pernikahan anak Child Marriage Restraint Act sebagaimana diamandemen oleh Ordonansi No. 8 Tahun 1961 MFLO. Dalam UU itu didefinisikan bahwa anak
child adalah seorang yang berumur di bawah 18 tahun bagi laki-laki dan di bawah 16 tahun bagi perempuan. Adapun perkawinan anak perkawinan di
bawah umur ialah perkawinan yang salah satu dari pengantin laki-laki atau perempuan berusia anak-anak sebagaimana didefinisikan tersebut. Kemudian
“minor” didefinisikan sebagai seorang, baik laki-laki maupun perempuan, yang berusia di bawah 18 tahun. Tampaknya UU ini membedakan antara
“child” dan “minor”.
62
Selanjutnya MFLO mengatur bahwa seorang laki-laki berumur kurang dari 18 tahun yang melakukan akad nikah dengan seorang perempuan di bawah
16 tahun, diancam dengan hukuman penjara paling lama satu bulan atau denda setinggi-tingginya seribu Rupee atau kedua-duanya, kecuali ia mempunyai bukti-
bukti yang meyakinkan dirinya bahwa apa yang dilakukannya bukanlah perkawinan di bawah umur child marriage. Kemudian jika seseorang dalam
kategori “minor” berumur kurang dari 18 tahun melakukan akad nikah dengan
seorang di bawah umur, maka orang tua anak itu atau walinya, yang mendorong terjadinya perkawinan itu, atau karena kelalaian mereka, diancam dengan hukum
penjara paling lama satu bulan, atau denda paling banyak seribu Rupee atau
62
Tahir Mahmood, Personal Law in Islamic Countries: History, Text and Comparative Analisis,Academy of Law and Religion, New Delhi,1987, h.243.
kedua-duanya, dengan pengecualian bahwa wanita tidak dihukum penjara. Jika perkawinan anak itu dilangsungkan juga, padahal Pengadilan telah
memperingatkan para wali untuk tidak melangsungkan perkawinan itu, baik inisiatif pengadilan sendiri ataupun atas pengaduan pihak-pihak tertentu, maka
para orang tua atau wali itu diancam dengan hukuman penjara paling lama tiga bulan atau denda 1.000 Rupee atau dua-duanya.
63
C. Peraturan yang Mengatur Hukum Keluarga di Pakistan dan Indonesia
1. Undang-Undang yang Mengatur Hukum Keluarga di Indonesia
Adapun yang sudah menjadi peraturan perundang-undangan negara yang mengatur perkawinan yang ditetapkan setelah Indonesia merdeka adalah:
1. Undang-Undang No. 32 Tahun 1954 tentang Penetapan berlakunya Undang-
Undang Republik Indonesia Tanggal 21 November 1956, No. 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk di seluruh daerah Luar
Jawa dan Madura. Sebagaimana bunyinya UU ini hanya mengatur tata cara pencatatan nikah, talak dan rujuk, tidak materi perkawinan secara
keseluruhan. Oleh karena itu, tidak dibicarakan dalam bahasan ini. 2.
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang merupakan hukum materil dari perkawinan, dengan sedikit menyinggung acaranya.
63
Tahir Mahmood, Personal Law in Islamic Countries: History, Text and Comparative Analisis, h.243-244.
3. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang No. 1 Tahun 1974, tentang Perkawinan. PP ini hanya memuat pelaksanaan dari beberapa ketentuan yang terdapat dalam UU No. 1 Tahun
1974. 4.
Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Sebagian dari materi undang-undang ini memuat aturan yang berkenaan dengan tata cara
hukum formil penyelesaian sengketa perkawinan di Pengadilan Agama. 5.
Kompilasi Hukum Islam KHI.
64
Proses penyusunan KHI dari awal sampai akhir dengan segala tahapan dan sumber rujukannya tidak lepas dari kitab-
kitab fiqih dari berbagai mazhab, meskipun yang terbanyak adalah mazhab Syafi‟i dan tak luput juga penyusunannya melibatkan hukum adat.
2. Undang-Undang yang Mengatur Hukum Keluarga di Pakistan
Pakistan sejarah hukumnya hingga 14 Agustus 1947 berbagi dengan India.Pada saat pembentukan Negara ini pada tanggal tersebut, Ia mewarisi dari
Negara induknya. India, Undang-Undang Hukum Keluarga, seperti berikut ini: 1.
Cast Disabilities Removal Act 1850; 2.
Divorce Act 1869; 3.
Christian Marriage 1872; 4.
Majority Act 1875;
64
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perorangan Kekeluargaan di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2006,h. 234.
5. Guardians and Wards Act 1890;
6. Child Marriage Restraint Act 1929;
7. Dissolution of Muslim Marriage Act 1939;
8. West Pakistan Muslim Personal Law Shariat Application Act 1962;
9. West Pakistan Family Court Act 1964;
10. Offence of Zina Enforcement of Hudood Order 1979;
11. Law of Evidence Qanun-e-Shahadat Order 1984;
12. Enforcement of Sharia Act 1991;
13. Dowry and Bridal Gifts Restriction Act 1976;
14. Prohibition Enforcement of Hudood Order 1979;
15. Offence of Oazf Enforcement of Hudood Order 1979;
16. Execution of Punishment of Wiping Ordinance 1979.
65
Kemudian pada tahun 1961 Pakistan melakukan pembaharuan atas Undang-Undang yang mengatur tentang Hukum Keluarga kedalam Muslim
Family Laws Ordinance MFLO.
65
“Muslim Family Law Pakistna”, artikel diakses pada 23 Mei 2016 dari http:www. Ashraflawfirm.comfamily.html.
BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG HUKUM KELUARGA DI
INDONESIA DAN PAKISTAN A.
Sejauh Mana Pengaruh Fuqoha Mahzab yang Membedakan Hukum Keluarga di Indonesia dan Pakistan
.
Pengaruh aliran mahzab terlihat dari perbedaan mahzab yang dianut antara Negara Indonesia dan Negara Pakistan. Indonesia merupakan Negara muslim
yang sebagian terbesar penduduk Muslim itu penganut ahli Sunnah wal Jamaah dengan Mazhab Syafi‟i. Sedangkan Negara Pakistan merupakan Negara Muslim
terbesar kedua di dunia setelah Indonesia. Sebanyak 97 penduduknya beragama Islam, selebihnya beragama Kristen, Hindu dan Parsian. Sebagian terbesar
penduduk Muslim itu penganut ahli Sunnah wal Jamaah dengan Mazhab Hanafi, hanya sekitar 10-15 persen penganut Syiah.
66
Adanya perbedaan pendapat antara ulama khilafiyah dan tidak ada consensus di dalamnya menunjukkan bahwa itu adalah persoalan yang bersifat
ijtihadi. Artinya, tidak ada ketegasan tekstual yang bersifat pasti. Karenanya keputusan diserahkan pada para ulama untuk memutuskan melalui penggalian dan
penalaran rasionalitasnya berdasarkan kaedah dan metode yang mereka
66
Muhammad Atho Mudzhar, “Hukum Keluarga Di Pakistan Antara Islamisasi Dan Tekanan
Adat ”, artikel diakses pada 27 Maret 2016 dari
http:ejournal.iainradenintan.ac.id .
57