Pola Hidup Boros, Suka Berfoya-foya, tidak mau Menabung dan Konsumtif

laut untuk mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga. Akhirnya ketika diajak untuk berpartisipasi, mereka hanya memikirkan kehidupannya sendiri. Contohnya ketika mereka diajak untuk pertemuan tidak mau menghadiri kalau tidak ada uang sakunya. Alasannya, kalau ada uang saku, mereka tidak bekerja sudah cukup untuk makan sekeluarga. Tetapi kalau tidak ada uang sakunya, sementara mereka tidak bekerja, keluarga mereka yang memberi makan siapa? Perilaku ini berawal dari ketergantungan mereka dengan pendapatan yang sifatnya harian dan kemalasan mereka untuk menabung, sehingga ketika satu hari tidak memiliki penghasilan, mereka bingung. Akhirnya menjadi kebiasaan bagi masyarakat, keengganan mereka ketika diminta untuk musyawarah memecahkan permasalahan yang mereka hadapi, sehingga mereka tidak pernah membicarakan dalam forum musyawarah.

7. Gengsi dan Pemalas

Ada perilaku gengsi dikalangan mereka. Penampilan mereka meyakinkan, walaupun di rumah sebetulnya tidak mempunyai apa-apa jaga gengsi. Perilaku pemalas, ketika musim paceklik mereka tidak melaut sama sekali dan tidak berusaha untuk mencari alternatif pekerjaan lain. Jiwa pemalas yang terjadi pada nelayan itu disebabkan karena keterbatasan ketrampilan, mereka hanya mempunyai ketrampilan melaut saja. Mereka tidak memiliki keahlian lain. Jadi kalau datang musim paceklik, mereka tidak bekerja atau mencari alternatif pekerjaan lain, karena tidak memiliki keahlian lain dan hanya bermalas-malasan, tidur-tiduran. Akhirnya karena tidak ada aktivitas dan kesibukan yang dikerjakan, mereka banyak yang terjatuh dalam kemaksiatan main, minum dan lain-lain. Padahal mereka kehidupannya sangat agamis. Pernah ada kejadian, saat penen tiba mereka mendapat udang penuh satu perahu, bahkan tempatnya tidak cukup, karena sangat melimpah, tetapi hasilnya kemudian tidak untuk ditabung, malah digunakan untuk foya-foya.

8. Perilaku Tokoh yang tidak memberi Keteladanan

Pemerintah memberikan dana bantuan pinjaman yang harus diangsur oleh masyarakat tanpa jaminan pada Program Pengembangan Kecamatan PPK, namun masyarakat mengira itu adalah bantuan rutin tahunan pemerintah yang tidak perlu untuk dikembalikan. Seharusnya pemerintah dalam memberikan pinjaman modal meminta jaminan. Apalagi tidak ada sanksi hukumnya apabila ada yang melanggar. Masyarakat kalau bulan ini tidak ditagih, maka dapat dipastikan bulan depan tidak akan membayar. Bahkan ada seorang tokoh masyarakat, ketika ditagih tidak mau membayar. Ini dijadikan alasan warga lain juga tidak mau membayar. Hal ini menunjukkan, bahwa perilaku yang kurang baik dari tokoh masyarakat nelayan yang dicontoh oleh masyarakat. Akhirnya menjadi kebiasaan bagi masyarakat. Mereka beranggapan, bahwa semua dana bantuan yang diberikan pemerintah melalui program pembangunan merupakan bantuan pemerintah yang tidak perlu dikembalikan gratis tiap tahun pasti ada dana bantuan gratis tersebut. KARAKTER TOKOH DALAM SISTEM KELEMBAGAAN 1. Memperhatikan Aspirasi Masyarakat Ada kecenderungan kegagalan sistem kelembagaan swadaya masyarakat disebabkan, karena pemimpin kelembagaan swadaya masyarakat lebih memfungsikan lembaga yang mereka pimpin sebagai pendukung upaya pembangunan pemerintah daripada sebagai lembaga mandiri yang berusaha memperhatikan aspirasi dan partisipasi masyarakatnya dalam proses pembangunan Soetrisno, 1995:236. Kepemimpinan yang efektif mengembangkan kelembagaan swadaya masyarakat setidaknya apabila memiliki empat prasyarat, yaitu terpercaya, berkepentingan kompeten, komunikatif dan memiliki komitmen untuk bekerja sama Sumardjo, 2003:157.

2. Jujur, Transparan dan Memegang Amanat

Masyarakat nelayan dalam artian yang selalu pergi melaut. Umumnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah, sehingga dalam pengelolaan dana bantuan dibutuhkan seorang pemimpin yang diakui kejujurannya, disegani oleh masyarakatnya dan memiliki ketrampilan dan tingkat pendidikan serta wawasan yang luas. Pemimpin itu sebagai pemikir yang membutuhkan kejernihan berfikir, sementara yang turun ke laut adalah orang-orang yang tingkat pendidikan dan kejujurannya belum meyakinkan. Sering terjadi perselisihan antara pemimpin yang berperan sebagai manajer dengan pelaksana di lapangan. Karakter pemimpin yang baik, sangat dibutuhkan bagi masyarakat, meliputi kejujuran, keteladanan dan sifat keterbukaan, sehingga masyarakat percaya dan mau mengikuti petuah-petuah dan nasehatnya. Melihat pengalaman selama ini, mengenai peran tokoh dalam sistem kelembagaan sangat penting sekali. Seorang tokoh haruslah orang yang: 1 diakui memegang amanah, transparan dan jujur; 2 bisa memberi contoh kepada warga dan konsekwen antara apa yang dilakukan dan diperbuat dengan apa yang dikatakan secara moral; 3 disegani, sehingga warga mematuhi aturan yang dibuat bersama. Tokoh kyai sangat berpengaruh terhadap perilaku masyarakat. Mereka juga perlu diberdayakan, karena ada kecenderungan para kyai hanya mengarahkan masyarakat untuk urusan akhirat saja, sementara hal-hal urusan dunia sepeti pengetahuan, pendidikan dan ketrampilan dikesampingkan. Sebetulnya para kyai sangat berpotensi sebagai agen-agen pemberdayaan masyarakat, untuk itu harus bersinergi tidak hanya yang diberdayakan masyarakat, namun para kyai pun perlu diberdayakan.

3. Disiplin dan Dapat Memberi Contoh yang Baik

Karakter tokoh dan disiplin untuk mengikuti aturan itu juga mempengaruhi. Tokoh yang memberi contoh yang baik akan berpengaruh baik ke warga masyarakat. Kedisiplinan mengikuti aturan-aturan yang disepakati bersama bagi semua elemen masyarakat akan membawa keberhasilan. Kadang tokoh tidak memberi contoh yang baik, mereka mendapatkan dana pinjaman tidak mau membayar dengan alasan dana bantuan pemerintah tidak perlu dikembalikan, maka warga lain akan mengikuti. Padahal sejak awal sudah disepakati aturan harus dikembalikan, karena dana tersebut harus bergulir ke warga lain. Jika tokohnya disiplin, warga lain pun akan disiplin. Jika semua sudah disiplin dengan tugasnya masing-masing, semua akan berjalan dengan baik.