BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pengaruh Belanja Publik Terhadap IPM
Pendugaan pengaruh belanja publik terhadap Indeks Pembangunan Manusia IPM dilakukan dengan menggunakan software Minitab. Dalam
penelitian ini, belanja publik difokuskan pada sektor pertanian, pendidikan, kesehatan, perumahan dan infrastruktur. Variabel PDRB juga dimasukkan ke
dalam model dengan alasan bahwa PDRB merupakan salah satu indikator kemajuan pertumbuhan ekonomi daerah. Peningkatan PDRB berarti terjadi
peningkatan pendapatan per kapita masyarakat. Peningkatan pendapatan per kapita masyarakat berarti peningkatan taraf dan standar hidup masyarakat.
Dengan demikian, peningkatan PDRB akan berakibat pada meningkatnya IPM. Selain itu, variabel dummy otonomi daerah digunakan sebagai variabel
indikator yang menunjukkan hubungan dan sekaligus menduga serta membandingkan pengaruh belanja publik terhadap IPM di Kota Tangerang
sebelum dan setelah pelaksanaan otonomi daerah.
5.1.1 Deskripsi Data
Bagi daerah tertentu, khususnya pada tingkat kabupatenkota, otonomi daerah merupakan kesempatan untuk mengelola keuangannya secara mandiri,
tidak terkecuali Pemerintah Kota Tangerang. Sejak pelaksanaan otonomi daerah dilaksanakan efektif pada tahun 2001, pos belanja publik Pemerintah
Kota Tangerang naik signifikan lihat Gambar 13. Namun demikian, terdapat beberapa pos belanja publik yang tidak berubah sepanjang tahun yang
diobservasi, yaitu pos belanja pendidikan dan pertanian. Pertanyaan a-priori perlu diajukan tentang pos belanja sektor pendidikan. Sebab, telah menjadi
pemahaman umum bahwa pos belanja pendidikan telah ditingkatkan minimum 20 dari APBNAPBD sejak diundangkannya UU. No. 202003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Selain itu, telah menjadi kebijakan nasional
bahwa dalam upaya peningkatan human capital dan pada gilirannya meningkatkan IPM, bidang pendidikan dengan segala aspeknya telah menjadi
perhatian serius pemerintah pusat. Di pos belanja pertanian, berdasarkan data empirik yang ada, pos
belanja di sektor ini nyaris tidak naik signifikan baik sebelum maupun setelah pelaksanaan otonomi daerah. Kuat dugaan, hal ini terkait dengan kondisi
geografis Kota Tangerang yang lahannya terkonversi menjadi areal perumahan dan industri. Dalam publikasi situs internet Pemerintah Kota
Tangerang dinyatakan bahwa dari potensi lahan sawah yang ada jika dilihat berdasarkan data pada periode tahun 2003-2005 terjadi penurunan luas potensi
lahan persawahan. Penurunan ini juga dapat terlihat dari penurunan jumlah penggunaan mekanisme pengairan. Pada tahun 2004 terjadi penurunan luas
lahan sebesar 8,41 dari tahun 2003 dan pada tahun 2005 terjadi penurunan luas lahan pesawahan sebesar 27,8 dari tahun 2004. Hal serupa juga terjadi
pada lahan kering dimana potensi lahannya menurun pada periode tahun 2003 hingga 2005. Pada periode tahun 2003-2004 luas lahan cenderung tidak
mengalami perubahan, namun pada periode 2004-2005 terjadi penurunan luas lahan sebesar 36,99.
Pertanian lahan kering, walaupun konversinya tidak secepat lahan sawah, dalam beberapa dasawarsa terakhir terus mengalami penurunan luas
baku sebagai akibat proses pembangunan perumahan, pergudangan, pelebaran bandara, dan sebagainya. Faktor lain yang mendorong percepatan proses
konversi lahan pertanian adalah pembangunan sektor lain yang membutuhkan lahan siap pakai terutama ditinjau dari karakteristik biofisik dan aksesibilitas,
yang umumnya terpenuhi oleh lahan pertanian beririgasi. Selain itu, kuantitas dan kualitas multifungsi lahan pertanian menjadi berkurang dengan terjadinya
degradasi pertanian yang diakibatkan oleh alih fungsi lahan pertanian. Dengan demikian, jumlah lahan land yang tersedia untuk aktivitas
pertanian juga semakin berkurang. Hal ini ditambah lagi dengan dominasi aktivitas sub-urban yang dicirikan lewat dinamika pembangunan industri,
perdagangan, perumahan dan jasa. Minimnya lahan untuk aktivitas pertanian menyebabkan pos belanja sektor ini juga dapat dipastikan kecil.
Implikasi dari kondisi tersebut, Pemerintah Kota Tangerang tampaknya harus menempatkan perhatiannya pada kondisi perumahan dan
infrastruktur. Dugaan ini terbukti oleh tingginya alokasi pos belanja sektor infrastruktur dan perumahan. Kedua pos belanja ini meningkat signifikan
sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2008, atau setelah diundangkannya UU. No. 251999 tentang Pemerintahan Daerah era desentralisasi. Sektor
infrastruktur menempati pos belanja tertinggi yang kemudian disusul oleh sektor perumahan. Ilustrasi kelima pos belanja publik tersebut sebagaimana
tampak dalam tabel di bawah ini. Tabel 4. Belanja Publik Per Sektor dan PDRB Pada Harga Berlaku
Kota Tangerang Tahun 1992-2008 Dalam Milyar Rupiah
Tahun EPERT
Rp EPDDK
Rp EKSHTN
Rp EPRM
Rp EINFRA
Rp PDRB
Rp
1992 798,975
4,368,367 2,136,967
1,862,948 5,698,321
3,125,760 1993
812,367 4,597,297
2,675,690 1,935,867
6,135,647 3,762,260
1994 874,426
4,817,405 2,717,608
2,100,847 6,539,860
4,440,610 1995
1,213,687 6,600,498
3,108,084 1,738,864
12,188,156 6,752,380
1996 1,004,818
3,894,271 2,395,625
1,104,907 19,543,904
8,977,400 1997
1,249,450 5,097,070
3,979,250 1,124,481
21,851,951 10,299,940
1998 1,726,940
2,859,551 1,924,863
3,519,714 21,851,951
16,673,020 1999
1,498,917 2,864,786
1,272,091 2,775,175
15,626,586 15,862,260
2001 1,454,000
5,870,024 4,703,083
3,176,906 39,614,539
16,965,462 2002
1,298,970 2,277,511
8,645,487 7,341,137
65,673,667 16,762,660
2003 1,356,360
5,463,220 8,963,787
12,645,325 63,521,345
24,180,995 2004
1,488,383 8,175,667
9,584,940 20,608,781
60,795,110 26,616,348
2005 1,498,654
7,326,952 10,235,640
28,364,210 61,397,563
30,443,826 2006
1,455,165 5,812,398
11,913,110 37,840,176
62,366,143 35,604,678
2007 2,505,812
8,814,729 27,277,813
39,349,902 104,266,100
41,778,208 2008
2,896,160 8,854,637
29,365,987 43,235,640
101,564,397 43,734,208
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Pemerintah Kota Tangerang BPS Kota Tangerang
Ilustrasi grafik di bawah ini menggambarkan dengan jelas bahwa terdapat peningkatan signifikan beberapa pos belanja publik setelah
pelaksanaan otonomi daerah, terutama pada pos belanja publik sektor infrastruktur dan perumahan. Pada PDRB, juga terlihat peningkatan signifikan
setelah pelaksanaan otonomi daerah.
Sumber: data diolah Gambar 11. Alokasi Belanja Publik Per Sektor di Kota Tangerang
Tahun 1992-2008
Kebijakan anggaran, baik pada tingkat pusat maupun daerah ditujukan untuk kepentingan masyarakat dan menjalankan organisasi kepemerintahan.
Pada tingkat daerah, sebagaimana amanat UU. No. 322004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU. No. 332004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah, kebijakan anggaran pada intinya bertujuan untuk memaksimalkan fungsi pelayanan dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Melihat fungsinya tersebut, maka setiap daerah harus melakukan upaya peningkatan pendapatan daerah dan kemudian
mengalokasikannya pada sektor-sektor yang dapat mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kemandirian ekonomi daerah.
Di Kota Tangerang, proporsi alokasi belanja publik terhadap total belanja dalam struktur APBD mengalami dinamika yang cukup signifikan.
Ilustrasi grafis di bawah ini menggambarkan proporsi alokasi belanja publik per sektor terhadap total belanja dari tahun 1992-2008.
- 20.000.000,00
40.000.000,00 60.000.000,00
80.000.000,00 100.000.000,00
120.000.000,00
1992 1993
1994 1995
1996 1997
1998 1999
2001 2002
2003 2004
2005 2006
2007 2008
Belanja Pertanian Belanja Pendidikan
Belanja Kesehatan Belanja Perumahan
Belanja Infrastruktur PDRB
Tabel 5. Proporsi Alokasi Belanja per Sektor Terhadap Total Belanja Kota Tangerang Tahun 1992-2008
Tahun Pertanian
Pendidikan Kesehatan
Perumahan Infrastruktur
1992 2,15
11,76 5,75
5,02 15,34
1993 1,31
7,44 4,33
3,13 9,93
1994 1,29
7,09 4,00
3,09 9,62
1995 1,54
8,36 3,94
2,20 15,44
1996 1,14
4,41 2,71
1,25 22,12
1997 1,37
5,57 4,35
1,23 23,88
1998 1,65
2,73 1,84
3,36 20,89
1999 0,99
1,90 0,84
1,84 10,37
2001 0,42
1,69 1,35
0,91 11,39
2002 0,28
0,48 1,84
1,56 13,95
2003 0,25
1,01 1,66
2,34 11,74
2004 0,27
1,46 1,71
3,68 10,87
2005 0,26
1,25 1,74
4,83 10,46
2006 0,18
0,73 1,49
4,74 7,81
2007 0,31
1,07 3,32
4,79 12,70
2008 0,27
0,82 2,73
4,02 9,44
Sumber: data sekunder diolah
Sumber: data diolah Gambar 12. Proporsi Alokasi Belanja per Sektor Terhadap Total Belanja
Kota Tangerang Tahun 1992-2008
0,00 5,00
10,00 15,00
20,00 25,00
30,00 35,00
40,00 45,00
1992 1993
1994 1995
1996 1997
1998 1999
2001 2002
2003 2004
2005 2006
2007 2008
Proporsi Belanja Infrastruktur Proporsi Belanja Perumahan
Proporsi Belanja Kesehatan Proporsi Belanja Pendidikan
Proporsi Belanja Pertanian
Di sisi yang lain, khususnya kondisi IPM terdapat kecenderungan bahwa indeks ini terus meningkat, baik sebelum dan setelah pelaksanaan
otonomi daerah. Peningkatan IPM ini diduga terkait erat dengan upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Tangerang. Dalam perspektif
desentralisasi fiskal, peningkatan angka IPM ini diduga kuat karena hubungangan kausatif antara kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi
fiskal. Dalam dataran normatif, otonomi daerah dan desentralisasi fiskal
dicirikan oleh adanya kedekatan hubungan antara pemerintah daerah dengan masyarakatnya. Kedekatan hubungan ini menjadikan upaya pelayanan untuk
publik menjadi lebih efisien dan efektif karena pemerintah daerah lebih mengetahui permasalahan riil yang dihadapi oleh masyarakat sekitarnya.
Dalam konteks desentralisasi fiskal, aspek ini dicirikan oleh adanya kewenangan pengelolaan keuangan daerah secara mandiri. Secara teoritik, hal
ini tentu berimplikasi pada kewenangan pemerintah daerah untuk mengalokasikan pengeluaran untuk kepentingan publik.
Berdasar pada logika berpikir ini, maka diduga peningkatan IPM di Kota Tangerang adalah akibat dari pelaksanaan otonomi daerah dan
desentralisasi. Dalam konteks itulah, penelitian ini diangkat, yaitu untuk membuktikan apakah otonomi daerah merupakan faktor determinan bagi
peningkatan IPM di Kota Tangerang tersebut. Berikut ini adalah ilustrasi tabel dan grafik IPM Kota Tangerang sebelum dan setelah pelaksanaan otonomi
daerah. Tabel 6. Indeks Pembangunan Manusia IPM
Kota Tangerang Tahun 1992-2008
Tahun Indeks Pembangunan Manusia
1992 59.40
1993 60.65
1994 60.90
1995 64.80
1996 68.40
1997 64.40
1998 63.10
Tabel 6. Lanjutan
1999 68.30
2001 63.50
2002 72.20
2003 72.65
2004 73.80
2005 66.80
2006 67.60
2007 67.90
2008 75.16
Sumber: BPS Kota Tangerang
Sumber: data sekunder diolah Gambar 13. Indeks Pembangunan Manusia Kota Tangerang
Tahun 1992-2008
5.1.2 Indikator Kesesuaian Model