Analisis Daya Dukung Kawasan

banyak bergerak melakukan promosi wisata Pulau Tidung ke berbagai media. Selain itu travel agent yang banyak mengetahui perkembangan wisata karena banyak ikut terlibat dalam aktivitas wisatawan dari awal mula wisatawan tiba di pulau hingga kembali meninggalkan pulau. Pengelolaan wisata di Pulau Tidung berawal dari gerakan masyarakat yang melihat adanya peluang pada sektor wisata. Pada saat wisata mulai berkembang, organisasi seperti Karang Taruna mulai mendukung dan membantu masyarakat dalam mengelola wisata. Melalui organisasi ini masyarakat lebih mudah untuk mendapatkan perhatian pemerintah setempat dalam hal dukungan dan bantuan dana. Karang Taruna menjadi jembatan penghubung bagi masyarakat dan pemerintah. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat LPM baru dibentuk pada awal tahun 2014 dengan tujuan yang sama dalam pengelolaan wisata. Guna menunjang kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat di Pulau Tidung, pemerintah mulai melakukan pembangunan seperti memperbaiki Jembatan Cinta yang merupakan icon wisata di Pulau Tidung. Selain itu pemerintah mulai meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana demi untuk kesejahteraan masyarakat dan mendukung kegiatan wisata. Sarana dan prasarana yang ada di Pulau Tidung cukup beragam. Sarana dan prasarana tersebut dikelompokkan ke dalam sektor wisata dan non-wisata, seperti yang disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Sarana dan prasarana di Pulau Tidung No Saranaprasarana Jumlah A. Wisata Homestay 186 buah Kapal penumpang 11 buah Kapal snorkeling 74 buah Speedboat 9 buah Alat snorkeling 70 penyewaan Becak motor Bentor 75 buah Sepeda 4099 buah B. 1. Non- wisata Keagamaan Masjid 2 buah Musholla 7 buah Tabel 9 Sarana dan prasarana di Pulau Tidung lanjutan No Saranaprasarana Jumlah 2. Kesehatan Kapal Ambulans 1 buah Puskesmas 1 buah Posyandu 8 buah 3. Umum ATM 1 buah Tower 2 buah Sumber: Kelurahan Pulau Tidung 2014 Tabel 9 menunjukkan bahwa kegiatan wisata di Pulau Tidung berbasis pada masyarakat, terlihat pada sarana dan prasarana wisata yang umumnya disediakan oleh masyarakat. Pemerintah dalam hal ini turut menyediakan dan meningkatkan sarana prasarana umum lainnya seperti jalan, jembatan, ketersediaan pasokan air bersih dan listrik. Pada sektor non-pariwisata, beberapa sarana dan prasarana di Pulau Tidung adalah sarana dan prasarana kesehatan, keagamaan dan sarana umum. Masyarakat Pulau Tidung seratus persen adalah pemeluk agama islam, sehingga sarana dan prasana yang tersedia adalah khusus untuk umat muslim. Terdapat pula sarana dan prasarana kesehatan yaitu adanya sebuah puskesmas, kapal ambulans dan posyandu. Sarana dan prasarana tersebut sangat membantu tidak hanya untuk masyarakat tetapi juga wisatawan. Sehingga wisatawan mendapatkan kemudahan dalam memenuhi kebutuhannya. Sarana umum lainnya adalah anjungan tunai mandiri untuk kemudahan menarik uang tunai serta kemudahan sarana telekomunikasi.

5.2 Karakteristik Responden Masyarakat Pulau Tidung

Karakteristik responden masyarakat diperlukan untuk melihat kondisi sosial ekonomi masyarakat di Pulau Tidung. Masyarakat yang menjadi responden adalah pelaku usaha dan tenaga kerja yang berdomisili di Pulau Tidung. Karakteristik sosial ekonomi masyarakat Pulau Tidung meliputi struktur usia, status kependudukan, tingkat pendidikan, dan mata pencaharian. Karakteristik tersebut dipisahkan antara pelaku usaha dan tenaga kerja. Tabel 10 dibawah ini menjelaskan karakteristik unit usaha yang ada di kawasan wisata Pulau Tidung. Tabel 10 Karakteristik responden pelaku usaha sektor wisata di Pulau Tidung Karakteristik Jumlah orang Persentase 1. Struktur Usia 19-28 4 12 29-38 19 58 39-48 9 27 49-58 1 3 Jumlah 33 100 2. Status Kependudukan Penduduk asli 27 82 Pendatang 6 18 Jumlah 33 100 3. Tingkat Pendidikan Tamat SD 12 36 Tamat SMP 12 36 Tamat SMA 8 25 Perguruan Tinggi 1 3 Jumlah 33 100 4. Mata Pencaharian Nelayan 17 52 Pedagang 3 9 Buruh 3 9 IRT 6 18 Lainnya 4 12 Jumlah 33 100 Jenis usaha wisata yang ada di Pulau Tidung cukup beragam, seperti homestay, usaha catering, penyewaan sepeda, penyewaan alat-alat snorkeling, warung makan, pedagang kaki lima, toko souvenir dan lainnya. Umumnya pelaku usaha memulai usahanya sejak kegiatan wisata mulai berkembang di Pulau Tidung. Sebagian besar pelaku unit usaha yang tinggal di Pulau Tidung merupakan penduduk asli, para pendatang umumnya menetap di Pulau Tidung dengan alasan bekerja dan ikut suamiistri. Struktur usia pelaku usaha di Pulau Tidung memiliki persentase yang tinggi pada usia 29-38 tahun, dimana pelaku usaha sudah memiliki pengalaman kerja sebelum membuka unit usahanya. Para pelaku usaha umumnya adalah nelayan yang ingin meningkatkan pendapatan di luar pendapatan utamanya. Namun tingkat pendidikan pelaku usaha masih tergolong rendah, yaitu hanya tamat SD dan SMP. Hal ini disebabkan keterbatasan biaya sehingga dahulu masyarakat tidak dapat mencapai pendidikan yang lebih tinggi.