BAB III SEJARAH HUKUM KELUARGA ISLAM DI INDONESIA DAN PAKISTAN
A. Pembentukan Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Pakistan
1. Sejarah Hukum Keluarga di Indonesia
Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia, Negara ini memiliki letak geografis yang unik sekaligus menjadikannya strategis. Hal ini
dapat dilihat dari letak Indonesia yang berada diantara dua samudera Samudera Hindia dan Samudera Pasifik dan dua benua benua Asia dan Australia
Indonesia juga memiliki perairan yang menjadi salah satu urat nadi perdagangan Internasional. Letak Astronomis wilayah Indonesia yaitu 6
O
LU – 11
O
. 08‟LS dan 95
o
BT-141
O
. 45‟ BT.
38
Indonesia terdiri dari 360 suku bangsa, mereka mendiami pulau dan memiliki adat dan kebudayaannya sendiri. Pada tanggal 01
Juli 2015 jumlah penduduk Indonesia sebanyak 255.461.700 jiwa.
39
Indonesia adalah Negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia.
a. Hukum Keluarga Indonesia Prakolonial
Sejarah hukum keluarga di Indonesia dimulai pada zaman Prakolonia yang juga bisa kita sebut Hukum Keluarga Masa Kerajaan. Pada masa ini ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti agama dan budaya masyarakat.
38
M. Thayeb, Pengetahuan Sosial Terpadu untuk kelas SD kelas V, Jakarta: Erlangga, 2004, h.8.
39
Arsyad Umar, Pengetahuan Sosial Terpadu untuk SD kelas IV, Jakarta: Erlangga, 2007, h.10.
35
Hukum tidak bisa terlepas dari budaya masayarakat dan agama. Seperti yang dijelaskan dalam beberapa literature, jauh sebelum datangnya penjajah dari
Eropa, masyarakat Indonesia telah mengenal beberapa macam hukum seperti hukum adat dan hukum Islam pasca datangnya Islam. Hukum adat misalnya,
telah dikenal oleh masyarakat jauh sebelum penjajah bahkan Islam datang. Setelah Islam datang terjadi akulturasi budaya lokal dengan ajaran Islam yang
kemudian terjadi adaptasi serta adopsi ajaran Islam oleh masyarakat adat setempat, sehingga pada perkembangannya ajaran Islam dan budaya lokal
menyatu dan tumbuh bersama sehingga melahirkan budaya baru perpaduan antara tradisi local dan ajaran Islam. Hal ini dapat dibuktikan di beberapa
daerah seperti yang terjadi pada masyarakat Minangkabau dengan ungkapan yan
g terkenal “hukum adat bersendikan Syara‟ dan Syara‟ bersendikan kitabullah Al-
Qur‟an.
40
Selain itu, bukti eksistensi hukum adat dan hukum Islam sebelum datangnya penjajah hingga datangnya penjajah adalah adanya lembaga peradilan
klasik yang terbentuk kala itu, seperti lembaga tahkim, kemudian dalam perkembangannya Peradilan Swapraja disebut juga Peradilan Serambi atau juga
Peradilan Mesjid dan sejenisnya pada masa kerajaan-kerajaan Islam kemudian menjadi Peradilan Agama hingga sekarang. Hal ini telah menunjukan pengaruh
40
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Bandar Lampung: PT Citra Aditya Bakti, 2010, h.57.
kuat Islam di Indonesia dalam aspek hukum perdata, terutama dalam bidang hukum perkawinan atau keluarga.
41
b. Hukum Keluarga Indonesia Zaman Kolonial
Zaman Kolonial dimulai dari masuknya kompi-kompi pedagang Eropa ke Indonesia, mulai dari Portugis, Belanda, Inggris, dan ditambah lagi dari Asia
yaitu Jepang.Hasil dari penjajahan kolonialis Belanda telah mengusik keharmonisan sistem hukum yang dianut oleh penduduk pribumi, berupa hukum
yang hidup ditengah-tengah masyarakat Living Law atau berupa Hukum Adat customary law, maupun hukum Islam. Kehadiran para kolonialis inilah yang
mengakibatkan terjadinya pluralitas sistem hukum yang dianut oleh masyarakat pribumi yang dikuasai oleh pemerintah kolonialis Belanda, hingga
diberlakukanlah sistem Hukum Adat, Hukum Islam, dan sistem Hukum Belanda atau sering disebut sebagai Hukum Barat berupa hukum sipil civil law.
42
Kemudian, pemerintahan Hindia Belanda dalam menjalankan roda kekuasaannya mereka memanfaatkan beberapa macam instruksi Gubernur
Jenderal yang ditunjukan kepada para Bupati, khususnya disebelah utara pantai Jawa, yang intinya adalah agar memberi kesempatan kepada para ulama untuk
41
Ali Sodikin, Fiqh Ushul Fiqh: Sejarah,Metodologi dan Impementasinya di Indonesia, Yogyakarta: Beranda, 2012, h.182.
42
A Qodri Azizy, Hukum Nasional “Elektisisme Hukum Islam dan Hukum Umum”,
Bandung: Teraju, 2004, h.137-139.
menyelesaikan perselisihan perdata di kalangan penduduk menurut ajaran Islam. Bahkan, konon keputusan Raja Belanda Koninkelijk Besluit No. 19 tanggal 24
Januari 1882 yang kemudian diumumkan dalam Staatsblad tahun 1882 No.152 tentang pembentukan Pristerraad Pengadilan Agama, walaupun hal ini
didasarkan atas pengaruh dari teori Van den Berg yang menganut paham reception in complex, yang berarti bahwa hukum yang berlaku bagi masyarakat
pribumi adalah hukum agama yang dipeluknya.
43
Melalui kantor dagang Belanda VOC, dikeluarkanlah Resolute de Indieshe Regeering yang berisi
pemberlakuan hukum waris dan hukum perkawinan Islam pada pengadilan VOC bagi orang Indonesia. resolusi ini dikenal dengan nama Compendium Freijer,
yang merupakan legislasi Hukum Islam pertama Indonesia.
44
Berdasarkan Stbl Nomor 55 tahun 1982, Compendium Freijer yang sebagian diperbaharui itu kemudian dicabut secara berangsur-angsur pada abad
ke-19. Dengan demikian, berakhirlah riwayat hukum perkawinan Islam yang tertulis dan dicukupkan dengan menumpang pada pasal 131 ayat [2] sub b IS
[indische Staatsregeling] yang merupakan kelanjutan dari Pasal 75 redaksi lama Regelings Regrement [RR] tahun 1854, yang hanya mengatur masalah
pendaftaran perkawinan, sedangkan dasar perkawinan adalah hukum adat.
43
Amrullah Ahmad,dkk,Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta: Gema Insani Press, 1996, h.55.
44
Idris Ramulyo, Azaz-azaz Hukum Islam: Sejarah Timbul dan Berkembangnya, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993, h.189.