Indonesia dalam GATT dan WTO

atau penerapan tariff tersebut sifatnya tidak boleh diskriminatif dan tunduk pada komitmen tarifnya kepada GATTWTO. 238 Komitmen tariff ini maksudnya adalah tingkat tariff dari suatu negara terhadap suatu produk tertentu. Tingkat tariff ini menjadi komitmen negara tersebut yang sifatnya mengikat. Oleh karena itu, suatu tariff tidak dapat semena-mena menaikkan tingkat tariff yang telah ia sepakati, kecuali diikuti dengan negosiasi mengenai pemberian mengenai kompensasi dengan mitra-mitra dagangnya Pasal XXVII. 239

B. Indonesia dalam GATT dan WTO

1. Keterlibatan Indonesia Dalam GATT Sebagai negara berkembang, Indonesia telah menunjukkan sikap positif terhadap pengaturan perdagangan multilateral. Hal ini dibuktikan dengan keanggotaan Indonesia dalam GATT sejak tanggal 24 Februari 1950, dan kemudian menjadi original member WTO serta meratifikasi perjanjian perdagangan multilateral tersebut dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1994. 240 Indonesia mengakui bahwa sejak tahun 1948 aturan-aturan GATT telah terbukti mempunyai peranan besar dalam mengembangkan perdagangan internasional. Manfaat yang dirasakan oleh Indonesia dari pengaturan GATT adalah keberhasilan dalam mengembangkan ekspornya, terutama ekspor non migas. Sekalipun Indonesia telah menjadi anggota GATT sejak awal, sebagaimana negara yang memiliki kondisi khusus, memerlukan perlakuan yang 238 Ibid., hlm.115. 239 Ibid . 240 Hata, Op.Cit., hlm.204. berbeda. Secara umum ini berarti kewajiban yang lebih lemah dalam membuat konsesi di satu pihak dan hak atas konsesi yang lebih akomodatif dari negara industri. Secara formal, perlakuan khusus dalam diferensial bagi negara berkembang merupakan bagian dari GATT, khususnya Bagian IV GATT 1947. Akan tetapi, secara material system prefrensi umum meruakan satu-satunya produk konkret dalam kaitan ini. 241 Direktur Jenderal GATT dalam laporan tahunannya tahun 1993 menyatakan sebagai berikut. Reformasi perdagangan yang dilancarkan Indonesia terus menerus sejak tahun 1985 mengakibatkan turunnya tarif, tarifikasi yang lebih besar, dan dikendurkannya hambatan-hambatan lisensi. Penurunan tarif yang dikenakan pada bulan Mei 1990 berakibat turunnya tarif rata-rata menjadi 22 dibandingkan dengan 37 pada tahun 1984. Pada bulan Juni 1991, tingkat tarif dan bea tambahan dikurangi atas 860 item. Hambatan non- tarif atas impor 311 item telah dihapus. Subsidi ekspor dikurangi dan pengecualian bea masuk serta rencana “drawback” dilaksanakan sesuai ketentuan Namun pemberian sistem preferensi tersebut dilakukan secara unilateral dari negara bersangkutan yang sewaktu-waktu dapat ditarik kembali. Keadaan ini membuat posisi negara berkembang menjadi lemah. Berdasar dari keadaan tersebut Indonesia terus melakukan usulan reformasi dalam perundingan terkait dengan perdagangan multilateral dengan tujuan, negara berkembang dapat mempunyai posisi yang menguntungkan dalam sistem perdagangan multilateral dibawah GATT. 241 Syahmin AK, Hukum Dagang Internasional dalam Kerangka Studi Analitis Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007, hlm.70. GATT. Pada tanggal 8 Juni 1992 larangan ekspor atas kulit mentah tertentu dan kayu tertentu seperti rotan diakhiri dan diganti dengan pajak ekspor. 242 2. Indonesia dalam Putaran Uruguay Perundingan Putaran Uruguay yang berakhir di Marrakech Morocco tahun 1994 merupakan negosiasi global yang mencakup substansi yang sangat luas baik untuk memenuhi kepentingan negara maju maupun negara berkembang. Pemilihan Substansi mengalami proses yang sangat kompleks, meskipun akhirnya hasil dari perundingan tersebut harus menampung kehendak dari berbagai negara yang mempunyai paham yang berbeda satu sama lain. 243 Dalam rangka Uruguay Round Indonesia cukup aktif mengikuti sidang-sidang negotiating group di Jenewa dan dalam memperkuat posisi Indonesia di forum perundingan tersebut. Dengan adanya Uruguay Round ini diharapkan hambatan-hambatan perdagangan terhadap ekspor Indonesia dapat teratasi terutama pada sektor Tropical Product, Agriculture dan Natural Resources Product dimana Indonesia mempunyai kepentingan sangat besar. 244 Partisipasi Indonesia dalam Perundingan Putaran Uruguay adalah dalam rangka upaya merumuskan tatanan perdagangan multilateral yang lebih komprehensif dan yang penegakannya berkepastian karena dilaksanakan oleh organisasi permanen yang khusus dibentuk untuk itu. Tanpa adanya tata aturan perdagangan multilateral yang komprehensif dan mengikat serta penegakannya dilakukan oleh suatu lembaga permanen WTO, maka tatanan perdagangan internasional akan lebih banyak dilakukan dalam bentuk hubungan-hubungan bilateral. Dalam keadaan demikian, negara berkembang adalah pihak yang lemah 242 Ibid ., hlm.207-208. 243 Muhammad Sood., Op,Cit., hlm.276. 244 Ibid ., hlm.211. dan selalu mendapatkan tekanan dalam bentuk tindakan unilateral dari mitra dagang yang berasal dari negara industri maju tanpa adanya dasar pengaturan yang tegas. Negara berkembang seperti Indonesia sering didikte oleh negara maju dan negara berkembang, seperti Indonesia sering didikte oleh negara maju dan negara berkembang hanya dapat menerima karena posisinya yang lemah. Terutama karena negara berkembang membutuhkan pinjaman dari negara maju, khususnya mitra dagang utama. 245 Dalam menyambut hasil-hasil Perundingan Putaran Uruguay, delegasi Indonesia telah memberikan pernyataan yang antara lain berisikan pandangan-pandangan sebagai berikut: 246 a. Meskipun menyadari beban atas kewajiban-kewajiban baru yang berlaku, namun paket Putusan Uruguay dapat diterima, Ini karena keyakinan bahwa masa depan pertumbuhan ekonomi dunia dan kemakmuran global serta prospek pembangunan di negara-negara berkembang bergantung pada keterbukaan dan sistem perdagangan internasional yang adil. b. Di antara kewajiban-kewajiban baru yang dipandang sebagai konsesi utama adalah perjanjian tentang hak milik intelektual. Guna melaksanakan perjanjian tersebut sepenuhnya, Indonesia memerlukan bantuan teknik dari mitra negara-negara maju. Dengan penyesuaian- penyesuaian yang akan dilakukan oleh Indonesia, maka yang paling dibutuhkan adalah kerja sama teknik dan bukan gangguan hukum legal harassment . c. Di bidang jasa, negara-negara berkembang, termasuk Indonesia telah menerima kewajiban sebagai bagian dari paket global, meskipun untuk 245 MahmulSiregar, Perdagangan Internasional Dan Penanaman ModalMedan: Universitas Sumatera Utara, 2005, hlm.244. 246 Ibid., hlm.277-279. itu harus berkorban. Kontribusi di bidang ini untuk sistem perdagangan multilateral haruslah diakui d. Peluang akses pasar yang lebih besar bagi semua negara mitra dagang merupakan tujuan utama Putaran Uruguay. Negara-negara berkembang mengharapkan dapat memperoleh akses lebih besar bagi ekspornya di tahun-tahun mendatang. Indonesia telah mengajukan 94 dari cakupan produknya untuk impor dengan tariff yang diikat; angka tersebut merupakan kenaikan substansial di bidang konsesi sebelumnya. e. Dalam paket Putaran Uruguay juga disepakati agar produk tekstil dan pertanian secara bertahap dapat sejalan dengan disiplin multilateral. Indonesia berharap bahwa perjanjian yang baru pada gilirannya akan menjadikan praktik-praktik dagang di sektor ini akan sejalan dengan aturan GATT serta menghilangkan praktik-praktik diskriminasi terhadap negara-negara berkembang f. Sistem perdagangan dunia yang terbuka dan dinamis juga membutuhkan kesediaan dari semua pihak untuk menerima peralihan dalam keuntungan komparatis serta untuk melaksanakan penyesuaian structural apabila diperlukan; tidak mengalihkan beban penyesuaian kepada mitra dagang yang lemah. g. Negara-negara berkembang menyadari melakukan penyesuaian structural. Negara-negara berkembang telah memberikan bagiannya dalam memperkuat sistem multilateral dengan melaksanakan reformasi domestiknya guna menjadikan perekonomiannya lebih tanggap terhadap pasar, dan dengan meliberalisasikan rezim perdagangannya sementara berlangsungnya Putaran Uruguay. Negara-negara berkembang telah melakukan perubahan-perubahan tersebut meskipun menghadapi risiko politik dan pengorbanan social. h. Dalam kaitan ini, Indonesia mencatat dengan prihatin tentang adanya tendensi baru di negara-negara maju, yaitu dengan menggunakan dalih kepedulian sosial dan lingkungan untuk membatasi perdagangan. Proteksi tersamar ini tidak hanya akan menghambat keuntungan komparatif negara-negara berkembang, tetapi juga menimbulkan risiko dibukanya kembali keseimbangan yang telah susah payah dicapai antara hak, kewajiban, dan kepentingan dari semua pihak sebagai mana tercakup dalam Final Act. i. Menjadikan kewajiban semua pihak untuk tidak memperlemah WTO yang mash akan dibentuk dengan cara membebaninya dengan isu-isu kontroversial. Sebaliknya, kita berharap agar organisasi baru tersebut dapat secara efektif bertindak sebagai “penjaga” sistem perdagangan multilateral yang didasarkan atas aturan dapat diramalkan, dan non- diskriminasi. Demikian pula diharapkan agar organisasi baru tersebut dapat bertindak sebagai “penjamin” dari hak-hak para mitra dengan yang lemah terhadap tindakan sewenang-wenang dan multilateral dari pihak yang kuat. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut maka Indonesia meratifikasi Persetujuan Pembentukan WTO Agreement on Establishing the World Trade Organization melalui UU No. 7 Tahun 1994. Termasuk di dalamnya persetujuan terhadap hasil Perundingan Putaran Uruguay. 3. Keterlibatan Indonesia dalam Penyelesaian Sengketa Perdagangan Sampai dengan skripsi ini ditulis Indonesia telah terlibat dalam penyelesaian sengketa perdagangan sebanyak lebih kurang 34 kasus di WTO dengan rincian, 9 kasus sebagai penggugat, 12 kasus sebagai tergugat, 13 kasus sebagai pihak ketiga. 247 Mengingat banyaknya kasus penyelesaian sengketa perdagangan yang terkait dengan keterlibatan Indonesia. Maka selanjutnya hanya akan dibahas 1 kasus terkait dengan keterlibatan Indonesia dalam penyelesaian sengketa perdagangan.Pada tanggal 20 September 2013 Indonesia meminta konsultasi dengan Australia terkait dengan hukum dan peraturan tertentu Australia yang memberlakukan pembatasan terhadap merek dagang, indikasi geografis, dan persyaratan kemasan polos lain pada produk tembakau dan kemasannya. Dari jumlah kasus tersebut dapat dilihat bawah Indonesia cukup aktif dalam menyelesaikan sengketa perdagangan internasional baik sebagai penggugat, tergugat, maupun sebagai pihak ketiga. 248 Indonesia menyatakan bahwa hukum dan peraturan Australia tersebut tidak konsisten dengan kewajiban Australia berdasarkan: 249 a. Artikel 2.1, 3.1, 15.4, 16.1, 20, 22.2 b dan 24.3 Perjanjian TRIPS The Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights b. Artikel 2.1 dan 2.2 Perjanjian TBT Technical Barriers to Trade; dan c. Artikel II:4 GATT 1994 247 Dispute cases involving Indonesia, https : www. Wto. org english thewto_e countries_e indonesia_e.htm, diakses pada tanggal 17 Maret 2015 248 Australia — Certain Measures Concerning Trademarks, Geographical Indications and Other Plain Packaging Requirements Applicable to Tobacco Products and Packaging, https:www.wto.orgenglishtratop_edispu_ecases_eds467_e.htm, diakses tanggal 17 Maret 2015 249 Ibid. Tanggal 3 Maret 2014, Indonesia mengajukan permohonan untuk pembentukan Panel. Selanjutnya pada pertemuan tanggal 26 Maret 2014, DSB membentuk Panel. Beberapa negara bergabung sebagai pihak ketiga berdasarkan ketentuan Pasal XXII GATT, beberapa diantaranya adalah Brazil, China, Thailand, Turkey. Pada tanggal 23 April 2014 Australia mengajukan permohonan kepada Direktur-Jenderal untuk membentuk Panel. Panel tersebut dibentuk pada tanggal 5 Maret 2014. Pada tanggal 10 Oktober 2014 ketua Panel memberitahukan kepada DSB bahwa Panel berharap kepada DSB untuk melaporkan laporan akhirnya kepada para pihak sebelum pertengahan awal 2016, sesuai dengan jadwal yang diterima oleh Panel pada tanggal 17 Juni 2014 berdasarkan rancangan jadwal yang telah diusulkan oleh para pihak. 250 4. Indonesia dan WTO Melalui ratifikasi Persetujuan pembentukan WTO Agreement on Establishing the World Trade Organization menjadi UU No.7 Tahun 1994 Indonesia telah menjadi anggota WTO sejak tanggal 1 Januari 1995.Keikutsertaan Indonesia menjadi anggota WTO merupakan bentuk pelaksanaan terhadap amanat dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IIMPR1993 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara yang menegaskan prinsip politik luar negeri yang bebas aktif yang makin mampu menunjang kepentingan nasional dan diarahkan untuk turut mewujudkan tatanan dunia baru berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, serta ditujukan untuk lebih meningkatkan dan meningkatkan kerjasama internasional, dengan lebih memantapkan dan meningkatkan peranan Gerakan Non-Blok. Garis-Garis Besar 250 Ibid. Haluan Negara juga menggariskan bahwa perkembangan dunia yang mengandung peluang yang menunjang dan mempercepat pelaksanaan pembangunan nasional perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya dengan mendorong ekspor, khususnya komoditi non-migas, peningkatan daya saing dan penerobosan serta perluasan pasar luar negeri. 251 Pada sidang paripurna pembahasan RUU Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia terlihat bahwa antara Pemerintah dan DPR RI terdapat kesamaan pandangan bahwa Indonesia perlu segera meratifikasi Kesepakatan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia karena kesepakatan tersebut dapat memberikan keuntungan bagi Bangsa Indonesia yang dapat disimpulkan sebagai berikut : 252 a. Indonesia akan sangat diuntungkan dari kesepakatan mengenai tariff. Melalui pelaksanaan prinsip special dan differential treatment bagi negara berkembang, Indonesia tidak perlu memberikan komitmen untuk menurunkan tariff yang ada. Indonesia hanya memberikan komitmen untuk mengikat tariff sebanyak 8.877 pos tariff. Kebanyakan tariff tersebut diikat pada tingkat bea masuk 40, yang berarti bahwa apabila diperlukan Indonesia masih bisa menaikkan tariff sampai batas maksimum sebesar 40, padahal banyak diantaranya pada saat ini tarifnya sudah di bawah 40. Dengan terjadinya penurunan tariff di negara-negara maju sampai sebesar 4,4 Jepang dan rata-rata 6 di Amerika Serikat dan Uni Eropa akan 251 Indonesia k, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Organization Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia, Penjelasan Umum. 252 MahmulSiregar, Op.Cit., hlm.232-234. membuka peluang besar bagi produk Indonesia untuk dapat memasuki pasar tersebut dengan tariff murah, bahkan be masuk. Sedangkan untuk produk pertanian Kesepakatan Putaran Uruguay akan dapat memberikan perlindungan bagi petani Indonesia, karena diberikannya hak untuk menetapkan tariff diatas 40. b. Sistem perdagangan multilateral yang dihasilkan dalam Putaran Uruguay yang pelaksanaannya diadministrasikan dan diawasi oleh WTO memberikan perlindungan bagi kepentingan Indonesia dari tindakan-tindakan unilateral dan trade harassment yang dilancarkan oleh mitra dagang. c. Keikutsertaan Indonesia dalam WTO akan mendorong potensi dalam negeri untuk mengkonsolidasi dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar mampu bersaing dengan dunia internasional. d. Meningkatkan kepercayaan dunia terhadap Indonesia. e. Dengan ikut sertanya Indonesia dalam organisasi perdagangan dunia, maka mendorong perbaikan kendala-kendala kelembagaan di dalam negeri seperti kendala birokrasi, penanganan resiko dan ketidakpastian, percepatan pembangunan infrastruktur, sebagai transportasi, sumber daya energi, komunikasi dan lain sebagainya, serta meningkatkan perbaikan iklim usaha melalui peningkatan efisiensi dan menghindari ekonomi biaya tinggi. f. Tersedianya suatu sistem perdagangan dunia akan dapat mengeratkan kerja sama negara-negara berkembang, terutama dalam menghadapi dikte-dikte terhadap praktik perdagangan internasional yang dilakukan oleh negara- negara maju.

C. Analisis Mengenai Larangan Ekspor Mineral Mentah Terkait dengan

Dokumen yang terkait

Aspek Hukum Pelarangan Ekspor Mineral Mentah Terkait Dengan Prinsip-Prinsip General Agreement On Tariffs And Trade (Gatt)

7 60 147

Sistem Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional : Perbandingan Sistem Penyelesaian Sengketa Antara General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan World Trade Organization (WTO)

10 128 151

Sistem Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional : Perbandingan Sistem Penyelesaian Sengketa Antara General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan World Trade Organization (WTO)

0 0 9

Sistem Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional : Perbandingan Sistem Penyelesaian Sengketa Antara General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan World Trade Organization (WTO)

0 0 2

Sistem Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional : Perbandingan Sistem Penyelesaian Sengketa Antara General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan World Trade Organization (WTO)

0 1 28

Sistem Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional : Perbandingan Sistem Penyelesaian Sengketa Antara General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan World Trade Organization (WTO)

0 0 38

Sistem Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional : Perbandingan Sistem Penyelesaian Sengketa Antara General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan World Trade Organization (WTO)

0 2 4

BAB II LARANGAN EKSPOR MINERAL MENTAH BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA A. Aspek Hukum Pertambangan di Indonesia - Aspek Hukum Pelarangan Ekspor Mineral Mentah Terkait Dengan Prinsip-Prinsip General Agreement On Tariffs And Trade (Gatt

0 0 37

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Aspek Hukum Pelarangan Ekspor Mineral Mentah Terkait Dengan Prinsip-Prinsip General Agreement On Tariffs And Trade (Gatt)

0 0 33

ASPEK HUKUM PELARANGAN EKSPOR MINERAL MENTAH TERKAIT DENGAN PRINSIP-PRINSIP GENERAL AGREEMENT ON TARIFFS AND TRADE (GATT) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-Syarat dalam Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

0 0 12