daerah yang tidak tertutupi lamun, karena lamun terbukti berperan dalam memperlambat kecepatan arus.
4.3.4 Kekeruhan
Kekeruhan turbidity merupakan gambaran sifat optik dari suatu perairan yang ditentukan berdasarkan banyaknya sinar cahaya yang dipancarkan dan
diserap oleh partikel-partikel yang ada dalam kolom air APHA 1989. Padatan terlarut dan tersuspensi dalam kolom air mempengaruhi tingkat kekeruhan suatu
perairan. Sumber padatan terlarut yang ada di ekosistem lamun berasal dari serasah lamun yang terurai, plankton dan organisme mikroskopis lainnya, maupun
dari lumpur, pasir dan material anorganik yang terbawa aliran sungai. Bagi lamun tingkat kekeruhan sangat berpengaruh terhadap proses fotosintesis, dimana
kekeruhan yang tinggi akan meningkatkan kelimpahan plankton dan epifit, dan menghalangi penetrasi cahaya matahari sampai ke lamun Sand-Jansen Borum
1991 in Oleson 1996. Kekeruhan sangat berpengaruh pula terhadap distribusi lamun secara vertikal berdasarkan kedalaman, berkaitan dengan rata-rata
intensitas cahaya yang dimanfaatkan oleh lamun untuk berfotosintesis Duarte 1991.
Hasil pengukuran kekeruhan menunjukkan nilai rata-rata kekeruhan berkisar antara 3.59-5.97 NTU Tabel 7. Tingkat kekeruhan paling rendah
terdapat di Rendani dan paling tinggi terdapat di Wosi. Tingkat kekeruhan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti masukkan material tersuspensi yang
berasal dari sungai ke perairan pesisir merupakan penyebab kekeruhan terbesar seperti di Wosi, dan kecepatan angin yang bertiup untuk meningkatkan kekuatan
velocity arus di perairan dangkal yang berada di bawah level kritis yang
mengangkat sedimen dari dasar perairan berlumpur Oleson 1996. Tingkat kekeruhan pun akan meningkat saat musim hujan dan berkurang pada musim
kemarau Nakaoka et al. 2003.
4.3.5 Derajat Keasaman pH
Nilai pH sangat ditentukan oleh konsentrasi ion H
+
dalam kolom air. pH air sangat berperan dalam mempengaruhi aktivitas biokimia dan perubahan dalam
sifat kimia alami perairan. Hasil pengukuran pH menunjukkan variasi nilai rata-
rata pH berada pada kisaran nilai pH yang tidak terlalu berbeda yaitu 7.81-7.94 Tabel 7. Kisaran nilai pH ini tidak terlalu berbeda antara satu lokasi dengan
lokasi lainnya. Mengacu pada nilai pH baku mutu air
KEPMEN Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 Lampiran 2, kisaran nilai pH pada lokasi penelitian masih
berada pada kisaran nilai yang optimal bagi perkembangan lamun maupun kehidupan gastropoda. Pescod 1973, menyatakan bahwa toleransi organisme
perairan terhadap pH air bervariasi tergantung pada banyaknya faktor lain yang mempengaruhi yaitu suhu, kadar oksigen terlarut,alkalinitas dan siklus dari
organism tersebut. Selain itu, sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH pada kisaran 7-8.5. Nilai pH ini sangat
berkaitan dengan proses biokimiawi perairan misalnya proses nitrifikasi, yang akan terhenti jika nilai pH rendah. Bagi gastropoda, bivalvia dan hewan karang
serta organisme lain yang memiliki cangkang atau tubuhnya terdiri atas calcium carbonat
CaCO
3
, penurunan pH membuat kondisi perairan menjadi sangat asam acidification, sehingga dapat mengakibatkan hancurnya cangkang.
4.3.6 Oksigen Terlarut Dissolved Oxygen
Oksigen terlarut DO berperan sangat penting bagi kehidupan biota di perairan. Sumber oksigen terlarut dalam air dapat berasal dari hasil fotosintesis
tumbuhan maupun tumbuhan air, difusi dari udara proses aerasi dan oksidasi limbah APHA 1989.
Nilai kandungan rata-rata oksugen terlarut berdasarkan hasil pengukuran berkisar antara 5.35-7.26 mgl Tabel 7. Kisaran nilai oksigen terlarut ini sesuai
dengan nilai oksigen terlarut baku mutu air untuk biota KEPMEN Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004, pada Lampiran 2 yaitu 5 mgl. Nilai rata-rata
oksigen terlarut paling tinggi terdapat di Rendani 7.26 mgl dan terendah di Padarni 5.35 mgl. Penyebab rendahnya nilai oksigen terlarut di Perairan Pesisir
Padarni disebabkan oleh suhu air permukaan dan kadar salinitas yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Chester 1990 bahwa semakin tinggi suhu
permukaan air laut dan salinitas maka semakin rendah kelarutan oksigen di perairan. Peningkatan suhu sebesar 1
o
C akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10 Brown 1987. Selain itu dekomposisi bahan organik yang dilakukan
oleh bakteri dan oksidasi bahan anorganik juga dapat mengurangi kadar oksigen terlarut hingga mencapai titik nol anaerob. Faktor lain yang dapat menyebabkan
rendahnya nilai oksigen terlarut adalah adanya respirasi oleh tumbuhan maupun hewan akuatik dan oksidasi yang dilakukan oleh mikroba untuk mengoksidasi
bahan organik seperti serasah lamun Nakaoka 2005.
4.3.7 Ammonia, Nitrat dan Fosfat