75 daripada tidak mengadopsi konservasi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Siregar 2006 dan Lapar dan Pandey 1999. Namun, secara statistik umur tidak berpengaruh nyata terhadap keputusan adopsi konservasi. Pendidikan memiliki
nilai odds rasio sebesar 0,837. Artinya semakin tinggi pendidikan petani peluang mengadopsi konservasi cenderung lebih kecil daripada tidak mengadopsi
konservasi. Variabel umur, pendidikan, dan jumlah tanggungan keluarga tidak
berpengaruh karena mayoritas petani di Kecamatan Pasirwangi adalah petani pengikut Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Garut, 2010. Status ini
mengakibatkan petani hanya mengikuti usaha-usaha yang telah secara nyata memberikan hasil yang lebih baik bagi petani lain yang telah menjalankan inovasi
baru, karena menghindari risiko yang mungkin didapat. Selain itu, tidak signifikannya variabel-variabel tersebut kemungkinan terkait dengan sifat dan
karakteristik teknik konservasi tersebut yang merupakan program pemerintah, sehingga kesadaran pentingnya konservasi sangat kurang.
6.2. Nilai Ekonomi Konservasi Usahatani Kentang
Analisis nilai ekonomi konservasi usahatani kentang didasarkan pada perbedaan pendapatan total net benefit antara usahatani kentang yang
menggunakan sistem konservasi dan tanpa konservasi. Analisis pendapatan total merangkum seluruh biaya yang secara riil dikeluarkan oleh petani dan biaya-biaya
yang diperhitungkan, serta penerimaan dari seluruh hasil produksi usahatani, baik yang dijual, maupun yang tidak dijual.
Analisis pendapatan untuk usahatani kentang di Kecamatan Pasirwangi didasarkan pada harga dan upah tenaga kerja yang berlaku di lokasi penelitian
76 pada tahun 2010-2011, dan dilakukan untuk usahatani kentang per satu musim
tanam. Jumlah pestisida dihitung dengan penggunaan pestisida setara Daconil. Perhitungan biaya pestisida setara Daconil didasarkan pada jumlah petani yang
paling banyak menggunakan jenis pestisida tertentu. Di daerah penelitian sebanyak 62 persen petani menggunakan merek pestisida Daconil. Jumlah
pestisida yang digunakan dihitung berdasarkan biaya total pestisida per sampel dibagi dengan harga pestisida Daconil.
Tabel 17 menyajikan data struktur biaya, penerimaan, dan pendapatan usahatani kentang per Hektar per musim tanam di Kecamatan Pasirwangi tahun
2011. Berdasarkan hasil analisis, usahatani dengan konservasi memiliki produktivitas yang lebih tinggi daripada usahatani tanpa konservasi, yaitu masing-
masing sebesar 18,74 tonha dan 16,23 tonha. Hasil ini dapat membuktikan bahwa dengan melakukan konservasi, petani dapat mempertahankan unsur hara
tanah yang baik untuk tanaman, sehingga dapat mempertahankan produktivitas lahan. Namun, untuk melakukan usahatani dengan konservasi, petani
membutuhkan modal yang lebih banyak dibandingkan usahatani konservasi. Penggunaan modal yang tinggi dapat terlihat dari biaya yang dikeluarkan
untuk usahatani dengan konservasi lebih tinggi daripada usahatani tanpa konservasi. Hal ini disebabkan oleh adanya biaya lebih yang dikeluarkan untuk
konservasi, yaitu biaya tenaga kerja, terutama tenaga kerja saat membuat guludan. Berdasarkan informasi yang diperoleh, pengerjaan guludan yang dibuat searah
kontur lebih sulit dibandingkan dengan pengerjaan guludan searah lereng, sehingga dibutuhkan waktu pengerjaannya yang lebih lama. Pengeluaran petani
yang melakukan konservasi untuk tenaga kerja luar keluarga lebih tinggi daripada
77 petani yang tidak melakukan konservasi dengan perbedaan Rp 2.209.040,01.
Petani yang tidak melakukan konservasi mengeluarkan biaya tenaga kerja dalam keluarga yang lebih tinggi daripada petani yang melakukan konservasi dengan
perbedaan Rp 1.655.334,81. Secara total, petani yang melakukan konservasi mengeluarkan biaya tenaga kerja yang lebih tinggi dengan total perbedaan sebesar
Rp 553.705,2. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani konservasi menyerap tenaga kerja yang lebih banyak dibandingkan usahatani non-konservasi Tabel 17.
Tabel 17. Struktur Biaya, Penerimaan, dan Pendapatan Usahatani Kentang per Hektar Per Musim Tanam di Kecamatan Pasirwangi Tahun 2011
Deskripsi Sistem Penanaman
Perbedaan Konservasi
Searah Kontur Non Konservasi
Searah Lereng Total Produksi Kg
18.740,87 16.230,04
2.510,83 Total Jual Kg
16.147,21 14.632,31
1.514,90 Harga Rp
4.896,60 4.896,60
0,00 Biaya Tunai Rp
a. Benih 16.232.891,38
16.311.738,97 -78.847,60
b. Pupuk Organik 7.744.785,71
6.501.938,73 1.242.846,97
c. Pupuk An-Organik 1.359.037,17
1.642.814,33 -283.777,16
d. Pestisida 5.495.524,42
5.218.810,30 276.714,13
e. TK 8.088.993,54
5.879.953,53 2.209.040,01
f.Ajir,Mulsa 2.065.402,52
1.584.723,53 480.678,99
g.Bahan Bakar pompa 338.704,01
421.715,65 -83.011,64
h.Pajak 64.946,11
69.363,91 -4.417,80
Biaya Diperhitungkan Rp a. Sewa Lahan
1.000.000,00 1.000.000,00
0,00 b. Penyusutan
205.078,78 177.871,03
27.207,75 c.TK
1.618.405,77 3.273.740,58
-1.655.334,81 TR tunai Rp
79.066.424,34 71.648.556,18
7.417.868,16 TR total Rp
91.766.536,09 79.472.008,65 12.294.527,44
TC tunai Rp 41.390.284,86
37.631.058,96 3.759.225,90
TC total Rp 44.213.769,41
42.082.670,58 2.131.098,84
Pendapatan Tunai Rp 37.676.139,48
34.017.497,22 3.658.642,26
Pendapatan Total Rp 47.552.766,68
37.389.338,07 10.163.428,60 R-C rasio tunai
1,91 1,90
0,01 R-C rasio total
2,08 1,89
0,19 Sumber: Data Primer diolah
78 Berdasarkan Tabel 17, pendapatan tunai yang diterima dalam usahatani
kentang menunjukkan pendapatan per hektar usahatani yang melakukan sistem konservasi lebih tinggi daripada usahatani tanpa konservasi, sengan perbedaan
sebesar Rp 3.658.642,26ha. Pendapatan tunai rata-rata usahatani dengan konservasi sebesar Rp 37.676.139,48ha, sedangkan pendapatan tunai rata-rata
usahatani tanpa konservasi sebesar Rp 34.017.497,22ha. Selanjutnya, berdasarkan pendapatan total yang diperoleh, usahatani kentang dengan
konservasi memberikan pendapatan total yang lebih tinggi daripada usahatani tanpa konservasi, dengan perbedaan sebesar Rp 10.163.428,60ha. Usahatani
kentang dengan
konservasi memberikan
pendapatan total
sebesar Rp 47.552.766,68ha, lebih besar daripada usahatani tanpa konservasi yang
memberikan pendapatan total sebesar Rp 37.389.338,07ha. Hasil analisis pendapatan tunai dapat dapat melihat hasil usahatani secara
riil sehingga dapat mempengaruhi keputusan petani untuk melanjutkan usahatani yang telah dilakukan atau tidak. Sedangkan analisis pendapatan total dapat
digunakan untuk melihat penampilan usahatani secara keseluruhan, sehingga dapat dijadikan acuan dalam bisnis ekonomi, karena telah memperhitungkan
produksi yang dikonsumsi, digunakan dalam usahatani untuk benih, dan untuk diberikan kepada orang lain Soekartawi, 1985, serta dapat melihat keberlanjutan
pendapatan dari usahatani tersebut. Pada usahatani kentang di Pasirwangi, kedua sistem penanaman dapat memberikan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan usahatani kubis di dataran tinggi Provinsi Jawa Barat yang memberikan pendapatan sebesar Rp 7.039.940ha Nahraeni, 2012.
79 Nilai R-C rasio atas biaya tunai usahatani dengan konservasi adalah 1,91,
artinya setiap satu satuan biaya tunai yang dikeluarkan, memberikan penerimaan sebanyak 1,91 kali. Sedangkan nilai R-C rasio atas biaya tunai usahatani tanpa
konservasi sebesar 1,90, artinya setiap satu satuan biaya tunai yang dikeluarkan memberikan penerimaan sebersar 1,90 kali. Sehingga dapat disimpulkan nilai R-C
rasio atas biaya tunai menunjukkan bahwa setiap satuan biaya tunai yang dikeluarkan dalam usahatani kentang dengan konservasi memberikan penerimaan
yang lebih besar daripada usahatani kentang tanpa konservasi. Berdasarkan perhitungan R-C rasio atas biaya total, usahatani kentang
dengan konservasi memberikan nilai R-C rasio yang lebih tinggi dari R-C rasio usahatani kentang tanpa konsevasi. Nilai R-C rasio atas biaya total untuk
usahatani kentang dengan konservasi adalah 2,08 yang artinya setiap satu satuan biaya total yang dikeluarkan untuk usahatani, akan memberikan penerimaan
sebanyak 2,08 kali. Sedangkan usahatani tanpa konservasi memberikan nilai R-C rasio atas biaya total sebesar 1,89, artinya setiap satu satuan biaya total yang
dikeluarkan memberikan penerimaan sebanyak 1,89 kali. Sistem penanaman yang sama memperlihatkan adanya perbedaan R-C
rasio antara R-C rasio tunai dan R-C rasio total. Pada usahatani kentang dengan konservasi, terlihat R-C rasio atas biaya total yang lebih besar daripada R-C rasio
atas biaya tunai dengan perbedaan sebesar sebesar 0,17. Artinya dari sisi bisnis, usahatani kentang dengan konservasi memberikan penerimaan yang lebih baik
dibandingkan perhitungan dari sisi akuntansi. Atau penerimaan yang diperoleh pada usahatani kentang dengan konservasi dapat didapat secara berkelanjutan. Hal
ini sesuai dengan hasil penelitian Katharina 2007b yang menyatakan manfaat
80 dari menerapkan konservasi akan terlihat dalam beberapa musim dan sifatnya
jangka panjang, selain itu tindakan konservasi tanah merupakan investasi untuk meningkatkan produktivitas lahan dimasa mendatang Lapar dan Pandey, 1999.
Sebaliknya, pada sistem usahatani kentang tanpa konservasi, terlihat bahwa R-C rasio atas biaya tunai lebih besar daripada R-C rasio atas biaya total.
Hal ini menunjukkan bahwa secara riil petani mendapatkan penerimaan yang lebih besar, namun penerimaan yang didapatkan tidak akan berkelanjutan karena
secara keseluruhan masih banyak biaya yang cukup besar yang dapat mengurangi penerimaan, terutama jika petani menghitung opportunity cost dari tenaga kerja
dalam keluarga. Berdasarkan analisis ekonomi, nilai R-C rasio untuk usahatani kentang
dengan konservasi lebih besar daripada usahatani kentang tanpa konservasi, Artinya setiap satuan biaya yang dikeluarkan pada usahatani dengan konservasi
memberikan penerimaan yang lebih besar dibandingan dengan usahatani tanpa konservasi. Nilai R-C rasio untuk kedua sistem tanam tersebut lebih besar
daripada nilai R-C rasio hasil analisis Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Garut 2009, yaitu 1,73.
Perbedaan antara usahatani konservasi dan non-konservasi dapat dilihat dari aspek lingkungan, yang ditunjukkan dengan nilai ekonomi konservasi. Nilai
ekonomi konservasi merupakan keuntungan yang diperoleh petani jika melakukan konservasi atau kerugian yang diderita petani jika tidak melakukan konservasi.
Oleh karena itu, nilai ekonomi konservasi usahatani kentang adalah selisih pendapatan total antara petani yang melakukan konservasi dan tidak melakukan
konservasi. Dengan tidak dilakukannya konservasi, maka lahan petani akan
81 mengalami erosi yang lebih tinggi sehingga menghasilkan produksi kentang yang
lebih sedikit dibandingkan dengan petani yang melakukan konservasi, karena hilangnya unsur hara tanah akibat terbawa erosi. Selain itu petani pun harus
mengeluarkan biaya yang lebih tinggi untuk melakukan konservasi. Analisis pendapatan total merangkum seluruh biaya yang secara riil
dikeluarkan oleh petani dan biaya-biaya yang diperhitungkan, serta penerimaan dari seluruh hasil produksi usahatani, baik yang dijual, maupun yang tidak dijual.
Oleh karena itu, pebedaan pendapatan total dapat merangkum kerugian petani yang tidak melakukan konservasi akibat produktivitas yang lebih rendah, serta
tambahan biaya yang dikeluarkan petani untuk konservasi. Berdasarkan hasil analisis dapat dilihat bahwa perbedaan pendapatan total antara petani yang
melakukan konservasi dan tidak melakukan konservasi sebesar Rp 10.163.428,60 atau nilai ekonomi dari konservasi usahatani kentang sebesar Rp 10.163.428,60
Tabel 18. Tabel 18. Perhitungan Nilai Ekonomi Konservasi Usahatani Kentang di
Kecamatan Pasirwangi, 2011 Deskripsi
Sistem Penanaman Perbedaan
Konservasi Searah Kontur
Non Konservasi Searah Lereng
A Penerimaan Nilai Produksi Rp
91.766.536,09 79.472.008,65 12.294.527,44
B Biaya Biaya Tunai Rp
41.390.284,86 37.631.058,96
3.759.225,90 Biaya Diperhitungkan Rp
2.823.484,55 4.451.611,61
-1.628.127,06 Biaya Total Rp
44.213.769,41 42.082.670,58
2.131.098,84 C Net Benefit dengan
Konservasi Rp 47.552.766,68
D Net Benefit Tanpa Konservasi Rp
37.389.338,07 E Incremental Net Benefit
Nilai Ekonomi Rp 10.163.428,60
Sumber: Data Primer diolah
82
VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1
SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Dengan menggunakan analisis regresi logit, umur, status kepemilikan lahan, pendapatanan dan tingkat kecuraman lereng berpengaruh positif terhadap
keputusan petani dalam mengadopsi konservasi. Sedangkan pendidikan, luas lahan, jumlah tanggungan keluarga, dan pengalaman berpengaruh secara
negatif. Selanjutnya variabel yang berpengaruh secara signifikan pada taraf nyata α = 20 persen, yaitu luas lahan, status kepemilikan lahan, pendapatan,
tingkat kecuraman lereng, dan pengalaman bertani. 2. Usahatani kentang memberikan keuntungan baik bagi responden yang
mengadopsi konservasi maupun yang tidak mengadopsi konservasi. Namun, berdasarkan hasil analisis adopsi sistem konservasi yang dilakukan petani
memberikan nilai ekonomi sebesar Rp. 10.163.428,60Ha.
7.2 SARAN
Berdasarkan hasil penelitian, dapat dirumusakan saran sebagai berikut: 1. Perlu dilakukan penyuluhan yang membahas mengenai konservasi secara
lebih mendalam tidak hanya fokus pada budidaya tanaman, terutama sasaran penyuluhan pada petani penyewa-penggarap. Hal ini perlu dilakukan agar
petani lebih paham mengenai manfaat dan biaya yang harus ditanggung secara lebih jelas sehingga dapat meningkatkan adopsi konservasi,