Kemiskinan Kultural Strategi Pengembangan Kelembagaan Swadaya Berkelanjutan sebagai Media Partisipasi Masyarakat Nelayan dalam Pembangunan

atau juru mudi, ketika musim paceklik ada uang santunan bagi nelayan buruh atau ABK. Memang nelayan yang memiliki alat tangkap mini trawl kaya-kaya, tetapi itu dulu. Sekarang mereka juga sudah merasakan hasil penangkapan yang bertambah sedikit dari waktu ke waktu. Kapal mini trakl sekarang sekali melaut membawa jurak anak buah kapal banyak, sampai ada kapal mini trawl yang biasanya dimuati untuk 25 orang, harus dimuati 43-45 orang. Juragan pemilik kapal tidak mau peduli, yang penting pendapatan kapal dibagi dua. Separo pemilik kapal dan separonya lagi dibagi banyaknya nelayan yang ikut. Misalnya kapal mendapat hasil Rp 10 juta dengan jumlah nelayan 25-27 orang. Rp 5 juta untuk juragan pemilik kapal dan Rp 5 juta dibagi 25-27 orang nelayan masing-masing rata-rata mendapatkan Rp 100 ribu. Sekarang jumlah pembaginya bertambah banyak 43-45 orang, maka pendapatan nelayan tentu bertambah sedikit. Itulah nasib nelayan kecil yang memprihatinkan. Pembagian hasil tangkapan ikan setelah dipotong uang perbekalan adalah juragan 10 bagian 33, juru mudi 2,5 bagian 8, kemudian sisanya 17,5 bagian 59 dibagi rata pada nelayan buruhABK yang berjumlah 19 orang sesuai dengan tugas masing-masing. Mereka rata-rata hanya mendapatkan kurang dari 1 bagian. Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan dalam pembagian hasil tangkapan ikan yang sebetulnya sangat merugikan nelayan buruhABK. Belum kalau jumlah nelayan buruhABK yang ikut melaut saat itu lebih dari 19 orang, tentunya mereka akan mendapatkan bagian yang lebih sedikit lagi, karena factor pembaginya bertambah banyak. Belum lagi kalau hasil tangkapan ikannya sedikit, bisa-bisa mereka pulang ke rumah tanpa membawa hasil sama sekali. Para juru mudi yang memiliki kapal dan alat tangkap merangkap menjadi juragan, merekalah orang yang kaya di Desa Morodemak. Desa Morodemak memiliki kondisi sarana dan prasarana desa yang sangat memprihatinkan, secara struktur karena akibat kurangnya perhatian pemerintah. Kondisi sarana dan prasarana yang tidak berkembang dengan baik, menyebabkan perkembangan perekonomian Desa Morodemak lamban, akibatnya Desa Morodemak dikategorikan sebagai desa miskin. Disisi yang lain secara struktur pula, bahwa peran tokoh agama memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam membentuk norma dan perilaku masyarakat yang hanya mementingkan nilai-nilai keagamaan saja untuk melanggengkan kepentingan politik mereka. Sementara untuk urusan seperti meningkatkan pendidikan, ilmu pengetahuan, ketrampilan, menjaga lingkungan yang bersih, perbaikan sarana dan prasarana desa belum tertanam dalam norma dan perilaku masyarakat nelayan Desa Morodemak, sehingga yang muncul dalam pandangan masyarakat, bahwa aparat desa dan semua program pembangunan sarana dan prasarana desa adalah tanggung jawab pemerintah, bukan tanggung jawab mereka. PROGRAM PEMERINTAH PENGENTASAN KEMISKINAN Fenomena kemiskinan di Desa Morodemak mengundang perhatian dari pemerintah untuk mengentaskan Kemiskinan dengan memberikan bantuan, seperti PEMP Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pesisir, P3EMDN Program Peningkatan dan Pengembangan Ekonomi Masyarakat Desa Nelayan, dan PPK Program Pengembangan Kecamatan. Program-program pemerintah untuk pengentasan kemiskinan itu tidak hanya ditangani oleh BAPPEDA saja. Dulu ada program PEMP itu yang menangani adalah Dinas Kelautan dan Perikanan Demak. Ada juga program P3EMDN, dulu yang menangani bagian Ekonomi BAPPEDA. Di bagian Ekonomi BAPPEDA juga menangani Program Pengembangan Kecamatan PPK seluruh kecamatan di Kabupaten Demak, termasuk di Kecamatan Bonang. Desa Morodemak termasuk yang juga mendapatkan dana program tersebut. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Demak memiliki suatu program yang telah dilakukan untuk pengentasan Kemiskinan, yaitu PEMP Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pesisir. Khusus untuk Desa Morodemak ada program PEMP berupa pengadaan alat tangkap ikan berupa kapal lengkap dengan peralatan penangkap ikannya. Program pengadaan alat tangkap ikan tersebut muncul karena pertimbangan bahwa kebiasaan nelayan Desa Morodemak one day fishing menangkap ikan hanya dalam waktu satu hari artinya mereka berangkat sore hari dan pulang pagi hari, jadi jarak yang ditempuh dekat dengan pantai dan hasilnya juga sedikit. Kebiasaan ini ingin diubah, agar nelayan disana dalam menangkap ikan bisa lebih jauh untuk mendapatkan hasil yang lebih banyak, sehingga dibutuhkan jenis alat tangkap yang memadai. Namun kenyataannya program ini kurang berhasil, karena mental nelayan disana masih harus pulang dalam satu hari one day fishing. Program pengadaan kapal dan alat tangkap di Desa Morodemak merupakan bantuan dana dari Pusat ke Kabupaten Demak DKP Demak. Ketika dana tersebut sampai di Kabupaten, oleh Kabupaten pengelolaan dananya diserahkan oleh LAB. Anggota LAB terdiri dari perwakilan desa-desa seluruh Kabupaten Demak. Termasuk Desa Morodemak mempunyai perwakilan yang duduk di kepengurusan LAB. Program pengadaan kapal itu atas usulan dari perwakilan Desa Morodemak yang disetujui oleh LAB. Kepemilikan kapal dipegang oleh LAB, manajemen pengelolaan dan perawatannya diserahkan sepenuhnya oleh masyarakat Desa Morodemak, tetapi mereka tidak berhak menjual kapal tersebut. Pembagian hasilnya disepakati 78 dinikmati masyarakat Desa Morodemak untuk kesejahteraan mereka, 22 untuk LAB dan dana pembinaan. Namun sampai sekarang, bagian yang 22 belum pernah diberikan. Sementara 100 masih dipegang oleh mereka, sehingga kami merasa kesulitan. Disatu sisi lemahnya pengawasan dan dilain sisi tidak dana pembinaan untuk memecahkan problem yang mereka hadapi. Di DKP Demak sebagai pelaksana program pemberdayaan ini mengalami dilemma, disatu sisi kadang kami ingin memberdayakan masyarakat nelayan, namun kadang sasaran kegiatannya tidak pas tidak sesuai. Itu kami akui ketika terjadi di lapangan demikian. Memang didalam petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis sudah diatur, namun ketika terjadi di lapangan sulit untuk dilaksanakan. Terbukti yang seharusnya produktif untuk mendapatkan bantuan modal, namun kenyataannya justru yang mendapatkan bantuan modal adalah yang kurang produktif. Akhirnya tidak tepat sasaran. Ada juga program pengembangan ketrampilan pengolahan hasil tangkapan ikan, seperti membuat krupuk, dendeng dan lain-lain bagi istri-istri nelayan. Itu pun jumlahnya kecil-kecilan. Kalau untuk alternatif pekerjaan nelayan dalam menghadapi musim paceklik itu belum ada. Sebetulnya program pemerintah untuk pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat nelayan sudah banyak sekali. Salah satu penyebab ketidakberhasilan program-program pemerintah tersebut adalah sikap dan perilaku masyarakat sendiri yang kurang mendukung. Penyebab yang lain adalah tidak adanya aturan yang jelas dan penegakan hukum atau sanksi terhadap pelanggar. Aturan-aturan yang sebelumnya disepakati bersama banyak dilanggar oleh mereka sendiri. Masalahnya seperti di PPK Program Pengembangan Kecamatan, program ini tidak ada jaminan, sehingga masyarakat merasa tidak terikat dengan aturan-aturan yang sebelumnya disepakati bersama. Pemerintah meminjami secara