berkunjung. Rata-rata travel agent membutuhkan tiga atau empat pegawai sebagai pemandu wisata.
Data jumlah dan pendapatan tenaga kerja, serta perhitungan dampak ekonomi tidak langsung dapat dilihat pada Tabel 18 dan data lebih jelas dapat
dilihat pada Lampiran 5. Tabel 18 Dampak ekonomi tidak langsung di kawasan wisata Pulau Tidung
Tahun 2014
Jenis usaha Jumlah
populasi tenaga
kerja lokal Pendapatan
tenaga kerja Rp
Total pendapatan
tenaga kerja Rp
Pengeluaran unit usaha di
dalam kawasan
wisata Rp Total dampak
ekonomi tidak langsung Rp
a b
c=ab d
e=c+d Penjaga tiket
kapal 6
950.000 5.700.000
5.700.000 ABK kapal
wisata 22
850.000 18.700.000
18.700.000 Tukang parkir
2 750.000
1.500.000 1.500.000
Unit Usaha Homestay
112 775.000
86.800.000 2.097.614.814 2.184.414.814
Toko souvenir 76.440.000
76.440.000 Becak motor
21.500.025 21.500.025
Penyewaan sepeda + alat
snorkeling 42
800.000 33.600.000
112.140.000 145.740.000
Usaha catering 24
370.000 8.880.000
31.924.800 40.804.800
Warung makan 66
462.500 30.525.000
132.066.000 162.591.000
Pedagang kaki lima
123.500.010 123.500.010
Travel agen 100
500.000 50.000.000
66.570.000 116.570.000
Cafe 8
880.000 7.040.000
20.504.000 27.544.000
Toilet umum 280.000
280.000 Total
2.925.284.649
Rata-rata pendapatan paling tinggi adalah penjaga tiket yaitu sebesar Rp. 950.000 dan pegawai homestay sebesar Rp.850.000. Hal ini karena penjaga tiket
dan pegawai homestay memiliki waktu kerja yang lebih banyak daripada tenaga kerja lainnya. Rata-rata pendapatan tenaga kerja lokal masih tergolong rendah jika
dibandingkan dengan UMP DKI Jakarta, yaitu Rp. 2.441.000 per bulan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta 2014, karena pekerjaan dibidang wisata ini bukan
pekerjaan utama melainkan pekerjaan sampingan bagi para tenaga kerja lokal.
Total pendapatan tenaga kerja paling tinggi diperoleh tenaga kerja homestay, selain itu pengeluaran unit usaha homestay juga cukup besar, sehingga total
dampak ekonomi yang paling tinggi diperoleh dari homestay. Total dampak ekonomi tidak langsung secara keseluruhan di kawasan wisata Pulau Tidung
adalah Rp. 2.925.284.649.
6.1.3 Dampak Ekonomi Lanjutan Induced Effect
Dampak ekonomi lanjutan merupakan proporsi pengeluaran tenaga kerja untuk kebutuhan sehari-hari. Proporsi yang dilihat adalah pengeluaran tenaga
kerja di dalam lokasi wisata. Biaya-biaya yang dikeluarkan adalah biaya konsumsi, biaya sekolah anak, biaya listrik dan biaya retribusi. Seluruh biaya
yang dikeluarkan oleh tenaga kerja masih berada dalam kawasan wisata karena semua tenaga kerja berdomisili di kawasan wisata Pulau Tidung. proporsi
pengeluaran tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 19 dan data lebih jelas pada Lampiran 6.
Tabel 19 Proporsi rata-rata pengeluaran responden tenaga kerja per bulan di kawasan wisata Pulau Tidung
Tenaga kerja Biaya
pangan a
Biaya sekolah
anak b Biaya
transportasi c
Biaya listrik d
Biaya kebersihan
e Total
Penjaga Tiket 90,00
0,00 10,00
0,00 0,00
100,00 ABK kapal wisata
71,71 7,97
11,95 6,37
1,99 100,00
Tukang parkir 83,33
0,00 4,17
10,42 2,08
100,00 Pegawai homestay
84,58 1,99
8,46 3,98
1,00 100,00
Pegawai penyewaan alat
88,24 0,00
10,20 1,18
0,39 100,00
Pegawai catering 91,67
0,00 8,33
0,00 0,00
100,00 Pegawai warung
makan 83,83
2,00 10,18
3,19 0,80
100,00 Pegawai cafe
84,81 2,83
8,13 3,53
0,71 100,00
Pegawai travel agen 82,03
0,00 6,25
9,38 2,34
100,00 Rata-rata
84,47 1,64
8,63 4,23
1,03 100,00
Rata-rata proporsi pengeluaran tenaga kerja terbesar adalah biaya pangan yaitu 84,47. Proporsi pengeluaran tenaga kerja untuk biaya sekolah anak adalah
1,64. Biaya ini tergolong kecil karena untuk biaya pendidikan, para pekerja hanya mengeluarkan biaya untuk uang saku anaknya saja, karena tidak ada
pungutan biaya pendidikan di Pulau Tidung. Biaya yang dikeluarkan tenaga kerja untuk listrik adalah sebesar 4,23, para tenaga kerja menggunakan listrik voucher
yang dapat dibeli di sekitar lokasi wisata. Selain itu, proporsi pengeluaran untuk biaya kebersihan hanya 1,03. Dampak ekonomi lanjutan diperoleh dari hasil
pengalian antara total jumlah tenaga kerja lokal, pengeluaran tenaga kerja di kawasan wisata, dan proporsi pengeluaran tenaga kerja di kawasan wisata. Data
mengenai dampak ekonomi lanjutan dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Dampak ekonomi lanjutan di kawasan wisata Pulau Tidung Tahun 2014
Tenaga Kerja Jumlah
tenaga kerja lokal orang
Total rata-rata pengeluaran
tenaga kerja Rp Proporsi
Pengeluaran di kawasan
wisata Dampak Ekonomi
Lanjutan Rp a
b c
d=abc Penjaga Tiket
6 500.000
100 3.000.000
ABK kapal wisata
22 627.500
100 13.805.000
Tukang parkir 2
480.000 100
960.000 Pegawai
homestay 112
502.500 100
56.280.000 Pegawai
penyewaan alat 42
510.000 100
21.420.000 Pegawai
catering 24
120.000 100
2.880.000 Pegawai warung
makan 66
313.125 100
20.666.250 Pegawai cafe
8 566.000
100 4.528.000
Pegawai travel agen
100 426.667
100 42.666.667
Total 166.205.917
H
asil perhitungan menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran tenaga kerja tidak terlalu besar, total rata-rata pengeluaran tenaga kerja yang paling besar
adalah tenaga kerja ABK kapal wisata, karena proporsi pengeluarannya untuk pangan dan transportasi yang cukup besar. Maka diperoleh dampak ekonomi
lanjutan di kawasan wisata Pulau Tidung Rp.166.205.917.
6.1.4 Nilai Efek Pengganda Multiplier Effect
Nilai efek pengganda multiplier effect adalah salah satu metode yang digunakan untuk mengukur besar dampak ekonomi terhadap masyarakat sekitar
kawasan wisata. Nilai efek pengganda dibedakan menjadi dua aspek: 1 Keynesian local income multiplier
, yaitu nilai yang menunjukkan seberapa besar pengeluaran wisatawan memberikan pengaruh terhadap pendapatan masyarakat
lokal, dan 2 Ratio income multiplier, yaitu nilai yang menunjukkan besar dampak tidak langsung dan dampak lanjutan yang dirasakan dari pengeluaran
wisatawan terhadap perekonomian lokal. Nilai efek pengganda dari pengeluaran wisatawan dikawasan wisata Pulau Tidung dapat dilihat pada Tabel 21 dan
perhitungan lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 7. Tabel 21 Nilai efek pengganda dari arus uang yang terjadi di kawasan wisata
Pulau Tidung tahun 2014
Multiplier Nilai
Keynesian Income Multiplayer 1,7
Ratio Income Multiplayer I 1,5
Ratio Income Multiplayer Tipe II 1,6
Berdasarkan hasil yang diperoleh, nilai Keynesian Income Multiplier adalah sebesar 1,7 yang berarti bahwa setiap peningkatan satu rupiah pengeluaran
wisatawan akan memiliki dampak langsung terhadap perekonomian lokal sebesar 1,7 rupiah. Nilai Ratio Income Multiplier tipe I adalah sebesar 1,5 yang artinya
setiap pengeluaran wisatawan senilai satu rupiah akan meningkatkan pendapatan pemilik usaha dan tenaga kerja senilai 1,5 rupiah. Nilai Ratio Income Multiplier
tipe II adalah senilai 1,6 dimana setiap pengeluaran wisatawan senilai satu rupiah
akan meningkatkan pendapatan pemilik usaha, pendapatan tenaga kerja dan pengeluaran konsumsi tenaga kerja dalam perputaran perekonomian lokal sebesar
1,6 rupiah. Mengacu pada penelitian terdahulu, nilai keynesian income multiplier kawasan wisata Pulau Tidung tidak jauh berbeda hasilnya dengan penelitian yang
dilakukan di beberapa pulau di Kepulauan Seribu. Pulau penduduk yang sistem pengelolaannya berbasis masyarakat, penelitian Wijayanti 2009 menunjukkan
nilai keynesian income multiplier Pulau Untung Jawa sebesar 1,8 dan Pulau Pramuka sebesar 1,1. Artinya setiap peningkatan pengeluaran wisatawan sebesar
satu rupiah akan berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat Pulau Untung Jawa sebesar 1,8 rupiah dan peningkatan pendapatan masyarakat Pulau
Pramuka sebesar 1,1 rupiah.
Suatu kawasan wisata dikatakan memperoleh dampak ekonomi yang tinggi apabila nilai Keynesian Multiplier tersebut lebih besar atau sama dengan
satu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kawasan wisata Pulau Tidung memperoleh dampak ekonomi yang tinggi karena nilai Keynesian Multiplier yang
diperoleh lebih dari satu META, 2001.
6.2 Daya Dukung Kawasan untuk Aktivitas Wisata di Pulau Tidung
Daya dukung kawasan wisata merupakan batasan suatu kawasan yang mampu menampung jumlah wisatawan dengan kegiatan wisatanya. Daya dukung
merupakan cara menerapkan konsep dimana ada pembatasan dalam pemanfaatan sumberdaya. Kegiatan wisatawan tidak terlepas dari pemanfaatan sumberdaya,
sehingga diperlukan perhitungan dan analisis yang dapat mangakomodasi tingkat kepuasan wisatawan yang tertinggi dan berdampak minimal terhadap sumberdaya.
Daya dukung kawasan disesuaikan dengan karakteristik sumberdaya dan peruntukannya. Untuk kegiatan wisata seperti snorkeling ditentukan sebaran dan
kondisi terumbu karang, kebutuhan manusia akan ruang horizontal untuk dapat bergerak bebas dan tidak merasa terganggu oleh keberadaan manusia wisatawan
lainnya. Sementara untuk aktivitas wisata pantai, disetiap orang membutuhkan ruang gerak untuk berjemur, menikmati pemandangan, berjalan-jalan dan lain-lain
Yulianda et al 2010.
Perhitungan daya dukung kawasan untuk aktivitas wisata di Pulau Tidung dilakukan pada empat lokasi penelitian. Tiga lokasi untuk aktivitas wisata
snorkeling dan satu lokasi untuk aktivitas wisata pantai. Pemilihan lokasi ini
berdasarkan banyaknya wisatawan yang melakukan aktivitas di beberapa lokasi tersebut. Lokasi yang paling banyak digunakan oleh wisatawan untuk aktivitas
snorkeling adalah di sebelah utara Dermaga Cinta, Pulau Payung, dan Pulau
Tidung Kecil. Sedangkan untuk aktivitas wisata pantai yang paling ramai dikunjungi adalah Pantai Timur Jembatan Cinta. Perhitungan daya dukung
kawasan dipengaruhi oleh beberapa variabel yaitu potensi ekologis wisatawan per satuan unit area K, luas atau panjang area yang dimanfaatkan Lp, unit area Lt,
waktu yang disediakan untuk kegiatan wisata Wt, dan waktu yang dihabiskan
wisatawan Wp. Daya dukung kawasan untuk aktivitas wisata snorkeling di Pulau Tidung ditunjukkan pada Tabel 22.
Tabel 22 Daya dukung kawasan untuk aktivitas wisata snorkeling di Pulau Tidung
No Lokasi
K a
Lp b
Lt c
Wp d
Wt e
DDK a x bc x ed
1 Dermaga Cinta
1 4.874 m
2
500 m
2
2 jam 8 jam
39 orang hari 2
Pulau Payung 1
8.576 m
2
500 m
2
2 jam 8 jam
69 oranghari 3
Pulau Tidung Kecil 1
6.212 m
2
500 m
2
2 jam 8 jam
50 orang hari Total
158 orang hari Sumber : Yulianda, 2007
Potensi ekologis wisatawan untuk aktivitas snorkeling adalah satu orang dengan unit area 500 m
2
. Artinya, dalam luasan 500 m
2
dapat menampung aktivitas snorkeling untuk satu orang. Rata-rata waktu yang dibutuhkan wisatawan
untuk kegiatan snorkeling adalah 2 jam dengan total waktu yang disediakan dalam sehari adalah 8 jam per hari.
Lokasi I yaitu area snorkeling Dermaga Cinta memiliki luas area pemanfaatan 4.874 m
2
. Luas area pemanfaatan sebesar ini dapat menampung 39 oranghari. Artinya, dengan total waktu 8 jam yang disediakan kawasan selama
satu hari, dan waktu yang digunakan wisatawan untuk snorkeling selama 2 jam, maka jumlah wisatawan yang dapat ditampung pada lokasi tersebut adalah 39
orang dalam satu hari. Lokasi II dan III adalah Pulau Payung dan Pulau Tidung Kecil, masing-masing memiliki luas area pemanfaatan sebesar 8.576 m
2
dan 6.212 m
2
. Berdasarkan hasil perhitungan, daya dukung kawasan di Lokasi II adalah 69 oranghari dan di Lokasi III adalah 50 oranghari. Pada Lokasi I, II dan III, daya
dukung dapat lebih dari hasil perhitungan jika diasumsikan setiap wisatawan hanya menggunakan waktu selama satu jam untuk aktivitas wisata snorkeling.
Ketiga lokasi ini dapat menampung 158 oranghari untuk aktivitas snorkeling. Selain ketiga lokasi ini, masih terdapat beberapa area snorkeling di Pulau Tidung
yang berpotensi untuk dikembangkan. Secara general, aktivitas snorkeling di ketiga tempat ini dapat
dikategorikan over carrying capacity karena jumlah wisatawan yang melakukan aktivitas wisata melebihi daya tampung yang tersedia. Jumlah rata-rata kunjungan
wisatawan yang mengunjungi Pulau Tidung per hari adalah 488 orang, angka ini