cet-1, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005, h.359.
saja yang relative berhasil, itupun di lapangan tidak sepenuhnya ditaati dan dilaksanakan.
Pembaharuan hukum keluarga di Indonesia bukan tanpa upaya awal dari beberapa ahli hukum, baik ahli hukum Islam maupun adat, yang telah
memperkenalkan beberapa ide mereka.Adapun yang menjadi factor penyebab terjadinya pembaharuan hukum ialah untuk mengisi kekosongan hukum karena
norma-norma yang ada dalam kitab fiqih tidak mengaturnya, sedangkan kebutuhan masyarakat terhadap hukum, terhadap masalah yang baru terjadi itu
sangat mendesak untuk diterapkan.
Pembaharuan hukum keluarga islam disebabkan karena adanya perubahan kondisi, situasi, tempat dan waktu sebagai akibat dari factor-faktor di atas. Dan
adapun beberapa orang pembaharuan keluarga Islam di Indonesia yang banyak memberi kontribusi dalam perkembangan hukum keluarga Islam, diantaranya:
Hasbi ash-Shiddieqy, Hasan Bangil, Harun Nasution, Hazairin, Ibrahim Husen, Munawir Syadzali, Busthanul Arifin dan pembaru lainnya. Ide-ide mereka
kemudian mengantarkan pemerintah melakukan upaya pembaharuan lewat apa yang menjadi trendsejak abad ke-19 di berbagai Negara Muslim di dunia, yaitu
kodifikasi hukum.
56
Keinginan pemerintah untuk melakukan pembaruan terhadap hukum keluarga dibidang perkawinan selalu menemui kegagalan, berhubung
56
Asep Saepudin, dkk, HUKUM KELUARGA PIDANA BISNIS Kajian Perundang- undangan Indonesia, Fikih dan Hukum Internasional, Jakarta: KENCANA, 2013, h.12.
subjek dan objek yang diatur hukum perkawinan berkaitan erat dengan kehidupan social keagamaan, yang tidak mudah untuk disatupadukan.Ini berarti pembaruan
hukum perkawinan harus dilakukan dengan penuh hati-hati jangan sampai menimbulkan kekecewaan golongan penduduk lainnya.
Adanya pembaruan hukum perkawinan sebagaimana tertuang dalam UUP di Indonesia, jika dibandingkan dengan ketentuan dalam fikih madzhab Syafi‟i
terdapat empat hubungan yakni:
57
1. Ketentuan UUP sepenuhnya selaras dengan ketentuan dalam fikih munakahat,
seperti dalam hal larangan pernikahan dan masa iddah. 2.
Ketentuan UUP tidak terdapat dalam fikih madzhab manapun, namun karena bersifat administrasi dan tidak menyangkut hal yang substansial dapat
diterima seperti dalam hal pencatatan pernikahan. 3.
Ketentuan UUP tidak terdapat dalam aliran hukum manapun dalam Islam, namun karena pertimbang kemaslahatan dapat diterima, misalnya dalam hal
pembatasan usia nikah. 4.
Ketentuan UUP secara lahirlah dan sepintas tidak sesuai dengan ketentuan fikih, namun demi kemaslahatan dan penggunaan reinterpretasi dan diterima
seperti dalam hal perceraian di muka pengadilan dengan alasan-alasan tertentu, serta pengetatan poligami.
57
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Antara Fiqih Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, Cet-1, Jakarta: Prenada, 2006, h.29.
Pembaharuan terhadap hukum keluarga Islam dibarengi dengan upaya pemerintah dalam Negara-negara tertentu untuk mengatur dan menertibkan
aturan-aturan terkait dengan masalah keluarga. Upaya kodifikasi hukum ini dilakukan dengan beberapat tujuan dari pembaharuan yaitu:
1. Untuk membuat unifikasi hukum, sehingga kepastian hukum bisa
tercapai; 2.
Untuk memecahkan permasalahan kontemporer yang disebabkan oleh perubahan kondisi zamanmemenuhi tuntutan zaman, dan;
3. Untuk memenuhi, secara spesifik, tuntutan kaum wanita terkait dengan
status hukum merdeka yang mengangkat derajat dan martabat wanita.
58
Adanya usaha-usaha untuk memperbarui atau modernisasi hukum keluarga islam khususnya hukum perkawinan Islam tidak selamanya mendapat
dukungan luas dari masyarakat muslim itu sendiri. Kasus sebelum disahkannya UU perkawinan memberikan bukti, betapa tarik-menarik kepentingan dan
ideologi amat kental terjadi. Pertarungan ideologi kelompok sekuler dengan muslim tak terelakan sehingga kemudian terjadi kompromi-kompromi politik.
59
Secara umum respon ulama maupun cendekiawan muslim terhadap usaha pembaruan hukum Islam termasuk di dalamnya bidang perkawinan terbagi
58
Muhammad Ayub, Understanding Islamic Finance, England: John Wiley and Sons, Ltd, 2007, h.11.
59