Pengembangan Wilayah TINJAUAN PUSTAKA

Tabel 1. Indikator-Indikator Pembangunan BasisPendekatan Kelompok Indikator-Indikator Tujuan Pembangunan Pertumbuhan, produktivitas dan efisiensi 1. Pendapatan wilayah a. PDRB b. PDRB Perkapita c. Pertumbuhan PDRB 2. Kelayakan finansial dan ekonomi a. NVP b. BC Ratio c. IRR d. BEP 3. Spesialisasi, keunggulan komparatif dan kompetitif; LQ dan Shiff Share 4. Produksi-produksi utama: migas Pemerataan, Keberimbangan dan Keadilan equity 1. Distribusi Pendapatan: Gini Ratio 2. Ketenagakerjaan: pengangguran terbuka, pengangguran terselubung, setengah pengangguran 3. Kemiskinan: good-service ratio, persentase konsumsi makanan, garis kemiskinan pendapatan setara beras, dll 4. Regional balance: spatial balance, central balance, dan capital balance Keberlanjutan sustainability Dimensi lingkungan, dimensi ekonomi dan dimensi sosial Sumber daya 1. Sumber daya manusia 2. Sumber daya alam 3. Sumber daya buatansarana dan prasaranan 4. Sumberdaya sosial Pengetahuan, skill, etos kerja kompetensi, pendapatan, kesehatan, HDI dan IPM Degradasi Skalogram, aksesibilitas terhadap fasilitas Organisasi sosial, aturan adatbudaya Proses Pembangunan Input, Implementasi, Output, Outcome, Benefit, Impact Input dasar SDM, SDA, Infrastruktur, SDS, Input antara Sumber: Rustiadi 2007 Paradigma pembangunan baru diarahkan pada terjadinya pemerataan, pertumbuhan dan keberlanjutan dalam pembangunan ekonomi. Paradigma baru ini dapat mengacu kepada apa yang disebut dalil kedua fundamental ekonomi kesejahteraan bahwa sebenarnya pemerintah dapat memilih target pemerataan ekonomi yang diinginkan melalui transfer, perpajakan dan subsidi Rustiadi, 2007.

2.5 Pengembangan Wilayah

Di Indonesia berbagai konsep nomenklatur kewilayahan seperti “wilayah”, “kawasan”, “daerah”, “regional”, “area”, “ruang”, dan istilah- istilah sejenis banyak digunakan dan saling dapat dipertukarkan pengertiannya walaupun masing-masing memiliki bobot penekanan pemahaman yang berbeda-beda. Secara teoritik, tidak ada perbedaan nomenklatur antara istilah wilayah, kawasan dan daerah. Semuanya secara umum dapat diistilahkan dengan wilayah region Rustiadi, 2006. Selanjutnya, dalam UU. No. 262007 dinyatakan bahwa wilayah adalah “ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif danatau fungsional”. Pada praktiknya, pendekatan yang diterapkan dalam pengembangan wilayah di Indonesia sangat beragam karena dipengaruhi oleh perkembangan teori dan model pengembangan wilayah serta tatanan sosial-ekonomi, sistem pemerintah dan administrasi pembangunan. Menurut Akil 2003 dalam Rustiadi 2006, pendekatan yang mengutamakan pertumbuhan tanpa memberikan perhatian pada pemerataan menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan, bahkan menghambat pembangunan itu sendiri. Dalam konteks ini, mulai dirasakan perlunya pendekatan yang meninjau kota-desa kawasan produktif serta prasarana pendukungnya sebagai satu kawasan wilayah. Dalam hubungan ini, kegiatan ekonomi kota dan desa sub-urban adalah saling tergantung dalam konteks perubahan penduduk jangka pandang dan tenaga kerja. Keterkaitan pembangunan perkotaan dan perdesaan begitu penting di mana keterkaitan ini diekspresikan dalam bentuk fisik, sosial, ekonomi, politik dan ideologi yang sekaligus untuk mengatasi adanya ketidakseimbangan pembangunan di perkotaan dan perdesaan. Menurut Shukla 2003 dalam Rustiadi 2006, melihat adanya keterkaitan dan ketidakseimbangan pengembangan wilayah tersebut diperlukan adanya perencanaan wilayah regional planning. Melalui perencanaan wilayah ini dapat dicapai dua tujuan yaitu pembangunan dan berkelanjutan dengan: 1. Perencanaan wilayah akan membantu pemanfaatan sumberdaya lokal yang ada, sumberdaya fisik serta teknologi; 2. Perencanaan wilayah akan membantu pembuatan perencanaan di mana akan mengisi kebutuhan local; 3. Perencanaan wilayah membantu mengurangi pembangunan yang kurang berimbang antar dan dalam wilayah. Untuk menghindari masalah-masalah pembangunan, perlu kiranya dilakukan perencanaan pembangunan yang berimbang secara spasial karena secara makro hal ini menjadi prasyarat bagi tumbuhnya perekonomian nasional yang lebih efisien, berkeadilan dan berkelanjutan. Menurut Rustiadi 2006, pengembangan wilayah harus mengandung prinsip-prinsip: 1 mengedepankan peranserta masyarakat dan memprioritaskan untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Pemerintah lebih berperan sebagai fasilitator pembangunan dari pada sebagai pelaksana. 2 menekankan aspek proses dibandingkan pendekatan-pendekatan yang menghasilkan produk-produk perencanaan berupa master plan dan sejenisnya. Pembangunan daerah di era otonomi daerah perlu dilaksanakan dengan pendekatan pengembangan wilayah yang terkoordinasi dan terintegrasi, bukan lagi pendekatan sektoral sebagaimana dilakukan pada masa lalu. Sejak diberlakukannya UU. No. 322004 tentang Pemerintahan Daerah berimplikasi luas dalam sistem perencanaan pembangunan wilayah-wilayah. Otonomi daerah mengisyaratkan pentingnya pendekatan pembangunan berbasis pengembangan wilayah dibanding pendekatan sektoral. Pendekatan berbasis pengembangan wilayah dan lokal memandang penting keterpaduan antarsektoral, antarspasial keruangan, serta antarpelaku pembangunan di dalam dan antardaerah.

2.6 Konsep Indeks Pembangunan Manusia IPM