Pengambilan Keputusan Adopsi TINJAUAN PUSTAKA 2.1.

19 menggunakan ide baru, barang baru, dan praktek baru dan menghentikan ide-ide yang digantikan oleh inovasi itu. Namun, sebelum mengambil keputusan inovasi, biasanya petani memperoleh keyakinan akan keberhasilan metode itu. Terdapat lima tahap proses adopsi yaitu Rogers dan Schoemaker, 1986 dalam Nahraeni, 2000 : 1. Tahap kesadaran; seseorang mengetahui adanya ide-ide baru tetapi kekurangan informasi mengenai hal itu. 2. Tahap menaruh minat; seseorang mulai menaruh minat terhadap inovasi dan mencari informasi lebih banyak mengenai inovasi tersebut. 3. Tahap penilaian; seseorang mengadakan penilaian terhadap ide baru tersebut dihubungkan dengan situasi dirinya sendiri saat ini dan masa datang mencobanya atau tidak. 4. Tahap percobaan; seseorang menerapkan ide-ide baru itu dalam skala kecil untuk menentukan kegunaan apakah sesuai dengan situasi dirinya. 5. Tahap penerimaan adopsi; seseorang menggunakan ide baru itu secara tetap dalam skala yang luas.

2.7. Pengambilan Keputusan Adopsi

Penerapan teknik pengendalian erosi pada lahan-lahan pertanian pada umumnya belum memadai baik kuantitas maupun kualitasnya, sehingga sistem pertanian yang lestari dan berwawasan lingkungan belum tercapai. Aspek-aspek sosial dan ekonomi, termasuk peningkatan kesejahteraan petani dan peningkatan kelembagaan penyuluhan, khususnya penyuluh konservasi tanah, perlu mendapat perhatian yang lebih besar Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan 20 Agroklimat, 2005. Namun, peran yang paling penting tetap dipegang oleh para petani sebagai pelaku utama di sektor pertanian. Reijntjes et al. 1992 menyatakan bahwa cara yang ditempuh suatu rumah tangga petani dalam pengambilan keputusan pengelolaan usaha tani tergantung pada ciri-ciri rumah tangga yang bersangkutan, misalnya jumlah anggota keluarga, usia, kondisi kesehatan, kemampuan, keinginan, kebutuhan, pengalaman bertani, pengetahuan, dan keterampilan serta hubungan antaranggota rumah tangga. Selain itu, pengambilan keputusan dalam rumah tangga petani meliputi faktor-faktor yang kompleks, termasuk ciri biofisik usahatani, ketersediaan dan kualitas input luar dan jasa serta proses sosioekonomi dan budaya di dalam masyarakat. Tujuan suatu rumah tangga berkenaan dengan proses dan hasil usahatani merupakan pusat sekaligus obyek pengambilan keputusan. Rumah tangga petani secara bersama memiliki berbagai macam tujuan yang bisa digolongkan sebagai produktivitas, keamanan, kesinambungan, dan identitas. Menurut Pattanayak et al. 2003 terdapat lima faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi pertanian dan kehutanan, yaitu: 1. Preferensi petani, secara eksplisit efek dari preferensi petani sulit untuk diukur, maka digunakan pendekatan berdasarkan faktor sosial demografi seperti umur, jenis kelamin, pendidikan dan status sosial. Masih terdapat berbagai pertentangan akan pendekatan mana yang terbaik, sebagai contoh adalah faktor pendidikan digunakan untuk mengukur opportunity cost terhadap pekerja pada investasi teknologi agroforestri 2. Resources endowment, digunakan untuk mengukur ketersediaan sumberdaya pada adopsi teknologi untuk diimplementasikan pada teknologi baru. Contoh: 21 kepemilikan aset, seperti lahan, tenaga kerja, ternak, dan tabungan. Umumnya resources endowment memiliki korelasi positif dengan adopsi teknologi 3. Insentif pasar, merupakan faktor yang berhubungan dengan rendahnya biaya atau tingginya penerimaan dari adopsi teknologi. Insentif pasar fokus pada faktor-faktor ekonomi seperti harga, ketersediaan pasar, transportasi dan pendapatan potensial. Faktor ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan sehingga akan memberikan pengaruh positif terhadap adopsi teknologi 4. Faktor biofisik, faktor ini diharapkan dapat mempengaruhi proses produksi yang berhubungan dengan pertanian dan kehutanan. Contohnya kualitas lahan, kemiringan lahan dan ukuran lahan. Umumnya jika kondisi biofisik rendah seperti tingginya tingkat erosi akan berkorelasi positif dengan kesediaan untuk menerima adopsi teknologi. 5. Resiko dan ketidakpastian, faktor ini memperlihatkan ketidaktahuan pasar dan pemerintah terhadap kebijakan yang dibuat. Dalam jangka pendek contoh dari resiko dan ketidakpastian adalah fluktuasi harga komoditi, output dan curah hujan. Pada jangka panjang contohnya adalah hak sewa menyewa yang tidak aman. Adopsi teknologi akan menurunkan resiko dan ketidakpastian pada investasi pertanian dan kehutanan selama periode pertumbuhan. Lionberger 1968 dalam Indraningsih 2010 mengidentifikasikan faktor- faktor yang mempengaruhi kecepatan seseorang dalam mengadopsi inovasi yakni: 1. Umur: petani yang lebih tua kurang menerima perubahan dibandingkan petani yang lebih muda. 2. Pendidikan: melalui pendidikan meningkatkan pengetahuan tentang teknologi pertanian yang baru, diasumsikan lembaga pendidikan memfasilitasi 22 pembelajaran, sehingga semakin tinggi pendidikan seseorang cenderung semakin mudah menerima praktek-praktek baru. 3. Karakteristik psikologis: rasionalitas, fleksibilitas mental, dogmatism, orientasi pada usahatani dan kemudahan inovasi. Ketika rasionalitas didefinisikan sebagai keuntungan maksimum dalam usahatani, ini mungkin dilakukan sebagai peubah antara intervening variable antara kontak dengan penyuluh dan adopsi praktek-praktek baru pertanian. Dengan kata lain, sumber informasi pertanian yang dapat dipercaya, dapat mempengaruhi seseorang untuk mengadopsi praktek-praktek baru. 4. Pendapatan usahatani: semakin tinggi pendapatan usahatani, maka petani cenderung lebih cepat mengadopsi inovasi. 5. Luas usahatani: semakin luas biasanya semakin cepat mengadopsi inovasi, karena memiliki kemampuan ekonomi yang lebih baik. 6. Prestise dalam masyarakat: semakin tinggi prestise seseorang cenderung semakin cepat mengadopsi praktek-praktek pertanian yang baru demi mendapatkan simbol status. 7. Sumber informasi yang digunakan, golongan inovatif cenderung banyak memanfaatkan beragam sumber informasi, seperti instansi pemerintah dinas- dinas terkait, perguruan tinggi dan lembaga penelitian pertanian. Sebaliknya masyarakat yang kurang inovatif bergantung pada informasi sesama petani. 8. Sifat-sifat dasar praktek: semakin rumit suatu inovesai maka akan semakin lambat tingkat adopsinya. Berikut contoh yang paling cepat diterima, hingga yang paling rumit: 23 a. Perubahan hanya dibahan dan alat, tanpa perubahan di teknik atau pelaksanaan misalkan : varietas baru suatu benih b. Perubahan dalam pelaksanaan, dengan atau tanpa perubahan dalam alat atau bahan misal: perubahan dalam rotasi tanaman c. Perubahan dalam teknik-teknik atau pelaksanaan baru misal: contour cropping d. Perubahan total kegiatan usaha misal dari usaha tanaman ke peternakan Secara umum kecepatan adopsi juga dipengaruhi oleh penerapan praktek pertanian, seperti: a. Praktek baru yang memerlukan modal besar cenderung lebih lambat diadopsi dibading modal kecil. b. Lebih sesuai dengan kegiatan yang telah dipraktekan, maka akan lebih cepat diadopsi. c. Ciri-ciri atau praktek yang siap dikomunikasikan dengan metode konvensional yang digunakan oleh petani akan lebih cepat diadopsi d. Lebih sulit untuk mengambil keputusan dan konsekuensi berikutnya, lebih lambat diadopsi e. Praktek yang rumit dan mahal yang dapat dilakukan dalam waktu singkat akan memungkinkan diadopsi lebih cepat daripada yang tidak mungkin dilakukan. 9. Interaksi faktor-faktor yang berhubungan: beberapa faktor tersebut diatas dapat dikombinasikan untuk menjelaskan tingkat kecepatan adopsi suatu inovasi. 24

2.8. Penelitian Terdahulu