terdapat di Briosi dan Padarni. Salinitas yang rendah di Rendani disebabkan adanya hujan saat pengambilan data, sedangkan salinitas yang rendah di Wosi
disebabkan adanya masukan air tawar yang berasal dari Sungai Wosi dekat lokasi pengambilan data serta turun hujan saat pengambilan data. Sebaliknya salinitas
yang tinggi di Briosi dan Padarni disebabkan oleh teriknya cahaya matahari yang menerpa permukaan air saat pengambilan data dilakukan dan kurangnya curah
hujan, serta kedua lokasi ini jauh dari aliran sungai. Kisaran salinitas pada seluruh lokasi pengambilan data masih tergolong
dalam kisaran optimum bagi pertumbuhan lamun dan gastropoda. Dahuri 2003 mengemukakan bahwa spesies lamun memiliki kemampuan mentolerir salinitas
yang berbeda-beda, namun sebagian besar memiliki kemampuan mentolerir kisaran salinitas yang lebar yaitu antara 10-40 ‰.
4.3.3 Kecepatan Arus
Kecepatan arus memiliki peran yang sangat penting bagi biota yang menghuni daerah intertidal. Dahuri 2003 mengemukakan bahwa produktivitas
padang lamun sangat dipengaruhi oleh kecepatan arus perairan, yang berkaitan dengan kecepatan pengendapan bahan-bahan tersuspensi Oleson 1996 dan
ukuran butiran sedimen Morrisey 1995. Nilai kecepatan arus pada lokasi penelitian menunjukkan nilai yang sama, yaitu 0.10 mdet Tabel 7, yang
tergolong dalam kategori arus sangat lambat. Kecepatan arus ini tidak jauh berbeda dengan hasil pengukuran yang dilakukan oleh Lefaan 2008 yang
berkisar antara 0.10-0.50 mdet pada lokasi yang sama. Kecepatan arus sangat dipengaruhi oleh kecepatan angin yang dapat
menggerakkan permukaan air. Saat pengambilan data angin yang berhembus tidak kencang sehingga menyebabkan kondisi permukaan air diam stagnant. Selain
itu, arus yang lambat ini umumnya mencirikan arus yang terdapat dalam teluk, karena keempat lokasi penelitian ini masih berada dalam teluk Manokwari yang
merupakan teluk semi tertutup semi-enclosed coastal seas. Pada perairan yang dangkal dan terdapat hamparan lamun, memiliki pengaruh dalam memperlambat
gerak arus. Menurut Ackerman 1983; Madsen Warnke 1983; Carter et al. 1988; Gambi et al. 1990; Rybicki et al. 1997 in Koch 2001, kecepatan arus
dalam hamparan lamun dapat berkurang 2 sampai 10 kali dibandingkan dengan
daerah yang tidak tertutupi lamun, karena lamun terbukti berperan dalam memperlambat kecepatan arus.
4.3.4 Kekeruhan
Kekeruhan turbidity merupakan gambaran sifat optik dari suatu perairan yang ditentukan berdasarkan banyaknya sinar cahaya yang dipancarkan dan
diserap oleh partikel-partikel yang ada dalam kolom air APHA 1989. Padatan terlarut dan tersuspensi dalam kolom air mempengaruhi tingkat kekeruhan suatu
perairan. Sumber padatan terlarut yang ada di ekosistem lamun berasal dari serasah lamun yang terurai, plankton dan organisme mikroskopis lainnya, maupun
dari lumpur, pasir dan material anorganik yang terbawa aliran sungai. Bagi lamun tingkat kekeruhan sangat berpengaruh terhadap proses fotosintesis, dimana
kekeruhan yang tinggi akan meningkatkan kelimpahan plankton dan epifit, dan menghalangi penetrasi cahaya matahari sampai ke lamun Sand-Jansen Borum
1991 in Oleson 1996. Kekeruhan sangat berpengaruh pula terhadap distribusi lamun secara vertikal berdasarkan kedalaman, berkaitan dengan rata-rata
intensitas cahaya yang dimanfaatkan oleh lamun untuk berfotosintesis Duarte 1991.
Hasil pengukuran kekeruhan menunjukkan nilai rata-rata kekeruhan berkisar antara 3.59-5.97 NTU Tabel 7. Tingkat kekeruhan paling rendah
terdapat di Rendani dan paling tinggi terdapat di Wosi. Tingkat kekeruhan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti masukkan material tersuspensi yang
berasal dari sungai ke perairan pesisir merupakan penyebab kekeruhan terbesar seperti di Wosi, dan kecepatan angin yang bertiup untuk meningkatkan kekuatan
velocity arus di perairan dangkal yang berada di bawah level kritis yang
mengangkat sedimen dari dasar perairan berlumpur Oleson 1996. Tingkat kekeruhan pun akan meningkat saat musim hujan dan berkurang pada musim
kemarau Nakaoka et al. 2003.
4.3.5 Derajat Keasaman pH