71 disambungkan dengan kondensor berpendingin udara dan larutan di dalam
labu dididihkan hingga sampel tersabun sempurna. Larutan yang diperoleh pada akhir penyabunan harus jernih dan homogen. Jika tidak maka waktu
penyabunan diperpanjang. Larutan dibiarkan cukup dingin tidak terlalu dingin, kemudian dinding dalam kondensor dibilas dengan aquadest. Labu
dilepaskan dari kondensor lalu larutan di dalam labu ditambah 1 ml larutan indikator fenolftalein ke dalam labu dan dititrasi dengan HCl 0,5N sampai
warna merah jambu hilang minimal selama 15 detik. Prosedur yang sama juga dilakukan untuk blanko.
Keterangan : B
s
: bilangan sabun mg KOHg biodiesel V
b
: volume HCl yang dibutuhkan untuk titrasi blanko ml V
c
: volume HCl yang dibutuhkan untuk titrasi sampel ml N : normalitas larutan HCl 0,5N
m : berat sampel biodiesel g
Kadar ester dihitung dengan rumus :
Keterangan : B
s
: bilangan penyabunan mg KOHg biodiesel B
a
: bilangan asam mg KOHg biodiesel G
tot
: kadar gliserol total -b
5. Bilangan Iod AOCS Cd 1-25
Sampel sebanyak ± 0,13 gram dimasukkan ke dalam erelenmeyer asah dan ditambahkan 15 ml larutan karbon tetrakhlorida CCl
4
. Sampel dikocok hingga tercampur sempurna di dalam pelarut. Kemudian 25 ml larutan Wijs
ditambahkan ke dalam erlemnmeyer asah dan ditutup. Kocok Larutan dikocok hingga tercampur sempurna lalu simpan di tempat gelap pada suhu
25
o
C selama 1 jam. Selanjutnya ditambahkan 150 ml aquadest dan 20 mL larutan KI 10 wv. Larutan diaduk hingga tercampur. Larutan dititrasi
dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N yang sudah distandarkan sampai warna warna coklat iodium hampir hilang. Kemudian ditambahkan 1-2 ml
72 larutan indikator pati dan dititrasi kembali hingga warna biru kompleks
iodium-pati persis sirna. Prosedur yang sama juga dilakukan untuk blanko.
Keterangan : B
i
: bilangan iod -b V
b
: volume larutan tiosulfat yang dibutuhkan untuk titrasi blanko ml V
c
: volume larutan tiosulfat yang dibutuhkan untuk titrasi sampel ml N : normalitas larutan natrium tiosulfat
m : berat sampel minyak g
6. Bilangan setana ASTM D 613
Cetane number atau bilangan setana merupakan ukuran kualitas pembakaran bahan bakar diesel yang dinyatakan dengan delay pembakaran bahan bakar,
yaitu selisih awal injeksi dengan awal terjadinya pembakaran bahan bakar. Metode pengukuran angka setana menggunakan mesin dengan silinder
tunggal yang terdiri dari pompa crankcase. Pengujian ini memerlukan sampel 1 L dan waktu beberapa jam. Skala bilangan setana dari 0 hingga 100 namun
biasanya pengujian bilangan setana berada pada rentang 35 hingga 65.
7. Flash Point ASTM D 93
Sampel dimasukkan ke dalam mangkok uji hingga garis batas pengisian. Suhu mangkok uji dan sampel diatur sekitar 18
o
C di bawah kisaran perkiraan suhu flash point sampel. Mangkok uji kemudian ditutup. Cahaya nyala
kemudian dihidupkan dan diatur intensitasnya. Kenaikan suhu diatur sebesar 5 - 6
o
Cmenit dan sampel diaduk dengan menggunakan alat pengaduk pada kecepatan 90 – 120 rpm. Sampel dengan nilai flash point perkiraan 110
o
C, gas pembakar ditambahkan ketika suhu 23 ± 5
o
C di bawah flash point yang diperkirakan dan kenaikan temperatur dibaca saat kelipatan 1
o
C. Pengadukan dihentikan dan gas pembakar ditambahkan dengan mengoperasikan penutup
mangkok uji. Berbeda jika sampel yang perkiraan flash point 110
o
C, gas pembakar ditambahkan pada suhu mencapai 23 ± 5
o
C di bawah flash point yang diperkirakan dan kenaikan temperatur dibaca pada saat kelipatan 2
o
C. Suhu yang terbaca pada saat penambahan gas pembakar yang menimbulkan
penyalaan yang jelas dicatat sebagai hasil pembacaan titik nyala.