dasar-dasar perkawinan di bawah umur dalam Hukum keluarga Islam di Indonesia dan Pakistan.
Pada bab Ketiga menjelaskan tentang sejarah hukum keluarga Islam di Indonesia dan Pakistan. Serta mendeskripsikan hukum keluarga Islam di Negara
Indonesia dan Pakistan sebagai Negara Muslim, pengaruh Mahzab terhadap pembentukan hukum keluarga Islam di Negara Indonesia dan Pakistan.
Pada bab Keempat berisi tentang analisis perbandingan mengenai kriminalisasi perkawinan di bawah umur di Indonesia dan Pakistan. Pada bab ini
penulis hadirkan tiga pembahasan yaitu pandangan ahli hukum Islam fuqoha terhadap perkawinan di bawah umur, dan pandangan hukum Islam terhadap
hukum positif dalam kriminalisasi perkawinan di bawah umur di Indonesia. Pada bab Kelima adalah penutup, seperti biasa bab ini mencakup
kesimpulan dari pembahasan yang telah dianalisa oleh penulis dan saran dari penulis ketika melihat substansi skripsi penulis.
BAB II PERKAWINAN DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM ISLAM DAN
HUKUM POSITIF
Kriminalisasi menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah proses yang memperlihatkan perilaku yang semula tidak dianggap sebagai peristiwa pidana,
tetapi kemudian digolongkan sebagai peristiwa pidana oleh masyarakat.
11
Sedangkan di dalam kamus hukum lainnya mendefinisikan bahwa kriminalisasi adalah proses semakin banyaknya sikap yang dianggap sebagai kejahatan oleh
Hukum Pidana atau Perundang-Undangan.
12
Jadi, pada dasarnya kriminalisasi praktik perkawinan di bawah umur di sini dipahami sebagai sikap yang
mengategorikan praktik atau perbuatan perkawinan di bawah umur sebuah tindak pidana crime, yang diancam dengan bentuk pidana tertentu, baik pidana
kurungan maupun pidana denda.
A. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Perkawinan Di bawah Umur
Perkawinan di bawah umur di dalam hukum Islam tidak memberikan penjelasan mengenai batasan usia minimal atau maksimal dalam menikah.
Karena kedewasaan untuk menikah termasuk masalah ijtihad. Dalam arti kata diberikan kesempatan untuk berijtihad pada usia berapa seseorang pantas
1
Tim Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2001, cet.,III, h.600.
12
Kamus Hukum, Bandung: Citra Umbara, 2008, h.23.
15
menikah. Karena umur atau kedewasaan tidak termasuk dalam syarat rukun nikah, maka apabila suatu perkawinan sudah memenuhi syarat dan rukun nikah,
maka hukumnya sah.
13
Para ulama dalam hal ini masih berbeda pendapat dalam menghadapi masalah ini, karena faktor kedewasaan atau umur merupakan kondisi yang amat
penting, kendatipun tidak termasuk ke dalam rukun dan syarat nikah. Di dalam hukum Islam menyatakan bahwa seseorang baru dikenakan kewajiban
melakukan pekerjaan atau perbuatan hukum apabila telah mukallaf, untuk itu
Allah berfirman dalam QS. An-Nisaa 04 ayat 6 :
َُلاَوْمَأ ْمِهْيَلِإ اوُعَ فْداَف اًدْشُر ْمُهْ ِم ْمُتْسَنآ ْنِإَف َحاَكِلا اوُغَلَ ب اَذِإ ٰىََح ٰىَماَتَيْلا اوُلَ تْ باَو اوُاَ رْكَك ْنَأ اًراَدِبَو اًفاَاْرِإاَوُلُلْكَأ َ َوْو
َل ْنَمَو ْفِفْعَ تْسَيْلَ ف اًيَِغ َناَل ْنَمَو ىللاِب ٰىَفَلَو ْمِهْيَلَع اوُدِهْشَكَف ْمَُلاَوْمَأ ْمِهْيَلِإ ْمُتْعَ فَد اَذِإَف ِفوُاْعَوْلاِب ْلُلْكَيْلَ ف اًرِقَف َنا
ِ اًريِسَح
:ءاس لا ٦
Artinya: “Dan ujilah anak-anak yatim sampai mereka mencapai usia nikah.
Apabila kalian menemukan kecerdasannya maka serahkanlah harta-harta itu kepada mereka. Dan janganlah kalian memakannya dengan berlebih-lebihan dan
jangan pula kalian tergesa-gesa menyerahkan sebelum mereka dewasa. Barang siapa dari kalangan wali anak yatim itu berkecukupan, maka hendaklah dia
menahan diri dari memakan harta anak yatim dan barang siapa yang miskin maka dia boleh memakan dengan cara yang baik. Apabila kalian menyerahkan
harta-harta mereka, maka hadrikanlah saksi-saksi.Dan cukuplah Allah sebagai
pengawas”.
Ketika menafsirkan ayat ini, di dalam tafsir al-Misbah, maka kata dasar rushdan adalah ketepatan dan kelurusan jalan. Dari sini lahir kata rushd yang
13
Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam tentang Perkawinan, Jakarta: Bulan Bintang, 1974, h.93.