49 Dimana :
P = peluang kejadian yang terjadi
P – 1 = peluang kejadian yang tidak terjadi
4.5.4. Definisi Operasional
1. Konservasi adalah sistem penanaman yang dilakukan oleh petani yaitu dengan membuat guludan melintang searah kontur. Sedangkan apabila petani
membuat guludan searang lereng, petani dikatakan tidak melakukan konservasi.
2. Jumlah produksi kentang adalah jumlah produk kentang yang dihasilkan dalam produksi, baik yang dijual, dikonsumsi, diberikan, dan dijadikan bibit
diukur dalam kilogram Kg. 3. Jumlah produksi kentang yang dijual adalah jumlah produk kentang yang
dijual, diukur dalam kilogram Kg 4. Harga kentang adalah harga kentang di tingkat petani, diukur dalam
RupiahKg. 5. Penerimaan total adalah jumlah produksi yang diukur dalam kilogram
dikalikan dengan harga kentang di tingkat petani yang diukur dalam rupiah 6. Biaya total adalah jumlah biaya tunai usahatani dan biaya-biaya yang
diperhitungkan dan diukur dalam rupiah 7. Pendapatan total adalah selisih antara total penerimaan usahatani dengan
biaya total dan diukur dalam rupiah 8. Penerimaan tunai adalah jumlah kentang yang dijual dikalikan dengan harga
kentang, dan diukur dalam rupiah
50 9. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan selama usahatani dan diukur
dalam rupiah 10. Pendapatan tunai adalah selisih antara penerimaan tunai dan biaya tunai yang
dikeluarkan petanidan diukur dalam rupiah. 11. Benih adalah jumlah benih yang digunakan petani dalam proses produksi
dikalikan dengan harga benih diukur dalam rupiah Rp. 12. Pupuk Organik adalah jumlah pupuk kandang kotoran ayam dikalikan harga
pupuk kandang. Harga pupuk kandang adalah harga yang diterima petani ditambah dengan biaya transport dan biaya angkut, diukur dalam rupiah.
13. Pupuk An-Organik adalah jumlah pupuk Urea, ZA, TSPSP36, KCL, dan NPK, dikalikan harga masing-masing jenis pupuk. Harga pupuk an-organik
adalah harga yang diterima petani ditambah dengan biaya transport dan biaya angkut, diukur dalam rupiah.
14. Pestisida adalah jumlah penggunaan pestisida, baik cair maupun padat dikalikan dengan harga pestisida. Dalam penelitian ini jumlah pestisida
dihitung dengan penggunaan pestisida terbanyak oleh petani, yaitu Daconil. Harga pestisida adalah harga Daconil yang berlaku di daerah penelitian
diatambah dengan transport, diukur dalam rupiah. 15. Tenaga Kerja adalah jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam pengelolaan
kentang, meliputi tenaga kerja dalam keluarga dan luar keluarga diukur dalam hari kerja setara pria HKP. Harga tenaga kerja adalah upah yang
berlaku di daerah penelitian diukur dalam rupiah. 16. Pajak adalah jumlah pajak yang dibayarkan petani per hektar, diukur dalam
rupiah.
51 17. Sewa Lahan adalah besarnya uang sewa yang berlaku di daerah penelitian,
diukur dalam rupiah. 18. Umur, merupakan umur petani sampai wawancara dilakukan, diukur dalam
tahun 19. Pendidikan Formal Petani, merupakan lamanya pendidikan formal yang
diselesaikan oleh petani, diukur dalam tahun 20. Luas Lahan, Luas lahan merupakan input tetap adalah luas lahan garapan
yang digunakan untuk menanam kentang, diukur dalam hektar. 21. Status Kepemilikan Lahan yang dimaksud adalah status kepemilikan lahan
yang digarap petani untuk menanam kentang. Dibedakan antara petani pemilik dan petani penyewa. Petani pemilik dalah petani yang akses untuk
dapat menggarap lahan tersebut tanpa hambatan dari orang lain, meskipun tidak ada status hukum atas lahan tersebut. Petani penyewa adalah petani
yang mengusahakan lahan orang lain dengan memberi imbalan berupa hasil panen sesuai dengan perjanjian sewa.
22. Pendapatan Petani, pendapatan yang dihitung adalah pendapatan tunai yang dihasilkan dari usahatani kentang pada musim tanam tahun terakhir.
23. Jumlah Tanggungan Keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang secara ekonomi masih dalam tanggungan petani.
24. Tingkat Kecuraman Lahan Usahatani, Kecuraman lahan yang digunakan untuk usahatani kentang petani yang diukur dalam persentase.
25. Pengalaman adalah waktu yang dihabiskan petani sejak memulai usahatani, diukur dalam tahun.
52
V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1.
Gambaran Lokasi Penelitian
Kecamatan Pasirwangi merupakan pemekaran dari Kecamatan Samarang yang diresmikan pada 20 Januari 2001, terletak 27 km sebelah barat dari Ibu Kota
Kabupaten Garut dan 80 km sebelah selatan dari Bandung, ibu kota Provinsi Jawa Barat. Secara geografis, kecamatan ini terletak pada 7
10’-7 15’ Lintang Selatan
dan 107 41’ – 107
50’ Bujur Timur. Luas wilayah Kecamatan Pasirwangi adalah 5.002,888 Ha yang terdiri dari perumahan dan pekarangan seluas 347,359 Ha
6,94 persen, sawah 1.211,42 Ha 24,21 persen, tanah ladang 1.720,651 Ha 34,39 persen, empangkolam 38 Ha 0,76 persen, sarana pemerintahan dan
sosial 16,920 Ha 0,34 persen, Hutan 1.167 Ha 33,32 persen, sarana perdagangan dan jasa 1,25 0,03 persen, dan lainnya 0,288 Ha 0,01 persen.
Kecamatan Pasirwangi berada pada ketinggian antara 900 – 1400 m diatas
permukaan laut dengan bentuk wilayah, 23 persen datar sampai berombak, 57 persen berombak sampai berbukit, dan 20 persen berbukit sampai bergunung.
Jenis tanah didominasi oleh jenis asosiasi andosol 60 persen, dan podsolik 40 persen dengan derajat keasaman PH tanah umumnya berkisar 4,5
– 6,5. Suhu udara berkisar antara 20
C- 34 C dengan Curah hujan rata-rata adalah 1.592,7 mm
per tahun 132,7 mm per bulan. Bulan basah terjadi selama 6,3 bulan, yaitu periode Oktober sampai dengan April, bulan kering 4,3 bulan, yaitu periode Mei
sampai dengan September. Kondisi ini membuat Kecamatan Pasirwangi merupakan salah satu wilayah potensial penghasil sayur-mayur.
Secara administratif Kecamatan Pasirwangi terdiri dari 12 desa, yaitu Desa Pasirwangi, Karyamekar, Padaasih, Padamulya, Padaawas, Padasuka, Pasirkiamis,