71
BAB III PENYELESAIAN SENGKETA BIDANG PERTAMBANGAN TERKAIT
DENGAN PELARANGAN EKSPOR MINERAL MENTAH
A. Bentuk Penyelesaian Sengketa di Indonesia
1. Arbitrase
Beberapa sarjana dan peraturan perundang-undangan serta prosedur Badan Arbitrase yang ada memberikan definisi arbitrase sebagai berikut;
Subekti menyatakan, bahwa arbitrase adalah “penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang hakim atau para hakim berdasarkan persetujuan
bahwa para pihak akan tunduk pada atau menaati keputusan yang diberikan oleh hakim yang mereka pilih.”
172
H. Priyatna Abdurrasyid menyatakan arbitrase adalah “suatu proses pemeriksaan suatu sengketa yang dilakukan secara yudisial
seperti dikehendaki oleh para pihak yang bersengketa, dan pemecahannya akan didasarkan kepada bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak.”
173
Menurut peraturan prosedur BANI Badan Arbitrase Nasional Indonesia, arbitrase adalah memberikan penyelesaian yang adil dan cepat dalam
Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Umum, Pasal 1 huruf 1, arbitrase adalah “ cara
penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.”
172
H.Sudiarto, Zeni Asyhadie, Mengenal Arbitrase salah satu alternative penyelesaian sengketa bisnis
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004, hlm.28.
173
Ibid., hal.29
sengketa-sengketa perdata yang timbul mengenai perdagangan, industri, keuangan, baik yang bersifat nasional maupun internasional. Pasal 1 AD BANI.
Berbagai pengertian arbitrase di atas menunjukkan adanya unsur-unsur yang sama, yaitu :
174
a. Adanya kesepakatan untuk menyerahkan penyelesaian sengketa-
sengketa, baik yang akan terjadi maupun telah terjadi, kepada seorang atau beberapa orang pihak ketiga di luar peradilan umum untuk
diputuskan; b.
Penyelesaian sengketa yang bisa diselesaikan adalah sengketa yang menyangkut hak pribadi yang dapat dikuasai sepenuhnya, khususnya di
sini dalam bidang perdagangan, industri dan keuangan; dan c.
Putusan tersebut akan merupakan putusan akhir dan mengikat final and binding
Lembaga arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa atau yang ditunjuk oleh Pengadilan Negeri atau oleh Lembaga
Arbitrase untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase.
175
174
Ibid., hal.30
175
Indonesia h, Pasal 1 angka 8.
Lembaga arbitrase dikenal ada dua yaitu Arbitrase Ad Hoc dan Arbitrase Institusional. Jenis lembaga Arbitrase Ad Hoc
seringkali disebut “arbitrase volunter” karena jenis lembaga ini dibentuk khusus untuk menyelesaikan atau memutus perselisihan tertentu. Dengan demikian,
kehadiran dan keberadaan arbitrase ad hoc hanya bersifat “insidental” untuk menyelesaikan kasus tertentu dan keberadaannya hanya untuk satu kali
penunjukan, dalam arti selesai kasus diputus, lembaga tersebut akan bubar dengan sendirinya.
176
Lembaga Arbitrase institusional adalah lembaga atau badan arbitrase institusional ini bersifat permanen, Pasal 1 Ayat 2 Konvensi New York 1958
menyebut jenis lembaga ini adalah “Permanent Arbitral Body”.
177
Arbitrase merupakan institusi penyelesaian sengketa alternatif yang paling popular dan
paling luas digunakan orang dibandingkan dengan institusi penyelesaian sengketa alternatif lainnya. Hal tersebut disebabkan banyaknya kelebihan yang dimiliki
oleh arbitrase ini. Kelebihan-kelebihan itu adalah sebagai berikut:
178
a. Sidang arbitrase adalah tertutup untuk umum, sehingga kerahasiaan
sengketa para pihak terjamin. b.
Kelambatan yang diakibatkan oleh hal prosedural dan administratif dapat dihindari.
c. Para pihak yang bersengketa dapat memilih arbiter yang menurut
keyakinannya mempunyai pengalaman, pengetahuan, jujur dan adil, serta latar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan.
d. Sikap arbiter atau majelis arbiter dalam menangani perkara arbitrase
didasarkan pada sikap yang mengusahakan win-win solution terhadap para pihak yang bersengketa.
e. Pilihan hukum untuk menyelesaikan sengketa serta proses dan tempat
penyelenggaraan arbitrase dapat ditentukan oleh para pihak
176
H.Sudiarto, Zeni Asyhadie, Op.Cit., hlm.48.
177
Ibid.
178
FransHendraWinarta, Op.Cit., hlm.62.
f. Putusan arbitrase mengikat para pihak final and binding dan dengan
melalui tatacara prosedur sederhana ataupun langsung dapat dilaksanakan.
g. Suatu perjanjian arbitrase klausul arbitrase tidak menjadi batal karena
berakhir atau batalnya perjanjian pokok. h.
Di dalam proses arbitrase, arbiter atau majelis arbitrase harus mengutamakan perdamaian diantara para pihak yang bersengketa.
Kewajiban penggunaan arbitrase sebagai instrument penyelesaian sengketa bidang pertambangan di Indonesia tercantum dalam Pasal 32 UUPM dan
Pasal 154 UU Minerba. Berdasarkan Pasal 32 UUPM, arbitrase dalam negeri hanya digunakan bagi sengketa yang terjadi antara Pemerintah dengan Penanam
Modal Dalam Negeri. Sedangkan Pasal 154 UU Minerba mewajibkan penggunaan arbitrase dalam negeri apabila terjadi sengketa yang muncul dalam pelaksanaan
IUP, IUPR, atau IUPK. 2.
Alternatif Penyelesaian Sengketa Proses penyelesaian sengketa yang sudah dikenal sejak lama adalah
melalui proses litigasi di pengadilan. Proses litigasi cenderung menghasilkan masalah baru karena sifatnya yang win-lose, tidak responsif, time consuming
proses berpekaranya, dan terbuka untuk umum. Seiring dengan perkembangan zaman, proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan pun ikut
berkembang.
179
179
Ibid., hlm.9.
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan bersifat tertutup untuk umum close door session dan kerahasiaan para pihak terjamin confidentiality,
proses beracara lebih cepat dan efisien. Proses penyelesaian sengketa di luar
pengadilan ini menghindari kelambatan yang diakibatkan prosedural dan administratif sebagaimana beracara di pengadilan umum dan win-win solution.
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini dinamakan alternatif penyelesaian sengketa.
180
Negosiasi adalah suatu upaya penyelesaian sengketa para pihak tanpa melalui proses pengadilan dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama atas
dasar kerja sama yang lebih harmonis dan kreatif. Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
mendefinisikan alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
Terkait dengan penyelesaian sengketa di bidang pertambangan khususnya yang terjadi antara Pemerintah dan penanam modal asing maka
penjelasan mengenai bentuk-bentuk alternatif penyelesaian sengketa hanya di fokuskan pada negosiasi, mediasi, dan konsiliasi.
181
Terkait dengan sengketa yang terjadi antara Negara Tuan Rumah dengan investor asing, mekanisme
Negosiasi dapat diupayakan dengan hadirnya para pihak dimana negara tuan rumah diwakili oleh instansi yang ditunjuk dan membawahinya dan hadirnya
investor asing untuk duduk bersama dengan tujuan menyelesaikan sengketa secara damai baik dibuat secara tertulis maupun verbal.
182
Mediasi merupakan suatu proses damai dimana para pihak yang bersengketa menyerahkan penyelesaiannya kepada seorang mediator seseorang
180
Ibid.
181
FransHendraWinarta, Op.Cit., hlm.7.
182
Badan Pembinaan Hukum Nasional Departmen Hukum dan HAM RI, Op.Cit., hlm.42.
yang mengatur pertemuan antara 2 pihak – atau lebih – yang bersengketa untuk mencapai hasil akhir yang adil, tanpa membuang biaya yan terlalu bersar, akan
tetapi tetap efektif dan diterima sepenuhnya oleh kedua belah pihak yang bersengketa secara sukarela.
183
Konsiliasi adalah penengah akan bertindak menjadi konsiliator dengan kesepakatan para pihak dengan mengusahakan solusi yang dapat diterima.
184
Ketentuan penyelesaian sengketa penanaman modal antara Negara dengan subjek hukum bukan Negara dari Negara lain melalui carakonsiliasi sebenarnya secara
umum diatur dalam “Convention on the Settlement of Disputes between States and Nationals of Other States
”. Dalam konvensi tersebut diatur ketentuan tentang: permohonan konsiliasi “request for conciliation”, pembentukan komisi
konsiliasi “constitution of the conciliation commission”; serta acara konsiliasi “conciliation proceedings”.
185
B. Bentuk Penyelesaian Sengketa Lingkup Internasional