Ikan lele memiliki kulit yang licin dan tidak bersisik. Permukaan kepala dan punggung berwarna gelap dan permukaan perut berwarna lebih terang. Ikan lele
memiliki lambung relatif besar dan panjang sementara ususnya relatif pendek jika dibandingkan dengan panjang badannya. Ikan lele memiliki sepasang hati dan
gelembung renang Djarijah 2004. Komposisi kimia ikan lele dumbo dapat dilihat pada pada Tabel 3.
Tabel 3 Komposisi kimia ikan lele
Kandungan Jumlah
Air Protein
Lemak Abu
79,73 17,71
0,95 1,47
Sumber: Nurilmala et al. 2009
2.4 Pengasapan
Pengasapan ikan ialah proses pengaplikasian asap dari kayu untuk memberikan citarasa asap pada ikan atau bagian dari ikan seperti fillet, selain itu
juga untuk mengeringkan ikan secara parsial. Pengasapan dilakukan untuk menghasilkan produk ikan asap dan memperpanjang masa simpan produk.
Pengaruh pengawetan dari asap kemungkinan besar disebabkan oleh adanya sejumlah komponen fenolik, nitrit dan formaldehida. Prinsip utama pengawetan
dengan pengasapan ialah mengurangi aktivitas air sebagai akibat dari adanya garam dan tingkat pengeringan. Terdapat tiga tahap utama proses pengasapan
yaitu penggaraman, pengasapan dan pengeringan Whittle Howgate 2000.
Penggunaan bahan tambahan pangan pada produk pengasapan harus memperhatikan aturan tertentu. Konsentrasi dan waktu kontak bahan tambahan
harus diawasi dengan ketat menurut saran ahli atau lembaga resmi yang berwenang. Hanya bahan pengawet yang diperbolehkan yang dapat ditambahkan
pada larutan perendam atau digunakan setelah perendaman Codex Alimentarius 1979. Pewarna makanan kuning oranye dan coklat juga dapat ditambahkan ke
dalam larutan perendam yang mengandung garam yang digunakan pada
pengolahan ikan asap Whittle Howgate 2002.
2.4.1 Senyawa penyusun asap Asap dari kayu keras mengandung banyak senyawa kimia yang pada
awalnya merupakan bagian dari proses metabolisme pohon hidup. Ikan yang diasapi akan menyerap senyawa-senyawa kimia ini. Proses pengeluaran ini
disebut distilasi destruktif yaitu ketika kayu berubah menjadi arang. Senyawa- senyawa kimia alami dalam asap dari kayu keras bermanfaat baik dalam
membunuh maupun menghambat pertumbuhan kapang, khamir dan bakteri. Senyawa-senyawa kimia ini merupakan dasar utama akan kuatnya proses
pengawetan yang terjadi selama pengasapan Spira 2007. Komposisi dan karakteristik asap tergantung dari jenis kayu, kandungan air kayu, suhu dan cara
pemanasan untuk menimbulkan asap. Pengaruh pengawetan yang berasal dari asap kemungkinan disebabkan karena adanya kandungan sejumlah komponen
fenolik, formaldehida dan asam Whittle Howgate 2000. Senyawa penyusun asap terdiri dari gas, distilat cair dan distilat tar. Bagian
gasnya mengandung oksigen, hidrogen, nitrogen, karbondioksida dan karbonmonoksida. Distilat cairnya mengandung alkohol, keton, aldehida, asam
format, asam asetat dan asam propionat, sedangkan distilat tar-nya mengandung guiakol, kresol, katekol dan fenol. Asap juga mengandung polinukleo aromatik
hidrokarbon 3,4-benzopyrene yang merupakan senyawa bersifat karsinogen SCERT 2006. Anion-anion format diketahui dapat mencegah proses peroksidasi
yang merupakan penangkap radikal yang ditemukan pada citarasa asap Bower et al. 2009. Komponen asap seperti formaldehida memiliki pengaruh dalam
mengeraskan protein otot. Komponen yang tersimpan dalam asap seperti fenol, formaldehida dan nitrit juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada produk
Njai 2000; Whittle Howgate 2000. Menurut Dwiari et al. 2008, fungsi- fungsi komponen asap tersebut adalah sebagai berikut:
1 fenol berfungsi sebagai antioksidan, antimikroba dan membentuk citarasa, 2 alkohol memiliki fungsi utama membentuk citarasa, selain itu sebagai
antimikroba, 3 asam-asam organik berfungsi sebagai antimikroba,
4 karbonil memiliki fungsi untuk membentuk warna dan citarasa spesifik,
5 senyawa hidrokarbon tertentu memiliki fungsi negatif karena bersifat karsinogen.
2.4.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengasapan Agar proses pengolahan ikan asap berjalan dengan baik dan dapat
menghasilkan produk akhir dengan karakteristik yang sesuai dengan tujuan produksi, maka sebaiknya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses
pengasapan harus diperhatikan. Menurut Burt 1988; Pan 1988; Afrianto dan Liviawaty 1989; Regenstein dan Regenstein 1991; Moeljanto 1992;
Adawyah 2007 dan Irianto dan Giyatmi 2009, faktor-faktor yang mempengaruhi mutu akhir produk asap dapat dikelompokkan menjadi:
1 Bahan bakar Jenis bahan bakar yang digunakan sebaiknya memenuhi tiga syarat, yaitu:
keras, tidak mudah terbakar, tidak mengandung resin, dapat menghasilkan asap dalam jumlah besar dalam waktu lama. Jenis bahan bakar yang banyak
digunakan di Indonesia ialah kayu turi, jati, bakau, serbuk gergaji, merang, ampas tebu, tempurung dan sabut kelapa.
2 Mutu dan volume asap Mutu dan volume asap tergantung dari jenis kayu yang digunakan. Sebaiknya
digunakan jenis kayu yang mampu menghasilkan asap dengan kandungan unsur fenol dan asam organik yang cukup tinggi dan lambat terbakar. Volume
asap yang tinggi dapat mempengaruhi kemampuan asap yang bersifat bakterisidal dan asap yang dihasilkan harus bersih dari kotoran-kotoran.
3 Suhu ruang pengasapan Suhu ruang pengasapan yang rendah akan menghasilkan asap yang ringan
sehingga volume asap yang melekat pada ikan menjadi lebih banyak dan merata. Jika suhu ruang pengasapan tinggi, maka permukaan terluar tubuh
ikan akan menjadi cepat kering dan mengeras, sehingga penguapan air terhalang dan proses pembusukan masih mungkin terjadi pada bagian dalam
daging ikan. 4 Kelembaban udara ruang pengasapan
Kelembaban dalam ruang tertutup akan meningkat seiring dengan semakin lamanya waktu pengasapan. Kelembaban udara ruang pengasapan yang
rendah akan menyebabkan cairan dalam tubuh ikan lebih mudah menguap, proses pengasapan lebih cepat sehingga aktivitas bakteri penyebab kebusukan
dan ketengikan dapat segera dihambat. Kelembaban awal sebesar 90 akan memaksimalkan penyerapan asap, tetapi kelembaban akhir 70 banyak
digunakan karena pada kondisi tersebut terjadi penyerapan asap yang maksimal dengan kejadian case harderning yang paling minimal.
5 Sirkulasi udara Sirkulasi udara yang baik dalam ruang pengasapan menjamin mutu ikan asap
yang lebih sempurna, karena suhu dan kelembaban ruang tetap konstan selama proses pengasapan berlangsung. Aliran asap berjalan dengan lancar dan
kontinyu sehingga partikel asap yang menempel menjadi lebih banyak dan merata.
6 Lama pengasapan Lama pengasapan dapat mempengaruhi nilai gizi ikan dan umur simpannya.
Proses pengasapan dan pengeringan dapat mengurangi kandungan beberapa vitamin dalam ikan seperti A, D, B dan juga mempengaruhi turunnya nilai
ketersediaan asam amino. Ikan asap yang diasapi dengan metode pengasapan dingin menggunakan suhu 30
o
C dan waktu pengasapan minimal 24 jam dapat disimpan selama dua minggu. Daya bakterisidal juga tergantung dari lama
pengasapan yang dilakukan. 2.4.3 Jenis sumber asap
Pemilihan jenis kayu yang digunakan harus benar-benar memperhatikan bentuk dan asalnya, misalnya apakah serbuk kayu yang digunakan berasal dari
jenis kayu keras atau kayu lunak. Kadar air yang tinggi dalam kayu akan menurunkan kadar fenol dan meningkatkan senyawa karbonil serta flavor produk
menjadi lebih asam. Ukuran partikel kayu juga harus diperhatikan, jika terlalu besar akan mengurangi luas permukaan kontak kayu dengan panas sehingga
proses pirolisis kurang sempurna Yudono et al. 2007. Penggunaan serbuk gergaji untuk mengasapi akan menghasilkan produk pengasapan dengan kualitas
tinggi. Api pada serbuk gergaji tidak mudah terkena udara sehingga serbuk gergaji akan membara dan tidak terbakar. Hal ini akan menyebabkan ikan yang diasapi
berwarna coklat keemasan dan tidak gosong. Penggunaan kayu menyebabkan api
yang dihasilkan menjadi lebih panas dengan asap yang lebih sedikit sehingga
terdapat kemungkinan ikan akan gosong bukan terasapi Njai 2000.
Kayu keras hard wood banyak mengandung selulosa, lignin, dan hemiselulosa, contohnya tempurung kelapa, kayu turi, kayu mahoni, jati dan
bengkirai. Jenis kayu tersebut sebagian memang cukup mahal dan banyak digunakan untuk pembuatan industri mebel, tetapi dalam pengolahan ikan asap
dapat digunakan limbah dari jenis kayu tersebut sehingga harga dapat ditekan. Jenis kayu yang banyak mengandung selulosa adalah yang terbaik karena
menghasilkan mutu asap yang baik dan akan mempengaruhi mutu produknya juga
BI 2009.
Bahan-bahan berbagai jenis limbah kayu dapat digunakan sebagai bahan pengasap. Kayu yang mengandung resin atau damar yang tinggi memberi rasa
tidak enak pada ikan yang diasap, oleh karena itu limbah kayu dari pohon yang memiliki daun lebar yang lebih sering digunakan. Kayu dari pepohonan konifer,
kayu lunak, lumut dan daun dapat meninggalkan rasa yang tidak dikehendaki pada ikan dan tidak disarankan untuk menggunakan kayu dari pohon fir, spruce,
cemara atau cedar Snyder 1996; JICA 2008.
Jenis kayu yang apabila dibakar menghasilkan asap yang banyak namun sisa pembakarannya sedikit, cocok digunakan sebagai bahan pengasap. Jenis-jenis
kayu yang dipilih untuk bahan pengasap pada kenyataannya berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya. Sebagai contoh, kayu pohon cherry, oak, kayu
pohon maple, beech, white birch, chestnut banyak digunakan di Jepang, namun di negara lain kayu-kayu dari pohon walnut, birch, poplar, elm, light oak, alder,
hickorybanyak digunakan. Kombinasi jenis kayu yang berbeda dapat digunakan untuk menciptakan aroma asap tertentu. Kayu buah seperti apel, cherry dan pir
akan menghasilkan asap dengan aroma manis. Banyak pengusaha pengasapan lebih memilih mencampur kayu keras dan kayu buah JICA 2008; Sullivan 2009;
Snyder 1996.
Kayu yang digunakan untuk menghasilkan asap harus kering dan bebas dari tanah, debu, bahan-bahan berbahaya seperti pengawet kayu dan cat. Serbuk
kayu yang basah atau berjamur tidak boleh digunakan, walaupun begitu tergantung dari jenis kayu dan tujuan pengasapan, kemungkinan serbuk kayu yang
lembab lebih dikehendaki Codex Alimentarius 1979. Lontar, inti palem, bongkol jagung dan sabut kelapa dapat digunakan sebagai bahan bakar jika kayu menjadi
langka Berkel et al. 2004.
2.5 Metode Pengasapan