Pendidikan Formal Luas dan Status Kepemilikan Lahan

57 Petani yang berpengalaman lebih dari 20 tahun lebih banyak tidak melakukan konservasi, yaitu sebanyak 57,14 persen dibandingkan petani yang melakukan konservasi yang hanya sebanyak 30,55 persen Tabel 10. Artinya, di Kecamatan Pasirwangi adopsi pola konservasi kurang diterima oleh petani yang lebih berpengalaman. Hal ini terjadi karena petani merasa usahatani yang mereka telah jalankan selama bertahun-tahun lebih mudah untuk dilakukan, dan hasil yang didapat pun tidak jauh berbeda dengan usahatani yang dilakukan dengan pola konservasi. Tabel 10. Karakteristik Petani Berdasarkan Sistem Penanaman dan Lama Bertani di Kecamatan Pasirwangi Tahun 2011 Interval Konservasi Non-konservasi Jumlah Petani orang Jumlah Petani orang 10 12,00 33,33 1,00 7,14 11-20 13,00 36,11 5,00 35,71 21-30 7,00 19,44 3,00 21,43 30 4,00 11,11 5,00 35,71 Total 36,00 100,00 14,00 100,00 Lama Bertani Rata-rata Tahun 16,81 25,29 Lama Bertani Maksimum Tahun 36,00 49,00 Lama Bertani Minimum Tahun 2,00 3,00 Sumber: Data Primer 2012

5.3.3. Pendidikan Formal

Tingkat pendidikan responden cukup variatif. Namun mayoritas responden berpendidikan SD yaitu sebanyak 64 persen. Responden yang berpendidikan tamat SMP dan tamat SMA masing-masing sebanyak 30 persen dan 4 persen. Selain itu, sebanyak 4 persen responden tidak tamatan SD. Persentase tingkat pendidikan dapat dilihat pada Gambar 4. 58 Sumber : Data Primer 2012 Gambar 4. Karakteristik Petani berdasarkan Pendidikan Formal Berdasarkan adopsi konservasi, petani yang melakukan konservasi maupun tidak melakukan konservasi mayoritas menempuh pendidikan sampai dengan tamat SD yaitu 61,11 persen petani melakukan konservasi dan 64,29 persen petani tidak melakukan konservasi. Namun, yang menarik adalah tidak ada petani non-konservasi yang menyelesaikan pendidikan sampai dengan SMA Tabel 11. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan kesadaran pentingnya konservasi semakin mudah diterima. Tabel 11. Karakteristik Petani Berdasarkan Sistem Penanaman dan Pendidikan Formal di Kecamatan Pasirwangi Tahun 2011 Interval Konservasi Non-konservasi Jumlah Petani orang Jumlah Petani orang Tidak Tamat SD 1,00 2,78 1,00 7,14 Tamat SD 22,00 61,11 9,00 64,29 Tamat SMP 11,00 30,56 4,00 28,57 Tamat SMA 2,00 5,56 - - Total 36,00 100,00 14,00 100,00 Sumber: Data Primer 2012

5.3.4. Luas dan Status Kepemilikan Lahan

Persentase terbesar penguasaan lahan dari responden yaitu sebesar 46 persen menggarap lahan kurang dari 0,25 ha. Petani dengan lahan garapan antara Tidak Tamat SD 4 Tamat SD 62 Tamat SMP 30 Tamat SMA 4 59 0,26 -0,50 ha dan antara 0,51-0,75 ha masing-masing sebanyak 38 persen dan 6 persen. Sebanyak 10 persen responden mengarap lahan lebih dari 0,75 ha. Persentase lusas lahan garapan dapat dilihat pada Gambar 5. Sumber: Data Primer 2012 Gambar 5. Karakteristik Petani berdasarkan Luas Lahan Selanjutnya, luas lahan petani yang melakukan konservasi maupun tidak melakukan konservasi pun bervariasi. Mayoritas petani menggarap lahan kurang dari 0,5 ha, yaitu 88,88 persen untuk petani yang melakukan konservasi, dan 71,43 persen untuk petani yang tidak melakukan konservasi Tabel 12. Hal ini menunjukkan bahwa petani menggarap lahan sempit. Tabel 12. Karakteristik Petani Berdasarkan Sistem Penanaman dan Luas Lahan di Kecamatan Pasirwangi Tahun 2011 Interval Konservasi Non-konservasi Jumlah Petani orang Jumlah Petani orang ≤ 0.25 ha 16,00 44,44 7,00 50,00 0.26 - 0.50 ha 16,00 44,44 3,00 21,43 0.51 - 0.75 ha 1,00 2,78 2,00 14,29 ≥ 0.76 ha 3,00 8,33 2,00 14,29 Total 36,00 100,00 14,00 100,00 Luas Lahan Rata-rata ha 0,32 0,34 Luas Lahan Maksimum ha 1,00 0,80 Luas Lahan Minimum ha 0,04 0,04 Sumber: Data Primer 2012 Berdasarkan status kepemilikan lahan, di lokasi penelitian lebih banyak petani berstatus pemilik, yaitu sebanyak 29 petani 58 persen, sedangkan 21 0.2 Ha 46 0.26 - 0.50 Ha 38 0.51 - 0.75 Ha 6 0. Ha 10 60 petani 42 persen sisanya berstatus penyewa. Namun, dari 29 petani yang mengakui lahan tersebut adalah lahan milik mereka, hanya 18 petani yang benar- benar milik sendiri, sedangkan 11 petani sisanya sebenarnya adalah penggarap lahan kehutanan. Hal ini terjadi karena tidak ditentukannya biaya sewa lahan oleh kehutanan karena lahan tersebut sebenarnya memang tidak diperuntukan untuk lahan pertanian, terutama untuk tanaman semusim. Selain itu, petani merasa telah mengeluarkan biaya yang tinggi untuk membuka lahan, sehingga mereka menggap bahwa lahan tersebut secara otomatis telah menjadi lahan milik mereka. Namun, jumlah petani pemilik yang digunakan dalam analisis adalah sebanyak 58 persen petani. Hal ini dikarenakan pembagian status lahan didasarkan pada upaya pengelolaan, bukan status hukum. Selain itu, petani yang merasa sebagai pemilik lebih mudah dalam melakukan adopsi konservasi, hal ini ditunjukkan pada Tabel 13. Tabel 13. Karakteristik Petani Berdasarkan Sistem Penanaman dan Status Kepemilikan Lahan di Kecamatan Pasirwangi Tahun 2011 Interval Konservasi Non-konservasi Jumlah Petani orang persentase Jumlah Petani orang persentase Sewa 13,00 36,11 8,00 57,14 Milik 23,00 63,89 6,00 42,86 Total 36,00 100,00 14,00 100,00 Sumber: Data Primer 2012 Berdasarkan Tabel 13 petani yang melakukan konservasi yang menggarap lahan milik lebih banyak daripada yang menggarap lahan sewa, masing-masing yaitu 63,89 persen dan 36,11 persen. Sedangkan untuk petani yang tidak melakukan konservasi, petani penggarap lahan sewa lebih banyak daripada petani penggarap lahan milik, masing-masing sebanyak 57,14 persen dan 42,86 persen. Hal ini menunjukkan bahwa petani pemilik lebih banyak melakukan adopsi 61 konservasi, karena mereka telah sadar akan pentingnya menjaga kelestarian lahan garapan mereka untuk menunjang keberanjuran usahatani mereka.

5.3.5. Penyuluhan