Penjualan Hasil Tangkapan ke TPI Moro

Dalam rapat antara pemerintah kabupaten dengan perwakilan dari masyarakat Desa, disepakati bahwa Desa Wedung dan Desa Morodemak untuk program bantuan PEMP 2003 mendapatkan bantuan berupa kapal senilai Rp 600 juta untuk 2 buah kapal. Kualitasnya baru semua. Namun ketika itu ada ketidaksepakatan antara pemerintah kabupaten dengan keinginan masyarakat. Masyarakat inginnya kapal itu buatan dari Jawa Timur, karena memiliki kualitas yang bagus. Aturan main di pemerintah daerah, pembuatan kapal harus dengan bendera CV agar bisa dipertanggungjawabkan bukan perorangan. Setelah diserahkan oleh sebuah CV, CV tersebut memesan kapal di Batang Jawa Tengah. Akhirnya kapal yang kami terima berbentuk paket yang sduah jadi dan tentunya mutu kapal dan alat tangkapnya tersebut tidak sesuai dengan keinginan masyarakat. Program tersebut ternyata berjalan kurang bagus, karena karakteristik masyarakat yang SDM-nya kurang, sehingga masalah manajemen pengelolaan organisasi tidak menguasai. Hal ini diperparah dengan kondisi nelayan yang miskin luar biasa, maunya mereka habis melaut dengan kapal tersebut hasilnya harus dibagi habis. Padahal saya menyarankan untuk sebagian hasilnya dikembangkan. Akhirnya pengurus menjadi trauma karena amanah harus mengelola kapal tersebut untuk mengembangkan perekonomian Desa Morodemak, sementara ini dari penghasilan kapal belum dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Desa Morodemak. Padahal anggota pengurus itu orang-orang pilihan yang jujur dan sangat terbuka. Mengenai program bantuan dari DKP berupa kapal, ada beberapa pengurus yang mengundurkan diri, karena merasa terbebani dan tidak cocok dengan sistem pengelolaannya. Mengapa program pembangunan pemerintah banyak yang kurang berhasil dan tidak berlangsung lama, karena sifat bantuan dipegang oleh banyak orang dan dikelola oleh kelembagaan bukan perorangan. Buktinya KUD Mino Utomo, dahulu mendapatkan bantuan dari PUSKUD berupa kapal, ternyata tidak bertahan lama dan bubar. Masalahnya kalau ada keuntungan pendapatan, semua orang merasa mendapatkan imbalan. Begitu ada kerusakan kapal, tidak ada yang bertanggung jawab untuk memperbaiki, karena bukan dikelola pribadi. KELEMBAGAAN POLITIK Masyarakat Desa Morodemak sangat menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan. Hal ini dimanfaatkan oleh juru kampanye untuk kepentingan politik mereka. Peran tokoh agama dalam sistem kelembagaan politik sangat kental. Lebih- lebih ketika masa orde baru, warga Desa Morodemak itu hijau semua PPP, karena peran tokoh agama. Sebelum reformasi, di desa Morodemak pasti yang menang adalah PPP. Setelah reformasi, masyarakat sudah mulai dapat menilai. Sekarang karena ada PKB dan PPP, masyarakat jadi kurang percaya lagi pada tokoh agama yang terlibat politik. Apalagi dengan adanya berita-berita di TV mengenai perilaku anggota DPR, mereka tambah mulai berfikir dan sadar dalam berpolitik menentukan pilihan, pengaruh TV sangat besar. Adanya partai islam yang banyak seperti PKB, PPP, PAN, PKS dan lain sebagainya. Mereka sekarang sudah mulai berpikir, bahwa sekarang yang semangat mencari simpatisan itu calon legislatif. Kyai tokoh agama yang tidak terlibat dengan partai politik, itu biasanya yang masih ditaati dan dipatuhi. Dulu pengaruh politik sangat kental di masa orba, karena partai hanya ada tiga. Mereka bersatu memilih partai hijau. Pengaruhnya ketika diminta untuk membangun desa tidak mau karena aparat desa identik dengan GOLKAR. Nelayan sekarang sudah mulai dapat menilai dan tidak mudah percaya lagi dengan janji-janji partai politik. Buktinya, kalau nelayan mau menyampaikan usulan dan aspirasi ke anggota DPRD yang dahulu didukung oleh masyarakat, begitu sudah duduk di kursi dewan sudah melupakan nasib nelayan. Ada beberapa nelayan, ketika jamannya GOLKAR, mereka ikut GOLKAR. Saat PDI-P menang, mereka ikut PDI-P. Tujuannya adalah mendekati anggota dewan untuk memperjuangkan dilarangnya alat tangkap mini trawl berupa apokat. Ternyata tidak ada tanggapan dari mereka. Mengenai masalah kelembagaan politik, nelayan Desa Morodemak pernah dikecewakan oleh seorang tokoh politik yang dekat dengan Bupati Demak. Padahal dahulu mereka berjuang keras untuk menjadi tim suksesnya. Ketika beberapa nelayan ke rumahnya untuk meminta tolong masalah pelarangan alat tangkap mini trawl berupa apokat dan cantrang, ternyata tokoh politik tersebut merasa tidak kenal dengan beberapa nelayan dan mengira mau meminta hartanya. Pemerintah seharusnya tegas, kalau memang alat tangkap mini trawl berupa apokat itu dilarang, seharusnya ada tindakan untuk melakukan rasia secara rutin. Ketika para nelayan menyinggung, kapal yang memiliki alat tangkap apokat tidak dirasia, ada petugas Dinas Kelautan dan Perikanan itu menjawab: “Ini masih jaman GOLKAR. Kalau dilarang, ternyata nanti atasan tidak mendukung rasia tersebut, bisa habis karier saya”. Partisipasi masyarakat nelayan yang kurang mendukung program pembangunan di Desa Morodemak, disebabkan karena kurangnya pembinaan pemerintah daerah terhadap masyarakat nelayan. Mereka merasa kurang diperhatikan oleh pemerintah daerah, sehingga ketika pemerintah memiliki program pembangunan di desa mereka, mereka kurang mendukung. Pengaruhnya hanya daerah-daerah yang secara politis dulu memenangkan partai tertentu saja yang banyak mendapatkan bantuan dana, sehingga tidak ada keterpaduan antar sektor dalam pelaksanaan program pembangunan. Pengaruhnya di instansi sangat besar, bagi instansi yang loyalitasnya tinggi, maka mereka yang akan banyak mendapatkan jatah proyek. Seharusnya instansi jangan dikaitkan dengan jabatan politis, karena itu akan menghambat kesinambungan program pembangunan yang sudah berjalan. Harus ada pemisahan jabatan politis dengan jabatan birokrasi di lingkungan instansi, sehingga siapapun pimpinan dearahnya program pembangunan tetap berjalan dengan baik. KELEMBAGAAN PENEGAKAN HUKUM 1. Tidak Tegasnya Sanksi Hukum dalam Program Pembangunan Pernah ada kejadian di salah satu desa yang memberlakukan aturan-aturan yang sangat ketat dalam pelaksanaan PPK dan itu sudah merupakan hak mereka untuk menetapkan aturan dan sanksi. Namun ditolak oleh warganya dan diancam akan didemo. Akhirnya tidak jadi diberlakukan aturan dan sanksi tersebut. Ada lagi kejadian di desa lain, ide untuk menempelkan nama-nama orang yang nunggak pinjaman di papan pengumuman masjid, agar yang bersangkutan malu dan ini sebagai pelajaran dan teguran. Namun ini juga ditolak warga, karena jangan mencampurkan urusan pinjaman dan kemasyarakatan dengan ibadah. Terkadang ada sebagian masyarakat neleyan yang tetap membandel, tidak mau diarahkan. Mereka berbuat semaunya sendiri. Terhadap orang-orang yang demikian perlu diberikan tindakan peringatan dan kalau masih terus mengganggu