Sejarah Hukum Keluarga di Indonesia
menyelesaikan perselisihan perdata di kalangan penduduk menurut ajaran Islam. Bahkan, konon keputusan Raja Belanda Koninkelijk Besluit No. 19 tanggal 24
Januari 1882 yang kemudian diumumkan dalam Staatsblad tahun 1882 No.152 tentang pembentukan Pristerraad Pengadilan Agama, walaupun hal ini
didasarkan atas pengaruh dari teori Van den Berg yang menganut paham reception in complex, yang berarti bahwa hukum yang berlaku bagi masyarakat
pribumi adalah hukum agama yang dipeluknya.
43
Melalui kantor dagang Belanda VOC, dikeluarkanlah Resolute de Indieshe Regeering yang berisi
pemberlakuan hukum waris dan hukum perkawinan Islam pada pengadilan VOC bagi orang Indonesia. resolusi ini dikenal dengan nama Compendium Freijer,
yang merupakan legislasi Hukum Islam pertama Indonesia.
44
Berdasarkan Stbl Nomor 55 tahun 1982, Compendium Freijer yang sebagian diperbaharui itu kemudian dicabut secara berangsur-angsur pada abad
ke-19. Dengan demikian, berakhirlah riwayat hukum perkawinan Islam yang tertulis dan dicukupkan dengan menumpang pada pasal 131 ayat [2] sub b IS
[indische Staatsregeling] yang merupakan kelanjutan dari Pasal 75 redaksi lama Regelings Regrement [RR] tahun 1854, yang hanya mengatur masalah
pendaftaran perkawinan, sedangkan dasar perkawinan adalah hukum adat.
43
Amrullah Ahmad,dkk,Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta: Gema Insani Press, 1996, h.55.
44
Idris Ramulyo, Azaz-azaz Hukum Islam: Sejarah Timbul dan Berkembangnya, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993, h.189.
Dengan dicabutnya Compendium Frijer tanggal 3 Agustus 1828, secara tekstual hukum perkaiwnan yang berlaku adalah Hukum Adat, kecuali agama Kristen
berlaku HOCI [Huwelijk Ordonantie Christen Indonesiers Java Minahasa an Amboina] yakni UU Perkawinan Kristen Jawa, Minahasa dan Ambon.
45
Pada waktu pemerintahan Belanda masuk ke Indonesia pada tahun 1596 melalui VOC, kebijakan yang telah dilaksanakan oleh para sultan tetap
dipertahankan pada daerah-daerah kekuasaanya sehingga kedudukan hukum keluarga islam telah ada dimasyarakat sehingga pada saat itu diakui
sepenuhnya oleh penguasa VOC. Bahkan dalam banyak hal VOC memberikan kemudahan dan fasilitas agar hukum Islam dapat terus berkembang sebagaimana
mestinya. Pada awalnya Belanda melalui VOC masuk ke Indonesia dengan membawa serta hukum negaranya untuk menyelesaikan masalah diantara
mereka sendiri. Masa VOC berakhir dengan masuknya Inggris pada tahun 1800-
1811.Setelah Inggris menyerahkan kembali kekuasaannya kepada pemerintahan Belanda, pemerintah kolonial Belanda kembali berupaya mengubah dan
mengganti hukum di Indonesia dengan hukum Belanda. Namun, melihat kenyataan yang berkembang pada masyarakat Indonesia, muncul pendapat
dikalangan orang Belanda yang dipelopori oleh L.W.C Van Den Berg bahwa
45
Yayan Sopyan,Islam-Negara, Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional, Jakarta: UIN Sayarif Hidayatullah, 2011, h. 79-80.
hukum yang berlaku bagi orang Indonesia asli adalah undang-undang agama mereka, yaitu Islam.
c. Hukum Keluarga Pasca Kemerdekaan
Masa awal kemerdekaan, keinginan membuat hukum dan peraturan perundang-undangan yang berciri khas ke-Indonesiaan tetap ada [UU No.
221946]. Undang-undang ini hanya berlaku untuk Jawa dan Madura.Uniknya, justru UU inilah yang pertama kali dibuat oleh bangsa Indonesia.sayangnya UU
perkawinan ini hanya berlaku untuk wilayah Jawa dan Madura saja. Kemudian Undang-undang pertama tentang perkawinan yang lahir setelah Indonesia
merdeka ini diperluas wilayah berlakunya untuk Indonesia dengan UU No. 32 Tahun 1954, yakni Undang-undang tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk.
Keberadaan Undang-undang No. 22 Tahun 1946 ini adalah sebagai kelanjutan dari Stbl. No. 198 Tahun 1895.
46
Sebagai pengganti dari Huwelijks Ordonantie Stbl. No. 348 Tahun 1929 jo. Stbl. No.467 Tahun 1931, dan Vorstenlandse Huwelijks Ordonantie Stbl. No.
98 Tahun 1933. Aulawi mencatat seyogianya Undang-undang UU No. 22 Tahun 1946 ini berlaku untuk seluruh Indonesia, tetapi karena keadaan belum
memungkinkan maka diberlakukan untuk Jawa dan Madura. Kemudian diberlakukan di seluruh Indonesia pada tahun 1954 dengan diundangkannya UU
46
Arso Sosroatmodjo A. Wasit Aulawi, Hukum Perkawinan di Indonesia, cet.II, Jakarta: Bulan Bintang, 1978, h.21.
No. 32 Tahun 1954, yang isinya memperlakukan UU No. 22 Tahun 1946 di seluruh Indonesia.
47
Kemudian, Departemen Agama melalui menteri agama mengeluarkan Peraturan Menteri Agama mengenai wali hakim dan tatacara
pemeriksaan perkara fasid nikah, talak, dan rujuk di Pengadilan Agama. Kemudian pada tahun 1974 terbentuklah Undang-Undang No. 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan merupakan Undang-undang pertama yang terbentuk pada masa Orde Baru. Kehadiran UU No. 1 Tahun 1974 ini disusul dengan
lahirnya beberapa peraturan pelaksana.Pertama, PP No. 9 Tahun 1975 yang diundangkan tanggal 1 April 1975. Kedua Peraturan Menteri Agama dan Menteri
Dalam Negeri. Ketiga Petunjuk Mahkamah Agung R.I. pada tahun 1983 lahir pula Peraturan Pemerintah No. 10 yang mengatur tentang Izin Perkawinan dan
Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil PNS. Peraturan yang ditetapkan tanggal 21 April 1983 ini, berisi 23 Pasal.Kemudian pada tahun 1989 lahir UU No. 7
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
48
Kemudian pada tahun 1990 keluar PP No. 45 yang berisi perubahan PP No. 10 Tahun 1983, yang isinya memuat
beberapa pasal yang ada dalam PP No. 10 Tahun 1983. PP No.45 Tahun 1990 ini hanya berisi dua Pasal.Kemudian satu tahun sesudahnya pada tahun 1991
47
A. Wasit Aulawi,“Sejarah Perkembangan Hukum Islam di Indonesia”.Dalam Amrullah Ahmad, ed.,Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta: Gema Insani Press,
1966, h.57.
48
Atho Muzdhar, Hukum Keluarga di Dunia Islam Modern, Jakarta: Ciputat Press, 2003, h. 25-26.
berhasil disusun Kompilasi Hukum Islam KHI mengenai perkawinan, pewarisan, dan perwakafan.
49