Aroma terbakar Aroma asap

Lanjutan Lampiran 21 y = 0,928x + 1,602 R² = 0,992 0,5 1 1,5 2 -0,3 -0,2 -0,1 0,1 0,2 0,3 S e n so ry I n te n si ty Lo g S I Physical Intensity Log PI Larutan Sukrosa y = 1,056x + 3,169 R² = 1 1 2 3 4 -2 -1,5 -1 -0,5 0,5 S e n so ry I n te n si ty Lo g S I Physical Intensity Log PI Larutan Asam Sitrat y = 0,792x + 1,916 R² = 0,999 0,5 1 1,5 2 2,5 -0,8 -0,7 -0,6 -0,5 -0,4 -0,3 -0,2 -0,1 0,1 S e n so ry I n te n si ty Lo g S I Physical Intensity Log PI Larutan NaCl Lanjutan Lampiran 21 y = 1,319x + 3,744 R² = 0,977 1 2 3 4 -2 -1,5 -1 -0,5 0,5 S e n so ry I n te n si ty Lo g S I Physical Intensity Log PI Larutan Kafein y = 0,770x + 2,657 R² = 0,999 0,5 1 1,5 2 2,5 3 -2 -1,5 -1 -0,5 0,5 S e n so ry I n te n si ty Lo g S I Physical Intensity Log PI Larutan MSG Lampiran 22 Kuisioner uji QDA ® Laboratorium Analisis Flavor Beras Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Jl. Raya 9 Sukamandi, Subang 41256; Telp.: 0260-520157; Fax: 0260-520158 UJI QDA AROMA DAN RASA

A. UJI QDA AROMA

Nama : Tanggal : 9022011 Instruksi : Dihadapan Saudara terdapat contoh ikan asap, berilah penilaian intensitas aroma contoh dengan membandingkan terhadap intensitas rasa larutan standar yang tersedia dengan cara 1. Buka tutup botol larutan flavor standar dan aroma larutan flavor standar tersebut. Mulailah dari standar yang mempunyai intensitas lebih kecil dahulu kemudian lanjutkan ke flavor standar dengan intensitas yang lebih tinggi. 2. Cium contoh ikan asap selama 5 detik dan bandingkan dengan aroma dan nilai intensitas flavor standar, kemudian berikan penilaian terhadap intensitas flavor contoh dengan memberikan tanda x diatas garis intensitas. 3. Beristirahatlah selama 20 detik sebelum mencium flavor standar berikutnya Kode Contoh: 547 1. Aroma amis fishy Lemah 30 50 70 Kuat 2. Aroma terbakar burnt Lemah 30 50 70 Kuat 3. Aroma manis sweet Lemah 30 50 70 Kuat 4. Aroma asap smoky Lemah 30 50 70 Kuat Lanjutan Lampiran 22 5. Aroma lemak fatty Lemah 30 50 70 Kuat 6. Aroma kayu woody Lemah 30 50 70 Kuat Kode Contoh: 414 1. Aroma amis fishy Lemah 30 50 70 Kuat 2. Aroma terbakar burnt Lemah 30 50 70 Kuat 3. Aroma manis sweet Lemah 30 50 70 Kuat 4. Aroma asap smoky Lemah 30 50 70 Kuat 5. Aroma lemak fatty Lemah 30 50 70 Kuat 6. Aroma kayu woody Lemah 30 50 70 Kuat Lanjutan Lampiran 22 Kode Contoh: 927 1. Aroma amis fishy Lemah 30 50 70 Kuat 2. Aroma terbakar burnt Lemah 30 50 70 Kuat 3. Aroma manis sweet Lemah 30 50 70 Kuat 4. Aroma asap smoky Lemah 30 50 70 Kuat 5. Aroma lemak fat Lemah 30 50 70 Kuat 6. Aroma kayu woody Lemah 30 50 70 Kuat Kode Contoh: 761 1. Aroma amis fishy Lemah 30 50 70 Kuat 2. Aroma terbakar burnt Lemah 30 50 70 Kuat Lanjutan Lampiran 22 3. Aroma manis sweet Lemah 30 50 70 Kuat 4. Aroma asap smoky Lemah 30 50 70 Kuat 5. Aroma lemak fatty Lemah 30 50 70 Kuat 6. Aroma kayu woody Lemah 30 50 70 Kuat Lanjutan Lampiran 22 Laboratorium Analisis Flavor Beras Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Jl. Raya 9 Sukamandi, Subang 41256; Telp.: 0260-520157; Fax: 0260-520158

B. UJI QDA RASA

Instruksi : Dihadapan Saudara terdapat contoh ikan asap, berilah penilaian intensitas rasa dengan membandingkan terhadap intensitas rasa larutan standar yang tersedia dengan cara 1. Cicipilah satu sendok larutan standar yang mempunyai intensitas yang lebih kecil dahulu selama 5 detik, lalu lanjutkan ke larutan standar yang lebih tinggi 2. Cicipilah contoh selama 30 detik, lalu telan 3. Bandingkan rasa dan nilai intensitas rasa standar yang diberikan, kemudian berikan penilaian terhadap intensitas rasa contoh dengan memberikan tanda x diatas garis intensitas 4. Netralkan lidah dan mulut Saudara dengan seteguk air sebelum mencicip contoh yang lain Kode Contoh: 547 1. Manis Lemah 25 50 75 Kuat 2. Asin Lemah 25 50 75 Kuat 3. Asam Lemah 25 50 75 Kuat 4. Gurih Lemah 25 50 75 Kuat Lanjutan Lampiran 22 5. Pahit Lemah 25 50 75 Kuat Kode Contoh: 414 1. Manis Lemah 25 50 75 Kuat 2. Asin Lemah 25 50 75 Kuat 3. Asam Lemah 25 50 75 Kuat 4. Gurih Lemah 25 50 75 Kuat 5. Pahit Lemah 25 50 75 Kuat Kode Contoh: 927 1. Manis Lemah 25 50 75 Kuat 2. Asin Lemah 25 50 75 Kuat Lanjutan Lampiran 22 3. Asam Lemah 25 50 75 Kuat 4. Gurih Lemah 25 50 75 Kuat 5. Pahit Lemah 25 50 75 Kuat Kode Contoh: 761 1. Manis Lemah 25 50 75 Kuat 2. Asin Lemah 25 50 75 Kuat 3. Asam Lemah 25 50 75 Kuat 4. Gurih Lemah 25 50 75 Kuat 5. Pahit Lemah 25 50 75 Kuat 177 Lampiran 23 Nilai rata-rata hasil perhitungan analisis QDA keempat ikan asap menggunakan 10 panelis IkanAsap Fishy Burnt Sweet Smoky Fatty Woody Manis Asin Asam Gurih Pahit Fufu 46.35 27.45 25.47 46.15 25.98 28.33 28.13 34.17 39.82 27.48 28.58 Salai 35.35 31.02 28.75 55.47 27.57 25.42 33.10 27.92 25.18 44.72 18.57 Pe 35.83 36.02 22.62 62.32 25.28 26.13 19.03 27.95 33.00 33.68 25.65 Kayu 53.97 25.12 24.63 48.08 23.27 37.77 24.72 31.10 29.15 47.62 25.80 178 Lampiran 24 Hasil PCA empat sampel ikan asap Lampiran 25 Dokumentasi penelitian: alat pengasapan a. Ruang pengasapan ikan fufu b. Oven asap ikan salai c. Tungku asap ikan pe Lampiran 26 Dokumentasi penelitian: denah ruang pengasapan ikan kayu Keterangan: I. Tempat pembakaran kayu sebagai sumber asap II. Ruang asap lantai 1 yang di dalamnya terdapat rak-rak tempat menyimpan ikan yang diasapi III. Lantai yang dilengkapi dengan lubang agar asap dari bawah masuk mengasapi ikan pada rak-rak lantai 2 IV. Ruang asap lantai 2 yang di dalamnya juga terdapat rak-rak tempat menyimpan ikan V. Pintu-pintu yang berfungsi sebagai saluran udara dan pengatur suhu selain tempat ikan masuk VI. Tempat menyimpan kayu yang akan digunakan. I II II IV V V V Lampiran 27 Dokumentasi penelitian: ikan asap a. Ikan asap cakalang fufu b. Ikan kayu arabushi c. Ikan salai Lanjutan Lampiran 27 d. Ikan pe Lampiran 28 Dokumentasi penelitian: pengangkutan sampel a. Pengemasan sampel ikan asap dengan alumunium foil dan cling wrap b. Pengepakan sampel ke dalam kotak plastik yang diisolasi c. Pengepakan sampel ke dalam coolbox berisi es Lampiran 29 Dokumentasi penelitian: pengujian organoleptik QDA ® Tahap pengisian kuisioner Tahap uji segitiga rasa dan aroma dasar Tahap diskusi pengembangan istilah deskripsi Lanjutan lampiran 29 Tahap uji konsistensi Bilik panelis untuk uji QDA rasa. Tahap uji QDA ® . ii ABSTRACT ZUHELMI TAZORA. Quality Improvement of Biodiesel from Rubber Seed Oil by Blending with Biodiesel from Jatropha curcas Oil. Supervised by KHASWAR SYAMSU and ONO SUPARNO This research aimed to utilize rubber seeds oil and Jatropha curcas oil as raw material for biodiesel, to increase cetane number from rubber seed biodiesel, and to decrease viscosity from Jatropha curcas biodiesel. The proximate analysis of raw materials result showed that rubber seeds and Jatropha curcas seeds contained 37.96 and 41.66 of oil, respectively. Both types of seeds oil were separated using hydraulic hot press machine and the separation of rubber seeds gave 12.35 of yield and 13.12 of free fatty acid, while the separation of Jatropha curcas seeds gave 18.34 of yield and 2.10 of free fatty acid. Esterification-transesterification process for biodiesel production was applied for rubber seeds oil and transesterification process to produce biodiesel from Jatropha curcas oil. Rubber seeds oil was esterified by using methanol and sulfuric acid 5 as catalyst for 1 hour and 300-500 rpm. Subsequently, rubber seeds methyl ester and Jatropha curcas oil were transesterified by using methanol and 1 sodium hydroxide as catalyst for 1 hour and 300-500 rpm. The result shows that cetane number from rubber seeds biodiesel and Jatropha curcas biodiesel sequentially were 46.35 and 53.7 and the viscosity was respectively 4.86 cSt and 6.16 cSt. Blending 20 rubber seed oil with 80 of Jatropha curcas oil and 20 rubber seed biodiesel with 80 of Jatropha curcas biodiesel increased cetane number of rubber seed biodiesel to 52 and 51.8, respectively, and decreased the viscosity of Jatropha curcas biodiesel to 5.92 cSt and 5.75 cSt, respectively. Keywords: biodiesel, rubber seed, Jatropha curcas, blending, cetane number, viscosity. PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan teknologi yang semakin bergantung pada sumber energi menyebabkan peningkatan jumlah konsumsi bahan bakar. Sumber bahan bakar yang banyak digunakan saat ini adalah bahan bakar minyak dari fosil. Persediaan bahan bakar fosil di Indonesia semakin menurun, cadangan minyak bumi hanya cukup untuk 18 tahun mendatang; gas bumi hanya cukup untuk 60 tahun dan batu bara hanya cukup untuk 150 tahun mendatang Prihandana et al. 2007. Karena persediaan yang terbatas dan bersifat tidak dapat diperbarui, maka perlu dicari sumber bahan baku lain sebagai bahan bakar alternatif yang mempunyai sifat hampir sama dengan bahan bakar minyak dari fosil dan bahan bakunya bersifat renewable. Di Indonesia banyak dikembangkan bioenergi yang merupakan sumber energi alternatif pengganti bahan bakar fosil salah satunya biodiesel. Biodiesel dihasilkan dari minyaklemak nabati atau hewani. Biodiesel digunakan sebagai pengganti bahan bakar solar untuk motor diesel. Biodiesel banyak digunakan di bidang industri. Keuntungan menggunakan biodiesel antara lain: ketersediaan bahan baku bersifat kontinyu, ramah lingkungan, kandungan sulfur rendah, dan dapat menurunkan emisi gas buang Anonim 2007; Ayhan 2007. Penelitian-penelitian pengembangan biodiesel telah dilakukan sejak tahun 1980-an. Berbagai hasil pertanian yang mengandung minyak seperti minyak kelapa sawit dan minyak biji jarak pagar telah dimanfaatkan untuk pembuatan biodiesel Widyawati 2007. Saat ini hanya ada beberapa perusahaan yang memproduksi biodiesel di Indonesia. Harga bahan bakar minyak yang masih disubsidi menyebabkan sulitnya pengembangan produksi biodiesel padahal sumber bahan baku potensial untuk biodiesel sangat banyak di Indonesia. Beberapa sumber bahan baku potensial tersebut adalah kelapa sawit Elaies guineensis, kelapa Cocos nucifera, jarak pagar Jatropha curcas, kacang tanah Arachis hypogaea, biji karet Hevea brasiliensis, dan kedelai Glycine max Susilo 2006. Namun, dari beberapa bahan baku tersebut yang tidak dikonsumsi manusia sebagai bahan pangan adalah biji karet dan biji jarak pagar. 2 Kelebihan tanaman jarak pagar dapat beradaptasi dengan lahan dan keadaan iklim Indonesia bahkan lahan yang kering. Tanaman jarak pagar juga dapat beradaptasi pada berbagai cuaca dan tahan terhadap hama dan penyakit tanaman Biswas et al. 2009. Kadar minyak biji jarak pagar cukup tinggi sekitar 1590 kgha atau 30 - 50 Susilo 2006; Hambali et al. 2008. Selain jarak pagar, tanaman karet memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel mengingat Indonesia memiliki areal perkebunan karet yang cukup luas dan sudah ada sejak lama. Menurut data statistik luas total perkebunan karet di Indonesia pada tahun 2005, 2006, dan 2007 yaitu 3.279.391 Ha, 3.346.427 Ha, dan 3.413.718 Ha BPS 2007. Dari data tersebut Provinsi Sumatera Selatan memiliki perkebunan karet terluas di Indonesia. Pada tahun 2007 luas perkebunan karet di Sumatera Selatan mencapai 650.426 Ha. Perkebunan karet dapat menghasilkan minyak biji karet sebesar 217 kgha. Nilai ini sangat rendah dibandingkan dengan kadar minyak biji jarak pagar. Namun, jika lahan yang ada sekarang seluas lebih dari 3 juta Ha dimanfaatkan secara maksimal maka minyak yang dihasilkan sekitar lebih dari 700 juta ton. Biji karet sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal. Pemanfaatan biji karet saat ini hanya sebagai pakan ternak, bahan baku untuk cat, dan benih tanaman. Pemanfaatan biji karet menjadi biodiesel akan memberikan nilai tambah biji karet Susilo 2006. Biodiesel dari biji karet memiliki parameter yang belum memenuhi standar SNI ataupun ASTM yaitu bilangan setana. Nilai bilangan setana biodiesel biji karet masih dibawah standar minimum ASTM Ikwuagwu et al. 2000. Beberapa parameter biodiesel yang dihasilkan dari biji jarak pagar juga ada yang belum memenuhi standar ASTM diantaranya viskositas, berat jenis, dan kadar sedimen Yudono Oktaviani 2007. Nilai viskositas yang jauh lebih besar dari solar fosil fuel dapat menghambat pemompaan bahan bakar ke ruang pembakaran Budiman 2004. Penggunaan biodiesel dari minyak biji karet ataupun biodiesel dari minyak biji jarak pagar 100 akan mengurangi emisi gas buang asap sampai 50, karena sifat biodiesel yang ramah lingkungan. Namun, akan sangat berpengaruh pada mesin karena viskositasnya yang tinggi akan menyumbat saluran bahan bakar, 3 mengurangi atomisasi bahan bakar dan meningkatkan penetrasi semprot bahan bakar yang mengakibatkan deposit mesin yang tinggi serta penebalan minyak lumas Yudono Oktaviani 2007; Peterson 2009. Selain viskositas, bilangan setana juga mempengaruhi mutu biodiesel. Rendahnya bilangan setana akan menyebabkan terlalu lamanya waktu penundaan pembakaran dalam ruang pembakaran sehingga suhu pembakaran terlalu tinggi yang berakibat pada meningkatnya emisi NO-x. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk meningkatkan mutu biodiesel agar memenuhi standar SNI ataupun ASTM salah satunya adalah mencampur biodiesel dengan solar petroleum diesel. Namun, hal ini tetap membuat ketergantung pada bahan bakar fosil. Karena itu, untuk menghindari pemanfaatan bahan bakar fosil 100 maka perlu dilakukan perbaikan mutu biodiesel dengan cara lain. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pencampuran beberapa minyak nabati sebelum proses esterifikasi atau mencampur biodiesel yang berasal dari minyak nabati dengan biodiesel dari minyak nabati jenis lain. Dalam hal ini biodiesel dari biji karet dicampur dengan biodiesel dari biji jarak pagar. Biji karet memiliki keunggulan antara lain lahan yang tersedia cukup banyak meskipun jumlah minyak yang dihasilkan rendah dan harga bahan baku masih relatif rendah. Biodiesel yang dihasilkan memiliki nilai viskositas lebih baik dari biodiesel jarak pagar Fachrie 2009; Kywe Oo 2009. Namun, bilangan setana biodiesel biji karet masih rendah. Bilangan setana biodiesel dari biji karet sebesar 44,81 Ikwuagwu et al. 2000. Nilai ini masih dibawah SNI yaitu ≥ 51 ataupun ASTM yaitu ≥ 47. Jarak pagar sebagai bahan baku biodiesel memiliki keunggulan dalam hal daya adaptasi tanaman, produksi minyak yang cukup tinggi dalam 1 Ha lahan, termasuk non-edible oil sehingga tidak akan berkompetisi dengan kebutuhan pangan, dan memiliki bilangan setana yang tinggi. Namun, viskositas biodiesel jarak pagar masih cukup tinggi. SNI menetapkan standar untuk viskositas 2,3-6,0 cSt sedangkan ASTM menetapkan standar 1,9-6,0 cSt. Berdasarkan permasalahan ini maka dilakukan pencampuran minyak biji karet dan minyak jarak pagar ataupun biodiesel biji karet dan biodiesel jarak pagar 4 untuk meningkatkan mutu biodiesel biji karet dan biodiesel jarak pagar. Minyak biji karet yang dicampur dengan minyak jarak pagar ataupun biodiesel biji karet yang dicampur dengan biodiesel jarak agar akan meningkatkan mutu biodiesel yang diindikasikan dengan meningkatnya bilangan setana biodiesel biji karet dan penurunan viskositas biodiesel jarak pagar. Penggunaan biji karet sebagai bahan baku biodiesel akan mengoptimalkan pemanfaatan biji karet dan pencampuran minyak nabati ataupun biodiesel dengan biodiesel akan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini untuk menghasilkan campuran biodiesel biji karet dan biodiesel jarak pagar yang memiliki bilangan setana dan viskositas yang memenuhi standar SNI ataupun ASTM. Secara khusus penelitian ini bertujuan : 1. Mengetahui pengaruh pencampuran minyak biji karet dan minyak biji jarak pagar serta biodiesel biji karet dan biodiesel jarak pagar terhadap viskositas dan bilangan setana. 2. Mendapatkan komposisi perbandingan terbaik campuran minyak ataupun biodiesel dari perlakuan yang diberikan sehingga mutu biodiesel dari biji karet dan biodiesel jarak pagar memenuhi standar SNI ataupun ASTM. 3. Mengetahui karakteristik biodiesel dari minyak biji karet, minyak biji jarak pagar, dan campuran dari keduanya. 4. Mengetahui perbedaan nilai bilangan setana dan viskositas pencampuran minyak ataupun biodiesel pada perlakuan terbaik. Ruang Lingkup 1. Analisis proksimat biji karet dan biji jarak pagar. 2. Ekstraksi biji karet dan biji jarak pagar secara mekanis. 3. Proses degumming minyak biji karet dan minyak biji jarak pagar dan penentuan FFA minyak biji karet dan minyak biji jarak pagar. 4. Esterifikasi-transesterifikasi minyak biji karet dan minyak biji jarak pagar. 5. Karakterisasi bilangan setana dan viskositas biodiesel 6. Karakterisasi biodiesel dari minyak biji karet, minyak biji jarak pagar, hasil campuran keduanya, dan campuran biodiesel. TINJAUAN PUSTAKA Karet Hevea brasiliensis Karet alam merupakan salah satu komoditas utama sektor perkebunan. Pada tahun 2006 luas areal tanaman karet di Indonesia 3,34 juta hektar dan menempati areal perkebunan terluas ketiga setelah kelapa sawit dengan luas 6,59 juta Ha dan kelapa dengan luas 3,78 juta Ha Deptan 2007. Gambar 1 Tanaman karet Hevea brasiliensis Sejak dulu tanaman karet lebih banyak dikenal masyarakat sebagai tanaman penghasil karet alam lateks karena pada batangnya banyak mengandung getah. Tinggi tanaman dewasa bisa mencapai 15-25 m. Daun tanaman karet berwarna hijau yang terdiri dari tangkai daun dan tangkai anak daun. Bunga karet terdiri dari bunga jantan dan bunga betina. Buah tanaman karet memiliki 3–6 ruang yang berbentuk setengah lingkaran. Di dalam ruang tersebut terdapat masing-masing 1 buah biji karet. Sama halnya seperti biji jarak, jika buah sudah matang maka buah tanaman akan pecah dengan sendirinya. Ukuran biji karet lebih besar dari biji jarak pagar dan kulitnya lebih keras. Tanaman karet tumbuh baik pada daerah yang beriklim tropis. Suhu lingkungan untuk tanaman karet rata-rata 25-30 o C. Pada ketinggian antara 1–600 mdpl, curah hujan rata-rata 2000–2500 mmtahun dengan sinar matahari yang cukup melimpah, dan pH tanah berkisar 5-6 merupakan kondisi yang cocok untuk pertumbuhan tanaman karet Tim Penulis PS 1999. 6 Menurut Haris et al 1995, beberapa faktor yang mempengaruhi produksi biji karet antara lain klon, umur tanaman, perubahan musim, dan adanya serangan penyakit daun. Di sebelah utara khatulistiwa musim produksi biji karet pada bulan Juli–Januari sedangkan di bagian selatan pada bulan Januari–April. Namun, berdasarkan hasil pengamatan di lapangan puncak musim produksi biji karet tidak sama tiap tahunnya. Sumber biji karet yang potensial dapat diperoleh di perkebunan besar mengingat perkebunan besar memiliki tanaman dengan kondisi terawat, topografi yang relatif datar, kebun yang bersih dari gulma sehingga mudah dalam pengumpulan biji karet. Tanaman karet yang berumur 10 tahun lebih dapat menghasilkan 1500 buahpohon. Setiap pohon diperkirakan dapat menghasilkan sekitar 5000 butir bijitahunha dengan jumlah biji 200 bijikg TOH Chia 1987 di dalam Aritonang 1986. Bagian biji karet sekitar 50-60 kernel mengandung 40-50 minyak Ramadhas et al. 2005. Berdasarkan hasil penelitian di Balai Penelitian Perkebunan Bogor, kandungan minyak dalam biji karet sekitar 45–50 . Minyak biji karet mengandung asam lemak jenuh 17–22 yang terdiri dari asam palmitat, asam stearat, dan asam arakhidat. Sekitar 77–82 berupa asam lemak tidak jenuh yang terdiri dari asam lemak oleat, linoleat, dan linolenat Hardjosuwito Hoesnan 1976; Ikwuagwu et al. 2000. Komposisi asam lemak minyak biji karet yang paling dominan adalah asam lemak linoleat. Tabel 1 dan Tabel 2 adalah komposisi asam lemak dan sifat fisika- kimia minyak biji karet. Tabel 1 Komposisi asam lemak minyak biji karet Asam lemak Gugus alkil Komposisi berat Asam palmitat 16 : 0 7 – 8 Asam stearat 18 : 0 9 - 10 Asam oleat 18 : 1 28 – 30 Asam linoleat 18 : 2 33 - 35 Asam linolenat 18 : 3 20 - 21 Asam arakhidat 20 : 0 0,5 Sumber : Mittelbach dan Remschmidt 2006 7 Tabel 2 Sifat fisika-kimia minyak biji karet Sifat fisika-kimia Nilai Densitas pada 15 o C gcm 3 0,918 Viskositas pada 30 o C mm 2 s Kadar abu sulfat [ mmmm] 37,85 0,02 Bilangan asam mg KOHg 1 Bilangan iod g Iod100 g Flash point o C Cloud point o C 142,6 290 -1,0 Sumber : Ikwuagwu et al. 2000 Jika dibandingkan dengan minyak biji jarak pagar, minyak biji karet mempunyai nilai viskositas yang lebih rendah. Hal ini dipengaruhi oleh komposisi asam lemak yang terdapat di dalam minyak biji karet. Jarak Pagar Jatropha curcas Tanaman jarak pagar Jatropha curcas merupakan famili Euphorbiaceae. Tanaman ini satu famili dengan tanaman karet dan ubi kayu. Jarak pagar merupakan tanaman perdu dengan tinggi 1–7 m. Batang tanaman berbentuk silinder. Daun tanaman ini merupakan daun tunggal yang memiliki sudut 3 atau 5. Bunga tanaman merupakan bunga majemuk berumah satu dan berwarna kuning kehijauan. Umur tanaman bisa mencapai 20 tahun lebih. Tanaman jarak pagar memiliki buah berbentuk bulat dengan diameter 2-4 cm. Gambar 2 Tanaman jarak pagar Jatropha curcas Buah jarak pagar ketika masih muda berwarna hijau dan berwarna kuning setelah masak. Pada bagian dalamnya terdapat tiga ruang dan masing-masing 8 ruang terdapat 1 biji. Biji jarak pagar bebentuk bulat lonjong. Kulit biji berwarna coklat kehitaman dan warna biji jarak pagar putih kecoklatan Hambali et al. 2006. Bagian biji jarak pagar terdiri dari 60 berat kernel daging biji, dan 40 berat kulit. Kandungan minyak di dalam kernel sekitar 50 Singh et al. 2008. Tanaman jarak pagar dapat tumbuh pada daerah dataran rendah hingga ketinggian 1800 mdpl. Tanaman jarak pagar menghendaki curah hujan 250-3000 mmtahun serta suhu lingkungan 20-26 o C, pH tanah 5–6,5 Foidl et al. 1996; Hambali et al. 2006. Daerah dengan suhu lingkungan terlalu tinggi 35 o C atau terlalu rendah 15 o C kurang cocok untuk pertumbuhan tanaman jarak pagar karena selain menghambat proses pertumbuhan tanaman juga mempengaruhi kandungan minyak dalam biji Hambali et al. 2006. Tanaman jarak pagar mampu tumbuh pada lahan marjinal atau bahkan pada lahan kritis seperti tanah yang berpasir, tanah berbatu, tanah lempung, dan tanah liat Hambali et al. 2008. Tanaman jarak pagar setelah 5 tahun menghasilkan 3-4 kg bijipohontahun dengan kandungan minyak pada biji sebesar 30. Produktivitas tanaman akan meningkat setelah 5 tahun sekitar 7,5-10 ton bijiHa. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan serta kualitas benih yang digunakan Hambali et al. 2008. Kandungan minyak yang cukup tinggi pada biji jarak pagar sangat prospektif untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel. Biji jarak pagar mengandung racun yang dinamakan curcine” Stirpe et al. 1976; Mittelbach Remschmidt 2006. Menurut Benge 2006, bagian daun dan biji jarak pagar selain mengandung curcin juga mengandung Phorbol esters. Zat ini merupakan protein yang sangat beracun karena hampir sama dengan ricin yang terdapat pada tanaman castor. Hal ini menyebabkan minyak jarak pagar tidak termasuk kategori minyak yang dikonsumsi edible oil dan pemanfaatannya tidak mengganggu penyediaan kebutuhan pangan. Minyak jarak pagar diperoleh dari hasil pengepressan biji jarak pagar secara mekanik. Pengepressan biji jarak pagar sangat penting karena mempengaruhi rendemen minyak. Rendemen minyak yang dihasilkan dari pengepressan secara 9 mekanik sekitar 21–27 . Sebagai bahan baku untuk biodiesel, minyak jarak pagar terlebih dahulu dimurnikan. Pemurnian minyak bertujuan untuk mengurangi kandungan senyawa- senyawa pengotor seperti gum, residu, protein, karbohidrat, dan asam lemak bebas. Cara untuk menghilangkan gum pada minyak dengan proses degumming., sedangkan untuk pemisahan asam lemak bebas dilakukan proses netralisasi Hambali et al. 2006. Komposisi asam lemak pada minyak jarak pagar akan mempengaruhi karakteristik biodiesel yang dihasilkan seperti cloud point, titik nyala, viskositas, indeks setana, dan bilangan iod. Tabel 3 adalah komposisi asam lemak minyak jarak pagar dan Tabel 4 merupakan sifat fisika-kimia minyak jarak pagar. Tabel 3 Komposisi asam lemak minyak jarak pagar Asam lemak Gugus alkil Komposisi berat Asam palmitat 16 : 0 14 – 15 Asam palmitoleat 16 : 1 1 Asam stearat 18 : 0 7 Asam oleat 18 : 1 34 – 45 Asam linoleat 18 : 2 31-43 Asam linolenat 18 : 3 0,2 Sumber : Mittelbach dan Remschmidt 2006 Tabel 4 Sifat fisika-kimia minyak jarak pagar Sifat fisika-kimia Nilai Densitas pada 15 o C gcm 3 0,9177 Viskositas pada 30 o C mm 2 s 49,15 Residu karbon [mmmm] 0,34 Kadar abu sulfat [ mmmm] 0,007 Pour point o C -2,5 Kadar air ppm 935 Kadar sulfur ppm 1 Bilangan asam mg KOHg 4,75 Bilangan iod g Iod100 g Flash point o C Cloud point o C 96,5 240 16 Sumber : Hambali et al. 2006; Ramesh et al. 2009 10 Biodiesel Mesin diesel memerlukan proses pembakaran yang bersih dan bahan bakar yang stabil. Saat ini biodiesel merupakan satu-satunya bahan bakar alternatif yang dapat digunakan secara langsung oleh mesin diesel tanpa modifikasi yang signifikan karena biodiesel memiliki karakter yang hampir sama dengan solar dari minyak bumi Baharta 2007. Biodiesel merupakan bioenergi yang berasal dari minyak nabati ataupun lemak hewan Ayhan 2007; Lou et al. 2008. Pada dasarnya biodiesel dihasilkan dari proses transesterifikasi dengan mereaksikan minyak atau lemak dan alkohol serta alkali sebagai katalis Saraf Thomas 2007; Issariyakul et al. 2008; Paraschivescu et al. 2008; Phalakornkule et al. 2009. Minyak nabati sebagai bahan baku biodiesel berasal dari minyaklemak tumbuhan seperti kelapa sawit, jarak pagar, biji karet, kedelai, kacang tanah, kelapa, dan jenis tanaman lain yang menghasilkan minyaklemak. Lemak dan minyak terdiri dari trigliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Trigliserida dapat berwujud padat atau cair tergantung komposisi asam lemak penyusunnya Ketaren 2008. Minyak nabati yang memiliki kadar asam lemak bebas FFA rendah, kurang dari 5 bisa langsung diproses dengan metode transesterifikasi menggunakan katalis alkali untuk menghasilkan metil ester dan gliserol. Namun bila kadar asam lemak bebas minyak tersebut 5 , maka sebelumnya perlu dilakukan proses esterifikasi terhadap minyak tersebut. Proses esterifikasi bertujuan untuk menurunkan kadar FFA minyaklemak yang akan digunakan. Pada proses esterifikasi katalis yang digunakan adalah asam. Hasil dari proses esterifikasi ini adalah metil ester kasar dan metanol sisa Hambali et al. 2008. Metil ester kasar yang diperoleh kemudian diproses lagi melalui tahapan transesterifikasi guna mendapatkan metil ester murni. Proses transesterifikasi pada pembuatan biodiesel merupakan proses kimia yang mengubah satu ester pada gliserol yang terkandung di dalam minyak menjadi bentuk ester lain seperti monoester alkil yang merupakan penyusun dari biodiesel. Pada proses ini minyak direaksikan dengan alkohol dan alkali sebagai 11 katalis sehingga menghasilkan gliserol dan biodiesel Peterson et al. 1996; Canakci Gerpen 1999; Saraf Thomas 2007. Biodiesel dari minyak biji karet maupun minyak jarak pagar dihasilkan dari reaksi trigliserida dengan alkohol melalui proses transesterifikasi yang sebelumnya diesterifikasi terlebih dahulu. Selama proses esterifikasi dan transesterifikasi ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi rendemen biodiesel yaitu; rasio molar antara alkohol dan minyak, jenis katalis yang digunakan, suhu selama reaksi, waktu selama reaksi, kandungan asam lemak bebas Hambali et al. 2006; Ayhan 2009. Konsentrasi katalis yang digunakan sekitar 0,5–1 berat dan alkohol sekitar 10-20 berat. Suhu selama proses ini berkisar pada 55 - 60 o C Hambali et al. 2006 yang merupakan selang dari titik didih alkohol. Berdasarkan hasil penelitian Yudono dan Oktaviani 2007, rendemen maksimum biodiesel diperoleh pada suhu 65 o C dengan perbandingan minyak dan metanol 4:1. Menurut Paraschivescu et al. 2008, ratio molar metanol dan minyak biasanya 6:1. Gambar 3 merupakan reaksi transesterifikasi trigliserida dan metanol sehingga menghasilkan biodiesel dan gliserol. Tujuan proses transesterifikasi untuk menurunkan viskositas dan meningkatkan daya pembakaran sehingga dapat digunakan sebagai minyak diesel kendaraan bermotor Indartono 2006. Gambar 3 Reaksi proses transesterifikasi Hambali et al. 2008 Pada tahap transesterifikasi satu mol trigliserida bereaksi dengan tiga mol alkohol menjadi satu mol gliserol dan tiga mol alkil ester. Molekul trigliserida diubah secara bertahap menjadi digliserida, monogliserida, dan kemudian menjadi gliserol. Masing-masing tahapan menggunakan satu mol alkohol dan melepaskan satu mol ester Mittelbach Remschmidt 2006. Metil ester dari tahap transesterifikasi masih berupa biodiesel kasar yang mengandung pengotor seperti sisa metanol, sisa katalis, gliserol, sabun, dan air 12 karena itu perlu dilakukan pemurnian. Pemurnian bisa dilakukan dengan water washing ataupun dry washing. Pemurnian biodiesel dengan teknik water washing dilakukan dengan menambahkan air hangat ke dalam biodiesel kemudian dilakukan pengandukan dan pemisahan. Pencucian dilakukan berulang-ulang hingga dihasilkan air cucian yang jernih. Selanjutnya dilakukan pengeringan untuk membuang sisa metanol dan air dalam biodiesel. Menurut Canakci Gerpen 2003, yang melakukan penelitian pembuatan biodiesel dari minyak kedelai menyatakan bahwa pemurnian biodiesel secara water washing dengan air hangat lebih efektif dibandingkan dengan air dingin untuk memisahkan sabun dan gliserol bebas yang masih ada dalam biodiesel. Pemurnian dengan teknik dry washing menggunakan cleaning agent sebagai adsorben. Cleaning agent menyerap pengotor-pengotor yang ada di dalam biodiesel SBRC 2008. Salah satu adsorben yang digunakan adalah bentonit. Alkohol dan Katalis Alkohol yang biasa digunakan dalam pembuatan biodiesel antara lain metanol, etanol, propanol, butanol, dan amyl alkohol. Alkohol yang biasa digunakan pada proses transesterifikasi adalah metanol. Metanol CH 3 OH memiliki berat molekul paling ringan dibandingkan etanol C 2 H 5 OH Ma Hanna 1999; Susilo 2006; Ramesh et al. 2009. Waktu reaksi metanol lebih cepat dibandingkan etanol Joshi et al. 2010. Metanol merupakan jenis alkohol yang biasa digunakan dalam pembuatan biodiesel dibandingkan jenis alkohol lain karena harganya ekonomis Zhang et al. 2003; Vicente et al. 2007; Ramesh et al. 2009; Joshi et al. 2010. Ratio molar optimum antara metanol dan minyak tergantung pada katalis yang digunakan. Katalis yang digunakan adalah asam dan alkali. Katalis alkali yang biasa digunakan adalah sodium hidroksida atau NaOH, sodium metoksida atau CH 3 ONa, dan potasium hidroksida atau KOH. Sedangkan katalis asam yang biasa digunakan adalah asam sulfat, asam klorida, dan asam sulfonat. Pada proses transesterifikasi, waktu reaksi menggunakan katalis sodium lebih cepat dibandingkan katalis potassium Vicente et al. 2004. NaOH lebih mudah diperoleh dan lebih ekonomis Susilo 2006; Wikipedia 2010. 13 Keuntungan menggunakan katalis basa pada proses transesterifikasi dibandingkan menggunakan katalis asam adalah waktu reaksi yang pendek. Penggunaan katalis basa juga akan mengurangi pemakaian jumlah alkohol Mittelbach Remschmidt 2006. Kemurnian biodiesel dipengaruhi oleh konsentrasi katalis, ratio molar alkohol dan minyak, serta suhu Vicente et al. 2007. Sedangkan rendemen biodiesel sangat dipengaruhi oleh konsentrasi katalis dan suhu reaksi selama proses transesterifikasi Vicente et al. 2007; Bouaid et al. 2007; Ayhan 2008. Karakteristik Biodiesel dari Minyak Biji Karet dan Minyak Jarak Pagar Sifat-sifat penting bahan bakar mesin diesel antara lain viskositas, bilangan cetana, pour point, flash point, carbon residu CCR dan nilai kalor Agustian 2005. Beberapa parameter biodiesel seperti densitas, bilangan setana, dan kandungan sulfur dipengaruhi oleh jenis minyak yang digunakan. Parameter lain seperti flash point dipengaruhi oleh kandungan metanol sedangkan viskositas dipengaruhi oleh trigliserida yang tidak bereaksi selama proses transesterifikasi Mittelbach 1996. Bilangan setana adalah ukuran kualitas penyalaan bahan bakar diesel dalam keadaan terkompresi. Bilangan setana minyak diesel konvensional dipengaruhi oleh struktur molekul hidrokarbon penyusun. Bilangan setana biodiesel sangat bervariasi. Metil ester dari asam lemak palmitat dan stearat mempunyai bilangan setana hingga 75, sedangkan bilangan setana untuk linoleat hanya mencapai 33. Bilangan setana berkaitan dengan kandungan asam lemak tak jenuh di dalam minyak Knothe et al. 2003; Ayhan 2009; Ramos et al. 2009. Semakin rendah bilangan setana semakin rendah pula kualitas penyalaannya. Viskositas yang terlalu tinggi dapat mempersulit proses pembentukan butir- butir cairankabut saat penyemprotanatomisasi Ayhan 2009. Viskositas bahan bakar yang terlalu rendah mengakibatkan kebocoran pada pompa injeksi bahan bakar. Kedua hal yang ekstrim ini dapat menimbulkan kerugian, sehingga salah satu persyaratan bahan bakar mesin diesel adalah nilai viskositas standar bahan bakar mesin diesel. Titik nyala atau flash point adalah suhu terendah dimana bahan bakar dalam campurannya dengan udara akan menyala. Bila nyala tersebut terjadi secara terus 14 menerus maka suhu tersebut dinamakan titik bakar fire point. Titik nyala yang terlampau tinggi dapat menyebabkan keterlambatan penyalaan, sementara apabila titik nyala terlampau rendah akan menyebabkan timbulnya detonasi yaitu ledakan- ledakan kecil yang terjadi sebelum bahan bakar masuk ruang bakar. Hal ini juga dapat meningkatkan resiko bahaya pada saat penyimpanan. Sisa karbon atau carbon residu yang tertinggal pada proses pembakaran akan menyebabkan terbentuknya endapan sehingga menyumbat saluran bahan bakar. Hal ini dapat menyebabkan terhambatnya operasi mesin secara normal serta menyebabkan bagian-bagian pompa injeksi bahan bakar cepat menjadi aus. Semakin rendah nilai sisa karbon semakin baik efisiensi motor tersebut. Beberapa hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan untuk produksi biodiesel dari minyak biji karet dan minyak biji jarak pagar terdapat parameter- parameter biodiesel dari kedua bahan baku yang belum memenuhi standar SNI ataupun ASTM. Hasil penelitian sebelumnya mengenai karakteristik biodiesel dari minyak bij karet dan minyak jarak pagar ditampilkan pada Tabel 5. Tabel 5 Karakteristik biodiesel biji karet dan biodiesel jarak pagar Parameter Satuan a Biodiesel biji karet b Biodiesel jarak pagar Berat jenis pada 15 o C gcm 3 0,885 0,879 Viskositas kinematik 40 o C cSt 4,77 8,52 Bilangan setana - 44,81 51-52 Flash point o C 103 191 Cloud point Pour point Residu karbon Kadar abu o C o C berat berat 0,4 -8 - 0,01 5 3±1 0,01 0,013 Kadar sulfur berat - 0,001 Bilangan asam mgKOHg 0,22 1,05 Bilangan iod mgI 2 g 144 95-107 Sumber : a Ikwuagwu et al. 2000; Fachrie 2009 b Yudono Oktaviani 2007; Hambali et al. 2006; Kywe Oo 2009; Rao et al. 2009 SNI dan ASTM menetapkan nilai standar sebagai acuan mutu biodiesel yang akan digunakan pada mesin diesel. Parameter standar biodiesel menurut SNI atau ASTM terdapat pada Tabel 6 dan Tabel 7. 15 Tabel 6 Standar biodiesel SNI 04-7182-2006 Parameter Satuan Nilai Berat jenis pada 40 o C gcm 3 0,85-0,89 Viskositas kinematik 40 o C cSt 2,3 – 6,0 Bilangan setana - ≥ 51 Flash point o C ≥ 100 Cloud point Residu karbon - dalam contoh asli - dalam 10 ampas distilasi o C berat ≤ 18 ≤ 0,05 ≤ 0,3 Abu tersulfatkan Kadar belerang berat mgkg ≤ 0,02 ≤ 100 Kadar air dan sedimen Bilangan asam Bilangan iod Kandungan ester alkil Gliserol total Gliserol bebas Kadar fosfor volume mgKOHg mgI 2 100g berat berat berat mgkg ≤ 0,05 ≤ 0,80 ≤ 115 ≥ 96,5 ≤ 0,24 ≤ 0,02 ≤ 10,0 dapat diuji terpisah dengan ketentuan kandungan sedimen maks 0,01-volume. Sumber : SNI 04-7182-2006 Tabel 7 Standar biodiesel internasional ASTM D 6751 2003 Parameter Satuan Nilai Berat jenis pada 15 o C gcm 3 - Viskositas kinematik 40 o C cSt 1,9 – 6,0 Bilangan setana - ≥ 47 Flash point o C ≥ 130 Cloud point Pour point Residu karbon o C o C berat - - ≤ 0,05 Kadar abu sulfat Kadar sulfur berat mgkg ≤ 0,02 ≤ 500 Kadar air dan sedimen Bilangan asam Bilangan iod Kandungan ester Gliserol total Gliserol bebas Kadar fosfor volume mgKOHg mgI 2 g berat berat berat mgkg ≤ 0,05 ≤ 0,80 - - ≤ 0,24 ≤ 0,02 ≤ 10,0 Sumber : Mittelbach Remschmidt 2006 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sebagian besar sumber bahan bakar yang digunakan saat ini adalah bahan bakar fosil. Persediaan sumber bahan bakar fosil semakin menurun dari waktu ke waktu. Hal ini karena sifatnya yang non-renewable. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan energi maka perlu sumber bahan bakar alternatif lain yang memiliki sifat hampir sama dengan bahan bakar fosil. Sampai saat ini, banyak sumber bahan bakar alternatif yang telah ditemukan salah satunya biodiesel. Keunggulan penggunaan biodiesel sebagai bahan bakar alternatif adalah ramah lingkungan, sifat bahan bakunya yang renewable, dan banyaknya sumber bahan baku potensial yang tersedia. Biodiesel berasal dari minyak nabati atau lemak hewani melalui proses transesterifikasi. Dari beberapa bahan baku yang ada di Indonesia, minyak biji karet dan minyak biji jarak pagar merupakan bahan baku potensial untuk pembuatan biodiesel karena sifatnya non-edible oil. Namun, biodiesel biji karet maupun biodiesel jarak pagar yang dihasilkan masih memiliki masalah dalam hal mutu. Bilangan setana biodiesel biji karet dan viskositas biodiesel jarak pagar belum memenuhi standar yang ditetapkan SNI ataupun ASTM. Nilai bilangan setana biodiesel biji karet masih rendah dari standar yang ditetapkan SNI ≥ 51 dan ASTM ≥ 47. Nilai viskositas biodiesel jarak pagar sangat tinggi berada di atas standar SNI dan ASTM. SNI menetapkan standar viskositas 2,3-6,0 cSt dan ASTM menetapkan 1,9-6,0 cSt. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah pencampuran minyak biji karet dan minyak jarak pagar sebelum proses esterifikasi ataupun pencampuran biodiesel biji karet dan biodiesel jarak pagar. Melalui proses pencampuran ini bilangan setana biodiesel biji karet akan meningkat dan viskositas biodiesel jarak pagar menurun sehingga memenuhi SNI ataupun ASTM. Penjelasan mengenai kerangka pemikiran ini terdapat pada Gambar 4. 17 Gambar 4 Kerangka pemikiran penelitian Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2010 - Januari 2011. Tempat penelitian di Pusat Penelitian Kehutanan Gunung Batu Bogor, Laboratorium DIT Fakultas Teknologi Pertanian IPB, dan PT. Petrolab Services Jakarta. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah biji karet klon GT1 dari Balai Penelitian Karet Sembawa, biji jarak pagar dari Cibedug - Bogor, metanol, NaOH, asam sulfat, asam fosfat, dan aquadest. Bahan-bahan kimia lainnya yang digunakan untuk analisis minyak dan analisis biodiesel. Alat-alat yang digunakan antara lain alat press mekanis tipe hidrolik dilengkapi pemanas, hot plate, reaktor berupa labu leher empat, magnetic stirer, corong pemisah, thermometer, buret, kertas saring, erlenmeyer, dan gelas piala. Beberapa alat kimia lain dan alat-alat untuk analisis. 18 Tahapan Penelitian Penelitian dimulai dari analisis bahan baku untuk mengetahui kandungan air, minyak, protein, serat, dan abu. Kemudian dilanjutkan dengan pengepressan biji karet dan biji jarak pagar, pemurnian minyak dengan proses degumming, dan proses esterifikasi-transesterifikasi untuk menghasilkan biodiesel. Tahap-tahap penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 Tahap-tahap proses penelitian 19 Analisis Bahan Baku, Pengepressan Biji Karet dan Biji Jarak Pagar, dan Pemurnian Minyak

1. Analisis proksimat

Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui komposisi makronutrient di dalam biji karet dan biji jarak pagar. Komponen makronutrient tersebut yaitu kadar air, kadar lemak, protein, serat, abu, dan karbohidrat. Penentuan kadar air dan kadar abu dilakukan dengan metode gravimetrik metode oven dimana sampel dikeringkan pada suhu 105 o C hingga dicapai bobot konstan. Kadar lemak total diukur dengan menggunakan metode soxlet. Sedangkan kadar protein dengan metode Kjehdahl, dan kandungan karbohidrat diukur menggunakan metode by different yaitu selisih seratus persen dengan total komposisi bahan lain air, lemak, protein, serat, dan abu. Metode analisis proksimat terdapat pada Lampiran 1.

2. Pengepressan biji karet dan biji jarak pagar

Biji karet dan biji jarak pagar dipress secara mekanis menggunakan alat tipe hidrolik pada tekanan kerja 20 ton196,15cm 2 pada suhu ±75 o C Aliem 2008. Sebelum dipress baik biji karet maupun biji jarak pagar dihancurkan terlebih dahulu proses pengecilan ukuran untuk mempermudah proses pengepressan dan menghasilkan rendemen minyak yang tinggi. Minyak yang diperoleh dari hasil pengepressan selanjutnya dimurnikan. Proses pemurnian minyak yang dilakukan adalah dengan degumming.

3. Degumming

Proses degumming dilakukan dengan memanaskan minyak sampai ±80 o C lalu ditambah asam fosfat 20 sebanyak 0,3 vb dan diaduk selama 15 menit. Selanjutnya dilakukan pemisahan minyak dan gum menggunakan corong pisah. Minyak kemudian dicuci dengan air panas. Pencucian dan pemisahan minyak dengan air dilakukan berulang hingga air cucian terlihat jernih atau mencapai pH 6,5–7. Minyak hasil degumming dianalisis untuk mengetahui densitas, viskositas, bilangan asam, kadar FFA, dan bilangan penyabunan. Pembuatan Biodiesel Minyak yang digunakan dalam pembuatan biodiesel ini adalah minyak biji karet, minyak biji jarak pagar, dan campuran dari keduanya. Pembuatan biodiesel 20 dilakukan melalui proses 2 tahap. Minyak biji karet melalui proses esterifikasi- transesterifikasi sedangkan minyak biji jarak pagar melalui proses transesterifikasi. Pemilihan proses ini berdasarkan kadar FFA minyak. Minyak dengan kadar FFA 5 melalui proses esterifikasi terlebih dahulu untuk menurunkan kadar FFA. Diagram alir proses pembuatan biodiesel dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 Proses pembuatan biodiesel 2 tahap Hambali et al. 2008

1. Esterifikasi

Minyak dengan kadar FFA 5 diesterifikasi terlebih dahulu sebelum ditransesterifikasi. Proses esterifikasi dilakukan dengan memanaskan minyak di dalam labu leher empat menggunakan hot plate dilengkapi magnetic stirer. Campuran metanol 225 FFA dan asam sulfat 5 FFA ditambahkan ke dalam minyak. Proses esterifikasi dilakukan selama ±1 jam pada suhu 55–65 o C dengan kecepatan pengadukan 300–500 rpm. Minyak hasil esterifikasi dipisahkan menggunakan corong pemisah. Pemisahan dilakukan hingga terbentuk lapisan dimana pada lapisan atas 21 merupakan sisa metanol dan gum sedangkan pada lapisan bawah merupakan campuran trigliserida dan fatty acid metil ester FAME. Campuran trigliserida dan FAME kemudian digunakan untuk proses transesterifikasi.

2. Transesterifikasi

Campuran trigliserida dan FAME hasil esterifikasi dipanaskan di dalam labu leher empat menggunakan hot plate sambil diaduk. Kemudian ditambahkan larutan metoksida campuran metanol 15 vb minyak dan NaOH 1 bb minyak. Proses ini berlangsung selama ± 1 jam pada suhu 55–65 o C dan kecepatan pengadukan 300–500 rpm Chitra et al. 2005; Ramos et al. 2009. Hasil transesterifikasi berupa gliserol dan biodiesel dipisahkan. Pada lapisan atas terbentuk biodiesel dan lapisan bawah gliserol. Biodiesel yang dihasilkan merupakan biodiesel kasar dan perlu dimurnikan dengan proses pencucian. Pencucian biodiesel dilakukan dengan metode water washing. Air hangat ditambahkan ke dalam biodiesel lalu dilakukan pengandukan dan pemisahan. Pencucian dilakukan berulang-ulang hingga air cucian jernih. Selanjutnya dilakukan pengeringan untuk membuang sisa metanol dan air dalam biodiesel. Karakterisasi Biodiesel Biodiesel hasil proses transesterifikasi dianalisis untuk mengetahui sifat- sifat fisika dan kimianya. Analisis biodiesel meliputi bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan Iod, densitas, viskositas kinematik, bilangan setana, kadar sulfur, kadar gliserol total, gliserol bebas, gliserol terikat, flash point, kadar air dan sedimen, kadar ester, dan kadar abu sulfat. Biodiesel yang dianalisis adalah biodiesel dari minyak biji karet, biodiesel dari minyak jarak pagar, biodiesel dari campuran minyak biji karet dan minyak biji jarak pagar, serta campuran biodiesel dari biji karet dan biodiesel jarak pagar. Hasil analisis akan dibandingkan dengan SNI ataupun standar ASTM American Society for Testing Material. Stoikiometri Proses Transesterifikasi Reaksi yang terjadi pada proses transesterifikasi secara teori dari 1 mol minyak dan 3 mol metanol akan dihasilkan 3 mol metil ester dan 1 mol gliserol. Gambar 7 memperlihatkan reaksi transesterifikasi minyak dengan alkohol. 22 Gambar 7 Reaksi transesterifikasi Asam lemak dominan dalam minyak biji karet adalah oleat, linoleat, dan linolenat. Sedangkan asam lemak dominan minyak jarak pagar adalah oleat dan linoleat. Sebagai asumsi, reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel dari minyak biji karet merupakan reaksi 1 mol minyak biji karet dan 3 mol metanol sehingga menghasilkan 3 mol metil ester dan 1 mol gliserol. Reaksi transesterifikasi ini terlihat pada Gambar 8. CH 2 O C CH CH 2 4 CH 3 O CH CH 2 CH CH CH CH CH 2 CH 2 4 CH O C CH CH 2 4 CH 3 O CH CH 2 CH CHCH 2 7 O C CH CH 2 7 CH 3 O CHCH 2 7 + 3 CH 3 OH Asam lemak α linolenat , β linoleat , γ oleat M et anol CH 2 KOH CH 3 O C CH CH 2 4 CH 3 O CH CH 2 CH CH CH CH CH 2 CH 2 4 O C CH CH 2 4 CH 3 O CH CH 2 CH CHCH 2 7 O C CH CH 2 7 CH 3 O CHCH 2 7 CH 3 CH 3 M et il est er α linolenat , β linoleat , γ oleat + CH 2 CH CH 2 OH OH OH Gliserol Gambar 8 Reaksi transesterifikasi minyak biji karet dan metanol Berdasarkan Gambar 8, secara teoritis dapat diperkirakan banyaknya metil ester biji karet yang terbentuk jika reaksi berlangsung secara sempurna. Metil ester biji karet dan gliserol yang dihasilkan dari reaksi transesterifikasi minyak biji karet dengan metanol dihitung berdasarkan prinsip kesetimbangan massa seperti yang terlihat pada Tabel 8.