14, 30 hari Proses Pengasapan Ikan di Beberapa Daerah

menjadi empat bagian dan dipisahkan duri dan tulangnya lalu dibersihkan setelah proses perebusan selesai. Pemanasan awal dilakukan dengan suhu 90 o C selama 15 menit dengan cara memasukkan ikan ke dalam oven Tapiyama dengan tujuan agar bahan baku tidak mudah rusak selama waktu menunggu untuk dimasukkan ke dalam ruang pengasapan. Setelah selesai dipanaskan, ikan disusun di lantai 1 ruang pengasapan dalam suatu rak bertingkat. Ikan diasapi selama 1 hari di lantai 1 pada suhu 90 o C selama 12 jam. Suhu ini merupakan suhu maksimal pengasapan, selanjutnya suhu diturunkan secara bertahap hingga 40 o C. Ikan diasapi di lantai 2 dengan suhu pengasapan minimal 40 o C hingga menjadi produk akhir setelah pengasapan tahap pertama selesai. Waktu pengasapan tergantung dari ukuran ikan yang diasapi, biasanya berkisar mulai dari 7, 14 hingga 30 hari. Ikan dibiarkan terkena udara diangin-anginkan selama 3-7 hari tergantung ukuran ikan setelah diasapi selama 7 hari dengan tujuan agar struktur daging menjadi lebih kompak dan tidak mudah retak. Ikan kembali diasapi hingga kering menjadi ikan kayu setelah dibiarkan pada suhu ruang. Pintu ruang asap akan dibuka jika asap di dalam terlalu tebal atau suhu ruang asap melebihi 90 o C selama pengasapan berlangsung. Permukaan ikan kayu disikat menggunakan sikat kawat yang lembut dengan tujuan untuk memisahkan jelaga asap dari permukaan kulitnya. Menurut Whittle dan Howgate 2000, bahan baku ikan yang berasal dari perairan beriklim sedang membutuhkan suhu pengasapan dingin di atas 30 o C agar pengasapan bisa mematangkan ikan terutama jika terdapat kandungan garam. Pengasapan dingin dengan waktu yang lebih lama hingga ikan menjadi keras disebabkan oleh pengeringan yang dikenal dengan hard smoking atau hard cure. Beberapa tahapan dalam pengolahan, terutama perebusan, pengasapan, pengeringan dan fermentasi dapat berpengaruh pada produk akhir selain tingkat kesegaran dan kadar lemak ikan yang digunakan BBRP2B 1984. Mutu ikan kayu tergantung pada kandungan lemak daging ikan segar yang digunakan. Daging ikan yang berkadar lemak tinggi 4-5 menghasilkan ikan kayu yang berminyak, berwarna coklat kehitaman, tekstur lunak, rasa agak pahit dan flavor kurang baik, sebaliknya bila diolah dari daging ikan yang kadar lemaknya rendah 0,5 akan dihasilkan produk yang berwarna merah coklat, tidak berasa dan flavor kurang. Daging ikan yang digunakan pada umumnya berkadar lemak antara 1-2 BBRP2B 1984; Giyatmi 1998. Waktu yang diperlukan untuk pengasapan dingin seperti pada pengasapan ikan kayu biasanya lebih lama dapat berlangsung berhari-hari dibandingkan dengan pengasapan panas Rozum 2009. Sirkulasi udara dan kelembaban akan mempengaruhi waktu pengasapan Snyder 1996. Proses penganginan ikan selama beberapa waktu dilakukan dalam pengolahan ikan kayu. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Giyatmi et al.2000 pada pengasapan katsuobushi yang kemudian dibiarkan dalam udara terbuka selama 1 hari dengan tujuan agar kadar air filet seragam. 4.1.4 Ikan pe Ikan pe yang dimaksud disini ialah ikan pari yang diasapi dengan metode pengasapan panas. Pada saat ini tidak hanya ikan pari saja yang biasanya dibuat ikan pe, tetapi ikan-ikan konsumsi jenis lain juga dapat digunakan sebagai bahan baku. Ikan pe biasanya merupakan produk setengah jadi yang akan diolah menjadi jenis makanan konsumsi lainnya. Tungku pengasapan yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 25, sementara tahap-tahap proses pengolahan ikan pe dalam bentuk diagram alir disajikan pada Gambar 7. Prosedur pengolahan ikan pe ialah sebagai berikut, pertama-tama ikan pari dibersihkan menggunakan air bersih dan dikeluarkan isi perutnya. Ikan dipotong- potong menjadi beberapa bagian setelah dibersihkan biasanya 6 potongkg ikan untuk memudahkan penyusunan di atas tungku pengasap lalu ditiriskan di atas para-para selama kurang lebih satu jam. Ikan disusun pada kasa-kasa besi di atas tungku pengasapan yang sudah menyala lalu diasapi selama 30 menit dengan beberapa kali pembalikan tanpa pengukuran suhu. Kisaran suhu pengasapan panas secara teoritis antara 50-80 o C Doe 1998. Persiapan bahan mentah bagi pengasapan tergantung pada spesies dan ukuran ikan. Ikan kecil biasanya diasapi secara utuh dan tidak disiangi karena hal ini dapat menghemat kerja dan mencegah dehidrasi yang berlebihan dari produk yang diasapi secara panas. Ikan yang lebih besar atau ikan yang memiliki isi perut dengan bau yang menyimpang perlu dikeluarkan isi perutnya. Ikan besar biasanya dibelah, difilet atau dipotong-potong sebelum pengasapan, tetapi ikan yang lebih kecil juga dapat diasapi dalam bentuk fillet Doe 1998. Gambar 7 Diagram alir proses pengasapan ikan pe. Ikan pe masih memiliki kandungan air yang tinggi karena biasanya ikan pe diolah kembali menjadi jenis masakan lain. Pengaruh pengasapan dalam hubungannya dengan kualitas dan umur simpan produk tergantung pada persiapan bahan mentah, jenis pengasapan, kelembaban, laju, suhu, densitas dan komposisi asap serta waktu pengasapan Doe 1998. Kualitas yang lebih baik dapat diperoleh ketika produk diberi perlakuan asap dari pembakaran lambat atau bara kayu. Jenis dan campuran kayu yang dipilih untuk pengasapan dan bumbu yang digunakan pada umumnya berdasarkan pengalaman dari masing-masing pengolah Toth Potthast 1984. Preparasi bahan baku Penirisan di atas para-para Pemotongan Penyusunan ikan pada tungku Pengasapan Waktu 30 menit, suhu ± 80 o C Ikan Pe Preparasi bahan bakar

4.2 Karakteristik Kimia

Sampel-sampel ikan asap dianalisis beberapa karakteristik kimianya. Analisis tersebut meliputi analisis proksimat kadar air, abu, lemak, protein dan karbohidrat untuk mengetahui komponen penyusun dasar, kandungan total fenol untuk mengetahui kandungan senyawa fenolik sebagai salah satu senyawa yang penting dalam pengasapan serta kandungan garam dan asam amino bebas sebagai komponen penyusun flavor nonvolatil yang penting dalam produk ikan asap. Doe 1998 menyatakan bahwa reaktifitas kimia komponen asap tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada kandungan nutrisi produk secara keseluruhan terutama untuk ikan yang hanya diasapi dengan intensitas pengasapan ringan. Hasil tabulasi analisis proksimat, total fenol dan garam tersaji pada Tabel 19. Tabel 19 Hasil analisis proksimat, total fenol dan garam empat jenis ikan asap Parameter Ikan fufu Ikan salai Ikan kayu Ikan pe Kadar air 59,23 b 17,34 c 17,24 c 76,44 a Kadar abu 2,21 c 5,55 a 3,55 b 0,75 d Kadar lemak 0,86 c 5,87 a 2,12 b 1,01 c Kadar protein 35,45 b 68,25 a 69,12 a 20,37 c Kadar karbohidrat 2,26 b 2,99 b 7,98 a 1,43 b Kadar total fenol ppm 34,64 c 42,35 b 31,34 d 59,34 a Kadar garam 0,11 d 0,27 b 0,23 c 0,29 a Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5 4.2.1 Kadar air Data pada Tabel 19 menunjukkan bahwa ikan pe memiliki kadar air sebesar 76,44, ikan fufu 59,23, ikan salai 17,34 dan ikan kayu 17,24. Kadar air ikan pe menurut SNI 2009 belum memenuhi persyaratan kadar air yang ditentukan yaitu maksimal sebesar 60. Hasil Anova Lampiran 3 menunjukkan bahwa adanya perbedaan jenis ikan asap memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air ikan asap. Hasil uji LSD Lampiran 3 menunjukkan bahwa ikan fufu dan ikan pe memiliki kadar air yang berbeda nyata sementara ikan salai dan ikan kayu tidak berbeda nyata tetapi kadar air ikan salai dan ikan kayu berbeda nyata dengan ikan fufu dan ikan pe pada taraf 5. Perbedaan kadar air yang terjadi antara lain dipengaruhi oleh proses pengasapan yang dilakukan terhadap masing-masing jenis ikan. Ikan pe dan fufu memiliki kadar air yang lebih tinggi daripada ikan salai dan ikan kayu karena kedua ikan asap ini diasapi dengan metode pengasapan panas. Kedua ikan ini diasapi dengan waktu lebih singkat dan suhu lebih tinggi dibandingkan ikan salai dan kayu. Ikan pe diasapi dengan waktu selama 30 menit sedangkan ikan fufu diasapi selama 4 jam, ikan salai 24 jam dan ikan kayu minimal 7 hari. Proses pengasapan ikan pe tentu saja akan menghasilkan produk ikan asap dengan kadar air yang masih tinggi jika dilihat dari waktu pengolahannya. Menurut Crapo 2000, waktu pengolahan ikan asap yang lebih pendek akan menghasilkan produk dengan kadar air yang masih tinggi. Ikan salai dan ikan kayu diasapi dengan metode pengasapan dingin. Kandungan air hasil proses pengasapan dinginsecara umum cukup rendah atau produk akhirnya cukup keras JICA 2008. Kadar air produk juga akan dipengaruhi oleh kadar air awal bahan bakunya dalam hal ini kadar air jenis ikan yang digunakan. Daging ikan pari Mardiah et al. 2008 secara umum memiliki kandungan air yang lebih tinggi 79,10 dibandingkan ikan cakalang 70,58 USDA 2009 dan ikan lele 78,1 Suprapti 2000 tergantung dari banyak faktor. Air pada ikan asap hilang karena adanya penguapan yang disebabkan oleh pengeringan di udara dan asap serta terjadinya drip. Kehilangan air akan tergantung pada sifat permukaan dan bagian ikan yang terkena panas, waktu dan suhu pemanasan, serta laju dan kelembaban udara dan asap Doe 1998. Pengaruh pengeringan juga berhubungan dengan difusi air dari dalam produk asap ke bagian luarnya Rusz Miller 1977. Ikan kayu memiliki kadar air yang sedikit lebih rendah dari ikan salai walaupun secara statistik tidak signifikan. Kadar air produk kering dipengaruhi oleh kadar air lingkungan karena permukaan sangat kering dan menjadi higroskopis sehingga kemungkinan produk ini dapat menyerap kembali air dari lingkungan sekitar selama proses preparasi atau penyimpanan sampel. Ikan kayu katsuobushi pada penelitian Giyatmi et al. 2000 juga menyerap kembali uap air yang berada di sekitarnya selama proses fermentasi. 4.2.2 Kadar abu Data pada Tabel 19 menunjukkan bahwa ikan salai memiliki kadar abu sebesar 5,55, ikan kayu 3,55, ikan fufu 2,21 dan ikan pe 0,75. Hasil Anova Lampiran 4 menunjukkan bahwa perbedaan jenis ikan asap memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar abu ikan asap. Hasil uji LSD Lampiran 4