3. Pola Hidup Boros, Suka Berfoya-foya, tidak mau Menabung dan Konsumtif
Secara etik, masyarakat nelayan itu belum pernah merasakan susahnya menanam, dalam artian menanam benih ikan, dalam pemikian mereka yang ada
hanya panen, menangkap ikan di laut. Keadaan demikian menyebabkan mereka jika mendapatkan hasil banyak, selalu dihabiskan. Dalam pikiran mereka kalau habis
nanti akan dapat hasil lagi dengan melaut, tetapi ketika musim paceklik datang, mereka serba kekurangan. Kegemaran menabung tidak ada, karena belum pernah
merasa susahnya menanam. Pola pemikiran mereka yang seperti itu sudah terjadi secara turun temurun. Kalau mereka mendapatkan hasil banyak, mereka tidak mau
menabung uangnya untuk senang-senang membeli barang-barang yang mereka sukai. Ketika diingatkan, mereka berkomentar: “besok melaut lagi kan dapat uang
lagi”. Kalau mereka punya hutang, harus mengejar-ngejar untuk menagihnya. Itu pun sangat sulit. Begitu terjadi masa-masa sulit, mereka menjual barang-barang
yang dimiliki untuk menutup kebutuhan hidupnya. Terkadang kalau terpaksa hutang ke rentenir dengan bunga yang tinggi.
Secara emik, sebetulnya mereka melakukan hal itu karena beradaptasi dengan keadaan yang menghimpit mereka. Terbatasnya sarana dan prasarana
hiburan menyebabkan mereka cenderung membeli barang-barang elektronik, karena menyenangkan keluarga untuk menghibur mereka dengan membeli TV. Secara
tidak langsung, sebetulnya TV dan alat elektronik lainnya merupakan investasi, karena ketika musim paceklik tiba, mereka menjualnya kembali walaupun dengan
harga yang relatif murah, namun mereka sudah merasakan manfaat barang tersebut.
4. Temparemen Keras dan Sulit Diatur
Secara etik, rata-rata masyarakat pesisir itu mempunyai karakter yang keras dan sulit diatur. Ketika ada program dana pinjaman modal untuk pengentasan
kemiskinan masyarakat pesisir dari pemerintah, mereka sebelumnya berjanji untuk mengembalikan dan menggulirkan dana tersebut kepada warga lain, namun
kenyataannya dana tersebut macet, bahkan mereka tidak mau mengembalikan dana tersebut dengan alasan itu adalah dana pemberian pemerintah yang tidak perlu
dikembalikan. Kesadaran untuk mengembalikan dana itu sangat rendah, padahal kalau mereka berhasil mengembalikan dana tersebut, mereka akan mendapatkan
bantuan lanjutan lagi.
Program P3EMDN Program Pengembangan Ekonomi Masyarakat Desa Nelayan sebesar sekitar Rp 200 jutaan. Nampaknya karena terbentur dengan
reformasi, program tersebut sudah tidak terkendali. Ada beberapa kelompok masyarakat yang menerima dana program tersebut menjual asset dan modal usaha
dengan alasan asset tersebut adalah milik masyarakat. Bahkan dana hasil penjualan tersebut dipakai untuk membuat lapangan sepak bola. Jadi mereka maunya sudah
seperti itu, sulit diatur. Karakteristik masyarakat desa nelayan itu keras dan sulit diatur.
Secara emik, temparemen yang keras dan sulit diatur itu diakibatkan kondisi lingkungan yang kumuh, kotor, sumpek, tidak sehat, rumah penduduk saling
berhimpitan, suhu pesisir yang relatif lebih panas, tidak ada taman hijau untuk bermain, santai dan menghibur hati.
5. Kebiasaan Buang Air dan Buang Sampah di Pinggir Sungai atau Tambak