Pemilihan Model HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pemilihan Model

Persamaan model permintaan impor pada penelitian ini menggunakan pengestimasian software Eviews 6. Komoditas yang diamati adalah garam dengan kode HS 2501. Periode pengamatan yang digunakan selama sepuluh tahun yakni tahun 2001 hingga tahun 2010. Pada penelitian ini terdapat tiga model persamaan yang diteliti hingga kemudian dipilih satu model terbaik yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi impor garam Indonesia. Pemilihan kesesuaian model dilakukan dengan menggunakan uji Chow Lampiran 2 . F-stat yang dihitung untuk pemilihan model PLS atau FEM dengan menggunakan rumus Persamaan 3.1. Hasil yang diperoleh dari pengujian Chow pada ketiga model menunjukkan bahwa F-stat yang diperoleh lebih kecil dari taraf nyata sepuluh persen 0 0.1. Sehingga sudah cukup bukti untuk terima H dimana H merupakan model Pooled Least Square PLS, sehingga model yang dipilih adalah PLS. Model PLS pada penelitian ini merupakan model estimasi terbaik untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi impor garam Indonesia. Uji F terhadap model permintaan impor garam signifikan pada taraf nyata sepuluh persen karena nilai probabilitas pada F-stat 0,0000 lebih kecil dari nilai taraf nyata tersebut. Artinya minimal ada satu peubah independen yang berpengaruh nyata dalam model. Pada model 1, nilai R 2 yang diperoleh sebesar 97,74 persen menunjukkan bahwa model sudah fit atau baik. Besar nilai 97,74 persen keragaman permintaan impor garam yang dapat dijelaskan oleh variabel harga impor, GDP, populasi, jumlah industri yang menggunakan bahan baku garam, dan nilai tukar riil. Sedangkan sisanya sekitar 2,26 persen dijelaskan dengan faktor lain di luar persamaan. Besar nilai 97,70 persen pada model 2 menunjukkan keragaman permintaan impor garam yang dapat dijelaskan oleh variabel harga impor, GDP, populasi, jumlah industri yang menggunakan bahan baku garam, dan nilai tukar riil. Sedangkan sisanya sekitar 2,30 persen dijelaskan dengan faktor lain di luar persamaan. Sedangkan pada model 3, besar nilai 97,72 persen keragaman permintaan impor garam yang dapat dijelaskan oleh variabel harga impor, GDP, populasi, jumlah industri yang menggunakan bahan baku garam, dan nilai tukar riil. Sisanya sekitar 2,28 persen dijelaskan dengan faktor lain di luar persamaan. Berdasarkan hasil uji normalitas, diperoleh bahwa residual dalam model telah men yebar secara normal Lampiran 3. Nilai probabilitas Jarque-Bera lebih besar dari taraf nyata sepuluh persen yakni 0,607 0,1 pada model 1 ; 0,716 0,1 pada model 2 ; 0,587 0,1 pada model 3. Dengan demikian dapat diputuskan bahwa ketiga model ini telah cukup bukti untuk menerima H yaitu residual telah menyebar normal. Pengujian asumsi dilakukan untuk mendapatkan model yang terbebas dari masalah yang sering ditemui dalam persamaan regresi seperti Multikolinearitas, Autokorelasi, dan Heteroskedastisitas. Indikasi adanya permasalahan Multikolinearitas dapat ditunjukkan dengan nilai R 2 yang tinggi namun variabel independen banyak yang tidak berpengaruh pada variabel dependen. Pengujian selanjutnya adalah uji Heteroskedastisitas dan uji Autokorelasi. Hasil estimasi model pada penelitian ini Lampiran 4 diberikan perlakuan pembobotan cross section SUR, sehingga asumsi adanya heteroskedastisitas sudah terselesaikan. Hal ini tercermin dari nilai SumSquared Residual pada weighted statistic yang lebih besar dibandingkan nilainya pada unweighted statistic. Selanjunya pemeriksaan adanya indikasi pelanggaran asumsi autokorelasi bisa dilihat pada Tabel 5.1 dari besarnya nilai Durbin-Watson DW pada weighted statistic. Pada tabel tersebut menunjukkan bahwa besarnya nilai menurut distribusi selang nilai DW statistik pada Tabel Durbin Watson, nilai DW statistik berada pada rentang 1,55 DW 2,46, maka berdasarkan kriteria keputusan uji statistik DW tidak ada autokorelasi pada model. Model 1 pada hasil estimasi menjelaskan bahwa model sudah terbebas dari masalah Auotokorelasi, dan Heteroskedastisitas. Akan tetapi terindikasi bahwa model ini mengalami masalah Multikolinearitas.Ini ditunjukkan dengan adanya hasil dimana nilai R 2 yang tinggi namun variabel independen banyak yang tidak berpengaruh pada variabel dependen. Secara umum model ini kurang begitu baik. Pada Model 2 dijelaskan bahwa pengujian asumsi dilakukan untuk mendapatkan model yang terbebas dari masalah yang sering ditemui dalam persamaan regresi seperti Multikolinearitas, Autokorelasi, dan Heteroskedastisitas. Indikasi adanya permasalahan Multikolinearitas dapat ditunjukkan dengan nilai R 2 yang tinggi namun variabel independen banyak yang tidak berpengaruh pada variabel dependen. Dari lima variabel independen yang dianalisis, dengan R 2 yang tinggi, hanya terdapat satu variabel yang tidak signifikan. Oleh karena itu, model ini sudah terbebas dari Multikolinearitas. Pengujian selanjutnya adalah uji Heteroskedastisitas dan uji Autokorelasi.Hasil estimasi model pada penelitian ini diberikan perlakuan pembobotan cross section SUR, sehingga asumsi adanya heteroskedastisitas sudah terselesaikan. Hal ini tercermin dari nilai SumSquared Residual pada weighted statistic yang lebih besar dibandingkan nilainya pada unweighted statistic. Selanjunya pemeriksaan adanya indikasi pelanggaran asumsi autokorelasi bisa dilihat pada Tabel 5.1 dari besarnya nilai Durbin-Watson DW pada weighted statistic. Pada tabel tersebut menunjukkan distribusi selang nilai DW statistik pada Tabel Durbin Watson, nilai DW statistik berada pada rentang 1,55 DW 2,46, maka berdasarkan kriteria keputusan uji statistik DW tidak ada autokorelasi pada model. Demikian halnya dengan Model 3. Pada model ini uji asumsi yang didapatkan terbebas dari masalah pelanggaran asumsi. Namun berdasarkan Tabel 5.1 hasil estimasi yang diperoleh, Model 2 menunjukkan hasil yang terbaik. Pertama, sudah terbebas dari permasalahan pelanggaran asumsi. Kedua, bila dilihat dari nilai probabilitas pengujian variabel produksi. Nilai estimasi pada uji variabel produksi dengan pengujian satu arah pada Model 2 memiliki nilai sebesar 0.1138 sehingga signifikan pada taraf nyata 15 persen. Sedangkan pada Model 3, nilai estimasi uji variabel produksi memiliki nilai sebesar 0.4194 yang menunjukkan tidak signifikan pada taraf nyata 15 persen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Model 2 memiliki hasil estimasi yang lebih baik bila dibandingkan Model 3. Sebagai tambahan pada Model 2 besar R 2 dan Adj-R 2 memperlihatkan hasil yang tinggi medekati nilai satu.

5.2 Hasil Estimasi dan Interpretasi Model