Konsep Persepsi Kerangka Pikir Penelitian

Studi yang dilakukan World Bank 2009 juga menemukan bahwa hampir 25 kondisi infrastruktur pendidikan di sejumlah daerah sangat rendah. Studi World Bank juga menunjukkan, ada perbedaan mencolok antara capaian jenjang pendidikan penduduk di daerah perkotaan dan di daerah pedesaan, dengan perbedaan rata-rata sebesar 2,5 tahun World Bank, 2006.

2.8 Konsep Persepsi

Menurut Asngari 1984 persepsi adalah pemahaman atau pandangan seseorang tentang segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Sementara Thoha 1999 menyatakan, persepsi adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya baik melalui penglihatan, pendengaran, perasaan dan penciuman. Persepsi adalah pengalaman tentang obyek dan hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi memberikan stimulasi inderawi. Hubungan sensasi dan persepsi adalah jelas bahwa sensasi bagian dari persepsi. Walaupun begitu menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi perhatian, ekspektasi, motivasi dan memori. Persepsi seperti juga sensasi ditentukan oleh faktor-faktor personal dan situasional Rahmat, 2000. Tentang faktor-faktor yang berpengaruh pada persepsi, Krech dan Crutchfield Asngari, 1984 menyatakan bahwa ada dua golongan variabel yang mempengaruhi persepsi yaitu 1 variabel struktural yaitu faktor yang terkandung dalam rangsangan fisik dan proses neurofisikologi dan 2 variabel fungsional yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri si pengamat seperti kebutuhan, suasana hati, pengalaman masa lalu dan sifat-siat individual lainnya.

2.9 Kerangka Pikir Penelitian

Desentralisasi sebagaimana telah diatur dalam UU. No. 322004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU. No. 332004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah menjadi memiliki dua aspek penting, yaitu desentralisasi administratif dan desentralisasi keuanganfiskal. Dari segi desentralisasi administratif didasarkan pada argumentasi bahwa pengelolaan oleh unit-unit pelayanan publik akan lebih efektif jika diserahkan kepada unit yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Asumsinya, semakin dekat hubungan antara pemerintah region dengan masyarakat, semakin bisa dipahami kebutuhan masyarakat akan suatu pelayanan. Dari segi desentralisasi keuanganfiskal, sebagaimana diatur dalam UU. No. 332004 adalah desentralisasi keuangan yang merupakan komponen inti dari konsep desentralisasi. Adanya desentralisasi keuangan merupakan konsekuensi dari adanya kewenangan untuk mengelola keuangan secara mandiri, baik yang berasal dari pendapatan asli daerah maupun dari dana perimbangan DAU. Selain itu, hal fundamental dari desentralisasi keuangan ini adalah kewenangan dalam fungsi alokasi dan distribusi belanja. Hal ini disebabkan manfaat tersebut dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat sebagai kebutuhan dasarnya seperti belanja pertanian, kesehatan, pendidikan, perumahan dan lain sebagainya. Kedua undang-undang ini tidak lain bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan kemandirian perekonomian daerah. Salah satu indikator meningkatnya kesejahteraan masyarakat adalah mereka dapat dan mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Dengan kata lain, mereka berada di atas garis kemiskinan sebagaimana ditetapkan oleh BPS. Secara teoretik, upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat ditempuh melalui sejumlah pendekatan. Pendekatan neo-klasik menyatakan bahwa peningkatan kesejahteraan dapat dilakukan dengan cara penciptaan lapangan pekerjaan di kalangan penduduk. Namun demikian, syarat yang harus dipenuhi agar terciptanya permintaan terhadap tenaga kerja adalah adanya investasi. Hal ini ditujukan agar terjadi pertumbuhan growth. Sebab dalam teori dinyatakan bahwa setiap 1 satu persen pertumbuhan akan meningkatkan permintaan terhadap tenaga kerja sebesar empat ratus ribu orang. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi 1 persen, akan mengurangi pengangguran sebesar empat ratus ribu orang. Selanjutnya, ketersediaan lapangan pekerjaan menjadikan masyarakat memiliki peluang untuk memperoleh pekerjaan yang pada gilirannya akan memperoleh pendapatan. Secara makroekonomi, agregasi pendapatan yang terjadi menyebabkan meningkatnya pendapatan per kapita. Dampak ikutan dari peningkatan pendapatan per kapita ini akan meningkatkan tingkat harapan hidup, meningkatnya kesempatan memperoleh pendidikan dan pada akhirnya akan meningkatkan kelayakan hidup masyarakat. Meningkatnya tingkat harapan hidup, meningkatnya kesempatan masyarakat memperoleh pendidikan dan meningkatnya kelayakan hidup secara otomatis akan meningkatkan IPM. Sementara indikator kemandirian perekonomian daerah adalah daerah yang bersangkutan mampu memenuhi kebutuhan perekonomian daerah, termasuk pendanaan keuangan tanpa terlalu tergantung dengan pemerintah pusat. Indikator lain dari kemandirian ekonomi tersebut adalah adanya kinerja keuangan yang baik dari pemerintah daerah yang bersangkutan. Sebab, kinerja keuangan tidak saja mencerminkan arah dan pencapaian kebijakan fiskal dalam mendorong pembangunan daerah secara umum, tetapi juga menggambarkan sejauh mana tugas dan kewajiban yang diemban oleh pemerintah daerah yang bersangkutan dalam konteks desentralisasi dapat dilaksanakan. Kinerja keuangan pemerintah daerah dapat diketahui dengan melihat ketergantungan fiskalnya. Derajat ketergantungan fiskal adalah suatu derajat yang mengukur sejauh mana pemerintah daerah dapat memenuhi kebutuhan fiskalnya untuk membiayai pembangunan, baik melalui alokasi dana perimbangan dari pusat maupun pendapatan asli daerah PAD. Penjelasan UU. No.332004 mengatakan bahwa fungsi DAU adalah sebagai faktor pemerataan kapasitas fiskal dan sebagai wujud fungsi distribusi keuangan pemerintah. Namun di dalam komponen DAU sendiri terdapat alokasi dasar yang merupakan gaji Pegawai Negeri Sipil di Daerah PNSD yang merupakan tanggung jawab pemerintah pusat secara umum. Dalam struktur keuangan negara khususnya Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah APBD, alokasi anggaran pengeluaran terdiri dari dua yaitu pengeluaran rutin dan pengeluaran publik. Pengeluaran rutin bersifat konsumtif sedangkan pengeluaran publik bersifat investasi. Pengeluaran publik yang bersifat investasi itulah terdapat komponen anggaran yang bersentuhan langsung dengan masyarakat miskin. Dengan demikian, jika pemerintah daerah memberikan porsi anggaran pada pengeluaran untuk publik, maka tentu akan mendorong pada keberhasilan upaya penanggulangan masyarakat miskin. Dampak lanjutannya adalah, menciptakan pertumbuhan ekonomi daerahwilayah yang lebih progresif dan berkelanjutan. Salah satu bentuk kongkrit dari alokasi pengeluaran publik adalah pengeluaran untuk pelayanan publik, seperti pendidikan. Sejalan dengan adanya otonomi, sangat memungkinkan bagi daerah yang bersangkutan untuk memperbaiki kinerja pelayanan publik di bidang pendidikan, baik di tingkat dasar maupun lanjutan. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RPJMN 2004-2009 disebutkan, permasalahan bidang pendidikan di Indonesia antara lain mencakup: fasilitas pelayanan pendidikan, khususnya untuk jenjang pendidikan menengah pertama dan yang lebih tinggi yang belum tersedia secara merata; serta ketersediaan pendidik yang belum memadai, baik secara kuantitas maupun kualitas. Pemerintah daerah harus menyadari bahwa pendidikan merupakan faktor penting dalam mendorong pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Sen dalam Todaro 2003 menyatakan bahawa pendidikan merupakan faktor penting dalam upaya mengurangi kemiskinan. Sebab, pendidikan merupakan hal yang fundamental untuk membentuk kapabilitas manusia. Pendidikan memainkan peran kunci dalam membentuk kemampuan masyarakat untuk menyerap pengetahuan, wawasan dan teknologi modern untuk mengembangkan kapasitas dan kompetensi. Oleh karena itu, pendidikan juga dapat dilihat sebagai komponen pertumbuhan dan pembangunan yang vital. LKLK OTONOMI DAERAH Desentralisasi Fiskal UU. No.332004 Kewenangan pengelolaan keuangan secara mandiri Kemandirian Ekonomi Peningkatan Investasi di Daerah Peningkatan Output Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi Penciptaan Lapangan Pekerjaan Peningkatan Pendapatan Per KapitaPDRB Peningkatan IPM Pelayanan Publik Bid. Pendidikan 1. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat 2. Percepatan pembangunan perekonomian daerah 3. Percepatan pengelolaan potensi daerah 4. Perbaikan kinerja keuangan daerah 5. Pengeluaran pembangunanpublik investasi untuk kesejahteraan masyarakat Pertanian dan nonpertanian Peningkatan Kinerja Keuangan Daerah Sisi Penerimaan PAD, Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah, Lain- Lain Pendapatan Daerah Yang Sah Sisi Pengeluaran Peningkatan Kapasitas Keuangan Peningkatan Alokasi Belanja Publik Pengeluaran Rutin Pengeluaran Pembangunan Infrastruktur Sosial Pelayanan Publik Ket: hubungan rincian hubungan kausatif Meningkatnya tingkat harapan hidup Kehidupan yang layak Meningkatnya partisipasi sekolah Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi kualitatif dan kuantitatif. Desain kualitatif digunakan untuk menggambarkan kinerja keuangan dan kinerja pelayanan publik bidang pendidikan di Kota Tangerang. Sementara desain kuantitatif digunakan untuk menganalisis implikasi alokasi belanja publik terhadap IPM sebelum dan setelah pelaksanaan otonomi daerah di Kota Tangerang. Berikut digambarkan matriks tujuan, metode dan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 2. Matriks Tujuan, Hipotesis, Jenis Data dan Metode Penelitian Tujuan Penelitian Hipotesis Jenis Data Metode Yang Digunakan Menganalisis pengaruh alokasi belanja publik terhadap IPM sebelum dan setelah pelaksanaan otonomi daerah di Kota Tangerang. Alokasi belanja publik meningkatkan IPM di Kota Tangerang. Sekunder Model Regresi Berganda Regresi Komponen Utama Principal Component Regression Olah data: Minitab 15 Menganalisis persepsi masyarakat di pusat dan pinggiran kota tentang pelayanan publik bidang pendidikan sebelum dan setelah pelaksanaan otonomi daerah di Kota Tangerang. Terdapat perbedaan persepsi antara masyarakat di pusat dan pinggiran kota tentang kinerja pelayanan publik bidang pendidikan di Kota Tangerang baik sebelum maupun setelah pelaksanaan otonomi daerah Primer Survey dan instrumentasi kuesioner. Tabel Silang Uji Fisher Exact Olah data: SPSS 15.0 Menganalisis kinerja keuangan publik sebelum dan setelah pelaksanaan otonomi daerah Kota Tangerang. Kinerja keuangan publik Pemerintah Kota Tangerang lebih baik jika dibandingkan dengan sebelum kebijakan sebelum otonomi daerah Sekunder Analisis menggunakan Indeks Kinerja Keuangan Daerah IKKPD Olah data: Microsoft Excell