Kondisi Ikan Karang. Salinitas

sertifikat menyelam 50 persen. Nilai visual objek wisata bahari SBE untuk masing-masing lokasi penelitian disajikan dalam Tabel 31. Perhitungan nilai SBE untuk foto lanskap menunjukkan bahwa nilai tertinggi SBE yang diperoleh adalah 119.73 dan nilai terendah adalah 0. Dari sebaran nilai SBE untuk semua foto yang dinilai, kemudian diklasifikasi menjadi 3 yaitu nilai SBE tinggi, sedang dan rendah dengan menggunakan jenjang sederhana simplified rating dengan rumus: I Nilai tertinggi nilai terendah Jumlah kelas Sehingga kelas interval untuk foto yang diambil adalah: I 119.73 0 3 Berdasarkan hasil pengklasifikasian dengan menggunakan jenjang sederhana tersebut didapatkan nilai sebaran dengan kategori tinggi, sedang dan rendah. Nilai SBE berdasarkan kategori disajikan dalam Tabel 32. Tabel 32. Pengelompokan nilai SBE berdasarkan kategori tinggi, sedang dan rendah. Sebaran nilai SBE Kategori 0.00 - 39.91 Rendah 39.92 - 79.83 Sedang 79.84 - 119.75 Tinggi Nilai SBE yang diperoleh akan menjadi petunjuk untuk melihat seberapa besar minat responden terhadap foto landscape ekosistem terumbu karang yang mereka lihat dan ini menjadi gambaran tentang seberapa besar minat wisatawan terhadapekosistem terumbu karang yang ada di lokasi tersebut.

5.4.4. Kesesuaian Kawasan Terumbu Karang untuk Wisata Bahari Kategori Selam.

Pengembangan wisata bahari memerlukan kesesuaian sumberdaya dan lingkungan pesisir, sesuai dengan kriteria yang disyaratkandengan tujuan untuk mendapatkan kesesuaian karakteristik sumberdaya wisata. Kesesuaian karakteristik sumberdaya dan lingkungan untuk pengembangan wisata mempertimbangkan aspek keindahan alam, keamanan, keterlindungan kawasan, keanekaragaman biota, keunikan sumberdayalingkungan dan aksesibilitas. Kegiatan wisata yang akan dikembangkan hendaknya disesuaikan dengan potensi sumberdaya dan peruntukkannya. Pengembangan wisata bahari kategori selam mengandalkan sumberdaya laut dan bawah laut sebagai objek. Ada 6 parameter yang menentukan kesesuaian karakteristik sumberdaya untuk wisata bahari kategori selam diving, yaitu kecerahan perairan, tutupan komunitas karang, jenis life-form karang, jenis ikan karang, kecepatan arus dan kedalaman terumbu karang Yulianda et al. 2010. Umumnya lokasi penelitian memiliki tiga parameter lingkungan yaitu kecerarahan perairan, kedalaman perairan dan kecepatan arus yang dikategorikan sangat baik untuk melakukan diving. Sementara tiga parameter lainnya tutupan komunitas karang, jenis life-form karang, jenis ikan karang bervariasi. Hal ini akan berpengaruh kepada penentuan kesesuaian suatu lokasi wisata bahari. Parameter Indeks Kesesuaian Wisata Bahari dan hasil analisis matriks kesesuaian wisata bahari kategori selam disajikan dalam Lampiran 3 dan Lampiran 4. Lokasi yang dikategorikan “sangat sesuai” untuk diving memiliki nilai IKW 83-100 persen sedangkan lokasi yang dikategorikan “cukup sesuai” S2 memiliki nilai IKW 50-83 persen. Berdasarkan nilai IKW yang diperoleh maka tiga lokasi penelitian yaitu DPL Indip 94.44 persen, DPL Imburnos 85.19 persen dan DPL Warasmus 94.44 persen dikategorikan sebagai lokasi yang “sangat sesuai” IKW 83-100 untuk diving. Sedangkan lima lokasi lainnya memiliki kategori cukup sesuai IKW 50-83 persen untuk diving, masing-masing dengan nilai IKW yaitu DPL Ikwan iba 77.78, DPL Yendesner 74.07, DPL Tanadi 79.63, DPL Mansaswar 79.63 dan DPL Kormansiwin 74.07. Kesesuaian wisata bahari kategori selam di lokasi penelitian disajikan dalam Tabel 33. Tabel 33. Kesesuaian wisata bahari kategori selam. No. DPL IKW Kategori Keterangan 1 Indip 94.44 S1 Sangat sesuai 2 Imburnos 85.19 S1 Sangat sesuai 3 Warasmus 94.44 S1 Sangat sesuai 4 Ikwan iba 77.78 S2 Cukup sesuai 5 Yendesner 74.07 S2 Cukup sesuai 6 Tanadi 79.63 S2 Cukup sesuai 7 Mansaswar 79.63 S2 Cukup sesuai 8 Kormansiwin 74.07 S2 Cukup sesuai Sumber: Hasil olahan data sekunder. Kondisi ini ditunjukkan oleh nilai parameter yang diperoleh memenuhi kategori baik, yaitu persentase kecerahan 100 persen, life cover coral di DPL Indip 84 persen dan DPL Warasmus 82 persen dan DPL Imburnos 62 persen, jumlah jenis life-form berturut-turut DPL Imburnos 27 jenis, DPL Warasmus 24 jenis dan DPL Indip 24 jenis dan kecepatan arus yang rendah 13 cmdetik di DPL Indip dan 14 cmdetik di DPL Warasmus dan DPL Imburnos 12 cmdetik, pada kedalaman yang sangat baik 6-7 meter. Walaupun persentase tutupan komunitas karang hidup di DPL Imburnos hanya 62 persen namun tingginya jumlah jenis life-form 27 jenis yang dimiliki menjadikan lokasi ini memiliki kategori sangat sesuai untuk wisata diving. Sebaliknya DPL Ikwan iba memiliki persentase tutupan komunitas karang tertinggi 88 persen jika dibandingkan dengan tujuh stasiun lainnya tetapi lokasi ini hanya memiliki kategori ‘cukup sesuai’ S2 untuk wisata bahari diving. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan jumlah jenis life-form karang di lokasi tersebut yang tergolong kecilrendah 4 jenis life-form karang, sebagai salah satu parameter penentu karakteristik lokasi wisata diving. Semakin tinggi kesesuaian area S1 dan S2 maka nilai daya dukung akan semakin tinggi. Kawasan yang memiliki tingkat kesesuaian berbeda maka pemanfaatannya akan berbeda pula dalam hal penerimaan jumlah wisatawan Davis dan Tisdel 1996; Scheleyer dan Tomalin 2000; Zakai dan Chadwick 2002: de Vantier dan Turak 2004.

5.4.5. Daya Dukung Kawasan Terumbu Karang untuk WisataBahari Kategori Selam.

Daya Dukung Kawasan DDK adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung dikawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. Konsep daya dukung ekowisata mempertimbangkan dua hal, yaitu 1 kemampuan alam untuk mentolerir gangguan atau tekanan dari manusia, dan 2 keaslian sumberdaya alam Yulianda 2010. . Potensi ekologis pengunjung dihitung berdasarkan area yang digunakan untuk beraktifitas dan alam masih mampu untuk mentolerir kehadiran pengunjung. Menurut peraturan selam internasional, potensi ekologis untuk kegiatan wisata bahari kategori selam adalah 2 orang untuk 2 000 meter persegi areal terumbu karang. Daya jelajah seorang penyelam tergantung pada ketersediaan oksigen dalam tangki tabung yang rata-rata habis dalam waktu 1 jam penyelaman dan dapat melakukan pergerakan di bawah laut kurang lebih sepanjang 200 meter dengan jelajah samping selebar 10 meter. Dampak yang ditimbulkan oleh 2 orang penyelam pada kawasan 2000 meter persegi merupakan dampak maksimal yang dapat ditolerir oleh terumbu karang Yulianda 2010. Dalam hal ini, luasan karang dalan tiap DPL diasumsikan sebagai lebar hamparan karang yang dapat dimanfaatkan sebagai lokasi diving. Luasan terumbu karang yang dapat dimanfaatkan untuk wisata bahari diving mempertimbangkan kondisi komunitas karang. Jika kondisi komunitas karang di suatu kawasan baik dengan tutupan 84 persen maka luas area selam di terumbu karang yang dimanfaatkan adalah 84 persen dari luas hamparan terumbu karang. Persen tutupan karang menggambarkan kondisi dan daya dukung kawasan. Daya dukung kawasan DPL untuk wisata bahari kategori selam dapat dilihat pada Tabel 33 dan perhitungan daya dukung kawasan disajikan dalam Lampiran 5. Tabel 33. Daya dukung kawasan untuk wisata bahari kategori selam. No. DPL Luas Terumbu Karang m 2 Luas Terumbu Karang yang dapat dimanfaatkan m 2 DDK Totalhari 1 Indip 133 800 112 392 450 2 Imburnos 110 100 68 262 273 3 Warasmus 127 500 104 550 418 4 Ikwan iba 2 233 300 1 965 304 7 861 5 Yendersner 197 800 142 416 570 6 Tanadi 42 500 27 200 109 7 Mansawar 10 900 7 957 32 8 Kormansiwin 105 000 61 950 248 Sumber: Hasil olahan data sekunder. Pemanfaatan perairan kawasan terumbu karang di tiap lokasi sebagai kawasan wisata bahari hendaknya mengacu kepada daya dukung lokasi penyelaman, karena degradasi terumbu karang yang disebabkan oleh kegiatan penyelaman telah dinilai dalam hal penurunan persentase life hard coral cover atau meningkatnya kerusakan karang Schleyer dan Tomalin 2000. Kerusakan terumbu karang akan menjadi minimal jika suatu kawasan dikelola dengan pemanfaatan dibawah konsep daya dukung, dan sebaliknya apabila pemanfaatannya diatas daya dukung, akan sangat meningkatkan kerusakan terumbu karang Hawkins dan Roberts 1993. Daya dukung ekowisata tergolong spesifik dan lebih berhubungan dengan daya dukung lingkungan biofisik dan sosial terhadap kegiatan pariwisata dan pengembangannya Mc Neely 1994. Daya dukung ekowisata juga diartikan sebagai tingkat atau jumlah maksimum pengunjung yang dapat ditampung oleh sarana prasarana objek wisata jika terjadi kemerosotan sumberdaya, kepuasan pengunjung tidak terpenuhi dan akan memberi dampak merugikan terhadap masyarakat, ekonomi dan budaya Ceballos - Lascurain 1991; Simon et al. 2004. Perhitungan daya dukung lebih sering diterapkan untuk batas kegiatan wisata Clark 1996 in Yulianda et al.2010. Konsep daya dukung digunakan untuk mengurangi dampak kerusakan dari kegiatan selam di Great Barrier Reef Australia dengan menghasilkan nilai daya dukung 205 orang per hari di area yang luasnya 10.29 Ha Harriot 2002. Sedangkan penggunaan waktu untuk aktifitas penyelaman diasumsikan bahwa lamanya penyelaman yaitu 300 hari pertahun pada lokasi tertentu setara dengan keberadaan 13 – 20 penyelam perlokasi selam perhari, dengan waktu penyelaman yang baik dalam sehari adalah 8 jam, maka penggunaan waktu terbaik untuk penyelam adalah 2 penyelam perlokasi perjam Dixon et al. 1993 dan Hawkins et al. 1997.

5.5. Strategi

Pengelolaan Sumberdaya Terumbu Karang untuk Pengembangan Wisata Bahari. Pentingnya DPL sebagai penopang keberlanjutan pengelolaan ekosistem terumbu karang, sebagai pendukung ekonomi lokal seringkali dinilai rendah, padahal besaran nilai ini berpengaruh terhadap kebijakan yang diambil oleh pemerintah daerah dan stakeholder dalam alokasi sumberdaya yang efesien dan optimal serta berkelanjutan. Pengelolaan sumberdaya terumbu karang dalam kawasan konservasi dan kemungkinan proses pengembangannya sebagai kawasan wisata bahari, akan berjalan baik jika ada kerjasama antar para stakeholder. Terutama bagi para stakeholder yang berkepentingan dan berpengaruh baik