24
2.8. Penelitian Terdahulu
Berbagai penelitian yang berhubungan dengan adopsi teknologi konservasi telah banyak dilakukan di beberapa lokasi seperti Pangalengan, Garut, dan
Gunung Kidul. Selain itu, topik mengenai adopsi teknologi konservasi pun telah dilakukan di berbagai Negara seperti Zimbabwe dan Sri Lanka.
Pertanian komunal
dihadapkan pada
tantangan mengupayakan
peningkatan produksi sebaik seperti melestarikan sumberdaya alam. Produktivitas yang rendah, degradasi lahan, sumberdaya pertanian yang tidak memenuhi syarat,
dan ketidaklayakan teknik pertanian menandai pertanian komunal di Zimbabwe. Joseph et al. 2012 melakukan penelitian untuk memastikan faktor apa yang
mempengaruhi adopsi praktik konservasi pertanian di area pertanian komunal Madziva, Zimbabwe, dan menilai efisiensi ekonomi dan efisiensi teknis dari
praktik konservasi tersebut. Fungsi produksi transidental digunakan untuk mengestimasi efisiensi ekonomis dan efisiensi teknis, sedangkan untuk menetukan
faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan adopsi konservasi digunakan model regresi logit.
Berdasarkan data dari 75 petani terpilih, didapat nilai Marginal Physical Product MPP dan Value of Marginal Product VMP yang masing-masing
mengindikasi efisiensi teknis dan ekonomis. Teknik konservasi pertanian efisien secara teknis karena MPP 0, dan nilai VMP menunjukkan terjadinya efisiensi
ekonomi. Petani dapat menutupi investasi awal mereka dalam satu atau dua tahun, sehingga investasi dalam konservasi pertanian dikatakan berhasil. Namun, hanya
27 persen petani yang mengadopsi konservasi pertanian. Usia, luas lahan, dan
25 lama pendidikan berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan adopsi
teknologi konservasi. Menurut Lapar dan Pandey 1999 degradasi lahan di dataran tinggi Asia
adalah sebuah masalah yang serius yang menjadi kendala dalam keberlanjutan dalam pertanian. Meskipun beberapa teknologi konservasi lahan sudah dibangun
dan dipromosikan, namun adopsinya belum tersebar. Sebuah analisis ekonomi mikro dari adopsi konservasi kontur oleh petani dataran tinggi di Philipina
dilakukan untuk mengidentifikasi faktor yang menentukan adopsi. Hasil empiris dengan menggunakan model probit menunjukkan bahwa adopsi dipengaruhi oleh
beberapa karakteristik usahatani dan petani dan kepentingan relatif dari faktor tersebut berbeda untuk setiap daerah. Biaya tinggi saat pembuatan, perawatan dan
kehilangan lahan untuk konservasi dianggap sebagai kendala utama untuk melakukan adopsi oleh non-adopter.
Komoditas kentang merupakan tanaman yang menarik secara ekonomi, tetapi menyebabkan erosi tanah di daerah perbukitan di Nuwara Eliya, Sri Lanka.
Untuk mengatasi terjadinya erosi yang serius dibutuhkan program konservasi tanah. Namun, belum ada penelitian tentang konservasi tanah dan tingkat adopsi
konservasi tanah. Oleh karena itu, Bandara dan Thiruchelvam 2008 menganalisis faktor yang mempengaruhi pemilihan adopsi praktik konservasi
tanah oleh petani kentang di Nuwara Eliya, Sri Lanka. Tujuan dari penelitian ini mencari perbedaan tentang konservasi tanah, tingkat adopsi, dan faktor sosial
ekonomi yang mempengaruhi keputusan petani di Nuwara Eliya. Analisis data menggunakan multinomial logit. Hasil menyatakan bahwa 30 persen, 52 persen,
dan 18 persen dari petani kentang mengkonservasi tanahnya pada tingkat baik,
26 rata-rata dan buruk. Tingkat adopsi konservasi lahan yang baik dapat
meningkatkan produksi kentang dan pendapatan petani kentang. Biaya usahatani dipengaruhi oleh adopsi program konservasi petani. Peluang adopsi dipengaruhi
positif dan signifikan oleh pendidikan, dan luas lahan. Sekitar 60 persen dari petani kentang mempunyai pendirian yang baik kearah pentingnya meningkatkan
konservasi tanah. Kepemilikan lahan merupakan faktor penting untuk konservasi lahan. Pendekatan training pelatihan, penyuluhan, dan subsidi konservasi
direkomendasikan untuk meningkatkan konservasi lahan guna keberlanjutan pengusahaan kentang.
Katharina 2007a menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani kentang untuk mengadopsi sistem pertanian konservasi di
Pangalengan Jawa Barat. Hasil analisis menggunakan model logit menunjukkan kecuraman lereng, status lahan dan jumlah anggota keluarga dewasa berpengaruh
secara nyata terhadap keputusan petani sayuran untuk mengadopsi sistem pertanian konservasi. Kecuraman lereng berpengaruh positif terhadap peluang
adopsi konservasi. Semakin curam lereng lahan yang diusahakan, semakin tinggi peluang petani mengadopsi teknik konservasi tanah. Status lahan sewa
berpengaruh negatif terhadap peluang adopsi konservasi dan mengurangi peluang petani untuk melakukan adopsi konservasi tanah. Jumlah anggota keluarga di
Pangalengan berpengaruh negatif terhadap peluang adopsi konservasi. Semakin besar jumlah angkatan kerja tersedia dalam keluarga, semakin rendah peluang
untuk mengadopsi teknik konservasi tanah. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Siregar 2006 bertujuan untuk
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk
27 mengkonservasi atau tidak mengkonservasi lahan dan untuk mengevaluasi secara
simultan pengaruh keputusan mereka terhadap output. Penelitian menggunakan data petani sawah sekitar Taman Nasional Lore Lindu. Hasil penelitian
menunjukkan hanya 13,5 persen petani yang mengkonservasi lahannya. Hasil dari spesifikasi logit, faktor yang berpengaruh nyata terhadap keputusan petani
mengkonservasi atau tidak mengkonservasi adalah jumlah output yang dihasilkan, persepsi kualitas lahan, jumlah anggota keluarga petani, dan usia
petani. Dengan menggunakan pendekatan instrument variabel ditemukan bahwa keputusan untuk mengkonservasi atau tidak, mempengaruhi secara nyata terhadap
jumlah output yang dihasilkan. Output juga dipengaruhi oleh luas areal dan jumlah kredit. Salah satu saran yang diajukan agar usahatani berkelanjutan adalah
pemerintah memperbaiki akses petani terhadap kredit mikro. Keuntungan finansial dari konservasi pertanian belum dapat diprediksi.
Walaupun biaya yang dikeluarkan untuk konservasi pertanian lebih kecil dibandingkan dengan pertanian konvensional, tetapi hasil yang didapatkan sangat
berfluktusi pada wilayah yang berbeda. Berdasarkan hasil penelitian Hardjanto 2010, pendapatan usahatani konservasi di Kecamatan Pangalengan, Jawa Barat
lebih kecil daripada pendapatan usahatani non-konservasi. Hal ini terjadi karena belum diperhitungkannya nilai jasa lingkungan.
Sabarman 2006 meneliti aspek ekonomi fungsi produksi usahatani akar wangi, yaitu pola petani, introduksi, dan konservasi. Hasil analisis finansial dari
ketiga pola menunjukkan bahwa pola usahtani petani, introduksi, dan konservasi layak untuk dikembangkan karena B-C rasio 1, NPV positif dan IRR di atas
bunga bank 15 persentahun. Berdasarkan penelitian, dari ketiga pola tersebut,
28 pola konservasi memeberikan pendapatan tertinggi yaitu sebesar Rp 17.220.000
pertahun diikuti oleh pola usahatani petani dengan pendapatan Rp 13.740.000 pertahun. Sedangkan pola usahatani introduksi menghasilkan pendapatan sebesar
Rp 10.185.000 pertahun dengan luasan satu hektar. Selain dapat mempengaruhi pendapatan petani, kegiatan konservasi lahan
pun dapat menurunkan tingkat erosi lahan. Dewi dan Handayana 2002 melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui usaha konservasi tanah
dan air sebagai alternatif upaya peningkatan pendapatan petani di agroekosistem lahan kering. Penelitian dilakukan di Desa Rejosari Kecamatan Semin kabupaten
Gunung Kidul. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara teknis, tingkat erosi menurun
antara 3,75 persen sampai 86,68 persen dengan rata-rata 75,20 persen. Dalam kaitannya dengan tingkat pendapatan masyarakat, analisis dilakukan berdasarkan
dampak potensial, yaitu perhitungan dilakukan menggunakan proksi-proksi keberhasilan tanaman yang diusahakan dalam rangka melakukan konservasi tanah
dan air dalam hutan rakyat. Jika tidak dilakukan konservasi, tanah kering marjinal di lokasi desa ini tidak produktif sama sekali, sehingga dengan dilakukannya
penanaman tanaman tahunan produkstif yang komersial seperti jambu mete, kayu akasia, jati, sonokeling, dan mahoni, petani mendapatkan nilai tambah dari lahan
tersebut. Topik penelitian mengenai perhitungan nilai ekonomi pengendalian erosi
telah dilakukan oleh Yana 2010 di IUPHHK-HA PT. Austral Byna, kabupaten Barito Utara, Provinsi Kalimantan Tengah. Tujuan dari penelitian tersebut adalah
menentukan nilai ekonomi pengendalian hutan terhadap erosi. Analisis dilakukan
29 dengan menggunakan metode penilaian berdasarkan harga barang pengganti, yaitu
melalui harga pupuk yang dibutuhkan untuk mengembalikan kandungan unsur hara yang hilang. Nilai ekonomi pengendalian erosi melalui pendekatan biaya
pengganti di lima lokasi penelitian seluas 8.060,6 ha sebesar Rp 3.596.806.591 per tahun.
Beberapa penelitian mengenai adopsi sistem konservasi telah banyak diteliti di berbagai tempat. Namun, di Kecamatan Pasirwangi penelitian mengenai
adopsi konservasi pada usahatani kentang belum pernah dilakukan. Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi peluang petani untuk mengadopsi konservasi
merupakan aplikasi dari teori dan beberapa penelitian terdahulu. Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang telah ada karena menghitung nilai ekonomi dari
sistem konservasi usahatani kentang yang dilakukan petani.
30
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran dalam sebuah penelitian merupakan struktur pelaksanaan penelitian yang mengaitkan setiap tahapan pelaksanaan penelitian
dengan tujuan tujuan penelitian yang ingin dicapai.
3.1.1. Model Regresi Logit
Di sebagian besar survey mengenai perilaku manusia, tanggapan yang banyak diberikan berbentuk kualitatif, dapat berupa jawaban ya atau tidak sebagai
pilihan. Peubah kualitatif yang hanya mempunyai dua kemungkinan nilai ini disebut peubah biner. Ketika satu atau lebih explanatory variabel dalam model
regresi adalah binary, hal ini dapat digambarkan sebagai dummy variable. Namun ketika dependent variable berupa peubah biner, maka penyelesaiannya akan
menjadi lebih kompleks ketika kita membangun model karena binary choice model mengasumiskan bahwa individu dihadapkan pada pilihan diantara dua
alternatif pilihan yang tergantung pada karakteristik mereka. Untuk menyelesaikan masalah yang memiliki pilihan biner, terdapat beberapa model
yang dapat digunakan, yaitu: liner probability model, model logit, dan model tobit Pindyck and Rubinfeld, 1998.
Untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi peluang petani dalam menerapkan pola konservasi digunakan model fungsi logit. Model logit digunakan
karena dari sisi matematika merupakan fungsi yang sangat fleksibel dan mudah digunakan serta parameter koefisiennnya mudah diinterpretasikan Juanda, 2009.
Alat analisis ini telah banyak digunakan Siregar 2006, Katharina 2007a, Bandara dan Thiruchelvam 2008, dan Joseph et al. 2012. Secara teoritis,