Latar Belakang Lahirnya Kebijakan Pelarangan Ekspor Mineral Mentah

Berbeda dengan tarif bea keluar jenis pertama yang besaran tarif bea keluarnya dikenakan secara progresif sejalan dengan berlalunya waktu, untuk tarif jenis kedua ini dikenakan berdasarkan tingkat kemajuan pembangunan smelter dan tidak dipengaruhi berlalunya waktu. Sebagai contoh, apabila suatu eksportir tergolong pada Tahap I yang dikenakan tarif bea keluar sebesar 7,5 maka dari sejak berlakunya peraturan ini sampai dengan tanggal 12 Januari 2017 eksportir tersebut tetap dikenakan tarif bea keluar sebesar 7,5 apabila dia ingin mengurangi tarif bea keluarnya sampai dengan 5 maka dia harus meningkatkan tingkat kemajuan pembangunan smelternya di rentang 7,5 sd 30, dan apabila dia tidak ingin dikenai tarif bea keluar maka dia harus meningkatkan tingkat kemajuan pembangunan smelternya sampai dengan lebih dari 30. 136 Jika dikaitkan dengan ketentuan Pasal XI angka 1 GATT maka bentuk pelarangan ekspor yang terdapat dalam peraturan ini tergolong dalam pajak ekspor export taxes yang berbentuk ad valorem tax. Ad valorem tax adalah pajak yang dikenakan berdasarkan angka persentase tertentu dari nilai barang yang diekspor. 137

B. Latar Belakang Lahirnya Kebijakan Pelarangan Ekspor Mineral Mentah

di Indonesia. Sebagai contoh jika seorang eksportir mengekspor konsentrat tembaga dengan kadar ≥ 15 Cu maka dia akan dikenakan tarif bea keluar sebesar 25. 1. Pengertian Pelarangan Ekspor Mineral Mentah Baik dalam UU Minerba maupun peraturan-peraturan pelaksananya tidak terdapat definisi mengenai pelarangan ekspor mineral mentah. Pelarangan terdiri 136 Lihat Lampiran II Permenkeu Nomor 153 Tahun 2014. 137 Jane Korinek, Jeonghoi Kim, “Export Restrictions on Strategic Raw Materials and Their Impact On Trade And Global Supply”, 2010, hlm.11. dari kata dasar “larang” yang ditambahkan imbuhan pe-an. Imbuhan pe-an dapat diartikan sebagai “perihal”. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, pelarangan diartikan sebagai “perihal melarang”, “ perbuatan melarang,” sedangkan ekspor adalah “pengiriman barang dagangan ke luar negeri” dan mentah didefinisikan sebagai “belum diolah”. Pasal 1 angka 2 UU Minerba mendefinisikan mineral sebagai senyawa anorganik yang terbentuk di alam, yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu. Dengan demikian secara harfiah pelarangan ekspor mineral mentah dapat diartikan sebagai perintah atau aturan yang melarang suatu perbuatan yakni pengiriman mineral yang belum diolah ke luar negeri. Dalam konteks kebijakan peningkatan nilai tambah sumber daya mineral danatau batubara melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri yang diatur dalam Pasal 102 dan 103 UU Minerba serta peraturan-peraturan pelaksananya. Dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan pelarangan ekspor mineral mentah adalah larangan terhadap ekspor mineral yang belum diolah danatau dimurnikan terlebih dahulu di dalam negeri sampai dengan batasan minimum pengolahan dan pemurnian. Guna memenuhi amanat UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 yang menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Mengingat mineral dan batubara sebagai kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi merupakan sumber daya alam yang tak terbarukan, pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, serta berkeadilan agar memperoleh manfaat sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan. 138 Untuk mendukung kebijakan peningkatan nilai tambah, pemerintah dalam regulasinya baik secara implisit maupun eksplisit seperti yang telah dijelaskan diatas melarang ekspor mineral mentah. Larangan ekspor mineral mentah merupakan konsekuensi logis dari kebijakan peningkatan nilai tambah terhadap produk pertambangan, sebab apabila ekspor terhadap mineral mentah tidak dilarang, maka adanya norma yang mengatur bahwa pengolahan dan pemurnian wajib dilakukan di dalam negeri menjadi tidak artinya. Pemerintah mengeluarkan UU Minerba. Salah satu kebijakan yang terdapat dalam UU Minerba adalah peningkatan nilai tambah sumber daya mineral danatau batubara melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri sebagaimana tercantum dalam Pasal 102 dan 103.Kebijakan peningkatan nilai tambah tersebut bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara, meningkatkan lapangan pekerjaan, mendorong kebijakan hilirisasi pertambangan, menjamin ketersediaan bahan baku industri pengolahan dan pemurnian di dalam negeri serta menjaga kelestarian sumber daya alam. 139 138 Indonesia a, Loc.Cit., Penjelasan Umum. 139 YusrilIhzaMahendra, Loc.Cit., hlm.7. Jika pemerintah tidak melarang ekspor mineral mentah maka akan terjadi eksploitasi terhadap sumber daya alam, yang nantinya akan mengancam kelestarian lingkungan hidup dan ketersediaan mineral mentah untuk pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri.Jika mineral mentah di dalam negeri tidak tersedia lagi, maka kebijakan peningkatan nilai tambah tidak dapat dilaksanakan. Untuk mencegah hal tersebut pemerintah dalam peraturan-peraturan pelaksananya baik secara implisit maupun eksplisit seperti yang telah dijelaskan diatas melarang ekspor mineral mentah. Mengenai pelarangan ekspor mineral mentah tersebut ditegaskan lebih lanjut oleh Mahkamah Konstitusi dalam putusannya terhadap perkara Nomor 10PUU-XII2014 menyatakan sebagai berikut: “peningkatan nilai tambah sumber daya mineral yang dihasilkan, yang menurut Undang-Undang, harus dilakukan dengan melakukan pengolahan dan pemurnian hasil pertambangan di dalam negeri dan dengan demikian Pemerintah dalam regulasinya melarang ekspor bijih raw material atau ore adalah wajar oleh karena pengolahan dan pemurnian hasil pertambangan di dalam negeri dapat dilakukan manakala bijih raw material atau ore tersedia di dalam negeri dan untuk itu maka ekspor bijih raw material atau ore dilarang. Hal tersebut adalah wajar dan benar dengan mendasarkan pada fakta bahwa tersedianya bijih raw material atau ore yang harus diolah di dalam negeri tersebut dapat dijamin manakala ekspor bijih raw material atau ore dilarang.” 140 2. Konsep Kedaulatan Negara Atas Bahan Tambang Dalam kepustakaan ilmu negara asal-usul kekuasaan negara selalu dihubungkan dengan teori kedaulatan sovereignty atau souvereniteit, sebab dikaitkan dengan soal siapa yang berdaulat atau memegang kekuasaan dalam suatu negara. 141 Karena kajian ini tidak akan mempersoalkan siapa yang memegang kekuasaan dalam negara, sehingga kurang tepat menggunakan teori- teori kedaulatan negara sebagai sumber kekuasaan negara atas sumber daya alam. Dasar teoritis sumber kekuasaan negara yang demikian, menurut van vollenhoven sebagaimana ditulis oleh Notonagoro ialah negara sebagai organisasi tertinggi dari bangsa yang diberi kekuasaan untuk mengatur segala-galanya dan negara berdasarkan kedudukannya memiliki kewenangan untuk membuat peraturan hukum 142 140 Putusan Mahkamah Konstitusi, Loc.Cit., hlm.175. 141 Abrar Saleng, Op.Cit.,hlm.7. 142 Notonagoro, Politik Hukum dan Pembangunan Agraria di Indonesia Bina Aksara, Jakarta, 1984, hlm.99. Dalam kepustakaan lain, J.J Rousseau menyebutkan bahwa kekuasaan negara sebagai suatu badan atau organisasi rakyat yang bersumber dari hasil perjanjian masyarakat Contract Social yang esensinya merupakan suatu bentuk kesatuan yang membela dan melindungi kekuasaan bersama, kekuasaan pribadi dan milik setiap individu. Dalam perjanjian masyarakat itu, pada hakikatnya yang dilepas oleh setiap individu dan diserahkan kepada kesatuannya hanya sebagian kekuasaan bukan kedaulatannya. Namun kekuasaan negara itu, bukanlah kekuasaan tanpa batas postetaslegibus omnibus soluta, sebab ada beberapa ketentuan hukum yang mengikat dirinya seperti hukum alam dan hukum Tuhan legesnaturaeetdevinae serta hukum yang umum pada semua bangsa yang dinamakan legesimperii. Pengertian legesimperii menurut Yudha B. Ardiwisastra ialah undang-undang dasar negara yang memuat ketentuan-ketentuan kepada siapa kekuasaan itu diserahkan dan batas-batas pelaksanaannya. 143 Sejalan dengan kedua teori atau konsep diatas, secara teoritik kekuasaan negara atas sumber daya alam bersumber dari rakyat yang dikenal sebagai hak bangsa. Negara di sini, dipandang sebagai territorialepubliekerechtsgeenschap van overhead en onderdanen , yang memiliki karakter sebagai suatu lembaga masyarakat hukum, sehingga kepadanya diberikan wewenang atau kekuasaan untuk mengatur, mengurus, dan memelihara mengawasi pemanfaatan seluruh potensi sumber daya dalam wilayahnya secara intern. 144 Sejalan dengan teori tersebut melalui Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang menyebutkan, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. 143 Abrar Saleng, Op.Cit.,hlm.8. 144 Ibid. UUD 1945 memberikan hak kepada negara untuk menguasai bumi dan dari dan kekayaan alam yang terkandung di dalam untuk kemakmuran rakyat. Hak tersebut selanjutnya disebut sebagai hak penguasaan negara.Apabila konsep negara kesejahteraan 145 dan fungsi negara menurut W.Friedmann 146 dikaitkan dengan konsepsi Hak Penguasaan Negara untuk kondisi Indonesia dan keperluan kajian ini, dapat diterima dengan beberapa kajian kritis sebagai berikut; 147 Kedua , Hak Penguasaan Negara dalam Pasal 33 UUD 1945, membenarkan negara untuk mengusahakan sumber daya alam yang berkaitan dengan public utilitisdan public services atas dasar pertimbangan; filosofis semangat dasar dari perekonomian ialah usaha bersama dan kekeluargaan, strategis kepentingan umum, politik mencegah monopoli dan oligopoly yang merugikan perekonomian negara, ekonomi efisiensi dan efektifitas dan demi Pertama , Hak Penguasaan Negara dinyatakan dalam Pasal 33 UUD 1945 memposisikan negara sebagai pengatur dan penjamin kesejahteraan rakyat. Fungsi negara itu tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Artinya melepaskan suatu bidang usaha atas sumber daya alam kepada koperasi, swasta harus disertai dengan bentuk-bentuk pengaturan dan pengawasan yang bersifat khusus. Karena itu kewajiban mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang tetap dapat dikendalikan oleh negara. 145 Menurut BagirManan negara kesejahteraan adalah negara atau pemerintah tidak semata-mata sebagai penjaga keamanan atau ketertiban masyarakat, tetapi pemikul utama tanggung jawab mewujudkan keadilan sosial, kesejahteraan umum dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Lihat :Ibid., hlm.9. 146 Fungsi Negara menuturW.Friendmann terdiri dari empat fungsi yaitu; 1 fungsi negara sebagai provider penjamin kesejahteraan rakyat; 2 fungsi negara sebagai regulator pengatur; 3 fungsi negara sebagai entrepreneur pengusaha atau menjalankan sektor-sektor tertentu melalui state owned corporations BUMN dan; 4 fungsi negara sebagai umpire pengawas, wasit untuk merumuskan standar-standar yang adil mengenai kinerja sektor ekonomi termasuk perusahaan negara state corporation. Lihat: Ibid.,hlm.16. 147 Ibid., hlm.18. kesejahteraan umum dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Sumber daya alam yang dimaksud dalam konteks ini adalah sumber daya alam dalam lingkup pertambangan terkhusus mineral dan batubara. 3. Pengertian dan Dasar Hukum Hak Penguasaan Negara Kata-kata dikuasai oleh negara yang terdapat dalam Pasal 33 UUD 1945 tidak ditafsirkan secara khusus dalam penjelasannya, sehingga memungkinkan untuk dilakukan penafsiran akan makna dan cakupan pengertiannya. Untuk memahami pengertian dikuasai oleh negara, maka terlebih dahulu dilakukan penafsiran etimologis. Dikuasai oleh negara kalimat pasif mempunyai padanan arti Negara menguasai atau Penguasaan Negara kalimat aktif. Pengertian kata “menguasai” ialah berkuasa atas sesuatu, memegang kekuasaan atas sesuatu”, sedangkan pengertian kata “penguasaan” berarti; proses, cara, perbuatan menguasai atau mengusahakan”. Dengan demikian pengertian kata penguasaan lebih luas dari kata menguasai. 148 148 Ibid., hlm.21. Dalam kerangka penguasaan negara atas pertambangan mengandung pengertian; negara memegang kekuasaan untuk menguasai dan mengusahakan segenap sumber daya bahan galian yang terdapat dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia. Pengertian yang demikian, sejalan dengan maksud kata-kata dikuasai oleh negara yang tertuju kepada objek- objek penguasaan yang tersebut dalam Pasal 33 ayat 2 dan 3 UUD 1945, sedangkan pengertian hak menurut Apeldoorn, yaitu suatu kekuasaan macht yang teratur oleh hukum yang berdasarkan kesusilaan zadelijkheid, moral. Tetapi kekuasaan semata-mata bukanlah hak. Hanya kekuasaan yang dibenarkan oleh hukum het recht in zijn-veroorlovendegedaante saja yang dijadikan dasar bagi adanya hak untuk mengatur oleh negara. 149 Hak Penguasaan Negara ialah Negara melalui Pemerintah memiliki kewenangan untuk menentukan penggunaan, pemanfaatan dan hak atas sumber daya alam dalam lingkup mengatur regelen, mengurus, mengelola besturen, beheren dan mengawasi toezchthouden pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam. 150 Secara konstitusional Hak Penguasaan Negara berdasar pada Pasal 33 UUD 1945. Menurut JimlyAssidhiqqie, dalam pemahaman konstitusi banyak kalangan selama ini terdapat kekeliruan terkait dengan konstitusi yang hanya diartikan sebagai Undang-Undang Dasar. Kesalahan ini salah satu akibat dari faham kodifikasi yang meyakini dan menghendaki bahwa seluruh peraturan hukum dibuat dalam bentuk tertulis written document yang bertujuan untuk menciptakan kesatuan hukum unifikasi hukum, kesederhanaan hukum, dan kepastian hukum rechzekerheid. 151 Konstitusi Indonesia, UUD 1945, tergolong ke dalam jenis konstitusi sosial. Oleh karena itu, dalam memahami maksud aturan-normatif yang terkandung di dalam pasal-pasalnya, diperlukan telaah yang lebih mendalam terhadap isi Pembukaan UUD 1945. Sebab di dalam Pembukaan itulah dimuat rumusan-rumusan filosofis mengenai dasar dan tujuan negara serta rumusan asas- asas mengenai negara yang hendak dibangun oleh bangsa Indonesia. 152 Pasal 33 UUD 1945 mengatur tentang dasar-dasar sistem perekonomian atau tata susunan perekonomian dan kegiatan-kegiatan perekonomian yang 149 Ibid., hlm.21-22. 150 Ibid., hlm.18. 151 JimlyAsshidiqqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jakarta: Rajawali Pers, 2011, hlm.95. 152 Abrar Saleng, Loc.Cit., hlm.24. dikehendaki dalam negara Republik Indonesia. Dasar-dasar perekonomian yang dikehendaki dalam negara Republik Indonesia. Dasar-dasar perekonomian dan kegiatan perekonomian sangat berkaitan dengan kesejahteraan sosial, maka pembuatpenyusun UUD 1945 menempatkan Pasal 33 sebagai salah satu Pasal di dalam Bab XIV di bawah judul Kesejahteraan Sosial. 153 Ketentuan-ketentuan dalam Pasal 33 didasari oleh pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam alinea ke IV Pembukaan UUD 1945, sehingga Pasal 33 merupakan normatifisasi nilai-nilai yang terkandung dalam alinea ke IV Pembukaan UUD 1945 antara lain berbunyi: 154 Kalimat terakhir alinea ke IV yaitu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, selanjutnya dikenal sebagai sila ke lima dari Pancasila yang merupakan landasan legitimasi keberadaan negara. “Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial” 155 Pada akhir rapat BPUPKI tanggal 11 Juli 1945 telah membentuk tiga Panitia yaitu; Panitia Perancang UUD 1945 diketuai Soekarno, Panitia Keuangan dan Perekonomian diketuai Mohammad Hatta dan Panitia Pembelaan Kemudian untuk memahami makna dan substansi Hak Penguasaan Negara yang terkandung dalam Pasal 33, akan dimulai dari sejarah perumusan Pasal 33 itu sendiri. 153 Ibid., hlm.25. 154 Ibid. 155 Ibid., hlm.26. Tanah Air diketuai AbikusnoTjokrosujoso. 156 Dari hasil rumusan Rapat Panitia Perancang UUD 1945 tanggal 11 dan 13 Juli 1945, materi yang terkandung dalam Pasal 33 UUD 1945, termuat dalam Pasal 32 rancangan UUD 1945. Bunyi Pasal 32 rancangan UUD 1945 tersebut secara keseluruhan sama dengan bunyi Pasal 33 UUD 1945 dengan sedikit perbedaan pada ayat 2 rancangan UUD 1945 yang berbunyi “Cabang-cabang produksi yang penting dalam menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh pemerintah, sedangkan pada ayat 2 Pasal 33 UUD 1945 berbunyi “Cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. 157 Meskipun terdapat perbedaan secara yuridis antara negara dan pemerintah, namun pembicaraan dalam sidang PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 mengenai perubahan redaksi ayat 2 rancangan UUD 1945 dari dikuasai oleh pemerintah menjadi dikuasai oleh negara tidak dipersoalkan oleh satu pun anggota PPKI. Ini membuktikan bahwa panitia perancangan UUD 1945 itu menyadari kelemahan apabila menggunakan kata pemerintah. Sebab pemerintah bisa berganti, tetapi negara adalah tetap negara. 158 Indonesia merdeka akan berdasar kepada cita-cita tolong menolong dan usaha bersama, yang diselenggarakan berangsur-angsur dengan mengembangkan kooperasi. Pada dasarnya, perusahaan yang besar-besar yang menguasai hidup orang banyak, tempat beribu-ribu orang Selanjutnya dasar-dasar pemikiran yang juga melandasi Pasal 33 adalah pokok-pokok pikiran tentang ideologi perekonomian Indonesia merdeka dirumuskan oleh Panitia Keuangan dan Perekonomian yang diketuai Mohammad Hatta Menghasilkan rumusan sebagai berikut; “Orang Indonesia hidup tolong menolong 156 Ibid., hlm.27. 157 Ibid. 158 Ibid., hlm.28. menggantungkan hidupnya, mestilah dibawah kekuasaan Pemerintah. Adalah bertentangan dengan keadilan sosial, apabila buruk-baiknya perusahaan itu serta nasib beribu-ribu orang yang berkerja di dalamnya diputuskan oleh beberapa orang partikulir saja, yang berpedoman dengan keuntungan semata-mata. Pemerintah harus menjadi pengawas dan pengatur , dengan berpedoman kepada keselamatan rakyat. Bangunan kooperasi dengan diawasi dan juga disertai dengan kapital oleh Pemerintah adalah bangunan yang sebaik-baiknya bagi perusahaan besar- besar. Semakin besar perusahaan dan semakin banyak jumlah orang yang menggantungkan dasar hidupnya ke sana, semakin besar mestinya pesertaan Pemerintah. Dengan sendirinya perusahaan besar-besar itu menyerupai bangunan korporasi publik. Dengan sendirinya perusahaan besar-besar itu menyerupai bangunan korporasi publik. Itu tidak berarti bahwa pimpinannya harus bersifat birokrasi. Perusahaan dan birokrasi adalah dua hal yang sangat bertentangan. Tanah, sebagai faktor produksi yang terutama dalam masyarakat Indonesia, haruslah di bawah kekuasaan Negara. Tanah tidak boleh menjadi alat kekuasaan orang-orang untuk menindas dan memeras hidup orang lain Perusahaan tambang yang besar dan serupa dengan itu dijalankan sebagai usaha negara, sebab ia dikerjakan oleh orang banyak dan cara mengusahakannya mempunyai akibat terhadap kemakmuran dan kesehatan rakyat. Tanahnya serta isinya Negara yang punya. Tetapi cara menjalankan eksploitasi itu bisa diserahkan kepada badan yang bertanggung jawab kepada Pemerintah, menurut peraturan yang ditetapkan. Ini tentang ideologi perekonomian yang dapat diselenggarakan berangsur-angsur dengan didikan pengetahuan, organisasi, idealisme dan rohani kepada orang banyak.” 159 Bertolak dari rumusan tersebut di atas, maka dapat ditarik beberapa pokok-pokok pikiran yang terkandung di dalamnya antara lain; 160 a. Perekonomian Indonesia berdasarkan pada cita-cita tolong-menolong dan usaha bersama, dilaksanakan dalam bentuk koperasi. b. Perusahaan besar mesti dibawah kekuasaan Pemerintah, yang dimaksud dengan perusahaan besar-besar ialah yang menguasai hidup orang banyak dan dimana banyak orang menggantungkan hidupnya. 159 Ibid., hlm.28-29. 160 Ibid., hlm.29-30. c. Perusahaan besar berbentuk korporasi diawasi dan penyertaan modal Pemerintah, Perusahaan yang dimaksud menyerupai korporasi publik. d. Tanah di bawah kekuasaan negara, dikuasai artinya di punyai, oleh negara, termasuk isi yang terkandung di dalamnya. e. Perusahaan tambang dalam bentuk usaha negara dapat diserahkan kepada badan yang bertanggung jawab kepada pemerintah. Berdasarkan pokok-pokok pikiran di atas, memberikan petunjuk mengenai pengertian, makna dan substansi kata-kata istilah dikuasai oleh negara atau Hak Penguasaan Negara yang terdapat dalam Pasal 33 ayat 3. Isi Pasal tersebut, berimplikasi kepada; Pertama, Negara menguasai bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Kedua, bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya bahan galian dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 161 Objek Hak Penguasaan Negara sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 33 UUD 1945 menyangkut dua hal yaitu; a terhadap cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak ayat 2; b terhadap bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya ayat 3. Cabang produksi yang erat kaitannya dengan kedua hal tersebut di atas antara lain sektor pertambangan dan energi. 162

C. Permasalahan yang timbul akibat diterapkannya kebijakan larangan

Dokumen yang terkait

Aspek Hukum Pelarangan Ekspor Mineral Mentah Terkait Dengan Prinsip-Prinsip General Agreement On Tariffs And Trade (Gatt)

7 60 147

Sistem Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional : Perbandingan Sistem Penyelesaian Sengketa Antara General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan World Trade Organization (WTO)

10 128 151

Sistem Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional : Perbandingan Sistem Penyelesaian Sengketa Antara General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan World Trade Organization (WTO)

0 0 9

Sistem Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional : Perbandingan Sistem Penyelesaian Sengketa Antara General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan World Trade Organization (WTO)

0 0 2

Sistem Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional : Perbandingan Sistem Penyelesaian Sengketa Antara General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan World Trade Organization (WTO)

0 1 28

Sistem Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional : Perbandingan Sistem Penyelesaian Sengketa Antara General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan World Trade Organization (WTO)

0 0 38

Sistem Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional : Perbandingan Sistem Penyelesaian Sengketa Antara General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan World Trade Organization (WTO)

0 2 4

BAB II LARANGAN EKSPOR MINERAL MENTAH BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA A. Aspek Hukum Pertambangan di Indonesia - Aspek Hukum Pelarangan Ekspor Mineral Mentah Terkait Dengan Prinsip-Prinsip General Agreement On Tariffs And Trade (Gatt

0 0 37

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Aspek Hukum Pelarangan Ekspor Mineral Mentah Terkait Dengan Prinsip-Prinsip General Agreement On Tariffs And Trade (Gatt)

0 0 33

ASPEK HUKUM PELARANGAN EKSPOR MINERAL MENTAH TERKAIT DENGAN PRINSIP-PRINSIP GENERAL AGREEMENT ON TARIFFS AND TRADE (GATT) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-Syarat dalam Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

0 0 12