Seharusnya KUD bekerjasama dengan kelembagaan agama yang melibatkan tokoh agama untuk memberi penerangan melalui pengajian dalam
rangka menyadarkan para perantara dan bakul, kalau perbuatan mereka itu merugikan para nelayan. Pendekatan melalui agama dengan melibatkan tokoh
agama untuk menyadarkan masyarakat itu penting sekali. Nelayan kalau membeli bahan bakar solar untuk mesin tempel perahu tidak
mau membeli di POM solar yang disediakan di TPI. Mereka lebih senang membeli diluar, padahal harga diluar TPI lebih mahal. Solar di TPI satu liter Rp 2.200,- diluar
TPI bisa mencapai Rp 2.400,- Alasan mereka kalau membeli solar di TPI harus tunai tidak boleh ngebon bayar belakangan, sementara kalau diluar TPI boleh ngebon,
boleh dibayar setelah pulang melaut dan mendapatkan hasil. Kalau tidak mendapatkan hasil mereka hutang. Terkadang mereka mengganti bahan bakar solar
dengan minyak tanah yang harganya jauh lebih murah, tapi bisa merusakkan mesin.
3. Bantuan Kapal dan Alat Tangkap
Dalam rapat antara pemerintah kabupaten dengan perwakilan dari masyarakat Desa, disepakati bahwa Desa Wedung dan Desa Morodemak untuk
program bantuan PEMP 2003 mendapatkan bantuan berupa kapal senilai Rp 600 juta untuk 2 buah kapal. Kualitasnya baru semua. Namun ketika itu ada
ketidaksepakatan antara pemerintah kabupaten dengan keinginan masyarakat. Masyarakat inginnya kapal itu buatan dari Jawa Timur, karena memiliki kualitas yang
bagus. Aturan main di pemerintah daerah, pembuatan kapal harus dengan bendera CV agar bisa dipertanggungjawabkan bukan perorangan. Setelah diserahkan oleh
sebuah CV, CV tersebut memesan kapal di Batang Jawa Tengah. Akhirnya kapal yang kami terima berbentuk paket yang sduah jadi dan tentunya mutu kapal dan alat
tangkapnya tersebut tidak sesuai dengan keinginan masyarakat. Program tersebut ternyata berjalan kurang bagus, karena karakteristik
masyarakat yang SDM-nya kurang, sehingga masalah manajemen pengelolaan organisasi tidak menguasai. Hal ini diperparah dengan kondisi nelayan yang miskin
luar biasa, maunya mereka habis melaut dengan kapal tersebut hasilnya harus dibagi habis. Padahal saya menyarankan untuk sebagian hasilnya dikembangkan.
Akhirnya pengurus menjadi trauma karena amanah harus mengelola kapal tersebut untuk mengembangkan perekonomian Desa Morodemak, sementara ini dari
penghasilan kapal belum dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Desa Morodemak. Padahal anggota pengurus itu orang-orang pilihan yang jujur dan sangat terbuka.
Mengenai program bantuan dari DKP berupa kapal, ada beberapa pengurus yang mengundurkan diri, karena merasa terbebani dan tidak cocok dengan sistem
pengelolaannya. Mengapa program pembangunan pemerintah banyak yang kurang berhasil dan tidak berlangsung lama, karena sifat bantuan dipegang oleh banyak
orang dan dikelola oleh kelembagaan bukan perorangan. Buktinya KUD Mino Utomo, dahulu mendapatkan bantuan dari PUSKUD berupa kapal, ternyata tidak
bertahan lama dan bubar. Masalahnya kalau ada keuntungan pendapatan, semua orang merasa mendapatkan imbalan. Begitu ada kerusakan kapal, tidak ada yang
bertanggung jawab untuk memperbaiki, karena bukan dikelola pribadi. Kondisi kelembagaan ekonomi masyarakat nelayan Desa Morodemak sangat
tergantung dengan sumberdaya laut dan keberadaan kelembagaan TPI MoroKUD Mino Utomo serta ketrampilan dalam pengolahan hasil tangkap agar memiliki nilai
tambah. Namun kondisi kelembagaan ekonomi masyarakat nelayan Desa Morodemak belum berfungsi dengan baik, sehingga belum dapat dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat nelayan.
Kelembagaan Politik
Kondisi kelembagaan politik di Desa Morodemak pada masa Orde Baru berbeda dengan masa sekarang. Ketika masa Orde Baru dan jumlah partai masih
ada tiga, masyarakat nelayan Desa Morodemak semua tanpa kecuali memilih partai yang memperjuangkan Islam, yaitu PPP. Setelah masa reformasi dan jumlah partai
Islam bertambah banyak. Sementara masyarakat nelayan Desa Morodemak sudah mulai sadar mendapatkan informasi dari mass media, bahwa partai politik tersebut
tidak memiliki kontribusi apa-apa terhadap nasib dan kepentingan nelayan, bahkan mereka hanya mementingkan partainya sendiri, maka nelayan sekarang sudah tidak
ambil pusing lagi dengan kondisi perkembangan partai politik. Kondisi kelembagaan politik di Desa Morodemak sekarang dirasakan sudah
tidak memiliki peran lagi dalam memperhatikan kepentingan dan nasib kesejahteraan nelayan, sehingga nelayan bersikap masa bodoh.
Kelembagaan Pemerintahan Desa
Kondisi kelembagaan pemerintahan di Desa Morodemak belum berfungsi dengan baik, terutama menyangkut pelaksanaan program-program pembangunan
desa. Hal ini disebabkan ketika masyarakat memilih calon Kepala Desa, mereka belum menggunakan pertimbangan kriteria kualitas SDM yang bagus, sehingga
yang terpilih justru calon yang memiliki hubungan kekerabatan yang luas atau karena adanya money politic.
Kelembagaan LKMD yang selama ini berfungsi sebagai motor penggerak musyawarah dan pembangunan desa, walaupun hanya menyentuh
Pembangunan fisik desa saja, itupun setelah masa reformasi sudah tidak berfungsi lagi, karena perannya diganti oleh BPD Badan Perwakilan Desa. Padahal
sebetulnya fungsi BPD dan LKMD itu berbeda.
Kelembagaan Penegakan Hukum 1. Tidak Tegasnya Sanksi Hukum dalam Program Pembangunan
Pernah ada kejadian di salah satu desa yang memberlakukan aturan-aturan yang sangat ketat dalam pelaksanaan PPK dan itu sudah merupakan hak mereka
untuk menetapkan aturan dan sanksi. Namun ditolak oleh warganya dan diancam akan didemo. Akhirnya tidak jadi diberlakukan aturan dan sanksi tersebut. Ada lagi
kejadian di desa lain, ide untuk menempelkan nama-nama orang yang nunggak pinjaman di papan pengumuman masjid, agar yang bersangkutan malu dan ini
sebagai pelajaran dan teguran. Namun ini juga ditolak warga, karena jangan mencampurkan urusan pinjaman dan kemasyarakatan dengan ibadah.
Terkadang ada sebagian masyarakat neleyan yang tetap membandel, tidak mau diarahkan. Mereka berbuat semaunya sendiri. Orang-orang yang demikian
perlu diberikan tindakan peringatan dan kalau masih terus mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat, perlu diberikan sanksi hukum yang tegas, agar jera dan
tidak mengulang perbuatannya.
2. Tidak Tegas Sanksi Pelarangan Alat Tangkap yang Merusak Lingkungan