Efisiensi teknis usahatani kentang dan faktor yang mempengaruhi di kecamatan Batur kabupaten Banjarnegara

(1)

EFISIENSI TEKNIS USAHATANI KENTANG

DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

DI KECAMATAN BATUR KABUPATEN BANJARNEGARA

SKRIPSI

ARINI UNGKI ANDARWATI H34070139

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

RINGKASAN

Arini Ungki Andarwati. Efisiensi Teknis Usahatani Kentang dan Faktor yang Mempengaruhi di Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan NUNUNG KUSNADI)

Peningkatan produktivitas kentang di tingkat nasional selama sepuluh tahun terakhir ternyata tidak terjadi di salah satu wilayah yang menjadi sentra produksi kentang di Indonesia. Dataran Tinggi Dieng Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara yang merupakan salah satu sentra produksi kentang di Jawa Tengah dan Indonesia mengalami penurunan produktivitas. Pada tahun 2004-2009 tingkat produktivitas kentang rata-rata turun sebesar 4,12 persen per tahun. Penurunan produktivitas ini diduga karena adanya ketidakefisienan dalam penggunaan faktor produksi, rendahnya kualitas benih yang digunakan, serta kondisi lahan yang semakin rusak akibat penggunaan pestisida yang berlebihan.

Usahatani kentang yang dilakukan para petani di Kecamatan Batur telah berlangsung secara turun-temurun dan diusahakan dengan tingkat intensitas yang tinggi. Meskipun demikian, masih banyak petani kentang yang menggunakan benih hingga generasi lima ke bawah (G5-G8). Padahal, semakin bawah generasi benih yang digunakan, maka akan berpotensi menurunkan tingkat produktivitas yang dihasilkan. Tujuan dari penelitian ini yaitu (1) mengetahui efisiensi teknis usahatani kentang di Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara dan (2) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis usahatani kentang di Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara.

Penelitian dilakukan di Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive. Kegiatan pengumpulan data dilakukan mulai bulan Maret hingga April 2011. Metode penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu non-probability sampling dengan total jumlah responden sebanyak 60 petani kentang berdasarkan informasi dari kepala desa. Pemilihan responden dipilih secara purposive didasarkan pada petani yang menanam varietas kentangGranola,telah panen pada musim tanam terakhir tahun 2010, dan memungkinkan untuk diwawancarai. Dalam pengolahan data, jumlah total sampel sebanyak 60 petani diseleksi menjadi 58 petani karena jumlah 58 petani inilah yang memenuhi kriteria untuk dijadikan sampel dalam model fungsi produksi dan inefisiensi teknis. Data kuantitatif yang diperoleh pada penelitian ini diolah menggunakan programMicrosoft Excel, Minitab 13,danFrontier 4.1.

Analisis yang digunakan pada penelitian ini yaitu fungsi produksi stochastic frontier. Pada model pendugaan fungsi produksi stochastic frontier, terdapat sembilan variabel yang digunakan yaitu benih, pupuk organik, unsur N, unsur P, unsur K, unsur S, fungisida, insektisida, dan tenaga kerja. Semua variabel independen dan variabel dependen (produksi kentang) yang terdapat dalam model telah dibuat dalam bentuk per luas lahan. Hasil analisis stochastic frontier menunjukkan bahwa variabel yang bernilai positif dan berpengaruh signifikan terhadap produksi kentang per hektar yaitu benih dan pupuk organik, sedangkan unsur S dalam pupuk anorganik berpengaruh negatif dan signifikan terhadap


(3)

produksi kentang. Rata-rata produktivitas kentang yang dihasilkan petani responden yaitu sebesar 15.113,33 kg/ha.

Usahatani kentang di lokasi penelitian secara keseluruhan telah mencapai efisiensi secara teknis dengan nilai rata-rata 0,75. Usahatani kentang benih G3-G6 telah mencapai efisiensi secara teknis karena rata-rata efisiensinya telah mencapai lebih dari 70 persen, sedangkan usahatani kentang benih G7 belum mencapai efisiensi secara teknis.

Pada pendugaan model inefisiensi teknis digunakan delapan variabel yaitu umur petani (Z1), pengalaman usahatani (Z2), pendidikan formal (Z3), pendidikan

nonformal terkait usahatani (Z4), luas lahan yang dikuasai (Z5), jumlah anggota

keluarga (Z6), lama bergabung dalam kelompok tani (Z7), dan dummykredit (Z8).

Dari semua variabel ini, pengalaman usahatani, pendidikan formal, dan luas lahan yang dikuasai merupakan faktor yang memberikan pengaruh negatif dan signifikan terhadap inefisiensi teknis usahatani kentang. Sementara itu, faktor umur berpengaruh positif dan signifikan terhadap inefisiensi teknis usahatani kentang.

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka beberapa saran yang diajukan dalam upaya peningkatan produktivitas dan efisiensi usahatani antara lain: (1) petani dapat menggunakan benih yang berkualitas tinggi pada usahatani yang dijalankannya, (2) petani kentang di lokasi penelitian dapat mengurangi penggunaan unsur S dan insektisida dalam usahataninya, (3) perlu adanya peningkatan peran penyuluh pertanian untuk melakukan penyuluhan kepada petani melalui kelompok tani agar dapat berdampak signifikan terhadap efisiensi teknis usahatani kentang, dan (4) perlu adanya bantuan kredit untuk petani, terutama dalam hal pengadaan benih berkualitas untuk usahataninya agar terjadi peningkatkan efisiensi teknis usahatani kentang di lokasi penelitian.


(4)

EFISIENSI TEKNIS USAHATANI KENTANG

DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

DI KECAMATAN BATUR KABUPATEN BANJARNEGARA

ARINI UNGKI ANDARWATI H34070139

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(5)

Judul Skripsi : Efisiensi Teknis Usahatani Kentang dan Faktor yang Mempengaruhi di Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara

Nama : Arini Ungki Andarwati

NIM : H34070139

Disetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP 19580908 198403 1 002

Diketahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP 19580908 198403 1 002


(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Efisiensi Teknis Usahatani Kentang dan Faktor yang Mempengaruhi di Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2011

Arini Ungki Andarwati H34070139


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 6 Oktober 1989. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Arinto Adi dan Ibu Widi Endah Purwati.

Penulis menyelesaikan pendidikan formal di TK Gotong Royong Semarang pada tahun 1995, SD Negeri Sompok 03 Semarang pada tahun 2001, dan pendidikan menengah pertama pada tahun 2004 di SLTP Negeri 3 Semarang. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Negeri 1 Semarang diselesaikan pada tahun 2007.

Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2007.

Selama mengikuti pendidikan, penulis pernah tercatat mengikuti beberapa kepanitian yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen 2008-2009.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efisiensi Teknis Usahatani Kentang dan Faktor yang Mempengaruhi di Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efisiensi teknis usahatani kentang dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya di Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara.

Penulis menyadari bahwa pada skripsi ini masih terdapat kekurangan dan keterbatasan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Juli 2011 Arini Ungki Andarwati


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Orang tua, kakak, dan keluarga di rumah atas dukungannya selama ini. Terima kasih yang tulus untuk mama atas doa, kasih sayang, perhatian, dan dukungan yang diberikan.

2. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, arahan, dukungan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

3. Ir. Dwi Rachmina, M.Si selaku dosen penguji utama atas masukan dan nasihat yang bermanfaat bagi penulis.

4. Yeka Hendra Fatika, SP selaku dosen perwakilan dari komisi akademik yang telah memberikan bimbingan, saran, dan nasihat untuk penulis.

5. Dr. Ir. Henny K. S. Daryanto selaku dosen pembimbing akademik, dan seluruh dosen beserta staf Departemen Agribisnis.

6. Pak Ibrahim, Ibu Welis, Noval, Farra, dan Mbak Juni atas kebaikan, keramahan, waktu, tempat, dan ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama melakukan penelitian di Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara. Pak Harno beserta keluarga di Banjarnegara, Mas Agung, Mas Iwan, dan warga Desa Sumberejo, terima kasih atas ilmu dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama penelitian berlangsung. Camat Batur beserta staf, Kepala BPP Kecamatan Batur, dan para petani kentang di Kecamatan Batur atas ilmu, kesempatan, dan informasi yang diberikan kepada penulis. 7. Satria, terima kasih atas kesabaran dan dukungannya selama ini.

8. Teman-teman Agribisnis angkatan 44 Keket, Yahya, Okky, Sella, Feby, Achi, dan teman-teman seperjuangan yang lain atas semangat, dukungan, dan sharing selama kuliah hingga penulisan skripsi. Semoga sukses untuk kalian semua.


(10)

9. Sahabat-sahabat kosan Wisma Does, Ayu, Jhia, Manda, dan Feby, sahabat-sahabat TPB, Gita, Astri, dan Resty atas atas doa, sharing, dan saling supportnya selama ini, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya.

Bogor, Juli 2011 Arini Ungki Andarwati


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ………. xv

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xvi

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ………. 1

1.2 Perumusan Masalah ……...………....……….. 7

1.3 Tujuan ………..……… 9

1.4 Manfaat ………..………... 10

1.5 Ruang Lingkup ………..……….. 10

II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Perbenihan Kentang ………. 11

2.2 Pemasaran Kentang ……….……… 13

2.3 Kajian Empiris Efisiensi Teknis Usahatani ……….…… 15

2.4 Kajian EmpirisStochastic Frontier ....….………... 18

III KERANGKA PEMIKIRAN ……… 22

3.1 Konsep Usahatani ……… 22

3.1.1 Produksi ………...……….……….. 23

3.1.2 Produktivitas ………... 25

3.2 Konsep Fungsi Produksi ... 25

3.3 Konsep Fungsi ProduksiStochastic Frontier... 28

3.4 Konsep Efisiensi dan Inefisiensi ... 29

3.5 Kerangka Pemikiran Operasional …………....………. 31

IV METODE PENELITIAN ………. 35

4.1 Lokasi dan Waktu ………. 35

4.2 Metode Penentuan Sampel ……….. 35

4.3 Desain Penelitian ……….. 35

4.4 Data dan Instrumentasi ……….……… 36

4.5 Metode Pengumpulan Data ……….. 36

4.6 Metode Pengolahan Data ………. 36

4.6.1 Analisis Fungsi ProduksiStochastic Frontier……… 37

4.6.2 Analisis Efisiensi Teknis dan Inefisiensi Teknis ……… 38

4.6.3 Uji Hipotesis ……… 41

4.7 Definisi Operasional ………. 42

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN……...…………. 46

5.1 Keadaan Umum Kabupaten Banjarnegara ... 46


(12)

5.1.2 Kependudukan ……… 48

5.1.3 Prasarana dan Sarana……… 48

5.2 Keadaan Umum Kecamatan Batur ……….. 49

5.2.1 Keadaan Geografi dan Administratif ……….. 49

5.2.2 Kependudukan ………. 50

5.2.3 Sarana dan Prasarana……… 51

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KENTANG………… 52

6.1 Karakteristik Petani Responden ……… 52

6.1.1 Umur ……… 52

6.1.2 Pendidikan Formal ……….. 52

6.1.3 Pendidikan Nonformal yang Terkait dengan Usahatani .. 53

6.1.4 Pengalaman Usahatani ………. 54

6.1.5 Modal……… 54

6.1.6 Luas Usahatani………. 55

6.2 Analisis Budidaya Kentang ……….. 56

6.2.1 Pembenihan……….………. 56

6.2.2 Pengolahan Lahan dan Pembuatan Bedengan ………… 59

6.2.3 Penanaman ……….. 60

6.2.4 Penyulaman ………. 61

6.2.5 Pengairan ………. 61

6.2.6 Pembumbunan dan Penyiangan……… 62

6.2.7 Pemupukan ……….. 62

6.2.8 Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman (HPT) …… 64

6.2.9 Panen……… 66

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI TEKNIS... 69

7.1 Analisis Fungsi ProduksiStochastic Frontier... 69

7.2 Tingkat Efisiensi dan Inefisiensi Teknis ... 75

7.2.1 Sebaran Efisiensi Teknis... 75

7.2.2 Sumber Inefisiensi Teknis ... 77

VIII KESIMPULAN DAN SARAN... 82

8.1 Kesimpulan ... 82

8.2 Saran... 82

DAFTAR PUSTAKA……….. 84


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun

2005-2009**…………...………... 1

2. Perkembangan Produksi Hortikultura Tahun

2005-2009*……….. 2

3. Perkembangan Neraca Perdagangan Komoditas

Hortikultura Tahun 2004-2008……….……… 3

4. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kentang

Nasional 2001-2010*………...………... 5

5. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kentang di

Kabupaten Banjarnegara Tahun 2004-2009……….… 8 6. Kajian Empiris Fungsi ProduksiStochastic Frontier……. 20 7. Tanda yang Diharapkan dari Variabel-Variabel Efek

Inefisiensi ... 40 8. Luas Wilayah Kecamatan di Kabupaten Banjarnegara

Tahun 2009……… 47

9. Struktur Penduduk Menurut Mata Pencaharian di

Kecamatan Batur Tahun 2008……….….. 50 10. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Kelompok Umur .. 53 11. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat

Pendidikan Formal ... 53 12. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat

Pendidikan Nonformal ... 53 13. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Pengalaman

Usahatani ... 54 14. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Perolehan Kredit .. 54 15. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Luas Tanam

Musim Tanam Terakhir 2010 dan Luas Usahatani ... 55 16. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Status Penguasaan

Lahan ... 56 17. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Generasi Benih

yang Digunakan ... 57 18. Estimasi Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier

dengan Metode MLE (Per Satuan Lahan) ... 70 19. Ringkasan Statistik Penggunaan Faktor Produksi


(14)

20. Sebaran Efisiensi Teknis Usahatani Kentang Petani

Responden di Kecamatan Batur Menurut Jenis Benih... 75 21. Sebaran Efisiensi Teknis Usahatani Kentang Petani

Responden di Kecamatan Batur ... 76 22. Pendugaan Parameter Maximum-Likelihood Model


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Fungsi ProduksiStochastic Frontier………... 29

2. Ukuran Efisiensi Menurut Cara Farell……… 30

3. Kerangka Pemikiran Operasional……… 34

4. Benih bersertifikat ……….……… 57

5. Sertifikat benih ……….……….. 57

6. Benih hasil seleksi panen petani ………. 58

7. Ukuran Benih Kentang ………. 58

8. Pembuatanjaretan ……… 59

9. Penanaman Kentang ……….. 61

10. Lahan Kentang dengan Mulsa ……… 61

11. Tanaman sebelumdipatun ………. 62

12. Tanaman setelahdipatun ... 62

13. Pengendalian HPT ………. 64

14. Hama ulat ……… 64

15. Penyakit Busuk Daun ……… 65

16. Penyakit Layu Bakteri ……… 65

17. Pestisida Tanaman Kentang ... 66

18. Panen ……….. 66

19. Pengumpulan Kentang ……….. 66

20. Kentang SayurGradeABC ……… 67

21. Kentang Afkir (BS) ……… 67


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Luas Panen, Produksi, Produktivitas Kentang Nasional

Menurut Provinsi 2009-2010* ………..…..… 88 2. Hasil Output Minitab Fungsi Produksi Model 1 …………. 89 3. Hasil Output Minitab Fungsi Produksi Model 2…………... 90 4. Hasil Output Fontier Usahatani Kentang ………. 91 5. Data Penggunaan Input Produksi Usahatani Kentang

Petani Responden ……… 96

6. Data Input Inefisiensi Teknis Usahatani Kentang Petani

Responden ……….. 99


(17)

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang memiliki kekayaan alam dan keanekaragaman hayati yang sangat berpotensi untuk dikembangkan. Salah satu subsektor pertanian yang memiliki potensi untuk dikembangkan yaitu hortikultura. Hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang terdiri atas sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan biofarmaka. Hortikultura berperan sebagai sumber pangan, sumber pendapatan masyarakat, penyedia lapangan kerja, perdagangan domestik dan internasional, serta peningkatan aktivitas industri pengolahan yang bersifat meningkatkan nilai tambah1. Adanya peranan penting hortikultura menjadi alasan bahwa subsektor ini perlu menjadi prioritas pengembangan.

Hortikultura turut memberikan kontribusi terhadap pendapatan nasional yang dapat dilihat dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sejauh ini PDB hortikultura cenderung meningkat. Sejak tahun 2005 hingga 2009 telah terjadi rata-rata peningkatan sebesar 9,59 persen. Dari total nilai PDB hortikultura tahun 2009, sebanyak 56,81 persen dihasilkan dari komoditas buah-buahan dan 32,57 persen dari komoditas sayuran (Tabel 1). Terjadinya peningkatan PDB ini dapat disebabkan karena peningkatan produksi di berbagai sentra dan kawasan serta peningkatan luas areal produksi dan areal panen.

Tabel 1.Perkembangan PDB Hortikultura Tahun 2005-2009**

Komoditas Nilai PDB (Rp Miliar)

2005 2006 2007 2008 2009** Buah-buahan 31.694 35.448 42.362 47.060 50.595 Sayuran 22.630 24.694 25.587 28.205 29.005 Tanaman hias 4.662 4.734 4.741 4.960 5.348 Biofarmaka 2.806 3.762 4.105 3.853 4.109 Total 61.792 68.639 76.795 84.078 89.057

** = angka sementara

Sumber: Ditjen Hortikultura (2010)


(18)

Komoditas hortikultura, khususnya sayuran dan buah-buahan memegang peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan manusia. Seiring dengan bertambahnya populasi penduduk, peningkatan pendapatan rumah tangga, serta kesadaran masyarakat yang semakin baik akan kesehatan, maka kebutuhan sayuran dan buah-buahan diperkirakan akan terus meningkat. Dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat, bahan baku industri, serta peningkatan kinerja perdagangan internasional (ekspor-impor), diperlukan upaya peningkatan produksi hortikultura.

Secara umum produksi hortikultura, terutama sayuran dan buah-buahan menunjukkan perkembangan yang positif. Dari tahun 2005 hingga 2009, rata-rata produksi buah-buahan dan sayuran meningkat masing-masing sebesar 5,82 persen dan 3,69 persen (Tabel 2).

Tabel 2.Perkembangan Produksi Hortikultura Tahun 2005-2009*

Komoditas 2005 2006 Produksi2007 2008 2009*

Buah-buahan (ton)

14.786.599 16.171.130 17.116.622 18.027.889 18.521.552 Sayuran (ton) 9.101.987 9.527.463 9.455.464 10.035.094 10.510.054 Tanaman hias: Bunga potong (tangkai) Dracaena (batang) Melati (kg) Palem (pot) 173.240.364 1.131.621 22.552.537 751.505 166.645.684 905.039 24.795.996 986.340 179.374.218 2.041.962 15.775.751 1.171.768 205.564.659 1.863.764 20.388.119 1.149.420 262.667.876 2.251.840 28.262.919 1.476.641 Biofarmaka (kg)

342.388.877 447.557.634 474.911.940 465.257.355 472.316.096 * = angka ramalan

Sumber: Ditjen Hortikultura (2010)

Komoditas hortikultura tidak hanya berperan dalam pemenuhan kebutuhan pangan, tetapi juga dalam perkembangan perekonomian Indonesia. Di bidang pedagangan, komoditas hortikultura khususnya sayuran dan buah-buahan memegang peran penting sebagai salah satu andalan ekspor Indonesia.


(19)

Tabel 3. Perkembangan Neraca Perdagangan Komoditas Hortikultura Tahun 2004-2008

No Uraian Tahun Rata-rata

2004-2008

2004 2005 2006 2007 2008

1 Ekspor - Nilai (ribu

US$) - Volume (ton)

177.090

296.479 227.974384.316 238.063456.890 254.765393.863 432.727523.455 266.124411.001 2 Impor

- Nilai (ribu US$) - Volume (ton)

344.791

798.322 367.425856.393 527.415923.867 1.293.411795.846 1.421.524909.669 1.058.703589.029 3 Neraca

perdagangan - Nilai (ribu

US$) - Volume (ton)

-167.701

-501.843 -139.451-472.077 -289.352-466.977 -541.081-899.548 -476.942-898.069 -322.905-647.702 Sumber: BPS, diolah Pusdatin (2009)

Dilihat dari perkembangan neraca perdagangan, hortikultura mengalami pertumbuhan nilai ekspor rata-rata per tahun sebesar 17,87 persen dan nilai impor sebesar 4,59 persen. Besarnya pertumbuhan nilai ekspor tidak lantas membuat nilai neraca perdagangan mengalami surplus. Nilai neraca perdagangan hortikultura hingga tahun 2008 mengalami defisit sebesar 1,19 persen.

Besarnya nilai dan volume impor produk hortikultura menunjukkan bahwa semakin banyak produk pertanian dari luar negeri yang masuk ke Indonesia. Nainggolan (2005) mengungkapkan bahwa produk pertanian dari negara maju telah banyak mengungguli pasar produk pertanian di negara berkembang, termasuk Indonesia. Indikasi ini dilihat dari banyaknya impor produk pertanian, terutama buah-buahan dari negara maju seperti Australia dan Amerika yang menguasai pasar apel dan anggur di Indonesia. Bahkan, tak hanya produk dari negara maju saja yang kini banyak beredar di pasaran. Produk pertanian dari negara berkembang seperti Cina dan Thailand juga telah banyak beredar di Indonesia. Beberapa buah impor seperti jeruk, pear, kelengkeng, dan durian yang kini banyak dijual di pasaran umumnya berasal dari negara tersebut.

Banyaknya komoditas impor di Indonesia dapat menjadi peluang sekaligus tantangan bagi pembangunan pertanian Indonesia. Menurut Rachman (1997), adanya peningkatan impor produk hortikultura memperlihatkan adanya potensi


(20)

pasar bagi para pelaku bisnis di Indonesia untuk melakukan pengembangan produk hortikultura, baik dari sisi produksi oleh petani maupun dari sisi distribusi oleh pelaku tataniaga. Pengembangan hortikultura dari sisi produksi yaitu dalam rangka pemenuhan kebutuhan konsumen, baik dalam hal kuantitas, ragam jenis, maupun kualitas produk yang dihasilkan, sedangkan pengembangan dalam aspek distribusi yaitu melakukan pembenahan pada aspek tataniaga sehingga mampu menyampaikan produk dari produsen (petani) ke konsumen secara efisien. Namun, impor hortikultura juga dapat menimbulkan masalah apabila komoditas yang diproduksi secara lokal tidak mampu bersaing dengan negara lain sehingga pasar domestik semakin akan semakin dipenuhi oleh komoditas impor, yang kemudian akan berdampak merugikan petani lokal.

Dari sekian banyak komoditas pada subsektor hortikultura, kentang merupakan salah satu komoditas sayuran yang memiliki peran penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat dan perdagangan internasional. Kentang termasuk ke dalam 35 komoditas unggulan nasional yang mendapat prioritas pengembangan oleh pemerintah. Kentang yang memiliki nama latin Solanum tuberosum L. merupakan tanaman sayuran semusim yang berbentuk semak atau perdu, serta berumur pendek. Tanaman ini berasal dari Amerika Selatan serta beberapa daerah di Amerika Tengah. Kentang tergolong bahan makanan yang kaya nutrisi dan semakin meningkat kebutuhannya. Sebagai salah satu bahan diversifikasi pangan, kentang termasuk sumber karbohidrat yang diketahui memiliki kandungan gizi tinggi.

Dalam perkembangannya, mulai tahun 2001-2010 produksi, luas panen, dan produktivitas kentang nasional cenderung meningkat dengan rata-rata peningkatan produksi, luas panen, dan produktivitas per tahun masing-masing sebesar 3 persen, 3,64 persen, dan 0,87 persen (Tabel 4). Peningkatan produksi kentang ini terjadi akibat pertambahan luas areal tanam maupun areal panen, berkembangnya penerapan teknologi produksi, dan manajemen usahatani yang semakin baik (Ditjen Hortikultura 2009).


(21)

Tabel 4.Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kentang Nasional 2001-2010*

Tahun

Indikator

Luas Panen (ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha)

2001 55.971 831.140 14,85 2002 57.332 893.824 15,59 2003 65.923 1.009.979 15,32 2004 65.420 1.072.040 16,39 2005 61.557 1.009.619 16,40 2006 59.748 1.011.911 16,94 2007 62.375 1.003.732 16,09 2008 64.151 1.071.543 16,70 2009 71.238 1.176.304 16,51 2010* 66.508 1.060.579 15,95

* = angka sementara

Sumber: Badan Pusat Statistik (2010)

Wilayah di Indonesia yang menjadi sentra produksi kentang sebagian besar berada di Pulau Jawa. Dilihat dari data luas panen kentang setiap provinsi di Indonesia pada tahun 2010, sebanyak 26,3 persen berada di provinsi Jawa Tengah. Hal ini menjadikan Jawa Tengah sebagai provinsi dengan luas panen kentang terbesar, disusul oleh Jawa Barat sebesar 20,4 persen, serta Jawa Timur sebesar 12,9 persen (Lampiran 1). Akan tetapi, besarnya luas panen di Jawa Tengah ini ternyata tidak diiringi dengan produksi kentang yang besar pula. Hal tersebut diduga karena produktivitas yang dihasilkan para petani kentang mengalami penurunan.

Salah satu wilayah di Jawa Tengah yang merupakan sentra penghasil kentang yaitu Dataran Tinggi Dieng. Dataran Tinggi Dieng merupakan kawasan pegunungan yang secara administratif berada di dua wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo. Kondisi alam yang subur dan topografi Dataran Tinggi Dieng sesuai dengan kondisi untuk budidaya kentang. Dieng berada pada ketinggian rata-rata 2.000 meter di atas permukaan laut dengan suhu sekitar 10-20ºC.

Secara umum usahatani kentang di Indonesia masih mengalami beberapa kendala, seperti rendahnya kualitas dan kuantitas bibit kentang, teknik budidaya yang digunakan masih konvensional, serta terbatasnya tempat dengan ketinggian


(22)

dan temperatur yang sesuai untuk penanaman kentang di Indonesia. Selain itu, terjadinya anomali iklim belakangan ini juga turut mempengaruhi usahatani kentang. Apabila dilihat secara keseluruhan, data produktivitas kentang nasional (Tabel 4) dari tahun 2001 hingga tahun 2010 mengalami rata-rata peningkatan sebesar 0,87 persen per tahun. Namun, kondisi yang terjadi di tingkat petani justru sebaliknya. Sebagai contoh, petani kentang di Pasuruan, Jawa Timur mengalami penurunan produktivitasdari rata-rata 16 ton/ha, turun hanya mencapai 13 ton/ha2. Hal yang sama juga dialami petani kentang di kawasan Dieng yang termasuk sentra penghasil kentang di Indonesia. Petani kentang di kawasan Dieng mengalami penurunan produktivitas menjadi 15-25 ton/ha. Padahal, pada tahun 1990-an hasilnya dapat mencapai 30-40 ton/ha3.

Penurunan produktivitas kentang yang terjadi di tingkat petani dapat disebabkan karena beberapa hal, seperti adanya ketidakefisienan dalam penggunaan faktor produksi, kondisi lahan yang semakin rusak akibat penggunaan pestisida dan obat-obatan yang berlebihan, serta rendahnya kualitas benih yang digunakan. Bagi petani kentang, benih merupakan input yang paling penting dan dapat memberikan dampak besar terhadap hasil produksi.

Penurunan produktivitas kentang di Dieng merupakan suatu contoh permasalahan yang masih banyak dihadapi oleh petani kentang di daerah lain. Dalam hal ini, kualitas dan kuantitas benih menjadi salah satu isu penting dalam upaya peningkatan produktivitas kentang di Indonesia. Oleh karena itu, untuk dapat menghasilkan produk hortikultura yang bermutu prima, dibutuhkan benih yang mengekspresikan sifat-sifat unggul dari varietas yang diwakilinya (Direktorat Perbenihan Hortikultura 2011 dan Kuntjoro 2000, diacu dalam Suwarno 2000).

Penggunaan benih yang berkualitas tinggi serta pengalokasian sumberdaya yang efisien oleh petani kentang diharapkan dapat meningkatkan jumlah produksi. Produksi kentang yang tinggi dan berkualitas baik dapat menjadi peluang bagi para petani untuk menembus pasar ekspor. Oleh karena itu, diperlukan adanya

2 http://www.antaranews.com/berita/1280422000 [9 Maret 2011] 3

http://www.wawasandigital.com/index.php?option=com_content&task=view&id=4857& Itemid=47 [26 November 2010]


(23)

upaya peningkatan produksi baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu mempelajari efisiensi teknis di tingkat petani.

1.2. Perumusan Masalah

Dataran Tinggi Dieng merupakan suatu kawasan pegunungan di Provinsi Jawa Tengah yang secara administratif terletak di antara dua kabupaten, yaitu Banjarnegara dan Wonosobo. Sebagai daerah pegunungan, kawasan ini memiliki ketinggian rata-rata 2.000 meter di atas permukaan laut dengan suhu sekitar 10-20ºC. Kondisi topografi demikian membuat kawasan Dieng cocok untuk ditanami berbagai macam sayuran.

Sayuran yang banyak dibudidayakan di Dieng dan menjadi komoditas unggulan wilayah ini yaitu kentang. Kentang mulai popular di Dieng sekitar tahun 1980. Pada kala itu para petani kentang di Dieng mengalami keberhasilan panen yang sangat tinggi4. Hingga pertengahan tahun 1990-an kawasan Dieng menjadi penghasil kentang terbesar di Indonesia. Sebagian besar penduduk di kawasan Dieng, baik dari Kabupaten Banjarnegara maupun Kabupaten Wonosobo bermata pencaharian sebagai petani kentang dan pada kala itu luas lahan tanaman kentang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan luas lahan yang diiringi dengan peningkatan produksi kentang menyebabkan produktivitas di kawasan Dieng meningkat.

Akan tetapi, yang terjadi sepuluh tahun belakangan ini yaitu penurunan produktivitas kentang. Dieng yang merupakan sentra produksi mengalami penurunan produktivitas kentang dari tahun ke tahun. Hal ini diduga karena harga benih kentang yang semakin mahal, sehingga petani yang biasanya menggunakan benih kentang unggul dengan kualitas tinggi banyak yang beralih menggunakan benih kentang dengan harga yang lebih murah dengan kualitas yang lebih rendah.

Benih kentang yang digunakan sebagian besar petani di Indonesia yaitu benih yang berasal dari sisa kentang konsumsi. Umumnya pada saat panen petani menyortir umbi yang berukuran kecil supaya tidak dijual, kemudian digunakan sebagai benih pada musim tanam berikutnya. Generasi benih yang digunakan

4http://www.wawasandigital.com/index.php?option=com_content&task=view&id=4857&


(24)

oleh petani untuk menghasilkan kentang konsumsi umumnya dari generasi keempat (G4). Selanjutnya, turunan dari generasi keempat digunakan untuk bahan tanam musim-musim selanjutnya. Bahkan, tak jarang petani yang menggunakan benih kentang hingga generasi ketujuh (G7). Padahal, semakin lama suatu varietas benih digunakan, maka ketahanan terhadap penyakit juga akan semakin berkurang yang kemudian akan berpotensi menurunkan tingkat produktivitas5.

Penurunan produktivitas kentang di Dataran Tinggi Dieng ini salah satunya terjadi di Kabupaten Banjarnegara. Pada tahun 2004-2009, tingkat produktivitas kentang di Kabupaten Banjarnegara rata-rata turun sebesar 4,12 persen per tahun (Tabel 5). Sebagai kabupaten yang merupakan salah satu sentra produksi kentang di Jawa Tengah dan di Indonesia, penurunan produktivitas kentang di Banjarnegara menjadi suatu permasalahan penting.

Tabel 5. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kentang di Kabupaten Banjarnegara Tahun 2004-2009

Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha)

2004 3.324 57.343 17,25

2005 5.724 101.174 17,68

2006 6.902 116.084 16,82

2007 6.361 96.468 15,17

2008 8.434 133.418 15,82

2009 9.060 125.077 13,81

Sumber: Dinas Pertanian, Perikanan, dan Peternakan Kabupaten Banjarnegara (2004-2009)

Sentra produksi tanaman kentang di Kabupaten Banjarnegara terdapat di empat kecamatan, yaitu Pejawaran, Batur, Wanayasa, dan Kalibening (Dispertan Kabupaten Banjarnegara 2009). Pada tahun 2009 dari empat kecamatan tersebut, Batur merupakan wilayah dengan produksi dan luas panen kentang tertinggi sebesar 72.583 ton (58,03 persen) dan 4.604 ha (50,82 persen).

Varietas kentang yang dibudidayakan di Kabupaten Banjarnegara, khususnya Kecamatan Batur mayoritas merupakan kentang sayuran varietas Granola. Varietas ini tergolong unggul karena produktivitasnya dapat mencapai

5


(25)

hingga 25 ton per ha6. Selain itu, kentang varietas Granola juga lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit serta memiliki bentuk fisik yang banyak diminati oleh konsumen.

Usahatani kentang yang dilakukan para petani di Kecamatan Batur telah berlangsung secara turun-temurun dan diusahakan dengan tingkat intensitas yang tinggi. Meskipun demikian, masih banyak petani kentang yang menggunakan benih hingga generasi-generasi di bawahnya. Padahal, semakin bawah generasi benih yang digunakan, produktivitas yang dihasilkan akan semakin turun.

Teknik budidaya dan penggunaan sumberdaya oleh petani yang satu berbeda dengan petani yang lain. Adanya perbedaan dalam kedua hal tersebut diduga akan berpengaruh terhadap produksi kentang yang dihasilkan. Petani yang dalam teknik budidayanya mampu mengelola penggunaan sumberdaya (input) yang dimiliki untuk mencapai produksi (output) maksimum atau meminimumkan penggunaan input untuk mencapai output dengan jumlah yang sama, maka dapat dikatakan petani tersebut telah mencapai efisiensi.

Berdasarkan hal tersebut, maka perumusan masalah yang dapat penulis kemukakan adalah sebagai berikut:

1. Mengapa produktivitas kentang di Kabupaten Banjarnegara semakin menurun? 2. Apakah dengan adanya perbedaan generasi benih yang digunakan akan

berpengaruh terhadap efisiensi usahatani tanaman kentang di Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara?

3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi efisiensi pada usahatani kentang di Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara?

1.3. Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini, yaitu:

1. Mengetahui efisiensi teknis usahatani kentang di Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis usahatani kentang di Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara.


(26)

1.4. Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1. Petani kentang sebagai bahan masukan dan tambahan informasi dalam upaya mencapai efisiensi teknis pada usahatani kentang di Pegunungan Dieng pada umumnya dan di Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara pada khususnya. 2. Pemerintah Daerah Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara sebagai bahan

masukan dan tambahan informasi dalam upaya penyusunan strategi dan kebijakan pertanian yang lebih baik.

3. Peneliti maupun pihak lain yang akan melakukan penelitian lebih lanjut pada bidang yang sama sebagai bahan tambahan informasi.

1.5. Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan dalam lingkup regional yaitu Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah. Komoditas yang akan diteliti yaitu kentang. Petani yang akan dijadikan sampel pada penelitian ini adalah petani yang membudidayakan kentang varietas Granola, telah panen pada musim tanam terakhir tahun 2010, dan memiliki variasi dalam variabel yang mempengaruhi fungsi produksi. Di dalam penelitian ini analisis yang akan dikaji bertujuan untuk melihat efisiensi teknis dan faktor yang mempengaruhinya dalam usahatani kentang. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan fungsi produksistochastic frontier.


(27)

II TINJAUAN PUSTAKA

Kentang merupakan komoditas hortikultura yang telah banyak digunakan sebagai objek penelitian dari berbagai disiplin ilmu. Tanaman yang memiliki nama latin Solanum tuberosum L. ini berasal dari Amerika Selatan dan beberapa daerah di Amerika Tengah. Di dalam perkembangannya kentang telah banyak dibudidayakan di berbagai wilayah di Indonesia. Berbagai kajian empiris mengenai kentang di antaranya:

2.1. Perbenihan Kentang

Di dalam usahatani kentang, benih merupakan input produksi yang paling menjadi perhatian. Benih termasuk salah satu faktor penentu produktivitas tanaman yang dihasilkan. Petani kentang yang menggunakan benih berkualitas baik akan berpotensi menghasilkan produktivitas yang lebih besar dan umbi kentang yang bermutu tinggi. Berbagai penelitian mengenai perbenihan kentang telah banyak dilakukan. Beberapa penelitian mengenai perbenihan kentang di antaranya:

Suwarno (2008) meneliti tentang sistem perbenihan kentang di Indonesia. Di dalam penelitiannya ditunjukkan bahwa faktor utama yang menentukan keberhasilan produksi kentang yaitu penanaman bibit kentang bermutu, tepat waktu, dan tepat umur fisiologis. Sistem perbanyakan benih yang bermutu dimulai dari penyediaan benih sumber G0 (breeder seed). Penggunaan benih kentang yang bermutu sangat diperlukan dalam upaya peningkatan produksi kentang di Indonesia.

Pada perbenihan kentang, prinsip menghasilkan umbi dalam jumlah banyak menjadi hal yang paling diperhatikan. Benih kentang yang umumnya digunakan yaitu berupa umbi (organ vegetatif). Menurut Suwarno (2008), perbanyakan umbi kentang tidak akan mempengaruhi perubahan secara genetis. Namun, kemerosotan (degenerasi) produksi akan terjadi pada setiap generasi benih kentang yang diperbanyak atau ditanam secara terus-menerus. Hal ini diakibatkan adanya infestasi penyakit yang terakumulasi pada setiap generasi dan terus terbawa pada regenerasi benih. Hingga saat ini, permasalahan yang masih


(28)

dihadapi dalam sistem perbenihan kentang di Indonesia yaitu adanya kelemahan pada prosedur sertifikasi benih. Masalah ini perlu diperbaiki agar mutu benih menjadi lebih baik, terutama yang menyangkut kesehatan benih. Peningkatan mutu benih kentang lokal sangat diperlukan untuk menghindari ketergantungan akan impor benih.

Perbenihan kentang kerap menjadi objek penelitian di berbagai wilayah di Indonesia. Di Jawa Timur misalnya, ketersediaan benih kentang berkualitas saat ini belum mampu memenuhi kebutuhan para petani, baik penangkar maupun produsen kentang. Beberapa lembaga yang terlibat dalam penyediaan benih kentang yang unggul dan bermutu di Jawa Timur yaitu Dinas Pertanian Jawa Timur dan BPTP Jawa Timur7. Untuk mengatasi berbagai permasalahan yang

terkait dengan perbenihan, pemerintah melalui Dinas Pertanian di tingkat provinsi maupun kabupaten mulai menggalakkan berbagai program untuk mengembangkan pembibitan kentang. Sebagai contohnya, pengembangan benih kentang yang saat ini dilakukan di Nusa Tenggara Barat (NTB). Program pengembangan kentang difokuskan di wilayah Sembalun, Lombok Timur dan bertujuan menjadikan wilayah ini sebagai sentra perbenihan kentang di Indonesia. Untuk mewujudkan Sembalun sebagai sentra perbenihan kentang di Indonesia diperlukan peningkatan kapasitas petani benih yang akan menjadi pelaku utama di lapangan. Upaya ini dilakukan melalui kerjasama kemitraan petani kentang Sembalun dengan PT Indofood Fritolay Makmur8.

Selain di NTB, pengembangan perbenihan kentang juga dilakukan di Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Petani kentang di Kabupaten Karo yang sepuluh tahun lalu masih dapat membeli benih kentang impor, kini harus membeli benih yang berasal dari dalam negeri. Padahal, ketersediaan benih unggul bermutu jumlahnya masih terbatas. Akibatnya, petani kentang di Kabupaten Karo masih banyak yang menggunakan benih dari sisa hasil panen kentang konsumsinya dan sudah tidak ada lagi kejelasan mengenai generasi ke berapa yang digunakan dalam usahataninya. Pengembangan benih kentang bermutu di Kabupaten Karo

7http://jatim.litbang.deptan.go.id [5 November 2010]


(29)

ini dilakukan oleh Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi (BPTP) Sumatera Utara bersama dengan kelompok tani di Kabupaten Karo9.

Penelitian mengenai pembibitan kentang juga pernah dilakukan oleh Bachrein (2004) yang mengkaji keragaan usahatani dan pembibitan kentang di Jawa Barat. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2002 ini membandingkan usahatani yang dijalankan oleh petani penangkar bibit kentang dan petani kentang konsumsi. Dari hasil penelitian diketahui bahwa petani penangkar bibit lebih intensif dalam mengelola usahataninya dibandingkan petani konsumsi, terutama dalam hal penggunaan bibit unggul berkualitas tinggi, pupuk kandang, dan pupuk anorganik. Namun demikian, hasil yang diperoleh petani penangkar tersebut belum optimal karena persentase hasil umbi kentang yang lolos seleksi untuk bibit masih tergolong rendah (52,8 persen). Hal tersebut berdampak pada penggunaan bibit kentang bermutu di tingkat petani yang secara umum masih tergolong rendah. Rendahnya penggunaan bibit kentang bermutu di tingkat petani disebabkan oleh keterbatasan jumlah bibit kentang yang bermutu atau bersertifikat, keterbatasan modal yang dimiliki petani, dan tingginya harga bibit impor. Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan pengelolaan usahatani di tingkat petani penangkar agar dapat menghasilkan bibit kentang secara optimal.

2.2. Pemasaran Kentang

Sejumlah kajian empiris mengenai pemasaran kentang telah banyak dilakukan. Namun, pemasaran kentang yang lebih banyak disoroti yaitu pemasaran di tingkat pedagang dan konsumen. Sementara itu, pemasaran kentang di tingkat petani belum banyak menjadi sorotan. Teknologi Industri Pertanian IPB bekerja sama dengan Canadian Cooperative Association(1998/1999) melakukan penelitian mengenai kajian pasar kentang. Penelitian ini membahas tentang pemasaran kentang di pulau Jawa (Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jakarta) dengan beberapa responden, yang meliputi pedagang dan konsumen di berbagai jenis pasar (pasar induk, pasar tradisional lokal, dan pasar swalayan), industri pengolah kentang, serta petani-petani kentang di pusat-pusat produksi di


(30)

Jawa. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa kentang yang memiliki harga jual tinggi yaitu kentang yang memiliki atribut seperti berukuran besar, dagingnya berwarna kuning, bulat, bersih, keras, mulus, cerah, dan tidak basah. Kentang yang memiliki atribut demikian umumnya dihasilkan dari varietasGranola.

Petani kentang di pulau Jawa memiliki produktivitas rata-rata 10-25 ton/ha Besarnya produktivitas ini tergantung dari lokasi budidaya. Varietas kentang yang banyak ditanam petani yaitu Granola. Sementara itu, varietas lain sepertiAtlantic, Cipanas, Agriya, Herta, Aquila, Ritek, Lamping, Kennebec, Grata, dan Marita, tidak banyak ditanam petani. Permasalahan yang dihadapi para petani kentang di Indonesia di antaranya: penyakit pada tanaman kentang, harga pupuk dan pestisida yang tinggi, perubahan iklim yang tidak menentu, kesulitan transportasi, dan kesulitan mendapatkan tambahan modal kerja. Sementara itu, permasalahan yang dihadapi sebagian besar para pedagang kentang, yaitu: kesulitan mendapatkan kentang yang berkualitas baik seperti kentang dari Dieng, harga beli yang tinggi, ulah pedagang besar yang mempermainkan harga, serta kentang yang membusuk.

Penelitian terdahulu mengenai pemasaran kentang juga pernah dilakukan oleh Adiyogaet al.(2006) yang bertujuan untuk mengkaji integrasi pasar kentang di beberapa kota besar pusat konsumsi (Bandung, Jakarta, Medan dan Singapura). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu pendekatan korelasi statik dan kointegrasi antarharga. Pendekatan korelasi statik digunakan untuk melihat keeratan hubungan antarvariabel yang dianalisis, sedangkan pendekatan kointegrasi dilakukan untuk melihat hubungan jangka panjang antara peubah-peubah ekonomi (harga). Dari penelitian tersebut diketahui bahwa koefisien korelasi bukan merupakan indikator yang konsisten atau tegas untuk menentukan integrasi pasar. Namun, dari hasil analisis kointegrasi dapat diindikasikan bahwa pasar kentang yang ada di Jakarta, Bandung, Sumatera Utara, dan Singapura terintegrasi.

Sementara itu, Bachrein (2004) mengkaji tentang pemasaran bibit kentang di Jawa Barat. Rantai pemasaran bibit kentang di Jawa Barat dimulai dari petani produsen yang menjual hasil panen umbi yang lolos seleksi secara langsung kepada petani dan pedagang besar. Namun, ada pula petani produsen yang


(31)

memasarkan bibit kentangnya kepada pedagang/konsumen lokal, pedagang pengumpul, maupun melalui paguyuban yang selanjutnya dijual ke pedagang besar. Distribusi bibit kentang yang berasal dari lokasi penelitian, yakni Kecamatan Pangalengan, sebagian besar disalurkan untuk memenuhi kebutuhan bibit di Jawa Barat dan sebagian lagi dijual ke provinsi lain, seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera, dan Sulawesi.

2.3. Kajian Empiris Efisiensi Teknis Usahatani

Sejumlah penelitian empiris mengenai efisiensi teknis usahatani telah dilakukan dengan berbagai metode dan analisis yang sebagian besar menggunakan analisisstochastic frontier.Beberapa komoditi pertanian yang telah dikaji dengan analisisstochastic frontieryaitu padi, tomat, cabai, dan kentang.

Penelitian yang dilakukan oleh Sumaryanto (2001) membahas tentang estimasi tingkat efisiensi usahatani padi dengan menggunakan fungsi produksi stochastic frontier. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengestimasi tingkat efisiensi teknis dalam usahatani padi di lahan sawah beririgasi teknis pada tiga kabupaten penghasil utama beras, yaitu Subang, Cianjur, dan Sidrap, serta mengetahui variabel-variabel yang diduga mempengaruhinya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu maximum-likelihood (MLE) dengan memasukkan variabel benih, tiga jenis pupuk (N, P, dan K), pestisida, serta tenaga kerja. Sementara itu, variabel yang diamati untuk melihat tingkat efisiensi teknisnya yaitu rasio tenaga kerja pria dan wanita, status garapan, pekerjaan utama, umur petani, dan tingkat pendidikan. Dari hasil penelitian diperoleh rata-rata tingkat efisiensi teknis yang dicapai petani padi di tiga lokasi penelitian bervariasi lebih dari 0,6. Sementara itu, Brahmana (2005) juga menggunakan pendekatan fungsi produksi stochastic frontier pada penelitiannya untuk menganalisis efisiensi teknis usahatani padi lahan kering di Desa Tanggeung, Kecamatan Tanggeung, Kabupaten Cianjur. Rata-rata tingkat efisiensi teknis yang dicapai pada usahatani padi di lokasi penelitian adalah 0,71.

Penelitian lain mengenai efisiensi usahatani padi juga pernah dilakukan oleh Podesta (2009). Padi yang diteliti pada penelitiannya fokus pada jenis padi Pandan Wangi. Penelitian ini membahas tentang alasan petani padi Pandan Wangi


(32)

lebih memilih menggunakan benih nonserifikat daripada benih sertifikat dalam usahataninya. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk melihat apakah dengan adanya perbedaan penggunaan benih antara benih sertifikat dan nonsertifikat akan mempengaruhi tingkat efisiensinya. Pembahasan mengenai tingkat efisiensi kemudian dihubungkan dengan pengaruhnya terhadap pendapatan. Analisis yang digunakan pada penelitian ini yaitu analisis fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas, dengan memasukkan tujuh variabel ke dalam model, yaitu: luas lahan, jumlah benih, pupuk N, pupuk P, pupuk K, obat cair, dan jumlah tenaga kerja total. Sementara itu, variabel yang diamati dalam model inefisiensi teknisnya, yaitu: usia petani, pendidikan formal, umur bibit, pengalaman usahatani, serta dua variabel dummy yaitu status usahatani dan pendidikan nonformal. Efisiensi yang dibahas pada penelitian ini meliputi efisiensi teknis, alokatif, dan ekonomi. Nilai rata-rata efisiensi teknis yang diperoleh pada usahatani padi Pandan Wangi benih bersertifikat dan nonsertifikat masing-masing adalah sebesar 0,967 dan 0,713, yang berarti bahwa kedua macam usahatani padi Pandan Wangi tersebut dapat dikategorikan telah efisien secara teknis.

Selain tanaman padi, kajian efisiensi teknis dengan pendekatan stochastic frontier juga pernah dilakukan terhadap komoditas tomat. Aisah (2003) memilih komoditas tomat jenis Martha di Kabupaten Sukabumi karena produktivitas tomat di Sukabumi masih jauh lebih rendah dibandingkan lokasi lain yang menjadi sentra produksi tomat, seperti Bandung, Garut, dan Cianjur. Penelitian ini menggunakan program Frontier 4.1 untuk mengukur efek inefisiensi dengan memasukkan tujuh variabel ke dalam model, yaitu pekerjaan petani di luar usahatani, pekerjaan istri petani di luar usahatani, umur petani, pendapatan di luar usahatani, pendidikan, penyuluhan, dan pengalaman berusahatani. Sementara itu, variabel yang dimasukkan di dalam fungsi produksi dengan metode OLS (Ordinary Least Square) dan MLE (Maximum Likelihood) tak jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya pada komoditas padi. Hanya saja, penelitian ini menambah variabel fungisida, insektisida, dan pupuk kandang. Nilai rata-rata efisiensi teknis pada usahatani tomat di lokasi penelitian yaitu sebesar 0,71. Kelebihan dari penelitian ini yaitu selain melakukan analisis efisiensi dari sisi teknis, juga menganalisis pendapatan usahatani para petani tomat di lokasi


(33)

penelitian. Kelemahannya yaitu pada pengambilan sampel, Aisah tidak sekaligus menyertakan seluruhan individu petani tomat yang ada untuk diteliti (sensus), padahal jumlah populasi petani ada 32 orang dan yang diteliti ada 30 orang.

Selain tomat, ada pula kajian efisiensi teknis usahatani komoditas hortikultura lainnya seperti cabai merah. Penelitian yang dilakukan oleh Sukiyono (2005) menunjukkan bahwa rata-rata tingkat efisiensi teknis usahatani cabai adalah sebesar 0,65. Nilai efisiensi teknis tersebut bersumber dari umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertanam cabai, dan luas lahan.

Kajian empiris mengenai efisiensi teknis usahatani yang hampir serupa dengan penelitian yang dilakukan yaitu komoditas kentang. Astuti (2003) mengkaji tentang efisiensi teknis usahatani kentang di Desa Margamulya, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Variabel yang dimasukkan ke dalam fungsi produksi juga tidak jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya, hanya saja pupuk yang digunakan pada penelitian ini lebih bervariasi yaitu pupuk urea, TSP, KCl, ZA, NPK, dan pupuk kandang. Di dalam model inefisiensi teknisnya, variabel yang diamati yaitu: usia petani, pengalaman, pendidikan, sewa lahan, penyuluhan, pekerjaan petani di luar usahatani, dan pendapatan di luar usahatani. Metode yang digunakan pada penelitian ini sama dengan penelitian pada tomat yaitu OLS dan MLE. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa nilai efisiensi teknis rata-rata petani kentang di lokasi penelitian sangat kecil, yaitu hanya 0,304. Hal ini berarti bahwa masih banyak petani kentang yang belum mencapai efisiensi teknis dalam menjalankan usahataninya. Kelebihan pada penelitian ini yaitu sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Aisah pada komoditi tomat yaitu juga turut menganalisis tingkat pendapatan petani kentang di lokasi penelitian.

Penelitian mengenai efisiensi teknis kentang juga pernah dilakukan oleh Tanjung (2003). Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Solok, Sumatera Barat ini selain membahas tentang efisiensi teknis, juga membahas efisiensi alokatif dan ekonomis. Di dalam analisis fungsi produksi, Tanjung memasukkan sebelas variabel yaitu jumlah bibit, luas lahan, total tenaga kerja, pupuk Urea, pupuk SP-36, pupuk KCl, pupuk NPK, pupuk SS, pestisida padat, pestisida cair, dan jenis benih. Sementara itu, di dalam model inefisiensi teknisnya terdapat delapan


(34)

variabel yang diamati yaitu: umur, pengalaman, pendidikan, rasio luas lahan, rasio tenaga kerja, keikutsertaan dalam kelompok tani, bentuk kepemilikan lahan, dan jenis benih. Kelebihan pada penelitian yang dilakukan oleh Tanjung yaitu membahas efisiensi secara lengkap, mulai dari teknis, alokatif, hingga ekonomis. Hasil dari penelitian ini yaitu petani responden di Sumatera Barat telah mencapai efisiensi secara teknis dengan nilai rata-rata 0,756. Namun, petani responden belum mencapai efisien secara alokatif dan ekonomis.

Beberapa penelitian di atas menunjukkan bahwa analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan efisiensi teknis usahatani umumnya menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier dengan metode OLS dan MLE. Parameter dugaan yang kerap digunakan untuk menganalisis usahatani adalah lahan, benih, pupuk, tenaga kerja, dan pestisida. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian mengenai efisiensi teknis usahatani kentang dengan parameter dugaan dan fungsi produksi yang sama, tetapi dengan lokasi penelitian dan kurun waktu yang berbeda.

2.4. Kajian EmpirisStochastic Frontier

Seperti yang telah dijelaskan pada kajian empiris sebelumnya bahwa pendekatan stochastic frontier dapat digunakan untuk mengkaji efisiensi teknis usahatani, kini kajian efisiensi semakin berkembang. Beberapa penelitian menggunakan stochastic frontier dalam menganalisis efisiensi teknis dan menghubungkannya dengan preferensi risiko. Contohnya pada penelitian Syafa’at (1990). Di dalam penelitiannya Syafa’at membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis relatif dan sikap petani dalam menghadapi risiko produksi pada usahatani padi sawah di lahan beririgasi teknis. Hasil penelitiannya memperlihatkan bahwa rataan efisiensi teknis petani padi di lokasi penelitiannya relatif tinggi (80 persen) dan secara keseluruhan petani bersikap sebagai penggemar risiko (risk taker)dalam penggunaan pupuk anorganik. Efisiensi teknis yang dicapai oleh petani banyak dipengaruhi oleh tingkat pendapatan dan curahan tenaga kerja rumah tangga. Tingkat pendapatan yang menjadi salah satu faktor yang berpengaruh positif terhadap efisiensi kemudian dihubungkan dengan preferensi risiko petani. Dari hasil penelitian diketahui bahwa diversifikasi


(35)

pendapatan petani mendorong petani untuk bersikap sebagai penggemar risiko. Atau dengan kata lain, petani yang mempunyai sumber pendapatan dari pertanian dan luar pertanian bersikap sebagai penggemar risiko.

Penelitian lain yang juga menggunakan pendekatan stochastic frontier untuk melihat preferensi risiko petani dilakukan oleh Fauziyah et al. (2010). Penelitian tersebut mengkaji tentang pengaruh preferensi risiko produksi petani terhadap produktivitas tembakau. Sikap petani dalam menghadapi risiko produksi akan berpengaruh terhadap efisiensi teknis yang dicapainya. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa preferensi risiko tidak tergantung pada agroekosistem dan sistem pertanian, tetapi lebih ditentukan oleh luasan lahan. Semakin sempit luas lahan yang dimiliki petani, maka petani akan semakin menghindari risiko (risk averse). Sebagai konsekuensinya, alokasi input akan berada di bawah kondisi optimum dan nilai efisiensi teknis serta alokatifnya rendah. Sehingga, produktivitas tembakau yang dihasilkan petani semakin rendah. Pendekatan stochastic frontier tidak hanya digunakan untuk melihat efisiensi teknis di bidang pertanian (usahatani), tetapi juga dapat digunakan di bidang perbankan. Firdaus dan Paramita (2008) menggunakan metode analisis stochastic frontier (SFA) untuk mengetahui tingkat efisiensi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang ada di Indonesia. Dengan menggunakan metode SFA, maka batas optimal dari suatu fungsi biaya dapat ditentukan. Penentuan fungsi biaya ini berguna untuk melihat seberapa besar tingkat efisiensi BPR. Efisiensi biaya dengan menggunakan frontier adalah untuk melihat seberapa jauh deviasi antara fungsi biaya yang dijadikan frontier dengan fungsi biaya pada suatu bank pada tingkat input dan output yang ditentukan. Suatu bank dikatakan efisien apabila tingkat biaya dari sebuah bank lebih rendah dibandingkan tingkat biaya frontier yang beroperasi pada kinerja terbaiknya. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa secara umum BPR yang ada di Indonesia pada tahun 2007 sudah relatif tinggi karena nilai efisiensinya berada di atas 80 persen. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Firdaus dan Paramita menggunakan stochastic frontier, maka dapat diketahui bahwa alat analisis frontier selain dapat digunakan untuk menghitung efisiensi produksi, juga dapat digunakan untuk menghitung efisiensi biaya.


(36)

Tabel 6. Kajian Empiris Fungsi ProduksiStochastic Frontier

Pengarang Komoditas

Variabel independen yang terdapat pada model fungsi produksi

Variabel yang berpengaruh terhadap

inefisiensi teknis usahatani

Nizwar Syafa’at

(1990) Padi Luas garapanPupuk anorganik Pupuk kandang Pestisida

Tenaga Kerja (TK) Bibit

 Pengalaman bertani  Jumlah anggota

keluarga

 Tingkat pendidikan  Pendapatan luar

pertanian

 Curahan TK di luar

pertanian

 Curahan TK di

usahatani luar padi Sumaryanto

(2001) Padi Luas lahanBenih Pupuk N Pupuk P Pupuk K Pestisida TK

Dummymusim

 Status garapan  Umur petani

 Rasio TK wanita/pria  Pekerjaan utama  Luas garapan  Tingkat pendidikan

Iin Dwi Astuti

(2003) Kentang Luas lahanBenih TK Pupuk urea Pupuk TSP Pupuk KCl Pupuk ZA Pupuk NPK

Pupuk kandang Fungisida Insektisida

 Umur petani  Pengalaman  Pendidikan  Sewa lahan  Penyuluhan  Pekerjaan petani di

luar usahatani

 Pendapatan di luar usahatani

Irwan Tanjung

(2003) Kentang Jumlah bibitLuas lahan

Total tenaga kerja Pupuk Urea Pupuk SP-36 Pupuk KCl Pupuk NPK Pupuk SS Pestisida padat Pestisida cair Dummyjenis benih

 Umur  Pengalaman

 Pendidikan  Rasio luas lahan  Rasio tenaga kerja  Keikutsertaan dalam

kelompok tani

 Bentuk kepemilikan

lahan

Dummyjenis benih

Nur Aisah

(2003) Tomat Luas lahanBenih TK Pupuk N Pupuk P Pupuk K

 Pekerjaan petani di

luar usahatani

 Pekerjaan istri petani

di luar usahatani

 Umur petani  Pendapatan di luar


(37)

Pupuk kandang Fungisida Obat cair Insektisida usahatani  Pendidikan  Penyuluhan  Pengalaman berusahatani Ketut Sukiyono

(2005) Cabai merah BenihTK Pupuk urea Pupuk TSP Pupuk KCl Pupuk organik Pestisida

 Umur petani

 Pengalaman usahatani  Pendidikan

 Luas lahan

M. C. Brahmana

(2005) Padi Luas lahanBenih Pupuk KCl Pupuk TSP TK Pupuk urea Pupuk kandang Pestisida

 Umur  Penyuluhan  Pekerjaan petani di

luar usahatani

 Istri petani yang

bekerja di luar usahatani

 Pengalaman usahatani  Tingkat pendidikan  Pendapatan di luar

usahatani Rosana Podesta

(2009) Padi Luas lahanBenih Pupuk N Pupuk P Pupuk K Obat cair TK

 Umur petani  Pendidikan formal  Umur bibit

 Pengalaman usahatani

Dummystatus

usahatani

Dummypendidikan

nonformal Husnul

Khotimah (2010) Ubi jalar Luas lahanBibit TK Pupuk N Pupuk P Pupuk K Pupuk daun

Pupuk kandang Pestisida

 Umur petani

 Pengalaman usahatani  Pendidikan

 Pekerjaan petani di

luar usahatani

 Pendapatan di luar

usahatani

Dummystatus

kepemilikan lahan


(38)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Konsep usahatani

Ada banyak definisi usahatani menurut beberapa pakar. Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian (Prof. Bachtiar Rifai 1980,diacu dalam Hernanto 1996). Menurut Daniel dan Efferson, diacu dalam Suratiyah (2008) ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari cara-cara petani dalam mengkombinasikan dan mengoperasikan berbagai faktor produksi dipandang dari sudut efisiensi dan pendapatan yang kontinu. Beberapa definisi ilmu usahatani dari para pakar dapat disimpulkan bahwa tujuan seorang petani melakukan usahatani adalah untuk mendapatkan hasil yang maksimum dan kontinu.

Usahatani pada dasarnya mengalami perkembangan (Suratiyah 2008). Tujuan awal dilakukannya usahatani yaitu hanya untuk memenuhi kebutuhan bahan pangan keluarga, sehingga kerap disebut usahatani swasembada (subsisten). Namun, dengan adanya sistem pengelolaan yang lebih baik, ternyata usahatani dapat menghasilkan produk yang kuantitasnya lebih banyak dan dapat dipasarkan, sehingga usahatani tak lagi bercorak subsisten, tetapi bergeser menjadi usahatani swasembada-keuangan (semi-komersial). Kemudian, usahatani terus berkembang dan orientasinya berubah dari yang semula hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga, kini berorientasi pada pasar. Corak seperti demikian disebut usahatani komersial.

Soeharjo (1978), diacu dalam Hernanto (1996) mengemukakan bahwa usahatani dapat diklasifikasikan menurut corak, struktur, pola, dan tipe usahatani. 1) Corak

Klasifikasi usahatani menurut corak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu subsisten dan komersil. Usahatani subsisten yaitu yang bertujuan hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga, sedangkan usahatani komersial berorientasi kepada pasar. Usahatani yang dikaji dalam penelitian ini termasuk usahatani komersil karena usahatani kentang di lokasi penelitian yang dilakukan oleh petani responden merupakan mata pencaharian utama dalam upaya memperoleh pendapatan serta memenuhi kebutuhan pasar.


(39)

2) Struktur

Klasifikasi usahatani menurut struktur menunjukkan bagaimana suatu komoditi diusahakan. Terdapat tiga cara pengusahaan suatu komoditi, yaitu: khusus, tidak khusus, dan campuran.

a) Struktur khusus yaitu pengelolaan usahatani dengan menggunakan satu jenis komoditi sebagai pilihan usaha. Jenis komoditi yang dipilih dipengaruhi oleh keadaan fisik tanah dan pertimbangan keuntungan.

b) Struktur tidak khusus yaitu pengelolaan usahatani dengan komoditas yang selalu berganti. Struktur ini dipilih oleh petani karena menyesuaikan keadaan lahan yang dimiliki.

c) Struktur campuran yaitu struktur usahatani dengan menggunakan lebih dari satu jenis komoditi yang diusahakan.

3) Pola

Menurut polanya, usahatani diklasifikasikan berdasarkan macam lahannya. Terdapat dua pola pokok dalam usahatani, yaitu pola usahatani lahan basah (sawah) dan pola usahatani lahan kering.

4) Tipe

Tipe usahatani menunjukkan klasifikasi tanaman yang didasarkan pada jenis maupun cara penyusunan tanaman yang diusahakan, seperti contohnya usahatani padi, usahatani palawija, usahatani khusus, usahatani tidak khusus, usahatani campuran, dan usahatani tanaman ganda (multiple cropping).

3.1.1. Produksi

Produksi merupakan suatu kegiatan yang menghasilkan output dalam bentuk barang maupun jasa. Dalam menghasilkan barang atau jasa tersebut diperlukan suatu proses yang memerlukan waktu tertentu. Daniel (2004) mengatakan bahwa dalam usaha pertanian, produksi diperoleh melalui suatu proses yang cukup panjang dan penuh risiko. Panjangnya waktu yang dibutuhkan tergantung dari jenis komoditas yang diusahakan. Umumnya usaha tanaman perkebunan membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan usaha tanaman pangan dan hortikultura. Begitu pula dengan sektor peternakan, seperti pemeliharaan sapi, kerbau, kambing, ayam, dan sebagainya. Usaha pembesaran


(40)

ternak besar akan membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan usaha pembesaran ternak kecil.

Proses produksi baru dapat berjalan apabila persyaratan yang dibutuhkan oleh tanaman, ternak, ataupun ikan dapat dipenuhi. Persyaratan yang diperlukan dalam proses produksi ini lebih dikenal dengan nama faktor produksi. Faktor produksi terdiri atas empat komponen, yaitu tanah, modal, tenaga kerja, dan manajemen (Daniel 2004). Keempat faktor produksi tersebut dapat dianggap sebagai suatu kesatuan yang mutlak diperlukan dalam proses produksi atau usahatani. Masing-masing faktor mempunyai fungsi yang berbeda, namun saling terkait satu sama lain. Faktor-faktor produksi yang terdapat dalam usahatani: 1) Tanah

Tanah merupakan faktor produksi yang penting karena sebagai tempat tumbuh tanaman, ternak, dan usahatani keseluruhannya. Tanah mempunyai sifat istimewa, antara lain bukan merupakan barang produksi dan tidak dapat dipindah-pindah. Dalam usahatani, hubungan tanah dan manusia dapat dibedakan dalam tiga tingkat mulai dari yang terkuat hingga terlemah, yaitu hak milik, hak sewa, dan hak bagi hasil (Suratiyah 2008). Keberadaan faktor produksi tanah tidak hanya dilihat dari segi luasnya saja, tetapi juga dari segi yang lain seperti jenis tanah, topografi, kepemilikan, dan fragmentasi tanah (Daniel 2004).

2) Modal

Modal adalah setiap hasil atau produk atau kekayaan yang digunakan untuk memproduksi hasil selanjutnya (Van Bohm Bawerk, diacu dalam Daniel 2004). Modal dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu modal tetap dan modal bergerak.

a) Modal tetap adalah barang-barang yang tidak habis dalam sekali proses produksi, seperti bangunan dan peralatan pertanian.

b) Modal bergerak adalah barang-barang yang langsung habis sekali pakai dalam proses produksi, seperti pupuk dan pestisida.

3) Tenaga kerja

Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi dalam usahatani yang berperan penting dalam proses produksi. Tenaga kerja berperan sebagai pelaku


(41)

yang menyelesaikan proses produksi di dalam usahatani. Tenaga kerja dalam usahatani dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tenaga kerja dalam keluarga (petani, istri, dan anak-anaknya) dan tenaga kerja luar keluarga (buruh). Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dalam suatu usahatani berbeda-beda, tergantung jenis tanaman yang diusahakan, luas lahan, serta dana yang tersedia untuk membiayai tenaga kerja. Pengukuran tenaga kerja yang umum digunakan di pedesaan yaitu berdasarkan curahan jam kerja.

4) Manajemen

Pengelolaan usahatani merupakan kemampuan petani bertindak sebagai pengelola atau manajer dari usahanya. Faktor produksi manajemen sebenarnya melekat pada tenaga kerja. Dalam menjalankan usahataninya petani harus mampu mengorganisasi penggunaan faktor-faktor produksi yang dikuasai sebaik mungkin untuk memperoleh produksi yang maksimum (Daniel 2004 dan Suratiyah 2008).

3.1.2. Produktivitas

Menurut Kusriyanto (1984), produktivitas adalah rasio antara hasil kegiatan (output) dan segala pengorbanan untuk mewujudkan hasil tersebut (input)10. Produktivitas menurut Mali (1978) merupakan perbandingan antara

hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan11. Pengertian produktivitas secara teknis adalah pengefesiensian produksi terutama dalam pemakaian ilmu dan teknologi. Produktivitas dapat ditingkatkan dengan cara menrunkan input dan meningkatkan output.

3.2. Konsep Fungsi Produksi

Penelitian ini akan membahas mengenai efisiensi teknis usahatani. Sebelum mengkaji efisiensi, maka terlebih dahulu akan dibahas mengenai konsep

10http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?submit.x=15&submit.y=22&submit=prev&page=2&qual=hi

gh &submitval=prev&fname=/jiunkpe/s1/tmi/1998/jiunkpe-ns-s1-1998-25493069-13522-hotel_satelit- chapter2.pdf [26 Februari 2011]


(42)

fungsi produksi. Fungsi produksi dapat didefinisikan sebagai hubungan fisik antara masukan (input) dan produksi (Soekartawi et al. 1986). Berbagai input seperti tanah, pupuk, modal, tenaga kerja, iklim, dan sebagainya akan mempengaruhi besar kecilnya produksi yang diperoleh. Hernanto (1996) mengatakan bahwa fungsi produksi menunjukkan banyaknya output yang dapat diperoleh dengan menggunakan sejumlah variabel input yang berbeda.

Apabila Y adalah produksi dan Xiadalah input ke-i, maka besar kecilnya

Y akan tergantung dari besar kecilnya X1, X2,X3,…, Xmyang dipakai. Hubungan

antara Y dan X secara aljabar dapat dituliskan sebagai berikut:

= ( , , , … , ) ………..…… (3.1)

Terdapat tiga hal penting yang perlu dijelaskan dari fungsi produksi, yaitu produk total (TP), produk rata-rata (AP), dan produk marginal (MP). AP menunjukkan kuantitas output produk yang dihasilkan.

= ………..………. (3.2)

di mana: AP = produk rata-rata Y = output

X = input

Sementara itu, MP menunjukkan banyaknya penambahan atau pengurangan output yang dihasilkan dari setiap penambahan input.

= ……… (3.3)

di mana: MP = produk marginal dY = perubahan output dX = perubahan input

Apabila MP konstan, maka dapat diartikan bahwa setiap penambahan setiap unit input X, dapat menyebabkan tambahan satu satuan unit output Y secara proporsional. Hubungan antara input dan produksi pertanian mengikuti kaidah kenaikan hasil yang berkurang (law of diminishing return). Tiap tambahan unit input akan mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi yang semakin berkurang dibandingkan unit tambahan input tersebut. Kemudian, suatu ketika tambahan sejumlah unit input akan menghasilkan produksi yang terus berkurang.


(43)

Dengan kata lain, produk marginal (MP) dari input i (i= 1,2,3,…,n) yang dihitung dari turunan pertama fungsi, yaitu akan berkurang apabila Xibertambah.

Elastisitas produksi merupakan persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan dari input, yang dapat dituliskan dalam persamaan berikut:

= . ……… (3.4)

di mana: Ep= elastisitas produksi = perubahan output = perubahan input = input

= output

Dengan mengetahui hubungan antara TP, AP, dan MP, maka seseorang akan dapat memanfaatkan informasi harga dan biaya yang diluangkan untuk menentukan kombinasi input yang terbaik dan dapat melakukan studi tentang pengaruh kebijakan pemerintah terhadap penggunaan input dan dampaknya terhadap produksi. Akan tetapi, hal tersebut seringkali sulit dilakukan karena informasi yang diperoleh dari analisis fungsi produksi tersebut tidak sempurna. Ketidaksempurnaan dari hasil analisis fungsi produksi tersebut disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:

1) Adanya faktor yang tidak menentu, seperti: masalah cuaca, hama, dan penyakit tanaman.

2) Kemungkinan data yang digunakan untuk melakukan pendugaan fungsi produksi belum benar.

3) Pendugaan fungsi produksi hanya dapat diartikan sebagai gambaran rata-rata suatu pengamatan.

4) Data harga dan biaya yang diluangkan (opportunity cost) mungkin tidak dapat diketahui secara pasti.


(44)

3.3. Konsep Fungsi ProduksiStochastic Frontier

Dalam membahas efisiensi teknis pada penelitian ini, fungsi produksi yang digunakan yaitu fungsi produksi stochastic frontier. Fungsi produksi frontier adalah fungsi produksi yang digunakan untuk mengukur bagaimana fungsi produksi sebenarnya terhadap posisi frontiernya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, fungsi produksi adalah hubungan fisik antara faktor produksi (input) dan produksi.

Fungsi produksi frontier pertama kali dikembangkan oleh Aigner et al. (1977) dan Meeusen dan Van den Broek (1977). Fungsi produksi ini menggambarkan produksi maksimum yang berpotensi dihasilkan dari sejumlah input produksi yang dikorbankan. Greene (1993), diacu dalam Sukiyono (2005) menjelaskan bahwa fungsi produksi frontierdapat digunakan untuk mengestimasi atau memprediksi efisiensi relatif suatu kelompok atau usahatani tertentu yang diperoleh dari hubungan antara produksi dan potensi produksi yang diobservasi.

Menurut Aigner et al. (1997) dan Meeusen dan Broeck (1997), diacu dalam Coelli et al. (1998) dalam fungi produksi yang dispesifikasi untuk data silang (cross-sectional data) yang mempunyai dua komponen error term, yaitu disebabkan oleh random effects (vi) dan inefisiensi teknis (ui). Secara matematis, dapat ditulis dalam persamaan sebagai berikut:

ln (yi) = xiβ + (vi– ui), i = 1,2,3,...,N ... (3.5)

di mana :

ln (yi) = logaritma dari (skalar) produksi yang dihasilkan petani ke-i

xi = vektor input yang digunakan petani ke-i

β = vektor parameter yang akan diestimasi

vi = variabel acak yang diasumsikan (independent and identically distributed,

iid.), berkaitan dengan faktor eksternal (iklim, hama), sebarannya simetris dan normal N (0, σv2)

ui = variabel acak non-negatif yang diasumsikan iid., yang menggambarkan

inefisiensi teknis dalam produksi, dengan sebaran bersifat setengah normal │N (0, σu2) │


(45)

Random error(vi) dihitung untuk mengukurerrordan faktor random lain

seperti efek cuaca, kesalahan, keberuntungan, dan lain-lain, di dalam nilai variabel output, yang secara bersamaan dengan efek kombinasi dari variabel input yang tidak terdefinisi dalam suatu fungsi produksi. Aigner et al. (1997), diacu dalam Coelli et al. (1998) mengasumsikan bahwa vis merupakan variabel acak normal

yang terdistribusi secara bebas dan identik (independent and identically distributed,iid.) dengan rataan nol dan ragamnya konstan, σv2, variabel bebas (uis) diasumsikan sebagai iid. eksponensial atau variabel acak setengah normal.

Model yang dinyatakan dalam persamaan tersebut dinamakan fungsi produksi stochastic frontier karena nilai output dibatasi oleh variabel stochastic (acak), yaitu exp(xiβ + vi).Random error (vi) dapat bernilai positif atau negatif,

dan begitu pula output stochastic frontier bervariasi sekitar bagian tertentu dari modelfrontier,exp(xiβ) (Gambar 1).

Output frontier, exp(xiβ+vi), jika vi> 0

y

Fungsi produksi, y=exp(xβ) Output frontier,

exp(xjβ+vj), jika vj< 0

yj

yi

xi xj x

Gambar 1. Fungsi ProduksiStochastic Frontier Sumber: Coelli et al. (1998)

3.4. Konsep Efisiensi dan Inefisiensi

Dalam melakukan usahataninya, seorang petani akan berusaha untuk dapat mengalokasikan input seefisien mungkin agar dapat memperoleh hasil yang maksimum. Konsep ini menggambarkan bahwa petani berusaha untuk mencapai efisiensi sehingga dapat mendapatkan keuntungan yang maksimum. Efisiensi


(46)

merupakan perbandingan antara output dan input yang digunakan dalam proses produksi. Soekartawi (1993) menjelaskan bahwa dalam terminologi ilmu ekonomi, efisiensi dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu:

1) Efisiensi teknis

Suatu penggunaan faktor produksi dikatakan mencapai efisiensi secara teknis apabila faktor produksi yang digunakan dapat menghasilkan produksi yang maksimum.

2) Efisiensi alokatif (harga)

Efisiensi alokatif atau efisiensi harga dikatakan tercapai apabila nilai dari produk marginal sama dengan harga faktor produksi yang bersangkutan. 3) Efisiensi ekonomi

Efisiensi ekonomi dikatakan tercapai apabila usahatani tersebut dapat mencapai efisiensi teknis dan efisiensi alokatif (harga).

Efisiensi dan inefisiensi dalam usahatani dapat diketahui melalui fungsi produksi stochastic frontier. Hubungan antara faktor produksi dan produksi pada frontier ditunjukkan oleh titik-titik pada garis isokuan. Garis isokuan yaitu garis yang merupakan tempat kedudukan titik-titik yang menunjukkan titik kombinasi penggunaan input produksi yang optimal (Gambar 2).

X2/Y

U’ C

P B

A

D

U

0 P X1/Y

Gambar 2. Ukuran Efisiensi Menurut Cara Farell Sumber: Soekartawi (1994)

Efisiensi teknis (ET) = OB/OC≤1

Efisiensi harga (EH) = OA/OB Efisiensi ekonomi (EE) = OA/OC≤1


(47)

Pada Gambar 2 tersebut, garis UU’ merupakan garis isokuan dari berbagai kombinasi input X1dan X2untuk mendapatkan sejumlah Y tertentu yang optimal.

Garis PP’ adalah garis biaya yang merupakan tempat kedudukan titik-titik kombinasi sejumlah biaya yang dialokasikan untuk mendapatkan sejumlah input X1dan X2sehingga mendapatkan biaya yang optimal. Garis OC menggambarkan

sampai seberapa teknologi dari suatu usaha. 3.5. Kerangka Pemikiran Operasional

Kentang merupakan komoditas subsektor hortikultura yang berpotensi besar untuk dikembangkan. Perannya yang penting sebagai salah satu sumber bahan pangan baik dalam bentuk segar maupun olahan, sumber pendapatan masyarakat, serta sebagai komoditas ekspor Indonesia menjadikan kentang sebagai komoditas yang patut mendapat prioritas perhatian dari pemerintah dan masyarakat.

Kabupaten Banjarnegara merupakan salah satu kawasan di Indonesia yang memiliki kondisi alam yang subur dan topografi yang sesuai untuk berbudidaya kentang. Di kabupaten ini terdapat Dataran Tinggi Dieng yang merupakan salah satu sentra penghasil kentang, baik di Jawa Tengah maupun di Indonesia. Kabupaten Banjarnegara memiliki beberapa komoditas unggulan pertanian dan kentang merupakan komoditas yang menjadi andalan di kabupaten ini.

Tanaman kentang yang terdapat di Kabupaten Banjarnegara sebagian besar merupakan kentang sayur varietas Granola.Kentang ini kemudian banyak didistribusikan ke berbagai wilayah di Jawa Tengah, DIY, Jawa Barat, Jakarta, dan sekitarnya. Negara tetangga, Singapura bahkan berminat untuk membeli kentang produksi Kabupaten Banjarnegara. Namun, niat tersebut belum dapat terlaksana karena petani belum mampu memenuhi jumlah permintaan dan kualitas yang diinginkan.

Beberapa tahun belakangan ini produktivitas kentang di Kabupaten Banjarnegara mengalami penurunan. Penurunan produktivitas tersebut diduga karena banyak petani yang menggunakan benih kentang dengan kualitas yang


(1)

c) Tenaga Kerja

Aktivitas

Dalam Keluarga Luar Keluarga

Pria Wanita Pria Wanita

Σ org Σ hari Σ jam/hr Σ org Σ hari Σ jam/hr Σ org Σ hari Σ jam/hr Upah/hr(Rp) Σ org Σ hari Σ jam/hr Upah/hr(Rp) Pembibitan

Pengolahan lahan Penanaman Pemeliharaan tanaman a. Penyulaman b. Pengairan c. Penyiangan d. Pemangkasan

bunga Pemupukan a. Pemupukan I b. Pemupukan II c. Pemupukan III Pengendalian HPT a. ... b... c... d... Panen Pascapanen a. Penyortiran b. Penyimpanan c. Pengangkutan d. Pembersihan


(2)

2. Output

No Hasil panen umbi kentang

musim tanam terakhir Volume (kg)

Harga jual per kg (Rp)

Persentase (%) 1 Dijual

2 Dikonsumsi sendiri 3 Lainnya ………

Total 100

E. Opini / Persepsi

a) Pengalaman berusahatani

1. Komoditas yang pernah dibudidayakan :

2. Pengalaman usahatani kentang :

3. Pernah mengikuti penyuluhan tentang usahatani kentang : (a) Ya (b) Tidak Jika ya, dalam satu tahun terakhir mengikuti sebanyak………. kali Jika tidak, alasannya……… 4. Tergabung dalam kelompok tani : (a) Ya (b) Tidak

Jika ya, nama kelompok tani ………, bergabung sejak tahun ……, berperan sebagai ……… Jika tidak, alasannya ………. Kegiatan yang ada pada kelompok tani……….……… ……… b) Pembibitan

1. Asal perolehan benih :

(a) Membeli di koperasi/paguyuban, alasan……… (b) Membeli langsung dari petani penangkar bibit, alasan………. (c) Membeli di kelompok tani, alasan……… (d) Menggunakan benih hasil panen sendiri, alasan………..…… (e) Lainnya………

Uraian koperasiBeli di dari penangkarBeli langsung PoktanBeli di Benih hasilsendiri Lainnya Volume (kg)

Harga (Rp/kg)

No Komoditas Lama (tahun) Luas lahan

1 2 3

No Varietas Lama (tahun) Luas lahan

1 2 3


(3)

2. Kentang varietas lain yang ditanam selainGranola :

(a) Tidak ada (b)Atlantic (c)Agriya (d) lainnya ………….. 3. Alasan pemilihan varietas Granola : (urutan prioritas)

( ) Harga jual yang tinggi ( ) Produktivitas tinggi

( ) Tahan terhadap serangan hama

( ) Merupakan varietas yang ditanam sebelumnya ( ) Lainnya……….

4. Benih yang digunakan bersertifikat : (a) Ya (b) Tidak 5. Benih yang digunakan merupakan generasi ke………. 6. Apakah ada perlakuan tambahan pada proses pembibitan:

(a) Ya (b) Tidak

Jika ya, sebutkan ……… ……… 7. Apakah melakukan perbanyakan bibit sendiri : (a) Ya (b) Tidak

Jika ya, bagaimana cara melakukan perbanyakan?

(a) stek batang (b) stek tunas (c) lainnya………. 8. Apakah ada kesulitan dalam memperoleh bibit : (a) Ya (b) Tidak

Jika ya, sebutkan ……… ……… c) Pengolahan Lahan

1. Persiapan lahan :

(a) Tanah diolah terlebih dahulu hingga gembur, kemudian dibiarkan selama ………. hari. Tahap berikutnya membuat bedengan.

(b) Tanah langsung diolah bersamaaan dengan pembuatan bedengan. 2. Pembuatan bedengan :

Lebar : ……….cm Panjang : ………….cm

Tinggi : ……….cm Jarak antarbedengan : ………….cm 3. Apakah menggunakan pengapuran?

(a) Ya, jenis ………. (b) Tidak, alasannya………. d) Penanaman

1. Umur bibit yang digunakan :………. hari 2. Rata-rata jumlah mata tunas per bibit :……….…… buah 3. Jarak antar tanaman : ……… x ……. cm 4. Musim tanam :

(a) Musim kemarau (c) akhir musim kemarau awal musim hujan (b) Musim hujan (d) akhir musim hujan awal musim kemarau 5. Waktu penanaman : bulan ………..

6. Menggunakan mulsa jerami : (a) Ya (b) Tidak

Jika ya, mulsa jerami didapatkan secara……… Proses pemasangan mulsa jerami……… ………


(4)

e) Pemeliharaan Tanaman 1. Penyulaman

a) Frekuensi penyulaman :

dilakukan sebanyak ………… kali saat tanaman berumur ………. hari. b) Rata-rata persentase tanaman yang mati : ………… %

c) Deskripsi penyulaman:………..……… .… ……….………..………..………. 2. Pengairan

a) Dilakukan dengan cara……… b) Frekuensi pengairan :

dilakukan sebanyak….…….… kali saat tanaman berumur……….…hari c) Lama pengairan : ………. menit

d) Deskripsi pengairan:……….………. ………..……… e) Apakah tersedia saluran irigasi : (a) Ya (b) Tidak

Jika ya, siapa yang membangun? ……… Bagaimana kondisinya saat ini?... 3. Penyiangan

a) Frekuensi penyiangan :

dilakukan sebanyak ………… kali saat tanaman berumur…………hari b) Deskripsi penyiangan: ………

………. 4. Pemangkasan bunga (pilih salah satu)

a) Ya, dilakukan pada saat……… b) Tidak, alasannya……… c) Deskripsi pemangkasan bunga: ……… ..……… f) Pemupukan

1. Asal perolehan pupuk:

a) Koperasi/paguyuban d) Distributor pupuk

b) Kelompok tani e) Lainnya………..

c) Toko/kios 2. Waktu pemupukan

Waktu pemupukan Umur tanaman (hari)

Pupuk yang diberikan dan jumlahnya

Pemupukan I Pemupukan II Pemupukan III

3. Proses pemupukan ……… ………..……..


(5)

g) Pengendalian Hama dan Penyakit

1. Jenis hama dan penyakit : ……… ……… ………... ……… ……… 2. Waktu pengendalian :

Waktu pengendalian Umur tanaman (hari) Jenis pengendalian*) Pengendalian I

Pengendalian II Pengendalian III

*)Jenis pengendalian :

(a) teknik budidaya, dengan cara……… (b) mekanis, dengan cara……… (c) kimia, dengan cara……… 3. Proses pengendalian ..………

……… h) Panen

1. Tanaman dipanen pada saat berumur ……… hari 2. Waktu panen : pagi / sore

i) Pascapanen

1. Penyortiran : (a) Ya (b) Tidak

Proses penyortiran berdasarkan……… 2. Penyimpanan : (a) Ya (b) Tidak

a) Lama penyimpanan : ……… b) Tempat penyimpanan : ……… 3. Pengangkutan : (a) Ya (b) Tidak

Proses pengangkutan ……… 4. Pembersihan : (a) Ya (b) Tidak

Proses pembersihan……… j) Pemasaran

1. Hasil panen dijual kepada:

No Uraian Volume (kg) Persentase (%) Alasan*) 1 Pedagang pengumpul

2 Kelompok tani 3 Pasar

4 Pabrik pengolahan 5 Lainnya………

*)Alasan : 1= harga lebih tinggi, 2= ikatan kerjasama, 3= meminjam uang, 4=alasan


(6)

2. Kapan volume penjualan terbesar? ……… dengan harga Rp……….. / kg 3. Tingkat kemudahan dalam menjual hasil panen : ……….

(1) mudah (2) agak sulit (3) sulit

4. Gambaran saluran pemasaran :

k. Modal dan Kendala dalam Usahatani Kentang 1. Asal perolehan modal untuk usahatani :

a) Sendiri

b) Kredit program : ……… c) Pinjaman bank

d) Keluarga / saudara e) Rentenir

f) Lainnya ……… 2. Apa saja kendala dalam usahatani kentang?

a) Terkait dengan input produksi (ketersediaan, harga, cara mendapatkan, dll.) ……… ……….…….. b) Terkait denganon farm(hama&penyakit, ketersediaan air, cuaca, dll.) ……….. ……….. c) Terkait dengan pemanenan dan pascapanen (gagal panen, keterbatasan tenaga

kerja, dll.)

………. ……… d) Terkait dengan pemasaran (harga, kesulitan memasarkan, permintaan rendah,

dll.)

………. ………. e) Permasalahan lainnya……….. ………. ……….