Adopsi sistem pertanian konservasi usahatani kentang di lahan kering dataran tinggi Kecamatan Pangalengan Bandung

(1)

ADOPSI SISTEM PERTANIAN KONSERVASI

USAHATANI KENTANG DI LAHAN KERING DATARAN TINGGI

KECAMATAN PANGALENGAN, BANDUNG

RATNA KATHARINA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Adopsi Sistem Pertanian Konservasi Usahatani Kentang Di Lahan Kering Dataran Tinggi Kecamatan Pangalengan, Bandung adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Februari, 2007

Ratna Katharina NIM 062024121


(3)

RINGKASAN

RATNA KATHARINA. Adopsi Sistem Pertanian Konservasi Usahatani Kentang Di Lahan Kering Dataran Tinggi Kecamatan Pangalengan Bandung (di bawah bimbingan SANTUN R. P. SITORUS sebagai ketua, BUNASOR SANIM, dan ERNAN RUSTIADI, sebagai anggota).

Pengembangan usahatani lahan kering di Indonesia yang tidak menerapkan teknik konservasi tanah mengakibatkan semakin besarnya luas kerusakan lahan yang ada. Berbagai upaya untuk meningkatkan produktivitas lahan dan penanggulangan kerusakan lahan kering telah dilakukan pemerintah. Namun demikian, proses erosi tanah di lahan-lahan pertanian masih cukup tinggi. Kondisi ini disebabkan karena masih banyak petani yang belum menerapkan sistem pertanian konservasi secara benar, khususnya pada lahan kering yang diusahakan di daerah hulu dengan kemiringan lereng yang cukup besar.

Usahatani sayuran di lahan kering dataran tinggi Pangalengan diharapkan telah menerapkan sistem pertanian konservasi. Pada kenyataannya petani sayuran di Pangalengan belum sepenuhnya mempraktekkan teknik konservasi tanah dengan baik. Hal ini ditandai dengan: (a) tingginya erosi tanah pada areal pertanaman sayuran, (b) turunnya produksi usahatani kentang dan kubis, dan (c) bertambahnya lahan kritis sebesar 1556 hektar (Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, 2004). Penerapan konservasi tanah dalam bentuk pertanian konservasi akan mencegah berbagai permasalahan lingkungan seperti telah disebutkan di atas.

Tujuan penelitian ini adalah: (1) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani kentang untuk mengadopsi sistem pertanian konservasi, (2) menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi, dan (3) menganalisis pengaruh adopsi sistem pertanian konservasi kualitas sumberdaya lahan dan pendapatan usahatani kentang.

Teknik konservasi tanah yang diobservasi adalah teknik konservasi tanah mekanik yaitu penanaman kentang pada tanah berbentuk teras bangku dan penanaman kentang pada guludan searah kontur. Bentuk usahatani yang menanam kentang pada guludan searah lereng termasuk usahatani yang tidak mengadopsi konservasi tanah.

Untuk menentukan faktor-faktor apa saja yang menentukan adopsi konservasi tanah oleh petani digunakan model logit. Setelah itu hasil dugaan model logit dimasukkan ke dalam fungsi produksi Cobb-Douglas untuk mengetahui pengaruhnya terhadap produktivitas usahatani kentang.

Untuk mengetahui pengaruh adopsi teknik konservasi tanah terhadap tingkat pendapatan digunakan analisis biaya dan manfaat dari teknik penanaman usahatani kentang di Pangalengan. Analisis finansial petani dihitung dengan menggunakan harga input yang dikeluarkan dan harga penerimaan yang diterima dengan menggunakan harga yang berlaku pada tahun 2004-2005. Untuk menghitung manfaat jangka panjang konservasi tanah digunakan indikator NPV.

Model SCUAF digunakan untuk memprediksi produktivitas usahatani kentang dan memprediksi hilangnya bahan organik dan unsur hara tanah akibat erosi selama 20 tahun. Produktivitas dan hilangnya bahan organik dan unsur hara tanah ini merupakan komponen yang diperlukan untuk menghitung keuntungan usahatani selama 20 tahun tersebut.


(4)

Penelitian dilaksanakan di lahan kering dataran tinggi di tiga belas desa Kecamatan Pangalengan Bandung sejak bulan Desember 2004 sampai Desember

2005. Data primer yang digunakan dalam penelitian merupakan data cross sectional

dengan jumlah responden sebanyak 180 petani sayuran. Sampel diambil secara acak sederhana (simple random sampling).

Hasil penelitian menunjukkan berdasarkan hasil estimasi terhadap model adopsi, ada tiga variabel yang parameternya berbeda nyata daripada nol (0). Ketiga variabel independen tersebut adalah status lahan usahatani (SLHN), tingkat kecuraman lereng (CURM), dan jumlah anggota keluarga dewasa (JAK), sedangkan variabel independen lainnya, parameternya tidak berbeda nyata dengan nol.

Status lahan sewa memiliki peluang lebih besar untuk tidak mengadopsi konservasi tanah dibandingkan dengan mengadopsi. Tidak semua petani kentang di Pangalengan memiliki sendiri tanah untuk usahataninya. Cukup banyak petani yang status lahannya adalah sewa. Hal ini tercermin pada responden penelitian, dimana dari 180 petani responden sampel terdapat 103 responden yang lahannya berstatus sewa.

Tingkat kecuraman lereng juga berpengaruh nyata pada adopsi konservasi tanah. Nilai odds ratio untuk variabel tingkat kecuraman (CURM) adalah 1.025. Hal ini berarti, apabila kemiringan lereng semakin meningkat maka peluang untuk mengadopsi konservasi tanah relatif lebih besar daripada peluang tidak mengadopsi.

Variabel independen lainnya yang berpengaruh nyata terhadap peluang adopsi konservasi tanah adalah variabel jumlah anggota keluarga dewasa (JAK). Nilai odds ratio untuk variabel ini adalah 0.752, yang berarti peluang untuk tidak mengadopsi konservasi tanah lebih besar daripada peluang mengadopsi. Semakin besar jumlah anggota keluarga dewasa, semakin turun peluang untuk mengadopsi konservasi tanah.

Hasil regresi terhadap fungsi produksi Cobb-Douglas menunjukkan dari 9 variabel independen yang terdapat pada model, ada lima variabel yang berpengaruh nyata terhadap variabel dependen produksi. Empat variabel yaitu nitrogen, tenaga kerja, pestisida dan luas lahan berpengaruh positif. Dengan peningkatan penggunaan unsur nitrogen, tenaga kerja dan pestisida sebesar 10% akan terjadi peningkatan produksi berturut-turut sebesar 1.23 persen, 1.66 persen dan 1.52 persen. Peningkatan produksi kentang sangat dipengaruhi luas lahan, semakin luas lahan semakin besar jumlah produksi. Peningkatan 10 persen penggunaan lahan meningkatkan hasil produksi 7.28 persen. Besarnya kontribusi lahan tercermin pada harga sewa lahan untuk tanaman kentang yang cenderung terus meningkat.

Variabel adopsi konservasi berpengaruh nyata negatif terhadap tingkat produksi kentang, yang artinya semakin besar peluang untuk mengadopsi konservasi tanah semakin kecil tingkat produksi. Nilai koefisien untuk adopsi – 0.077. Pengaruh adopsi konservasi tanah yang negatif terhadap tingkat produksi kentang sudah diperkirakan sejak awal. Petani enggan menerapkan konservasi tanah, karena penggunaan teras bangku ataupun penanaman searah kontur tidak saja mengurangi luasan areal tanam tetapi juga meningkatkan serangan layu bakteri.

Analisis usahatani kentang jangka pendek (satu atau dua musim tanam saja) memperlihatkan usahatani kentang yang menerapkan konservasi tanah - teras dan searah kontur - memberikan tingkat keuntungan yang lebih rendah dibandingkan usahatani kentang yang tidak menerapkan konservasi tanah. Usahatani kentang yang tidak menerapkan konservasi tanah, searah lereng, dapat menghasilkan


(5)

jumlah produksi yang tinggi karena petani mensubstitusi hilangnya hara yang hilang akibat erosi dengan jumlah pupuk kimiawi maupun pupuk kandang. Dengan model SCUAF, juga dari percobaan petak erosi dan pemeriksaan tanah terlihat bahwa adopsi konservasi tanah mampu menahan hilangnya unsur C dan hara N,P akibat erosi.

Apabila analisis dilakukan selama 20 tahun, ternyata usahatani yang menerapkan konservasi tanah memberikan tingkat keuntungan yang lebih tinggi daripada usahatani yang tidak menerapkan konservasi tanah. NPV usahatani kentang dengan sistem penanaman searah lereng adalah yang paling rendah. Keuntungan usahatani kentang dengan sistem penanaman searah lereng dalam satu musim tanam adalah Rp. 13,3 juta per hektar, sedangkan dengan menggunakan sistem penanaman searah kontur ataupun teras bangku keuntungan yang diperoleh berturut-turut adalah Rp 8,6 juta dan Rp 5,9 juta per hektar. Hal ini menunjukkan bahwa manfaat adopsi konservasi tanah hanya akan dirasakan dalam waktu jangka panjang. Tidaklah heran mengapa petani enggan mengadopsi sistem pertanian konservasi karena yang diinginkan petani adalah hasil pengembalian yang segera dapat dirasakan yaitu keuntungan yang setinggi mungkin dalam jangka pendek.

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disampaikan saran sebagai berikut (a) pemerintah disarankan memberi insentif kepada petani yang mengadopsi konservasi tanah seperti pengurangan pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB) atau diberi bunga kredit yang lebih rendah, (b) pemerintah disarankan membuat peraturan untuk kecuraman lereng lahan tertentu harus mengadopsi konservasi tanah. Bila tidak mau mengadopsi, diberi denda berupa pembayaran biaya lingkungan sebesar besarnya erosi off-site yang timbul dari usahataninya, (c) pemerintah disarankan membuat peraturan durasi sewa menyewa lahan agar ada insentif bagi petani penyewa untuk menerapkan konservasi tanah, (d) dalam rangka mempertinggi adopsi sistem pertanian konservasi di Pangalengan, disarankan perlu peningkatan pengetahuan bagi petani maupun PPL serta pihak terkait (aparat desa, dinas pertanian) tentang keuntungan jangka panjang yang diperoleh dari menerapkan sistem pertanian konservasi.


(6)

ABSTRAK

RATNA KATHARINA. Adopsi Sistem Pertanian Konservasi Usahatani Kentang di Lahan Kering Dataran Tinggi Kecamatan Pangalengan, Bandung. Dibimbing oleh SANTUN R. P. SITORUS, BUNASOR SANIM, dan ERNAN RUSTIADI.

Erosi tanah merupakan masalah yang serius di dataran tinggi Pangalengan, Bandung. Penelitian bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi, menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi, serta menganalisis pengaruh adopsi sistem pertanian konservasi terhadap kualitas sumberdaya lahan dan pendapatan usahatani kentang. Data yang diperlukan untuk

analisis merupakan data cross-sectional dengan responden rumahtangga petani.

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi teknik konservasi tanah

digunakan fungsi model logit dengan menggunakan variabel dummy, sedangkan

untuk mengetahui pengaruh adopsi teknik konservasi tanah terhadap produksi dan

erosi tanah usahatani sayuran digunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas dan

model SCUAF. Manfaat teknik konservasi tanah terhadap pendapatan jangka pendek maupun jangka panjang serta erosi dihitung dengan menggunakan analisis Manfaat-Biaya dan model SCUAF. Hasil estimasi model logit menunjukkan bahwa adopsi sistem pertanian konservasi dipengaruhi oleh faktor kecuraman lereng, status lahan dan jumlah tenaga kerja keluarga. Hasil estimasi Cobb-Douglas menunjukkan faktor pupuk N, pestisida, tenaga kerja, dan luas lahan berpengaruh positif terhadap produksi. Peningkatan masing-masing faktor tersebut akan meningkatkan produksi. Adopsi teknik konservasi (teras bangku dan penanaman searah kontur) berpengaruh negatif terhadap produksi. Teras bangku dan penanaman searah kontur tidak saja menurunkan luasan areal tanam tetapi juga meningkatkan serangan penyakit layu bakteri. Hasil estimasi analisis Manfaat-Biaya dan model SCUAF menunjukkan dalam jangka panjang, sistem penanaman yang menerapkan teknik konservasi tanah tidak hanya meningkatkan pendapatan yang lebih baik, tetapi juga menurunkan erosi tanah. Teknik konservasi tanah teras bangku dan penanaman pada guludan searah kontur menghasilkan nilai kini bersih (NPV) yang lebih tinggi dibandingkan penanaman pada guludan searah lereng. Untuk mendorong adopsi sistem pertanian konservasi di Pangalengan perlu diberikan prioritas pada pengelolaan lahan berkelanjutan, peningkatan pengetahuan dan dukungan teknis bagi petani dan semua pihak terkait.


(7)

ABSTRACT

RATNA KATHARINA. The Adoption of Conservation Farming System of Potatoes

Farming in the Dryland of Upland Pangalengan, Bandung. Under the direction of

SANTUN R. P. SITORUS, BUNASOR SANIM, and ERNAN RUSTIADI).

Soil erosion is a serious problem in upland Pangalengan, Bandung. A study was carried out to determine factors affecting adoption of conservation farming practices, to analyze factors that influence its production and to analyze impact of conservation farming practices in soil fertility and potatoes farmer’s income. The data for study analysis is collected from cross-sectional data of farm households. The logit model using dummy variables was applied to determine factors affecting farmer’s adoption of conservation farming practices. Adoption of conservation farming practices was applied as one of parameters in Cobb-Douglas production function. Financial Analysis, Benefit Cost Analysis and SCUAF model were applied to quantify farm income, productivity, and soil erosion of conservation farming practices in the short and long run. The results of logit function analysis show that adoption of conservation farming practices is affected by farm characteristics such as slope, land status, and labor resources. The Cobb-Douglas function analysis shows N fertilizer, pesticide, labor and land size have a positive influence to production. Increasing those factors will increase production. While adoption of soil conservation technology of bench terraces and contour cultivation has a negative influence in production. Farmer is reluctant to adopt bench terraces and contour cultivation. Bench terraces reduce cultivated land size while contour cultivation increases Pseudomonas sp attacking. The findings of the study highlighted a significant difference in farm income, productivity, and soil erosion between farming practices with and without conservation measures. In the long run, bench terraces and contour cultivation yield higher net present value (NPV) and productivity, and they also conserve the soil. To promote areas of farming conservation system in the Pangalengan, the top priority policies should be on land, training on crop production and soil conservation technology and technical support for farmers.


(8)

@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mokrofilm, dan sebagainya


(9)

ADOPSI SISTEM PERTANIAN KONSERVASI

USAHATANI KENTANG DI LAHAN KERING DATARAN TINGGI

KECAMATAN PANGALENGAN, BANDUNG

RATNA KATHARINA

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(10)

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang yang dilaksanakan sejak Agustus 2005 ini ialah Adopsi Sistem Pertanian Konservasi Usahatani Sayuran di Lahan Kering Dataran Tinggi Kecamatan Pangalengan, Bandung.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Santun. R. P. Sitorus, Bapak Prof. Dr. Ir. Bunsor Sanim, MSc, dan Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi, MAgr selaku pembimbing yang telah banyak memberikan saran. Di samping itu penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Ir. Mia Resmiati dari Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Benih Kentang Pangalengan beserta staf, Bapak Ir. Pidio Laksono MSi dari Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH) Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Jawa Barat, Bapak Odji sebagai koordinator Petugas Penyuluh Lapang (PPL) Kecamatan Pangalengan beserta staf, Bapak Tatang dari Koperasi Unit Desa Walatra beserta staf, staf Kantor Perhutani III Kecamatan Pangalengan, Dinas Pertanian dan Dinas Lingkungan Kabupaten Bandung, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor, Stasiun hujan PLTA Plengan, Bapak Wildan, Finus, aparat kecamatan dan desa yang telah membantu selama pengumpulan data. Tidak lupa juga penghargaan kepada petani (responden) yang mau bersabar memberikan informasi dalam pengumpulan data selama di lahan usahataninya yang menyebabkan kadang-kadang petani harus pulang terlambat dari lahannya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga dan juga teman-teman seperjuangan dalam masa menempuh studi.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari, 2007


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 1 Agustus 1960 sebagai anak sulung dari pasangan Gustaf Tambunan dan Theodora S. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan IPB, lulus pada tahun 1984. Pada tahun 1999, penulis diterima di Program Magister pada program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan pada Program Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 2001. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi dan pada perguruan tinggi yang sama diperoleh pada tahun 2003.

Setelah bekerja di perusahaan swasta dan lembaga pemerintahan, saat ini penulis lebih banyak berkecimpung pada pengembangan masyarakat desa.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL

...

vi

DAFTAR GAMBAR

...

viii

DAFTAR LAMPIRAN

...

x

I.

PENDAHULUAN

...

1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

1.5. Ruang Lingkup ... 7

1.6. Kerangka Pemikiran ... 8

1.7. Hipotesis Penelitian ... 12

1.8. Kebaruan Penelitian ... 12

II.

TINJAUAN PUSTAKA

...

14

2.1. Erosi, Dampak dan Upaya Pengendaliannya ... 14

2.2. Erosi Yang Diperbolehkan ... 19

2.2. Biaya Erosi Tanah ... 20

2.3. Peran Konservasi Tanah dalam Mencegah Erosi... 24

2.4. Pertanian Lahan Kering Dataran Tinggi dan Sistem Pertanian Konservasi (SPK) ... 29

2.5. Andisols, Potensi dan Kendalanya ... 32

2.6. Adopsi Sistem Pertanian Konservasi dan Manfaatnya ... 33

2.7. Hasil Penelitian Terdahulu Tentang Adopsi Sistem Pertanian Konservasi ... 37

2.8. Model SCUAF dan Hasil Penelitian Terdahulu ... 44

2.9. Tanaman Kentang ... 47

III.

METODE PENELITIAN

...

48

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 48

3.2. Teknik Pengambilan Contoh ... 45

3.3. Jenis dan Sumber Data ... 49

3.4. Analisis Data ... 51

3.4.1. Analisis Data untuk Tujuan 1 ... 51

3.4.2. Analisis Data untuk Tujuan 2 ... 52

3.4.3. Analisis Data untuk Tujuan 3 ... 55

IV. KARAKTERISTIK

WILAYAH

DAN SISTEM USAHATANI

RESPONDEN

...

62


(14)

Halaman

4.2. Iklim ... 62

4.3. Penggunaan Lahan dan Kondisi Tanah ... 63

4.4. Populasi dan Kegiatan Ekonomi ... 66

4.5. Sarana Pendidikan ... 68

4.6. Kebijakan dan Program Pembangunan Pertanian Kabupaten Bandung 2004... 69

4.7. Karakteristik Sistem Usahatani Responden ... 71

V.

ADOPSI SISTEM PERTANIAN KONSERVASI

...

85

5.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adopsi Sistem Pertanian Konservasi... 87

5.2. Pengaruh Faktor-faktor Produksi dan Adopsi Konservasi Terhadap Produksi Usahatani Sayuran ... 93

102 5.3. Pengaruh Adopsi Sistem Pertanian Konservasi terhadap Kualitas Sumberdaya Lahan dan Pendapatan Usahatani ... 5.3.1. Pendapatan, Kentang dalam Satu Musim Tanam (MT)... 5.3.2. Erosi, Kadar Bahan Organik dan Unsur Hara Tanah serta Pendapatan Usahatani Jangka Panjang (Proyeksi untuk 20 tahun)... 103 106 5.4. Sintesis dan Implikasi Hasil Penelitian... 124

VI. SIMPULAN DAN SARAN

...

130

6.1. Simpulan ... 130

6.2. Saran untuk aplikasi ... 6.3. Saran untuk Penelitian Lanjutan... 131 132

DAFTAR PUSTAKA

...

133


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Produktivitas tanaman kentang dan kubis di Kecamatan

Pangalengan, 1995-2004... 9

2 Jumlah sampel desa, PPL, dan petani ... 49

3 Jenis dan sumber data ... 50

4 Ringkasan tujuan, data yang dikumpulkan, sumber data, teknik analisis dan output penelitian ... 52

5 Diskripsi tiga sistem usahatani sayuran di Kecamatan Pangalengan yang digunakan dalam simulasi SCUAF ... 57

6 Tata guna lahan di Kecamatan Pangalengan, 2005 ... 64

7 Luas lahan kering dan lahan sawah Kecamatan Pangalengan, 2004 64

8 Mata pencaharian penduduk di Kecamatan Pangalengan, 2005 ... 66

9 Sarana perekonomian di Kecamatan Pangalengan ... 67

10 Sarana pendidikan Kecamatan Pangalengan, 2005 ... 69

11 Jumlah penduduk menurut pendidikan ... 69

12 Penggolongan umur responden ... 71

13 Pendidikan responden ... 71

14 Pengalaman bertani responden ... 72

15 Pengalaman kursus usahatani dan organisasi responden ... 73

16 Luas tanam, panen, produksi dan produktivitas jagung di tiga kecamatan, Kabupaten Bandung, 2004 ... 76

17 Luas tanam, luas panen, dan produktivitas enam jenis sayuran di Kecamatan Pangalengan, 2004 ... 76

18 Analisis usahatani beberapa komoditas pertanian per hektar, 2004.. 77


(16)

Halaman 20 Data kemiringan lereng lahan dan sistem penanamannya Per

responden dan per petak usahatani... 88 21 Hasil estimasi model adopsi ... 89 22 Persentase serangan penyakit layu bakteri pada pertanaman

kentang dengan berbagai teknik konservasi tanah di Kecamatan

Batur, Jawa Tengah ... 95 23 Hasil estimasi fungsi produksi Cobb-Douglas usahatani kentang

responden, di Kecamatan Pangalengan ... 97 24 Perbandingan penerimaan, biaya, keuntungan, produktivitas tanah

usahatani kentang di Pangalengan berdasarkan sistem penanaman

per MT 2005 ... 104

25 Studi terdahulu erosi petak percobaan pada tanaman kentang... 105

26 Proyeksi erosi tanah ketiga sistm tanam kentang di kecamatan

Pangalengan pada tahun ke-1 (T1) dan tahun ke-20 (T20) ... 108 27 Perbandingan sifat kimia tanah Pangalengan pada tahun 1991 dan

2003 ...

110

28 Proyeksi hilangnya unsur C, hara N dan P akibat erosi tanah ketiga

sistem tanam kentang pada tahun ke-1(T1) dan tahun ke-20(T20)... 113

29 Proyeksi pupuk kandang, urea, dan SP36 pengganti untuk hilangnya C, hara N dan P ketiga sistem penanaman kentang di

Pangalengan pada tahun ke-1(T1) dan tahun ke-20 (T20) ... 115

30 Nilai kini (PV) unsur C, N, dan P yang hilang di Kecamatan Pangalengan selama 20 tahun berdasarkan sistem penanamannya

(Rp) ... 116

31 Kandungan hara N, P, K tanah di Kecamatan Pangalengan ... 118

32 Perbandingan nilai kini bersih (NPV) usahatani kentang di Kecamatan Pangalengan selama 20 tahun berdasarkan sistem

penanaman (Rp) ... 119 33 Perbandingan nilai kini bersih (NPV) usahatani kentang di

Kecamatan Pangalengan selama 20 tahun berdasarkan faktor


(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka pikir adopsi konservasi tanah usahatani sayuran lahan

kering dataran tinggi Kecamatan Pangalengan, Bandung ... 6

2 Mengukur biaya erosi tanah di lokasi (on-site) dengan pendekatan biaya pengganti... 23

3 Kerangka kerja pemodelan biofisik-ekonomi ... 56

4 Curah hujan Pangalengan tahun 1998 - 2004 ... 63

5 Penanaman pada guludan searah lereng... 78

6 Penanaman pada pada guludan searah lereng ... 79

7 Penanaman kentang pada teras bangku ... 79

8 Penggunaan mulsa plastik perak hitam ... 82

9 Tenaga kerja wanita usahatani sayuran di Kecamatan Pangalengan... 96

10 Teras bangku yang diubah menjadi penanaman pada guludan searah lereng ... 100

11 Proyeksi erosi tanah pada tiga sistem penanaman kentang di Kecamatan Pangalengan untuk 20 tahun... 108

12 Hilangnya Unsur C pada tiga sistem penanaman di Kecamatan Pangalengan... 111

13 Hilangnya unsur hara N pada tiga sistem penanaman kentang di Kecamatan Pangalengan... 112

14 Hilangnya unsur hara P pada tiga sistem penanaman kentang di Kecamatan Pangalengan. ... 113

15 Proyeksi produksi kentang pada ketiga sistem penanaman kentang di Pangalengan untuk 20 tahun ... 117


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Lokasi penelitian ... 143

2 Lokasi desa penelitian di Kecamatan Pangalengan ... 144

3 Data curah hujan Pangalengan 1998 – 2004 dari statsiun pencatat curah hujan Plengan, Pangalengan ... 145

4 Kebutuhan tenaga kerja untuk penanaman searah kontur dan pembuatan teras bangku per hektar ... 145

5 Topografi, sifat fisik, dan kimia tanah Pangalengan ... 146

6 Parameter model SCUAF ... 147

7 Analisis fungsi produksi Cobb-Douglas + adopsi 2 ... 148

8 Korelasi antar variabel independen ... 149

9 Respesifikasi model untuk mengurangi gejala multikolinearitas... 150

10 Analisis fungsi produksi Cobb-Douglas + adopsi 2-respesifikasi ... 151

11 Analisis fungsi produksi Cobb-Douglas + adopsi 2 (tanpa luas lahan).. 152

12 Kondisi hubungan masing-masing input dengan output usahatani kentang di Pangalengan ... 153

13 Prediksi erosi tanah, unsur C, dan hara N, P ... 154

14 Nilai kini bersih (NPV) analisis usahatani kentang selama 20 tahun pada guludan searah lereng dengan kecuraman lereng 15%... 155

15 Nilai kini bersih (NPV) analisis usahatani kentang selama 20 tahun pada guludan searah kontur dengan kecuraman lereng 15%... 156

16 Nilai kini bersih (NPV) analisis usahatani kentang selama 20 tahun penanaman dengan teras bangku pada kecuraman lereng15%... 157

17 Nilai kini bersih (NPV) analisis usahatani kentang selama 20 tahun pada guludan searah lereng dengan kecuraman lereng 50%... 158

18 Nilai kini bersih (NPV) analisis usahatani kentang selama 20 tahun pada guludan searah kontur dengan kecuraman lereng 50% ... 159


(19)

Halaman 19 Nilai kini bersih (NPV) analisis usahatani kentang selama 20 tahun

penanaman dengan teras bangku pada kecuraman lereng 50% ... 160

20 Nilai kini (PV) C, N dan P yang hilang selama 20 tahun pada duludan

searah lereng dengan kecuraman lereng 15% ... 161 21 Nilai kini (PV) C, N dan P yang hilang selama 20 tahun pada guludan

searah kontur dengan kecuraman lereng 15% ... 162 22 Nilai kini (PV) C, N dan P yang hilang selama 20 tahun penanaman

dengan teras bangku pada kecuraman lereng 15% ... 163 23 Nilai kini (PV) C, N dan P yang hilang selama 20 tahun pada guludan

searah lereng dengan kecuraman lereng 50% ... 164 24 Nilai kini (PV) C, N dan P yang hilang selama 20 tahun pada guludan

searah kontur dengan kecuraman lereng 50% ... 165 25 Nilai kini (PV) C, N dan P yang hilang selama 20 tahun penanaman

dengan teras bangku pada kecuraman lereng 50% ... 165


(20)

1.1. Latar Belakang

Kepedulian akan berbagai akibat dari degradasi lahan karena kegiatan pertanian dan munculnya berbagai masalah seperti erosi tanah lahan pertanian, pendangkalan waduk, dan sebagainya, menyebabkan berbagai negara mengambil kebijakan untuk menerapkan konservasi tanah. Beberapa negara membuat undang-undang dan peraturan yang berhubungan dengan konservasi tanah dengan maksud untuk mencegah petani melakukan kegiatan usahatani yang bersifat merusak lahan dengan mendorong para petani mengadopsi praktek-praktek konservasi. Sementara beberapa negara lainnya memilih memberi subsidi pada penerapan praktek konservasi tertentu – khususnya bangunan-bangunan konservasi mekanik seperti teras bangku. Kenyataannya, usaha-usaha yang dilakukan tersebut sering memberikan hasil jauh dari harapan.

Berbagai peraturan yang berhubungan dengan penggunaan lahan yang telah dibuat pemerintah, di lapangan sangat sukar untuk dilaksanakan karena sangat luasnya ruang penyebaran berbagai kegiatan pertanian dan apalagi untuk negara-negara berkembang sering diikuti oleh lemahnya kekuatan hukum. Subsidi walaupun sering cukup berhasil bila dipakai sebagai alat untuk mendorong adopsi konservasi, namun kenyataannya - dalam beberapa kasus - petani justru sering tidak mengadopsi teknik konservasi yang diperkenalkan – bahkan kadang-kadang dengan sengaja merusak bangunan konservasi yang sudah dibuat begitu subsidi selesai (Pagiola, 1999) atau dengan kata lain efek dari subsidi hanya bersifat sementara

(Huszar et al., 1995). Pada kasus yang lain, usaha-usaha untuk mendorong praktek

konservasi, oleh petani sering dianggap hanya berupa tanda pernah bekerjasama dengan pemerintah (Enters, 1996).

Pengembangan usahatani lahan kering di Indonesia saat ini, ternyata telah diikuti oleh semakin besarnya luas kerusakan lahan yang ada. Berbagai upaya untuk meningkatkan produktivitas lahan dan penanggulangan kerusakan lahan kering telah dilakukan pemerintah. Usaha-usaha konservasi tanah yang telah dilakukan pemerintah Indonesia menurut BAPPENAS Bidang Regional dan Daerah antara lain Upland Agriculture and Conservation Project (UACP) di Daerah Aliran Sungai (DAS)


(21)

Citanduy II Jawa Barat dan DAS Brantas dan Jatrunseluna Jawa Timur (1984-1992), Yogyakarta Upland Agriculture Development Project (YUADP) di Perbukitan Kritis

Yogyakarta, Jawa Tengah (1990-1998), National Watershed Management dan

Conservation Project (NWMCP) di DAS Cimanuk, Jawa Barat (1995-2000) dan Upland Farmer Development Project (UFDP) di Jawa Barat, Kalimantan Tengah dan Nusa Tenggara Timur (1993-2000). Namun demikian, proses erosi lahan di lahan-lahan pertanian masih cukup tinggi. Kondisi ini disebabkan karena masih banyak petani yang belum menerapkan teknik-teknik konservasi tanah secara benar, khususnya pada lahan kering yang diusahakan di daerah hulu dengan kemiringan topografi yang cukup besar. Pada pertanian di daerah hulu, erosi tanah di lokasi

usahatani (on-site) dapat menyebabkan hilangnya kapasitas produktivitas dan

hilangnya kemampuan tanah untuk menyimpan air. Data hasil estimasi lapangan dan pengukuran erosi petak kecil menunjukkan beberapa kasus, antara lain: (a) jumlah erosi pada jenis tanah haplohumults Jasinga, Bogor dengan kemiringan lahan 5-15% adalah 90,5 ton/ha/tahun (Kurnia et al., 1997), (b) jumlah erosi pada jenis tanah andisol di Desa Batulawang, Pacet, Cianjur dengan kemiringan lahan 9-22% sebesar 252,0 ton/ha/tahun (Suganda et al., 1997), dan (c) erosi DAS Citarum, Jawa Barat untuk lahan sawah sebesar 0,3–1,5 ton/ha/tahun sedangkan erosi lahan kering 5,7-16,5 ton/ha/tahun (Sutono et al., 2003).

Dampak erosi di daerah hulu mengakibatkan kerusakan di daerah hilir (off-site) atau di luar lokasi usahatani. Kerusakan di daerah hilir (off-site) ini ditandai dengan adanya sedimentasi yang akan mengakibatkan terjadinya kerusakan pada saluran sungai, situ, waduk, sistem tata air dan saluran irigasi, peningkatan biaya-biaya pada pengguna air di daerah hilir. Di Jawa hampir semua sungai, situ, atau waduk mengalami sedimentasi yang tinggi. Magrath dan Arens (1989) menyatakan bahwa perkiraan kehilangan tanah di lahan kering Jawa Barat sebesar 144.3 ton/ha/tahun dengan kehilangan kapasitas produktivitasnya setiap tahun berkisar antara 0-12%. Penerapan teknik konservasi tanah pada usahatani tanaman sayuran di lahan kering dataran tinggi diharapkan selain mampu menekan laju erosi juga harus dapat memberikan hasil yang cukup tinggi bagi petani dalam jangka pendek tanpa merusak sumberdaya lahan untuk penggunaan jangka panjang. Upaya pegendalian erosi dimulai dari pemilihan teknik konservasi tanah yang paling tepat diterapkan pada suatu lahan pertanian karena setiap teknik konservasi mempunyai kekurangan


(22)

dan kelebihan masing-masing serta mempunyai persyaratan berbeda pula. Pendekatan baru pengelolaan lahan kering yang menjadi fokus pembangunan pertanian adalah kesejahteraan petani dan kelestarian sumberdaya lahannya yang

dapat diwujudkan dalam Sistem pertanian konservasi/SPK (Conservation Farming

System). SPK merupakan pertanian yang memadukan penerapan pola tanam dan

tindakan konservasi tanah yang disesuaikan dengan keadaan setempat (site

spesific). Sesuai tidaknya pilihan teknik konservasi sangat ditentukan oleh faktor hujan, topografi daerah, dan vegetasi (Sinukaban, 1994).

Usahatani tanaman sayuran di Pangalengan seyogianya diharapkan juga mampu menekan laju erosi lahan pertanian dan dapat memberikan hasil yang cukup tinggi bagi petani dalam jangka pendek tanpa merusak sumberdaya lahannya dalam waktu jangka panjang. Harapan ini dapat diwujudkan bila petani di Pangalengan menjalankan sistem pertanian konservasi dalam usahataninya mengingat lahan di Pangalengan merupakan lahan kering dataran tinggi. Sejauh mana petani Pangalengan sudah mengikuti kaedah sistem pertanian konservasi menjadi kajian penelitian ini. Kajian dalam penelitian ini meliputi bagaimana dampak berbagai teknik penanaman yang ada di Pangalengan terhadap erosi tanah, produktivitas, faktor- faktor yang mempengaruhi petani mau atau tidak mengadopsi sistem pertanian konservasi, serta manfaat ekonomi yang dilakukan melalui pendekatan fisik, sosial dan ekonomi. Dengan mengerti apa manfaat dari sistem pertanian konservasi ini jangka panjang maka akan mendorong petani untuk lebih mau mengadopsi sistem pertanian konservasi dilahannya.

1.2. Kerangka Pemikiran

Sistem pengelolaan lahan (pertanian) mempunyai hubungan yang erat dengan erosi. Laju erosi tanah sangat dipengaruhi oleh bagaimana lahan tersebut dikelola. Tidaklah mungkin menekan laju erosi sampai nol dari tanah-tanah yang diusahakan untuk pertanian tertutama pada tanah-tanah berlereng. Namun demikian, jumlah maksimum tanah yang hilang agar produktivitas lahan tetap lestari, harus lebih kecil atau sama dengan jumlah tanah yang terbentuk melalui proses pembentukan tanah. Untuk daerah-daerah yang digunakan untuk pertanian terutama daerah berlereng, jumlah tanah hilang hampir selalu lebih besar dari tanah yang terbentuk. Oleh karena itu perlu penetapan batas tertinggi laju erosi yang masih dapat dibiarkan atau


(23)

ditoleransi. Erosi yang diperbolehkan (Edp) adalah jumlah tanah yang hilang yang diperbolehkan per tahun agar produktivitas lahan tidak berkurang sehingga tanah tetap produktif secara lestari (Wischmeier dan Smith, 1978). Jika laju Edp dapat diperkirakan maka dapat ditentukan kebijaksanaan penggunaan tanah dan tindakan konservasi tanah yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah dan tanah dapat dipergunakan secara produktif dan lestari.

Laju erosi pada sebidang lahan dipengaruhi oleh erosivitas (intensitas dan jumlah) hujan (R), erodibilitas tanah (K), faktor panjang dan kemiringan lereng (LS), faktor penutupan vegetasi dan pengelolaan tanaman (C), dan faktor pengelolaan lahan/tindakan konservasi (P). Apabila laju erosi tanah dari suatu lahan pertanian tergolong tinggi maka perlu dianalisis faktor erosi mana yang berpeluang untuk dikurangi pengaruhnya melalui perbaikan-perbaikan tindakan konservasi. Jumlah dan intensitas hujan tidak dapat diubah, sehingga peluang perubahan ada pada faktor erodibilitas tanah, panjang dan kemiringan lereng, faktor pengelolaan pertanaman, dan tindakan konservasi tanah.

Erodibilitas tanah dapat diubah atau diturunkan, antara lain dengan penambahan bahan organik (kompos, pupuk kandang, pupuk hijau). Kemiringan dan panjang lereng dapat diubah dengan pembuatan teras bangku atau teras gulud, atau pembuatan saluran memotong lereng, dan sebagainya. Pengubahan kemiringan dan panjang lereng ini dianggap tindakan-tindakan konservasi untuk mengubah nilai faktor P. Sedangkan untuk faktor C berhubungan dengan pemilihan tanaman sebagai vegetasi penutup lahan oleh tumbukan dan aliran air hujan. Kualitas lahan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut.

Pemanfaatan sumberdaya lahan kering di dataran tinggi untuk pertanian di satu sisi merupakan perwujudan dari upaya pemanfaatan optimal sumberdaya alam dan sumberdaya manusia. Namun demikian keberhasilan pemanfaatan lahan kering dataran tinggi tersebut tidak dapat dilepaskan dari motivasi petani yang tercermin dari pemilihan pola usahatani untuk memenuhi kebutuhan diversifikasi pangan. Usahatani secara intensif di dataran tinggi dengan kemiringan lereng yang tajam secara langsung sering berbenturan dengan tujuan konservasi tanah padahal peningkatan produktivitas sangat berhubungan erat dengan konservasi tanah.

Erosi tanah menyebabkan hilangnya pendapatan sekarang petani dan di masa mendatang akan menyebabkan bertambah tingginya resiko yang akan dialami


(24)

petani khususnya petani marjinal karena erosi tanah akan menyebabkan penurunan produktivitas lebih besar lagi. Oleh karena itu sistem pertanian konservasi selain bertujuan untuk meningkatkan produktivitas yang sekaligus juga berpengaruh terhadap pendapatan, juga bertujuan untuk mempertahankan kualitas lahan sehingga sistem pengelolaan suatu lahan dapat berkelanjutan tanpa batas. Manfaat sistem pertanian konservasi ini tidak saja akan dapat dirasakan oleh petani di lokasi (on-site) tetapi juga akan dirasakan oleh masyarakat/petani di luar lokasi (off-site). Namun demikian manfaat ekonomi dari konservasi ini tidak langsung dirasakan segera. Manfaat ini akan terlihat setelah (T) tahun mengadopsi sistem pertanian konservasi (Barbier, 1995). Untuk itu petani/pengguna lahan perlu mendapat informasi bagaimana tindakan konservasi yang diadopsi mempunyai implikasi finansial maupun ekonomi. Manfaat dan biaya dari setiap tindakan pengelolaan atau teknik penanaman pertanian hortikultur sayuran di Pangalengan akan dihitung sehingga berdasarkan hasil perhitungan dapat dilihat tindakan pengelolaan lahan mana yang paling memberikan manfaat ekonomis terbesar.

Secara umum faktor penghambat terbesar dalam memperkenalkan pelaksanaan konservasi tanah di negara berkembang dipengaruhi dua kelompok variabel, yaitu variabel yang termasuk ke dalam lingkungan sosial ekonomi dan variabel yang termasuk ke dalam lingkungan bio-fisik (Juo dan Thurow, 1998; Pagiola, 1999; Thao, 2001; The, 2001; Ravnborg, 2002; Sanim dan Siregar, 2002; Antle et al., 2004). Variabel-variabel lingkungan sosial ekonomi antara lain adalah karakteristik rumah tangga (umur, pendidikan kepala keluarga, jumlah anggota keluarga/jumlah tenaga kerja yang tersedia, luas lahan yang dimiliki, tingkat pendapatan luar usahatani, jarak lahan ke rumah/ aksesibilitas tempat tinggal ke

lahan, keadaan pasar (pasar input maupun pasar output), tingginya biaya modal,

biaya tambahan untuk menerapkan konservasi tanah), manfaat konservasi terhadap produktivitas dan pendapatan, dan kelembagaan (status lahan, perkreditan, insentif, keanggotaan dalam suatu organisasi). Sedangkan variabel yang termasuk lingkungan bio-fisik, antara lain adalah kondisi iklim atau curah hujan, kemiringan lahan, ancaman hama dan penyakit, dan jenis tanah. Kedua variabel tersebut tidak saja mempengaruhi pemilihan petani terhadap jenis tanaman apa saja yang akan ditanam di lahan yang dimilikinya, tetapi juga mempengaruhi pemilihan metode konservasi tanah yang diterapkannya.


(25)

Karena manfaat konservasi tidak dapat langsung dirasakan segera sedangkan petani ingin mendapatkan hasil yang segera, khususnya petani marjinal, maka akan sulit bagi petani untuk melakukan tindakan konservasi, apalagi tindakan konservasi juga akan meningkatkan pengeluaran bagi petani. Oleh karena itu, perlu dicari faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat petani, terutama petani marjinal, mau mengadopsi teknik konservasi tanah dalam usahataninya dengan meneliti hubungan antar variabel yang mempengaruhi adopsi konservasi. Secara diagramatis skema kerangka pemikiran adopsi sistem pertanian konservasi usahatani sayuran di lahan kering dataran tinggi Pangalengan, Bandung dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka pikir adopsi sistem pertanian konservasi usahatani kentang di lahan kering dataran tinggi Pangalengan, Bandung.

Adopsi Sistem Pertanian

Konservasi Karakteristik RT petani - umur dan pendidikan

kepala keluarga - jumlah tenaga kerja - jarak usahatani ke

rumah

- tingkat pendapatan di luar usahatani - luas lahan - produksi

- pasar (input/output)

Faktor biofisik

- kemiringan lereng - Iklim dan jenis tanah

Kelembagaan - status lahan - kredit - insentif - keanggotaan dalam organisasi pelestarian SDA

Manfaat Adopsi Sistem Pertanian Konservasi - Erosi

- Produktivitas - Pendapatan


(26)

Eksternalitas sistem usahatani di Pangalengan terutama berhubungan dengan erosi tanah dan penggunaan bahan kimia pestisida. Erosi dan pencemaran pestisida tidak hanya berdampak pada daerah hulu atau di tingkat usahatani (on-site) tetapi juga berdampak pada daerah hilir atau di luar lokasi usahatani (off-site) akibat aliran permukaan (run-off) dari hulu/dataran tinggi. Dampak tersebut meliputi sedimentasi di situ/dam, kerusakan pada saluran irigasi, dan juga berdampak pada pertanian, perikanan, industri di daerah dataran rendah dan pantai. Dampak lainnya berupa turunnya kualitas air, siklus banjir dan kekeringan. Dampak ini tentunya bersifat lokal dan bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya.

Kebijakan pemerintah dalam pembangunan pertanian dataran tinggi adalah memperkenalkan pelaksanaan teknik konservasi tanah ke dalam sistem pertanian. Namun dalam pelaksanaannya banyak mengalami hambatan. Dengan diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi sistem pertanian konservasi, dari hasil studi ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi petani maupun pemerintah untuk menjawab mengapa adopsi sistem pertanian konservasi di Kecamatan Pangalengan masih rendah.

1.3. Perumusan Masalah

Kecamatan Pangalengan berada di wilayah Sub-DAS Citarik, dengan daerah tangkapannya Citere, terletak di hulu sungai Cisangkuy dari DAS Citarum. Daerah tangkapan Citere berfungsi sebagai penyangga suplai air untuk tiga waduk yaitu Waduk Cirata, Waduk Saguling, dan Waduk Jatiluhur. DAS Citarik merupakan wilayah yang mempunyai tingkat kekritisan yang paling besar bila dibandingkan Sub-DAS lain dalam Sub-DAS Citarum dan mengancam daerah-daerah di bawahnya termasuk Kabupaten Bandung bagian Selatan dan sekitarnya. Sub-DAS Cisangkuy, termasuk di dalamnya Kecamatan Pangalengan, merupakan prioritas kedua dalam penanganan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah DAS Citarum. Sebagaimana DAS lainnya di Indonesia, kondisi Sub-DAS Citarik cukup memprihatinkan. Erosi di Sub-DAS Citarik berkisar antara 22.7–335.0 ton/ha/tahun (SBRLKT Sub-DAS Citarik, 1987). Sebagian besar wilayah Sub-DAS Citarik (71%) merupakan areal pertanian lahan kering dataran tinggi (± 1450 m dpl). Erosi tanah menjadi salah satu


(27)

kendala penting dalam keberlanjutan produktivitas pertanian di berbagai tempat di dunia ini (Pimentel et al., 1995 dan Pagiola, 1999).

Hidayat et al. (2002) menyatakan bahwa pengembangan tanaman yang baik

untuk wilayah Pangalengan adalah tanaman tahunan. Kenyataannya, Pangalengan merupakan kawasan usahatani tanaman semusim, sentra hortikultur sayuran terutama kentang dan kubis, yang memang cocok tumbuh di daerah Pangalengan dimana tanaman tersebut juga mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi, sehingga banyak petani yang mengusahakannya secara intensif. Mengingat lebih dari 70% Pangalengan merupakan wilayah berbukit sampai bergunung dan mempunyai curah hujan yang tinggi maka usahatani sayuran seharusnya memperhatikan konservasi tanah. Disamping itu jenis tanah dataran tinggi Pangalengan termasuk dalam ordo Andisols. Tanah andisols memang subur dan baik untuk pertanian karena banyak mengandung bahan organik. Masalah yang paling menonjol adalah andisols pada wilayah berlereng mempunyai sifat stabilitas tanah yang rendah. Bila mengalami kekeringan, andisols tidak mempunyai kemampuan untuk menyerap dan menyimpan air kembali seperti semula (Munir, 1996). Selain itu, Rompas (1996) juga menunjukkan bahwa kepekaan tanah Pangalengan terhadap erosi (erodibilitas) adalah 0.29 (kriteria sedang). Walaupun masih dalam kriteria sedang, namun angka tersebut sudah mendekati 0.3 yang dalam klasifikasi kepekaan tanah terhadap erosi (K) masuk dalam kriteria agak tinggi (Hardjowigeno, 2003). Keadaan ini mengharuskan usahatani sayuran Pangalengan menerapkan sistem pertanian konservasi.

Usahatani sayuran di lahan kering dataran tinggi Pangalengan diharapkan telah menerapkan sistem pertanian konservasi. Pada kenyataannya petani sayuran di Pangalengan belum sepenuhnya mempraktekkan konservasi konservasi tanah di dalam usahataninya. Dengan kata lain adopsi sistem pertanian konservasi yang menjamin keberlangsungan sumberdaya tanah dan air di Pangalengan masih

rendah (Hernawati, 1992; Yuwono, 1993; Banuwa, 1994; Sinukanan et al., 1994;

Jaya 1994; Rahmawati, 1995; Rompas, 1996; Katharina, 2001). Hal ini ditandai dengan: (1) tingginya erosi tanah pada areal pertanaman sayuran. Berdasarkan pendekatan penetapan nilai erosi yang masih dapat dibiarkan menurut konsep

Hammer (1981) dalam Arsyad (2000) maka batas tertinggi laju erosi di Pangalengan


(28)

(1994) melaporkan erosi yang terjadi per musim tanam (MT) pada tanaman kentang yang ditanam pada guludan searah lereng dan kontur masing-masing sebesar 45.2

ton/ha dan 11.6 ton/ha. Sinukaban et al. (1994) menyatakan jumlah erosi yang

terjadi pada areal pertanian tanaman pangan di Pangalengan tanpa teknik konservasi tanah setiap tahunnya sebesar 218.0 ton/ha. Pidio (2004) melaporkan erosi yang terjadi pada tanaman kentang per musim tanam (MT) yang ditanam di atas guludan searah lereng dan kontur masing-masing sebesar 56.31 ton/ha dan 26.31 ton/ha, (2) turunnya produktivitas kentang dan kubis di Pangalengan. Dinas Pertanian Kabupaten Bandung (2004) melaporkan terjadinya gejala penurunan produktivitas dan stagnasi pada tingkat input yang lebih tinggi di Pangalengan (Tabel 1).

Tabel 1 Produktivitas tanaman kentang dan kubis di Kecamatan Pangalengan 1995 – 2004

Produktivitas (ton/ha)

Tahun Kentang Kubis

1995 21.26 30.0 1996 22.46 28.3 1997 20.80 29.9 1998 20.00 30.0 1999 19.76 29.0 2000 16.60 26.3 2001 17.31 27.8 2002 18.29 23.7 2003 19.77 23.6 2004 19.91 27.8

2005 * 18.75 (per MT) -

Sumber: Dinas Pertanian, Kabupaten Bandung (2004), * diolah, per musim tanam

Untuk kentang, sejak tahun 1999 sampai 2004 produktivitasnya selalu di bawah 20 ton/ha dari yang seharusnya 25-30 ton/ha sedangkan untuk kubis juga menurun, di bawah 30 ton/ha dari yang seharusnya 35-40 ton/ha. Rata-rata produksi kentang yang diperoleh dari penelitian untuk tahun 2005 adalah 18.79 ton per musim tanam (MT) yang juga menunjukkan gejala penurunan produktivitas dibandingkan tahun sebelumnya, dan (3) munculnya lahan kritis di Pangalengan. Lahan kering untuk pertanian yang berpotensi menjadi lahan kritis yang ada di kecamatan Pangalengan adalah sebesar 6 223 ha (Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, 2004). Jumlah lahan kritis di Kecamatan Pangalengan tahun 2004 adalah sebesar 2 227 ha dan penanganan lahan kristis yang sudah dilakukan pada tahun


(29)

yang sama adalah 660.50 ha, sehingga sisa lahan kritis di kecamatan Pangalengan sampai akhir 2004 adalah 1556.50 ha (Dinas Pertanian, Kab. Bandung, 2004). Dari berbagai studi terdahulu erosi dan teknik konservasi tanah yang sudah dilakukan di Pangalengan, menunjukkan bahwa teknik konservasi tanah secara mekanik pengolahan tanah menurut kontur atau penanaman pada guludan/bedengan memotong lereng (searah kontur) dianggap memberikan dampak erosi relatif lebih kecil dibandingkan dengan penanaman pada guludan searah lereng. Teknik konservasi tersebut efektif menekan aliran permukaan dan erosi, tidak menyebabkan munculnya hama penyakit seperti yang dikuatirkan oleh petani Pangalengan, tidak menurunkan produktivitas, serta mudah dilakukan petani. Namun demikian, dari berbagai studi yang dilakukan di atas belum menyebutkan bagaimana dampak produktivitas dan erosi yang muncul dari penanaman sayuran kentang yang mengadopsi teknik konservasi tanah mekanik teras bangku sehingga hasilnya dapat dibandingkan dengan produktivitas dan erosi yang muncul dari penanaman sayuran pada guludan searah kontur.

Seperti diketahui bahwa untuk dataran tinggi berlereng/bergunung, selain teknik pengolahan tanah menurut kontur, teknik konservasi tanah mekanik lainnya yang juga cocok dan baik untuk dataran tinggi adalah teras (bangku/berdasar lebar). Teras berfungsi mengurangi panjang lereng dan menahan air, sehingga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan, dan memungkinkan penyerapan tanah. Dengan demikian erosi berkurang. Di Pangalengan didapati juga petani yang sudah menerapkan teknik konservasi tanah mekanik teras dalam usahatani sayurannya. Penerapan teknik konservasi tanah, baik pengolahan tanah menurut kontur maupun teras, dalam usahatani sayuran di Pangalengan akan mencegah berbagai permasalahan lingkungan yang telah disebutkan di atas. Yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah jika sistem pertanian konservasi memang bermanfaat, mengapa tidak semua petani mengadopsinya? Apakah adopsi sistem pertanian konservasi memang mampu meningkatkan produktivitas dan pendapatan? Faktor-faktor apa yang dapat mempengaruhi keputusan petani untuk mengadopsi sistem pertanian konservasi? Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.


(30)

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini secara umum adalah menganalisis adopsi sistem pertanian konservasi di lahan kering dataran tinggi Pangalengan sehingga hasilnya dapat digunakan untuk mendorong praktek-praktek penggunaan lahan berkelanjutan pada areal dataran tinggi. Secara spesifik tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani kentang untuk mengadopsi sistem pertanian konservasi.

2. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi usahatani kentang.

3. Menganalisis pengaruh adopsi sistem pertanian konservasi terhadap kualitas sumberdaya lahan dan pendapatan usahatani kentang.

1.5. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang, permasalahan, tujuan penelitian dan kerangka pemikiran maka hipotesis penelitian adalah:

1. Keputusan petani kentang mengadopsi sistem pertanian konservasi dipengaruhi

oleh kondisi lahan dan kondisi sosial ekonomi.

2. Adopsi sistem pertanian konservasi di dataran tinggi berlereng dalam jangka

pendek menurunkan produksi usahatani kentang.

3. Adopsi sistem pertanian konservasi di dataran tinggi berlereng dalam jangka

panjang meningkatkan pendapatan usahatani lebih besar dibandingkan yang tidak mengadopsi.

1.6. Manfaat Penelitian

1. Membekali petani (pengguna/pemilik lahan) untuk mendapatkan informasi dalam memutuskan adopsi sistem penggunaan lahan/teknik konservasi tanah yang tepat bagi lahannya.

2. Membantu petani dan pemerintah untuk lebih sadar lagi akan

dampak/biaya-biaya yang muncul dari erosi tanah di lokasi (on-site) dan manfaat-manfaat


(31)

3. Bagi peneliti lain yang berminat pada masalah yang sama, penelitian ini diharapkan merupakan sumbangan yang berharga, terutama penelitian yang berkaitan dengan penilaian ekonomi lingkungan.

1.7. Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan pada rumahtangga pertanian sayuran, yaitu komoditas kentang karena selain menjadi komoditas unggulan sehingga petani lebih memilih menanam kentang, Pangalengan juga menjadi sentra penghasil kentang di Jawa Barat. Lingkup penelitian ini dibatasi pada aspek fisik dan sosial ekonomi usahatani. Untuk kajian fisik meliputi analisis terhadap kondisi lahan yaitu kemiringan lereng lahan dan teknik konservasi tanah secara mekanik yang digunakan petani sayuran Pangalengan. Untuk kajian sosial ekonomi usahatani meliputi analisis terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan juga kelembagaan petani sayuran Pangalengan.

Pola tanam dengan penanaman kentang dengan sistem teras bangku dan penanaman kentang pada guludan searah kontur dikategorikan sebagai usahatani yang sudah menerapkan konservasi tanah mekanik (sistem pertanian konservasi) dan pola tanam dengan penanaman kentang pada guludan searah lereng dikategorikan sebagai pertanian yang belum mengadopsi sistem pertanian konservasi.

Penelitian ini tidak dimaksudkan untuk melakukan kajian kebijakan, meskipun hasil penelitian bermanfaat bagi perumusan kebijakan yang terkait dengan konservasi lahan. Saran atau rekomendasi yang dirumuskan sebagai konsekuensi logis dari hasil penelitian, memang berguna dan bersifat khusus untuk daerah penelitian namun rumusan detail dari kebijakan serta bagaimana caranya kebijakan itu dapat diimplementasikan tentunya memerlukan penelitian yang lebih memfokuskan pada analisis kelembagaan. Dalam penelitian ini masalah kelembagaan tidak dibahas secara mendalam.

1.8. Kebaruan Penelitian

Permasalahan erosi dan degradasi tanah pada dasarnya adalah permasalahan yang bersifat multiaspek. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menjelaskan fenomena mengapa petani tidak menerapkan praktek-praktek usahatani yang dapat menjaga keberlanjutan dari tanah yang diusahakan. Namun


(32)

penelitian-penelitian tersebut cenderung membatasi kajiannya pada aspek tertentu dari erosi dan degradasi tanah. Sebagai contoh, penelitian oleh Sinukaban et al.

(1994), Suganda et al. (1997) dan Kurnia et al. (1997) lebih memfokuskan

penelitiannya pada aspek bio-fisik tanah dari konservasi, Pagiola (1999), Pedro et al. (1997), dan Sanim dan Siregar (2002) meninjau konservasi tanah dari aspek sosial dan finansial, sementara Hwang et al. (1994) meninjau konservasi tanah dari aspek biaya konservasi tanah dan kelembagaan.

Penelitian adopsi sistem pertanian konservasi ini meninjau dari sudut pandang

petani (private) – sesuai dengan arahan permasalahan penelitian mengapa petani

banyak yang tidak mengadopsi sistem pertanian konservasi padahal sistem

pertanian konservasi bagus – namun sudut pandang petani/private ini mempunyai

implikasi yang bersifat atau berlaku bagi banyak petani atau orang lain dengan demikian dapat mengetahui perilaku petani sehingga dapat mengetahui atau memformulasikan kebijakan publik yang tepat.

Penelitian adopsi sistem pertanian konservasi ini menggunakan pendekatan multiaspek untuk menjawab mengapa dan faktor-faktor apa saja yang terkait dengan adopsi konservasi oleh petani. Dalam penelitian ini berbagai parameter biofisik dimanfaatkan untuk menduga pengaruh adopsi sistem pertanian konservasi terhadap produksi dalam jangka panjang. Di samping itu, dalam penelitian model adopsi konservasi tidak saja menggunakan variabel-variabel sosial ekonomi, tetapi juga memasukkan aspek kelembagaan dan aspek fisik (kecuraman lereng) lahan petani. Pada penelitian ini setiap sampel lahan milik petani diukur kemiringan lerengnya dan data kemiringan lereng tadi masuk ke dalam pendugaan model. Dari berbagi literatur yang diperoleh, variabel lereng belum dimasukkan sebagai faktor yang mempengaruhi adopsi sistem pertanian konservasi.

Kebaruan penelitian ini terletak pada permasalahan yang sederhana namun memiliki implikasi yang luas dari sisi kebijakan dan memperkuat landasan teori yang ada dalam konservasi bahwa konservasi memiliki manfaat nyata dalam jangka panjang.


(33)

2.1. Erosi, Dampak dan Upaya Pengendaliannya

Sebagai sumberdaya alam, tanah mempunyai dua fungsi yaitu (1) sebagai sumber unsur hara bagi tanaman, dan (2) tempat akar tumbuh, tempat air tersimpan dan tempat unsur hara ditambahkan. Menurun atau hilangnya kedua fungsi tanah tersebut disebut degradasi tanah (Arsyad, 2000). Menurunnya fungsi tanah pertama dapat diperbaiki dengan pemupukan, tetapi menurunnya fungsi tanah kedua tidak mudah diperbaharui sehingga memerlukan waktu puluhan tahun bahkan ratusan tahun untuk memperbaharuinya. Salah satu penyebab terdegradasinya lahan berlereng adalah erosi.

Erosi adalah peristiwa pindah atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami (air atau angin). Erosi dapat menyebabkan terdegradasinya lahan melalui hilang atau terkikisnya lapisan tanah atas, sehingga dapat berdampak buruk terhadap tanah. Dampak buruk dari erosi ada dua yaitu dampak di tempat kejadian erosi (on-site) dan dampak di luar tempat

kejadian erosi (off-site). Dampak langsung erosi on-site antara lain kehilangan

lapisan tanah yang baik bagi berjangkarnya akar tanaman, kehilangan unsur hara dan kerusakan struktur tanah, turun/rusaknya bangunan konservasi atau bangunan

lainnya, turunnya pendapatan petani. Dampak tidak langsung erosi on-site adalah

berkurangnya alternatif penggunaan tanah, timbulnya dorongan untuk membuka lahan baru, munculnya biaya lain untuk perbaikan lahan dan bangunan yang rusak.

Dampak langsung di luar tempat kejadian erosi (off-site) adalah pelumpuran dan

pendangkalan waduk, sungai, saluran dan badan air lainnya, tertimbunnya lahan pertanian, jalan, dan bangunan lainnya, rusaknya mata air dan kualitas air, rusaknya ekosistem perairan serta meningkatnya frekuensi dan masa kekeringan. Dampak tidak langsung di luar tempat kejadian erosi yaitu kerugian akibat memendeknya umur waduk, meningkatnya frekuensi dan besarnya banjir (Arsyad, 2000).

Salah satu dampak lingkungan yang muncul akibat pembangunan pertanian – baik melalui ekstensifikasi maupun intensifikasi – adalah degradasi lahan atau erosi tanah. Erosi tanah merupakan ancaman lingkungan utama terhadap keberlanjutan dan kapasitas produksi pertanian dunia saat ini. Selama hampir 40 tahun, hampir


(34)

sepertiga tanah yang baik untuk ditanami (arable land) dunia telah rusak atau hilang akibat erosi dan kehilangan ini akan terus berlanjut dengan laju rata-rata lebih dari 10 juta hektar per tahun. Pimentel et al. (1995) melaporkan di Amerika setiap tahun diperkirakan 4000 juta ton tanah dan 130 000 jutaton air hilang dari 160 000 juta ha

lahan pertanian. Bila angka tersebut dihitung sebagai kehilangan ekonomi erosi

on-site maka akan setara dengan $ 27 juta setiap tahun, dimana $ 20 juta untuk

penggantian hara tanah, sedangkan $ 7 juta untuk pengganti kehilangan air dan lapisan permukaan tanah. Dari jumlah ini terlihat bahwa komponen yang nyata hilang adalah hilangnya hara tanah. Biaya total erosi tanah on-site dan off-site di Amerika yang disebabkan erosi angin dan air dan biaya total pencegahan erosi per tahun adalah $ 44 399 juta.

Pierce (1991) mengemukakan bahwa erosi tanah mempengaruhi produktivitas tanah. Erosi dapat mengubah kondisi fisik dan kimiawi tanah. Erosi tanah merupakan penyebab utama dari degradasi tanah di seluruh dunia. Di samping dapat menyebabkan degradasi tanah, erosi dapat juga merusak tanaman yang pada akhirnya mengurangi produktivitas. Dampak erosi tanah terhadap produktivitas bervariasi cukup besar antar tempat dan waktu.

Semua lahan, beserta jenis tanaman apapun yang tumbuh di atasnya, sewaktu-waktu dapat mengalami erosi. Laju erosi tanah sangat dipengaruhi oleh bagaimana lahan tersebut dikelola/digunakan. Setiap bentuk penggunaan lahan yang berbeda akan menghasilkan tingkat erosi tanah yang berbeda pula. Tingkat erosi suatu lahan dipengaruhi oleh jenis vegetasi yang ditanam dan teknik pertanian yang digunakan (Miranda, 1992).

Di Indonesia, dampak buruk dari proses erosi tanah tidak hanya dialami oleh lahan-lahan pertanian saja, melainkan dialami juga oleh kawasan hutan daerah pemukiman, daerah industri yang sedang dibangun, daerah pertambangan, dan sebagainya. Di areal pertanian sendiri, proses erosi banyak terjadi pada lahan berlereng yang dikelola untuk budidaya tanaman semusim yang tidak dilengkapi dengan tindakan-tindakan konservasi tanah (Abdurachman dan Sutono, 2002). Erosi yang terpenting di Indonesia adalah erosi yang disebabkan oleh air. Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya erosi, menurut Hardjowigeno (2003), adalah curah hujan (erosivitas) sifat-sifat tanah (erodibilitas) panjang dan kemiringan lereng, vegetasi, dan manusia. Dari curah hujan, yang terpenting dalam


(35)

mempengaruhi besarnya erosi adalah intensitas hujan atau hujan yang jatuh sangat deras, bukan jumlah hujan rata-rata tahunan yang tinggi.

Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kepekaan tanah terhadap erosi adalah tekstur tanah, bentuk dan kemantapan struktur tanah, daya infiltrasi atau permeabilitas tanah, dan kandungan bahan organik. Tekstur tanah yang paling peka terhadap erosi adalah debu dan pasir sangat halus. Oleh karena itu makin tinggi kandungan debu dalam tanah, maka tanah makin peka terhadap erosi. Bentuk struktur tanah yang membulat (granuler, remah, gumpal membulat) menghasilkan tanah dengan porositas tinggi sehingga air mudah meresap ke dalam tanah, dan aliran permukaan tanah menjadi kecil sehingga erosi juga kecil. Tanah-tanah yang mempunyai strutur tanah yang mantap tidak mudah hancur oleh pukulan air hujan. Sebaliknya pada struktur tanah yang tidak mantap sangat mudah hancur oleh pukulan air hujan menjadi butir-butir halus sehingga menutup pori-pori tanah. Akibatnya air infiltrasi terhambat, aliran permukaan meningkat yang berarti erosi juga akan meningkat.

Bila daya infiltrasi tanah besar berarti air mudah meresap ke dalam tanah sehingga aliran permukaan kecil dan erosi yang akan terjadi juga kecil. Daya infiltrasi tanah dipengaruhi oleh porositas dan kemantapan tanah. Kandungan bahan organik tanah menentukan kepekaan tanah terhadap erosi karena bahan organik mempengaruhi kemantapan struktur tanah. Tanah yang cukup mengandung bahan organik umumnya menyebabkan tanah menjadi mantap sehingga tahan terhadap erosi. Tanah dengan kandungan bahan organik kurang dari 2% umumnya peka terhadap erosi (Hardjowigeno, 2003)

Pengaruh lereng pada erosi adalah erosi akan meningkat apabila lereng semakin curam atau semakin panjang. Semakin curam lereng maka kecepatan aliran permukaan meningkat sehingga kekuatan mengangkutnya meningkat juga. Bila kecepatan aliran permukaan naik dua kali lipat maka besarnya benda yang dapat diangkut menjadi 64 kali lebih besar, sedangkan berat benda yang dapat diangkut menjadi 32 kali lebih berat. Lereng yang semakin panjang akan menyebabkan volume air yang mengalir semakin besar. Bila dalamnya air menjadi 4 kali lebih besar, akibatnya besar maupun berat benda yang dapat diangkut juga berlipat ganda (Hardjowigeno, 2003).


(36)

Pengaruh vegetasi terhadap erosi adalah menghalangi air hujan agar tidak jatuh langsung dipermukaan tanah, menghambat aliran permukaan dan memperbanyak air infiltrasi, serta memperkuat penyerapan air ke dalam tanah oleh transpirasi melalui vegetasi. Makin rapat vegetasi makin efektif terjadinya pencegahan erosi. Vegetasi yang tingginya lebih dari 7 m kadang-kadang tidak efektif karena air yang tertahan di pohon dan di daun akan terkumpul dan akan jatuh kembali ke tanah dengan kekuatan yang besar juga.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi erosi adalah memanipulasi faktor yang mempengaruhi erosi yaitu erodibilitas, kemiringan dan panjang lereng, dan vegetasi. Faktor erosivitas (jumlah dan curah hujan) tidak dapat diubah. Pembuatan teras merupakan upaya menurunkan tingkat kemiringan lereng sehingga aliran permukaan dapat dikurangi dan erosi dapat ditekan. Pemberian pupuk kandang dapat memperbaiki kemantapan struktur tanah sehingga tanah lebih tahan terhadap kerusakan akibat pukulan air hujan. Dengan demikian pupuk kandang merupakan faktor yang mampu menurunkan erodibilitas tanah. Beberapa jenis tanaman dapat bertindak sebagai penghalang jatuhnya air hujan ke tanah dan jenis tanaman lainnya mampu memperbaiki kemantapan strutur tanah. Hutan adalah paling efektif mencegah erosi karena daun-daunnya rapat, tetapi rumput-rumput yang tumbuh rapat juga sama efektifnya. Untuk pencegahan erosi paling sedikit 70% tanah harus tertutup vegetasi. Cara lain yang juga dipakai untuk menutup lahan yang terbuka adalah dengan pemakaian mulsa alami (jerami padi, daun/batang tanaman jagung, dan/atau tanaman lainnya) atau mulsa plastik. Namun ada juga beberapa jenis tanaman yang merusak struktur tanah seperti tanaman ubikayu. Dengan demikian, tanaman juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi erosi. Dixon dan Hufschmidt (1993) menyatakan pemberian mulsa sisa tanaman mampu menurunkan biaya produksi sebesar 64 % pada tahun kedua karena terjadi penurunan erosi dan penurunan kehilangan hara serta meningkatnya produktivitas lahan di Korea.

Kurnia (1996) melaporkan bahwa mulsa jerami padi sangat efektif dalam

mengurangi erosi tanah sebesar 86-98%, sedangkan mulsa Mucuna sp mampu

mengurangi erosi sebesar 74-85%. Pada tanah Podsolik Merah Kuning Bogor, pemberian mulsa jerami mampu menaikkan hasil jagung 47,5 % dan kacang tanah 47,5%. Satu tahun kemudian perlakuan pemberian mulsa jerami padi tersebut


(37)

mampu meningkatkan hasil jagung lebih dari 50% atau produksi jagung melebihi 3 ton/ha.

Kurnia et al. (1997) menyatakan penggunaan 10 ton per hektar mulsa jerami padi ditambah 7 ton per hektar batang dan daun jagung ditambah 6 ton per hektar

mulsa Flemingia congesta merupakan cara rehabilitasi lahan yang paling efektif

pada tanah Haplohumults di Jasinga, Jawa Barat untuk mencegah erosi, menurunkan konsentrasi sedimen dan jumlah hara yang hilang, serta mempertahankan sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Rehabilitasi dengan cara tersebut dapat diterapkan pada tanah yang mempunyai tingkat erosi sampai 10 cm.

Kurnia et al. (1998) melaporkan bahwa biaya pengendalian erosi dengan

mulsa jerami padi dan mulsa Mucuna sp berturut-turut Rp 2 175.- dan Rp 1 640,- per ton tanah erosi. Pengendalian erosi dengan pupuk kandang menghasilkan biaya yang lebih tinggi yaitu Rp 4 085,- per ton tanah tererosi. Sedangkan biaya kerusakan lahan Podsolik Merah Kuning Bogor tanpa rehabilitasi adalah Rp 291 715,- per ha sehingga biaya rehabilitasi kerusakan lahan dengan mulsa padi dan mulsa Mucuna sp hanya 1.2 – 9.2% dari biaya kerusakan lahan tanpa rehabilitasi.

Manusia juga berperan terhadap laju erosi tanah. Kepekaan tanah terhadap erosi dapat diubah oleh manusia menjadi baik atau lebih buruk. Pembuatan teras-teras pada tanah yang berlereng curam merupakan pengaruh baik manusia karena dapat mengurangi erosi. Sebaliknya penggundulan hutan di daerah-daerah pegunungan merupakan pengaruh manusia yang jelek karena dapat menyebabkan erosi dan banjir. Aktivitas manusia seperti pertanian pangan tanpa menggunakan

teknologi konservasi yang tepat, penggembalaan yang berlebihan (over-grazing),

penambangan lahan (yang mengganggu vegetasi penutup lahan alami dan merusak sifat-sifat tanah) akan mempercepat proses erosi alami. Aktivitas manusia/petani menerapkan tindakan konservasi menurut Sinukaban (1994) sangat dipengaruhi oleh (1) pemahaman petani tentang fungsi komponen teknik konservasi yang telah dibangun, (2) kurangnya penyuluhan tentang pentingnya pemeliharaan komponen pengendali erosi untuk meningkatkan dan mempertahankan produktivitas secara lestari, (3) biaya untuk pembuatan atau pemeliharaan teknik konservasi yang dibangun, (4) rendahnya pendapatan keluarga.


(38)

2.2. Erosi Yang Diperbolehkan (Edp)

Laju erosi tanah sangat dipengaruhi oleh bagaimana lahan tersebut dikelola. Tidaklah mungkin menekan laju erosi sampai nol dari tanah-tanah yang diusahakan untuk pertanian tertutama pada tanah-tanah berlereng. Namun demikian, jumlah maksimum tanah yang hilang agar produktivitas lahan tetap lestari, harus lebih kecil atau sama dengan jumlah tanah yang terbentuk melalui proses pembentukan tanah. Untuk daerah-daerah yang digunakan untuk pertanian terutama daerah berlereng, jumlah tanah hilang hampir selalu lebih besar dari tanah yang terbentuk. Oleh karena itu perlu penetapan batas tertinggi laju erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransi. Erosi yang diperbolehkan (Edp) adalah jumlah tanah yang hilang yang diperbolehkan per tahun agar produktivitas lahan tidak berkurang sehingga tanah tetap produktif secara lestari (Wischmeier dan Smith, 1978). Jika laju Edp dapat diperkirakan maka dapat ditentukan kebijaksanaan penggunaan tanah dan tindakan konservasi tanah yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah dan tanah dapat dipergunakan secara produktif dan lestari.

Hardjowigeno (2003) menyatakan bahwa tanah yang mempunyai solum tebal, memiliki nilai Edp lebih tinggi dari tanah yang bersolum tipis. Di daerah dengan proses pembentukan tanah yang cepat, nilai Edp lebih tinggi daripada di daerah dengan proses pembentukan tanah yang lambat.

Kecepatan pembentukan tanah di Indonesia cukup beragam, tergantung dari jenis batuan (bahan) induk dan faktor-faktor pembentuk tanah lainnya. Tanah-tanah yang berasal dari batuan yang keras proses pembentukan tanahnya akan lambat sedangkan tanah-tanah berasal dari bahan-bahan yang lebih lunak proses pembentukan tanah akan berjalan lebih cepat. Suhu dan curah hujan yang tinggi di Indonesia juga mempercepat proses pembentukan tanah. Kecepatan pembentukan kecepatan tanah di daerah tropika basah diperkirakan dua kali lebih besar daripada di daerah beriklim sedang (Arsyad, 2000).

Di Amerika Serikat kecepatan tertinggi pembentukan tanah diperkirakan 0.8 mm/tahun, sedangkan di Indonesia mencapai 2 mm/tahun. Hardjowigeno (2003) mengemukakan bahwa tanah-tanah berasal dari abu volkanik gunung Krakatau di Pulau Rakata, kecepatan pembentukan tanahnya mencapai 2.5 mm/tahun. Bila 2.5.mm/tahun dianggap sebagai kecepatan tertinggi pembentukan tanah di Indonesia, maka rata-rata proses pembentukan tanah di Indonesia diperkirakan 1


(39)

mm/tahun. Untuk daerah beriklim sedang, kecepatan rata-rata proses pembentukan tanah sering digunakan angka 0.5 mm/tahun. Berdasar atas perbedaan kecepatan proses pembentukan tanah tersebut, (Arsyad, 2000) mengajukan pedoman penetapan besarnya erosi diperbolehkan untuk tanah-tanah di Indonesia yang besarnya kurang lebihdua kali lebih besar dibanding dengan tanah-tanah di Amerika. Menurut Arsyad (2000) dan Hardjowigeno (2003) ada dua cara perhitungan Edp yaitu perhitungan Edp berdasar persamaan Hammer dan persamaan Wood dan Dent. Persamaan Hammer merumuskan Edp (ton/ha/tahun) sama dengan kedalaman tanah ekivalen dibagi jangka waktu kelestarian sumberdaya tanah. Hasil pembagian tersebut kemudian dikalikan dengan kerapatan lindak dan dikali 10 ton/ha/th. Persamaan Wood dan Dent merumuskan Edp adalah kedalaman ekivalen dikurangi kedalaman tanah yang diperbolehkan, hasilnya dibagi dengan kelestarian tanah lalu ditambah kecepatan pembentukan tanah. Hasil EDP kemudian dikalikan kerapatan lindak tanah dan dikali 10 ton/ha/th.

Untuk menentukan tingkat bahaya erosi (TBE), Departemen Kehutanan menggunakan tebal solum tanah yang ada dan besar erosi. Makin dangkal solum tanah maka makin sedikit tanah yang boleh tererosi, sehingga tingkat bahaya erosinya sudah cukup besar meskipun tanah yang hilang belum terlalu besar. Indeks bahaya erosi (IBE) juga merupakan salah satu cara untuk mengetahui sejauh mana erosi yang terjadi akan membahayakan kelestarian produktivitas tanah yang bersangkutan. IBE merupakan hasil pembagian jumlah tanah yang tererosi (ton/ha/th) dengan Edp (ton/ha/th). Sinukaban et al. (1994) melaporkan bahwa erosi tanah di Pangalengan 218 ton/ha. Edp Pangalengan 12.75 ton/ha, maka IBE Pangalengan adalah 17. Angka ini menunjukkan kriteria sangat tinggi. Bila menggunakan hasil penelitian Pidio (2004) yang melaporkan erosi tanah Pangalengan untuk sistem tanam searah lereng 56.31 ton/ha maka maka IBE Pangalengan masuk kriteria tinggi.

2.3. Biaya Erosi Tanah

Seperti disebutkan di atas sebelumnya, erosi tanah mempunyai dua dampak yaitu erosi tanah on-site dan erosi tanah off-site di daerah hilir akibat terbawa oleh aliran permukaan. Dampak erosi tanah di lokasi yang terpenting adalah


(40)

tanah, berkurangnya kedalaman lapisan tanah atas (topsoil), dan menurunnya kapasitas tanah untuk menahan air yang selanjutnya juga akan menyebabkan penurunan produktivitas lahan yang terkena erosi. Sedangkan dampak erosi tanah di luar lokasi adalah merupakan nilai sekarang dari manfaat ekonomi yang hilang akibat erosi lahan lahan pertanian. Dampak ini bersifat spesifik untuk suatu lokasi dan bervariasi dari suatu tempat ke tempat yang lain (Barbier, 1995). Midmore et al. (1996) menyatakan bahwa biaya lingkungan di luar lokasi yaitu rusaknya infrastruktur berupa sedimentasi pada saluran irigasi dan Pembangkit Tenaga Listrik di situ/reservoar, yang ditimbulkan oleh praktek-praktek usahatani sayur mayur di dataran tinggi Cameron, Malaysia sebesar M$ 2 juta per tahun atau 4 % lebih rendah dari total nilai kotor produksi sayuran di dataran tinggi Cameron, Malaysia. Erosi tanah menyebabkan hilangnya pendapatan sekarang petani dan akan menyebabkan bertambah tingginya resiko yang akan dialami petani khususnya petani marjinal (Barbier, 1995). Dampak erosi tanah pada penurunan produktivitas lebih besar terjadi di daerah yang beriklim tropis daripada di daerah beriklim sedang karena daerah tropis mempunyai tanah yang relatif rentan dan iklim yang ekstrim (Lal, 1990). Pada daerah berkembang, biaya degradasi lahan akan 15 % lebih tinggi dari produk nasional kotornya (Barbier dan Bishop, 1995).

Pendekatan yang umum digunakan untuk menghitung biaya erosi tanah di lokasi (on site), menurut Barbier (1995) antara lain adalah pendekatan perubahan

produktivitas (Productivity Change Approach) dan pendekatan biaya pengganti

(replacement cost approach).

Menurut pendekatan perubahan produktivitas, biaya erosi tanah di lahan usahatani sama/setara dengan nilai produktivitas yang hilang yang dinilai sesuai dengan harga pasar. Dengan kata lain, perubahan produktivitas merupakan perbedaan hasil panen antara lahan yang mempunyai tingkat erosi tinggi dan erosi rendah (Barbier, 1995). Magrath dan Arens (1989) menggunakan pendekatan perubahan produktivitas untuk mengukur erosi tanah di Jawa, Indonesia. Studi menunjukkan adanya penurunan produktivitas tahunan sebesar 1% yang setara dengan Rp. 2.686 per hektar.

Fransisco (1998) menggunakan analisis regresi untuk mengukur hubungan antara hasil panen dengan tingkat erosi tanah di Filipina. Hasil analisis pada sistem


(1)

Lampiran 20 Nilai kini (PV) C, N dan P yang hilang selama 20 tahun pada guludan searah lereng dengan

kecuraman lereng 15%

Lereng, 15%

T

Erosi C kg/ha/th

Erosi N kg/ha/th

Erosi P kg/ha/th

CeqPupuk kg/ha/th

NeqPupuk kg/ha/th

PeqPupuk kg/ha/th

Rp Ckonversi

Rp NeqPupuk

Rp

PeqPupuk Total Disc.Factor PV 1 757 47.96 7.569 13566.31 104.2609 21.025 5665290 127615.3 26281.25 5819186.9 0.847458 4931514 2 719.93 45.8 7.199 12901.97 99.56522 19.99722 5387863 121867.8 24996.53 5534727.6 0.718184 3974955 3 686.08 43.83 6.861 12295.34 95.28261 19.05833 5134534 116625.9 23822.92 5274983 0.608631 3210518 4 665.14 42.03 6.552 11920.07 91.36957 18.2 4977822 111836.3 22750 5112408.3 0.515789 2636923 5 626.77 40.38 6.268 11232.44 87.78261 17.41111 4690666 107445.9 21763.89 4819875.6 0.437109 2106812 6 601.04 38.86 6.007 10771.33 84.47826 16.68611 4498106 103401.4 20857.64 4622364.8 0.370432 1712270 7 576.77 37.47 5.768 10336.38 81.45652 16.02222 4316472 99702.78 20027.78 4436202.8 0.313925 1392635 8 544.7 36.19 5.547 9761.649 78.67391 15.40833 4076465 96296.87 19260.42 4192021.8 0.266038 1115238 9 534.3 35 5.343 9575.269 76.08696 14.84167 3998632 93130.43 18552.08 4110314.8 0.225456 926695.4 10 515.45 33.91 5.155 9237.455 73.71739 14.31944 3857561 90230.09 17899.31 3965690.7 0.191064 757702.6 11 497.97 32.89 4.98 8924.194 71.5 13.83333 3726743 87516 17291.67 3831550.9 0.161919 620401 12 481.75 31.95 4.817 8633.513 69.45652 13.38056 3605355 85014.78 16725.69 3707095.3 0.13722 508685.9 13 466.67 31.07 4.667 8363.262 67.54348 12.96389 3492498 82673.22 16204.86 3591376.1 0.116288 417633 14 452.63 30.26 4.526 8111.649 65.78261 12.57222 3387425 80517.91 15715.28 3483657.7 0.098549 343310.7 15 439.52 29.5 4.395 7876.703 64.13043 12.20833 3289311 78495.65 15260.42 3383067 0.083516 282540.4 16 427.28 28.79 4.273 7657.348 62.58696 11.86944 3197708 76606.43 14836.81 3289151.6 0.070776 232794 17 415.81 28.12 4.158 7451.792 61.13043 11.55 3111868 74823.65 14437.5 3201129.5 0.05998 192003.5 18 405.08 27.52 4.05 7259.498 59.82609 11.25 3031566 73227.13 14062.5 3118856.1 0.05083 158532.8 19 394.99 26.92 3.95 7078.674 58.52174 10.97222 2956054 71630.61 13715.28 3041400.1 0.043077 131013.3 20 385.5 26.37 3.855 6908.602 57.32609 10.70833 2885032 70167.13 13385.42 2968584.8 0.036506 108370.1


(2)

Lampiran 21 Nilai kini (PV) C, N dan P yang hilang selama 20 tahun pada guludan searah kontur dengan

kecuraman lereng 15%

Kontur, 15%

T

Erosi C kg/ha/th

Erosi N kg/ha/th

Erosi P kg/ha/th

CeqPupuk kg/ha/th

NeqPupuk kg/ha/th

PeqPupuk kg/ha/th

Rp Ckonversi

Rp NeqPupuk

Rp

PeqPupuk Total Disc.Factor PV 1 568.06 35.99 5.68 10180.29 78.23913 15.77778 4251288 95764.7 19722.22 4366774.7 0.847458 3700656 2 541.41 34.45 5.414 9702.688 74.8913 15.03889 4051843 91666.96 18798.61 4162308.1 0.718184 2989305 3 517.02 33.03 5.17 9265.591 71.80435 14.36111 3869311 87888.52 17951.39 3975150.9 0.608631 2419400 4 494.64 31.73 4.946 8864.516 68.97826 13.73889 3701822 84429.39 17173.61 3803424.9 0.515789 1961764 5 474.07 30.54 4.741 8495.878 66.3913 13.16944 3547879 81262.96 16461.81 3645603.5 0.437109 1593527 6 455.14 29.44 4.551 8156.631 64 12.64167 3406209 78336 15802.08 3500347.1 0.370432 1296639 7 437.67 28.43 4.376 7843.548 61.80435 12.15556 3275466 75648.52 15194.44 3366308.8 0.313925 1056769 8 421.54 27.49 4.215 7554.48 59.76087 11.70833 3154751 73147.3 14635.42 3242533.7 0.266038 862637.7 9 406.6 26.63 4.066 7286.738 57.8913 11.29444 3042942 70858.96 14118.06 3127918.9 0.225456 705208.3 10 392.75 25.83 3.927 7038.53 56.15217 10.90833 2939290 68730.26 13635.42 3021656 0.191064 577331.1 11 379.88 25.08 3.799 6807.885 54.52174 10.55278 2842973 66734.61 13190.97 2922898.5 0.161919 473272.9 12 367.91 24.39 3.679 6593.369 53.02174 10.21944 2753391 64898.61 12774.31 2831063.9 0.13722 388477.2 13 356.76 23.74 3.567 6393.548 51.6087 9.908333 2669946 63169.04 12385.42 2745500.3 0.116288 319268 14 346.35 23.14 3.463 6206.989 50.30435 9.619444 2592039 61572.52 12024.31 2665635.5 0.098549 262695.5 15 335.61 22.57 3.367 6014.516 49.06522 9.352778 2511662 60055.83 11690.97 2583408.7 0.083516 215756.1 16 327.5 22.05 3.275 5869.176 47.93478 9.097222 2450968 58672.17 11371.53 2521011.4 0.070776 178427.9 17 318.95 21.56 3.189 5715.95 46.86957 8.858333 2386981 57368.35 11072.92 2455421.9 0.05998 147276 18 310.91 21.09 3.109 5571.864 45.84783 8.636111 2326810 56117.74 10795.14 2393723.2 0.05083 121674 19 303.36 20.65 3.034 5436.559 44.8913 8.427778 2270307 54946.96 10534.72 2335788.8 0.043077 100617.9 20 296.23 20.24 2.963 5308.781 44 8.230556 2216947 53856 10288.19 2281091.3 0.036506 83272.68 8052.36 528.07 80.531 144307.5 1147.978 223.6972 60262823 1405125 279621.5 61947570 19453975


(3)

Lampiran 22 Nilai kini (PV) C, N dan P yang hilang selama 20 tahun penanaman dengan teras bangku pada

kecuraman lereng 15%

Teras Bangku, 15%

T

Erosi C kg/ha/th

Erosi N kg/ha/th

Erosi P kg/ha/th

CeqPupuk kg/ha/th

NeqPupuk kg/ha/th

PeqPupuk kg/ha/th

Rp Ckonservasi

Rp NeqPupuk

Rp

PeqPupuk Total Disc.Factor PV 1 304.2 19.21 3.032 5451.613 41.76087 8.422222 2276594 51115.3 10527.78 2338236.6 0.847458 1981556 2 289.86 18.44 2.898 5194.624 40.08696 8.05 2169275 49066.43 10062.5 2228403.8 0.718184 1600405 3 277.59 17.73 2.776 4974.731 38.54348 7.711111 2077448 47177.22 9638.889 2134263.8 0.608631 1298979 4 266.28 17.08 2.663 4772.043 37.13043 7.397222 1992805 45447.65 9246.528 2047499.3 0.515789 1056077 5 255.83 16.48 2.559 4584.767 35.82609 7.108333 1914599 43851.13 8885.417 1967335.3 0.437109 859940.4 6 246.18 15.92 2.462 4411.828 34.6087 6.838889 1842379 42361.04 8548.611 1893289 0.370432 701334 7 237.25 15.4 2.372 4251.792 33.47826 6.588889 1775548 40977.39 8236.111 1824761.9 0.313925 572838.4 8 228.95 14.93 2.29 4103.047 32.45652 6.361111 1713432 39726.78 7951.389 1761110.4 0.266038 468522.6 9 221.24 14.48 2.212 3964.875 31.47826 6.144444 1655732 38529.39 7680.556 1701941.6 0.225456 383713.1 10 214.07 14.06 2.141 3836.38 30.56522 5.947222 1602072 37411.83 7434.028 1646918.1 0.191064 314667.5 11 207.38 13.68 2.074 3716.487 29.73913 5.761111 1552005 36400.7 7201.389 1595607.2 0.161919 258359.2 12 201.13 13.32 2.111 3604.48 28.95652 5.863889 1505231 35442.78 7329.861 1548003.6 0.13722 212416.3 13 195.29 12.98 1.953 3499.821 28.21739 5.425 1461525 34538.09 6781.25 1502844.5 0.116288 174762.4 14 189.82 12.63 1.899 3401.792 27.45652 5.275 1420588 33606.78 6593.75 1460788.9 0.098549 143959.2 15 184.7 12.37 1.847 3310.036 26.8913 5.130556 1382271 32914.96 6413.194 1421599.1 0.083516 118726.3 16 179.87 12.09 1.799 3223.477 26.28261 4.997222 1346124 32169.91 6246.528 1384540.3 0.070776 97992.65 17 175.34 11.83 1.753 3142.294 25.71739 4.869444 1312222 31478.09 6086.806 1349786.8 0.05998 80960.1 18 171.06 11.58 1.71 3065.591 25.17391 4.75 1280191 30812.87 5937.5 1316941.3 0.05083 66940.71 19 167.02 11.35 1.67 2993.19 24.67391 4.638889 1249956 30200.87 5798.611 1285955.6 0.043077 55394.65 20 163.21 11.03 1.632 2924.91 23.97826 4.533333 1221443 29349.39 5666.667 1256458.6 0.036506 45867.81


(4)

Lampiran 23 Nilai kini (PV) C, N dan P yang hilang selama 20 tahun pada guludan searah lereng dengan

kecuraman lereng 50%

Lereng, 50%

T

Erosi C kg/ha/th

Erosi N kg/ha/th

Erosi P kg/ha/th

CeqPupuk kg/ha/th

NeqPupuk kg/ha/th

PeqPupuk kg/ha/th

Rp Ckonversi

Rp NeqPupuk

Rp

PeqPupuk Total Disc.Factor NPV 1 1259.4 79.79 12.594 22569.89 173.4565 34.98333 9425187 212310.8 43729.17 9681227 0.847458 8204430 2 1189.33 75.66 11.893 21314.16 164.4783 33.03611 8900792 201321.4 41295.14 9143408.8 0.718184 6566654 3 1125.89 71.94 11.259 20177.24 156.3913 31.275 8426015 191423 39093.75 8656532.2 0.608631 5268633 4 1068.35 68.55 10.683 19146.06 149.0217 29.675 7995394 182402.6 37093.75 8214889.9 0.515789 4237149 5 1016.03 65.48 10.161 18208.42 142.3478 28.225 7603837 174233.7 35281.25 7813352.4 0.437109 3415288 6 968.36 62.68 9.684 17354.12 136.2609 26.9 7247081 166783.3 33625 7447489.6 0.370432 2758785 7 924.82 60.13 9.248 16573.84 130.7174 25.68889 6921234 159998.1 32111.11 7113342.7 0.313925 2233056 8 884.99 57.78 8.85 15860.04 125.6087 24.58333 6623151 153745 30729.17 6807625.2 0.266038 1811088 9 848.45 55.65 8.485 15205.2 120.9783 23.56944 6349690 148077.4 29461.81 6527229.5 0.225456 1471604 10 814.9 53.67 8.149 14603.94 116.6739 22.63611 6098606 142808.9 28295.14 6269710.5 0.191064 1197919 11 784.01 51.87 7.84 14050.36 112.7609 21.77778 5867430 138019.3 27222.22 6032671.2 0.161919 976804.3 12 755.52 50.2 7.555 13539.78 109.1304 20.98611 5654214 133575.7 26232.64 5814022.5 0.13722 797797.4 13 729.2 48.65 7.292 13068.1 105.7609 20.25556 5457239 129451.3 25319.44 5612009.5 0.116288 652607.9 14 704.84 47.24 7.048 12631.54 102.6957 19.57778 5274932 125699.5 24472.22 5425103.3 0.098549 534638.1 15 682.25 45.92 6.822 12226.7 99.82609 18.95 5105871 122187.1 23687.5 5251745.6 0.083516 438605 16 661.27 44.69 6.613 11850.72 97.15217 18.36944 4948859 118914.3 22961.81 5090735.4 0.070776 360303.4 17 641.75 43.55 6.417 11500.9 94.67391 17.825 4802774 115880.9 22281.25 4940936.3 0.05998 296357 18 623.55 42.49 6.263 11174.73 92.36957 17.39722 4666568 113060.3 21746.53 4801374.6 0.05083 244056 19 606.56 41.5 6.065 10870.25 90.21739 16.84722 4539417 110426.1 21059.03 4670901.9 0.043077 201206.8 20 590.66 40.58 5.907 10585.3 88.21739 16.40833 4420423 107978.1 20510.42 4548911.7 0.036506 166060.9


(5)

Lampiran 24 Nilai kini (PV) C, N dan P yang hilang selama 20 tahun pada guludan searah kontur dengan

kecuraman lereng 50%

Kontur, 50%

T

Erosi C kg/ha/th

Erosi N kg/ha/th

Erosi P kg/ha/th

CeqPupuk kg/ha/th

NeqPupuk kg/ha/th

PeqPupuk kg/ha/th

Rp Ckonversi

Rp NeqPupuk

Rp

PeqPupuk Total Disc.Factor PV 1 945.51 59.91 9.453 16944.62 130.2391 26.25833 7076075 159412.7 32822.92 7268310.5 0.847458 6159585 2 896.42 57.03 8.965 16064.87 158.4167 24.90278 6708692 193902 31128.47 6933722.1 0.718184 4979691 3 851.8 54.452 8.518 15265.23 151.2556 23.66111 6374761 185136.8 29576.39 6589474.5 0.608631 4010558 4 811.13 52.05 8.111 14536.38 144.5833 22.53056 6070392 176970 28163.19 6275525.5 0.515789 3236846 5 773.99 49.88 7.74 13870.79 138.5556 21.5 5792441 169592 26875 5988908.3 0.437109 2617807 6 740.01 47.89 7.4 13261.83 133.0278 20.55556 5538139 162826 25694.44 5726659.8 0.370432 2121335 7 708.86 46.06 7.089 12703.58 127.9444 19.69167 5305017 156604 24614.58 5486235.4 0.313925 1722267 8 680.24 44.4 6.082 12190.68 123.3333 16.89444 5090828 150960 21118.06 5262906.4 0.266038 1400134 9 653.88 42.85 6.539 11718.28 119.0278 18.16389 4893554 145690 22704.86 5061948.4 0.225456 1141247 10 629.59 41.44 6.296 11282.97 115.1111 17.48889 4711770 140896 21861.11 4874527.4 0.191064 931349 11 607.14 40.13 6.072 10880.65 111.4722 16.86667 4543757 136442 21083.33 4701282.8 0.161919 761227.2 12 586.36 38.91 5.864 10508.24 108.0833 16.28889 4388243 132294 20361.11 4540897.7 0.13722 623099.8 13 567.1 37.79 5.771 10163.08 104.9722 16.03056 4244103 128486 20038.19 4392627.4 0.116288 510808.7 14 549.2 36.75 5.492 9842.294 102.0833 15.25556 4110142 124950 19069.44 4254161.4 0.098549 419243 15 532.55 35.78 5.326 9543.907 99.38889 14.79444 3985535 121652 18493.06 4125680.5 0.083516 344560.5 16 517.03 34.88 5.17 9265.771 96.88889 14.36111 3869386 118592 17951.39 4005929.2 0.070776 283524.9 17 502.54 24.04 5.025 9006.093 66.77778 13.95833 3760945 81736 17447.92 3860128.4 0.05998 231530.2 18 488.98 33.25 4.87 8763.082 92.36111 13.52778 3659463 113050 16909.72 3789422.9 0.05083 192618 19 476.29 32.51 4.763 8535.663 90.30556 13.23056 3564493 110534 16538.19 3691565.1 0.043077 159020.2 20 464.37 31.81 4.643 8322.043 88.36111 12.89722 3475285 108154 16121.53 3599560.7 0.036506 131404.2


(6)

Lampiran 25 Nilai kini (PV) C, N dan P yang hilang selama 20 tahun penanaman dengan teras bangku pada

kecuraman lereng 50 %.

Teras Bangku, 50% T

Erosi C kg/ha/th

Erosi N kg/ha/th

Erosi P kg/ha/th

CeqPupuk kg/ha/th

NeqPupuk kg/ha/th

PeqPupuk kg/ha/th

Rp

Ckonversi RpNeqPupuk Rp NeqPupuk

Rp

PeqPupuk Total Disc.Factor PV 1 505.19 32.01 5.052 9053.584 69.58696 14.03333 3780777 83504.35 85174.43 17541.67 3883492.9 0.847458 3291096 2 482.4 30.69 4.824 8645.161 66.71739 13.4 3610219 80060.87 81662.09 16750 3708631.4 0.718184 2663481 3 461.49 29.49 4.615 8270.43 64.1087 12.81944 3453732 76930.43 78469.04 16024.31 3548225 0.608631 2159559 4 442.27 28.37 4.422 7925.986 61.67391 12.28333 3309892 74008.7 75488.87 15354.17 3400734.6 0.515789 1754061 5 424.58 27.35 4.246 7608.961 59.45652 11.79444 3177502 71347.83 72774.78 14743.06 3265019.8 0.437109 1427170 6 408.26 26.41 4.083 7316.487 57.41304 11.34167 3055365 68895.65 70273.57 14177.08 3139815.8 0.370432 1163087 7 393.17 25.53 3.932 7046.057 55.5 10.92222 2942434 66600 67932 13652.78 3024018.3 0.313925 949315.1 8 379.2 24.73 3.792 6795.699 53.76087 10.53333 2837884 64513.04 65803.3 13166.67 2916853.8 0.266038 775994.4 9 366.25 23.98 3.663 6563.62 52.13043 10.175 2740968 62556.52 63807.65 12718.75 2817494.1 0.225456 635221.2 10 354.22 23.29 3.543 6348.029 50.63043 9.841667 2650937 60756.52 61971.65 12302.08 2725210.5 0.191064 520690.9 11 343.04 22.64 3.431 6147.67 49.21739 9.530556 2567267 59060.87 60242.09 11913.19 2639422.4 0.161919 427372.7 12 332.61 22.04 3.326 5960.753 47.91304 9.238889 2489210 57495.65 58645.57 11548.61 2559404.5 0.13722 351200.3 13 322.89 21.48 3.229 5786.559 46.69565 8.969444 2416467 56034.78 57155.48 11211.81 2484834.4 0.116288 288955.8 14 313.78 20.95 3.138 5623.297 45.54348 8.716667 2348289 54652.17 55745.22 10895.83 2414930.1 0.098549 237988.8 15 305.28 20.46 3.053 5470.968 44.47826 8.480556 2284676 53373.91 54441.39 10600.69 2349718.2 0.083516 196239.2 16 297.29 20.01 2.973 5327.778 43.5 8.258333 2224880 52200 53244 10322.92 2288446.9 0.070776 161967.8 17 289.8 19.57 2.898 5193.548 42.54348 8.05 2168826 51052.17 52073.22 10062.5 2230961.5 0.05998 133812.9 18 242.75 19.16 2.827 4350.358 41.65217 7.852778 1816710 49982.61 50982.26 9815.972 1877507.9 0.05083 95434.55 19 276.1 18.79 2.761 4948.029 40.84783 7.669444 2066297 49017.39 49997.74 9586.806 2125881.3 0.043077 91575.83 20 269.84 18.43 2.699 4835.842 40.06522 7.497222 2019448 48078.26 49039.83 9371.528 2077859.1 0.036506 75853.56