yang mengatur pertemuan antara 2 pihak – atau lebih – yang bersengketa untuk mencapai hasil akhir yang adil, tanpa membuang biaya yan terlalu bersar, akan
tetapi tetap efektif dan diterima sepenuhnya oleh kedua belah pihak yang bersengketa secara sukarela.
183
Konsiliasi adalah penengah akan bertindak menjadi konsiliator dengan kesepakatan para pihak dengan mengusahakan solusi yang dapat diterima.
184
Ketentuan penyelesaian sengketa penanaman modal antara Negara dengan subjek hukum bukan Negara dari Negara lain melalui carakonsiliasi sebenarnya secara
umum diatur dalam “Convention on the Settlement of Disputes between States and Nationals of Other States
”. Dalam konvensi tersebut diatur ketentuan tentang: permohonan konsiliasi “request for conciliation”, pembentukan komisi
konsiliasi “constitution of the conciliation commission”; serta acara konsiliasi “conciliation proceedings”.
185
B. Bentuk Penyelesaian Sengketa Lingkup Internasional
1. Arbitrase Internasional
Arbitrase adalah salah satu cara atau alternatif penyelesaian sengketa yang telah dikenal lama dalam hukum internasional. Namun demikian sampai
sekarang belum ada batasan atau definisi resmi mengenai arbitrase. Sarjana Amerika Latin Podesta Costa dan Ruda mendeskripsikan badan ini sebagai
berikut:
186
183
H.PriyatnaAbdurrasyid, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Suatu Pengantar
Jakarta: PT FikahatiAneska, 2002, hlm.34.
184
FransHendraWinarta, Op.Cit., hlm.7.
185
Badan Pembinaan Hukum Nasional Departmen Hukum dan HAM RI, Op.Cit., hlm.43.
186
Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa InternasionalJakarta: Sinar Grafika Offset, 2004, hlm.39.
Arbitration is the resolution of international dispute through the submission, by formal agreement of the parties, to decision of a third
party who would be one or several persons by means of contentious proceedings from which the result of definitive judgment is derived.
Pada dasarnya antara arbitrase nasional dan arbitrase internasional mempunyai kesamaan yaitu salah satu cara dalam menyelesaikan sengketa yang
didasarkan pada perjanjian arbitrase dengan menunjuk pihak ketiga baik terdiri dari satu atau lebih orang yang berperan untuk memberikan putusan terhadap
sengketa yang sedang terjadi, hanya berbeda pada sumber hukum dan subjek yang menggunakan arbitrase tersebut. Pada arbitrase internasional subjek yang
berperkara adalah negara, organisasi internasional, dan orang perorangan, pada arbitrase nasional subjeknya adalah negara, badan hukum, dan orang perorangan.
Sedangkan untuk sumber hukumnya arbitrase nasional bersumber pada hukum nasional suatu negara, dan Arbitrase Internasional bersumber pada perjanjian-
perjanjian internasional. Terdapat berbagai lembaga arbitrase internasional yang terkenal,
diantaranya adalah International Centre for the Settlement of Investment Dispute ICSID, International Chamber of Commerce ICC, dan United Nationof
Commission on International Trade Law UNICTRAL.Mengingat sengketa
pertambangan yang terjadi di Indonesia yang menggunakan arbitrase internasional adalah sengketa antara pemerintah dengan penanam modal asing, maka lembaga
arbitrase international yang dibahas lebih lanjut adalah International Centre for the Settlement of Investment Dispute
selanjutnya disebut sebagai ICSID.
Pada tanggal 18 Maret 1965 para direktur eksekutif dari International Bank for Reconstruction and Development the World Bank menetapkan
Konvensi tentang penyelesaian sengketa investasi antara negara dengan badan hukum bukan negara Convention on the Settlement of Investment Disputes
between States and nationals of Other States of 1966 .
187
Melalui konvensi tersebut dibentuklah ICSID. Sesuai dengan ketentuan-ketentuan Konvensi, ICSID
menyediakan berbagai fasilitaskemudahan bagi Konsiliasi dan Arbitrase menyangkut sengketa investasi antara Negara host-country dengan bedan
hukumwarga negara lain. Ketentuan-ketentuan Konvensi dilengkapi dengan peraturan regulations dan kaidah rules yang ditetapkan oleh Administrative
Council dari ICSID
188
Beberapa ketentuan penting dari Konvensi, antara lain:
189
a. ICSID terdiri dari Administrative Council serta sekretariat yang terdiri
dari Panel of Conciliators and Arbitrators; b.
ICSID mempunyai kedudukan penuh sebagai subjek hukum internasional “international legal personality” dan karenanya memiliki
kapasitas untuk: membuat kontrak; memperoleh atau melepas kekayaan baik bergerak maupun tidak bergerak; menjalankan proses hukum serta
menikmati imunitas dan memiliki hak-hak privileges; c.
Yurisdiksi ICSID meliputi sengketa hukum yang secara langsung timbul dari kegiatan investasi yang melibatkan host-country dengan
wargabadan hukum Negara lain yang merupakan investor dimana pihak
187
Badan Pembinaan Hukum Nasional Departmen Hukum dan HAM RI, Op.Cit., hlm.28.
188
Ibid.
189
Ibid., hlm.29-30.
yang bersengketa memberikan persetujuan tertulis bagi penyelesaian sengketanya melalui ICSID;
d. Sengketa investasi yang menjadi yurisdiksi ICSID dapat diselesaikan
melalui cara konsiliasi danatau arbitrase; e.
Dalam hal penyelesaian melalui arbitrase, maka pihak yang dikalahkan dapat mengajukan pembatalan“annulment”, apabila diajukan
pembatalan, maka harus dibentuk Ad Hoc Committee dan Majelis Arbiter baru; atas keputusan majelis arbiter yang baru juga dapat dimintakan
pembatalan “annulment” kembali; yang selanjutnya dibentuk Ad-Hoc Committee
baru lagi yang harus memutus pada tingkat akhir; f.
Pengajuan pembatalan “annulment” sebagaimana dimaksud di atas dapat dilakukan dengan alasan-alasan sah, yaitu:
1 Majelis arbiter dibentuk secara tidak wajarlayak;
2 Majelis telah bertindak melebihi kewenangannya;
3 Telah terjadi korupsi yang dilakukan oleh salah seoranglebih
anggota majelis; 4
Telah terjadi penyimpangan yang serius terhadap kaidah atau prosedur fundamental yang berlaku;
5 Keputusan award ICSID bersifat mengikat bagi para pihak yang
bersengketa dan bersifat final serta tidak ada upaya hukum lain remedy yang bisa ditempuh atas keputusan tersebut kecuali
sebagaimana yang ditetapkan oleh ketentuan konvensi. Setiap negara anggota wajib mengakui dan melaksanakan putusan ICSID.
2. World Trade Organization WTO
World Trade Organization WTO merupakan satu-satunya organisasi internasional yang mengatur perdagangan internasional. Terbentuk sejak tahun
1995, WTO berjalan berdasarkan serangkaian perjanjian yang dinegosiasikan dan disepakati oleh sejumlah besar negara di dunia dan diratifikasi melalui parlemen.
Tujuan dari perjanjian-perjanjian WTO adalah untuk membantu produsen barang dan jasa, eksportir dan importir dalam melakukan kegiatannya.Pendirian WTO
berawal dari negosiasi yang dikenal dengan Uruguay Round 1986 - 1994 serta perundingan sebelumnya di bawah General Agreement on Tariffs and Trade
GATT.
190
WTO memiliki system untuk menyelesaikan sengketa di antara anggotanya yang dalam banyak hal terbukti unik dan berhasil. Sistem ini terdapat
dalam kesepakatan WTO mengenai Penyelesaian sengketa WTO Dispute Settlement Understanding
DSU. Sejak WTO didirikan pada tahun 1995, lebih dari 380 sengketa telah di bawa ke forum Penyelesaian Sengketa
WTO.
191
190
World Trade Organization WTO, http : www. kemlu .go .id Pages IFPDisplay.aspx?Name=MultilateralCooperationIDP=13P=Multilaterall=id diakses pada
tanggal 11 Maret 2015
191
Peter van den Bossche, DaniarNatakusumah, Joseph Wira Koesnaidi, Pengantar Hukum WTO World Trade Organization
Jakarta: Yayasan Obor, 2010, hlm.98.
Pengaturan mengenai mekanisme penyelesaian sengketa GATT diatur dalam the Understanding on Rules and Procedures Governing the Settlement of
Disputes the Dispute Settlement UnderstandingDSU yang ditetapkan pada
bulan April 1994. DSU ini berada dalam Annex 2 Lampiran 2 dari the Agreement Establishing the WTO
Perjanjian WTO. Berdasarkan Pasal 2 Perjanjian WTO, Annex 2 beserta Annexes 1 dan 3 merupakan bagian integral
dari Perjanjian WTO. Artinya, kekuatan mengikat perjanjian ini sama dengan perjanjian utama pokok-nya, yaitu Perjanjian WTO.
192
Badan utama yang melaksanakan penyelesaian sengketa ini pada prinsipnya adalah WTO sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, the
Understanding menetapkan tiga badan utama penyelesaian sengketa dalam WTO:
DSB Dispute Settlement Body atau Badan Penyelesaian Sengketa, Appellate Body
Badan Banding, dan Arbitrase.
193
Badan yang paling berperan penting dalam proses penyelesaian sengketa adalah DSB. DSB sendiri pada hakikatnya tidak lain adalah General Council
Dewan Umum, yaitu salah satu badan kelengkapan utama WTO.
194
Hadirnya DSB ini pula yang secara tegas membedakan proses penyelesaian sengketa dalam
GATT dan WTO. Dalam GATT, penyelesaian akhir suatu sengketa ditentukan oleh suatu badan tersendiri khusus diberi wewenang untuk menyelesaikannya.
Jadi, bagi setiap kasus terdapat badan tersendiri. Dalam WTO, badan tersebut sudah ada dan permanen sifatnya, yaitu DSB. Begitu pula dalam WTO, sekarang
ini sudah terdapat aturan dan syarat-syarat yang sifatnya standar yang digunakan oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketanya.
195
Badan kedua, yaitu Badan Banding Appellate Body. Badan ini dibentuk sesuai dengan Pasal 17 Understanding. Badan ini hanya terbatas menangani isu
hukum issues of law yang terdapat dalam putusan dan sengketa mengenai penafsiran hukum yang dibuat oleh panel.
196
192
Huala Adolf., Op.Cit., hlm.141.
193
Ibid.
194
Ibid., hlm.142.
195
Ibid.
196
Ibid.
Badan ketiga, yaitu arbitrase adalah badan yang berwenang untuk menangani masalah pelaksanaan putusan panel. Tugas utamanya adalah
menentukan apakah penangguhan kewajiban atau konsesi oleh salah satu pihak terhadap pihak lainnya seimbang atau tidak dengan kerugian yang ia derita.
197
a. presentasi fakta dan argument memoranda;
Prosedur penyelesaian sengketa dalam WTO dapat dilakukan melalui berbagai tahap yakni : tahap pertama, negarapihak yang mempunyai masalah
akan melakukan konsultasi secara bilateral dengan negara terkait. Tahap kedua, pembentukan panel. Dalam hal sengketa tidak dapat diselesaikan dalam waktu 60
hari melalui konsultasi, DSB dapat membentuk panel. Tahap ketiga, panel melakukan pekerjaannya melalui 8 tahap yakni:
b. pertemuan dengan para pihak dan pihak ketiga;
c. bantahan rebuttals;
d. pertemuan lanjutan dan usulan;
e. mempersiapkan laporan atas fakta dan argumentasi yang dipresentasikan;
f. usulan laporan fakta kepada para pihak;
g. draft kesimpulan dan rekomendasi;
h. laporan final disampaikan kepada para pihak dan DSB.
Tahap keempat, mengadopsi keputusan. Laporan panel harus diadopsi oleh DSB dalam waktu 60 hari. Jika salah satu pihak tidak setuju dengan isu
hukum atau intrepesati hukum yang disampaikan panel maka dapat diajukan keberatan kepada “Appelate Body”. Proses banding pada prinsipnya tidak boleh
melebihi 60 hari dan harus diselesaikan dalam 90 hari. Tahap kelima,
197
Ibid.
Implementasi. Pada dasarnya negara uang dianggap tidak konsisten dengan perjanjian WTO harus segera mematuhi rekomendasi atau aturan yang ditetapkan.
Apabila implementasi rekkomendasi sulit untuk dilakukan dalam waktu segera maka para pihak melakukan negosiasi untuk mempertimbangkan baas waktu
pemenuhan rekomendasiaturan. Dalam hal batas waktu tidak dipenuhi, maka dilakukan negosiasi untuk menentukan besarnya kompensasi untuk negera yang
dirugikan. Jika tidak berhasil menentukan kompensasi atau pihak yang tidak konsisten dengan perjanjian WTO tidak memenuhi tuntutan kompensasi maka
pihak yang mengajukan kalim dapat meminta otorisasi DSB untuk melakukan retaliasi dengan menghentikan konsesi atau kewajiban kepada negara tergugat.
198
C. Penyelesaian Sengketa Bidang Pertambangan Terkait Pelarangan Ekspor