Aspek Sosial Wisata TINJAUAN PUSTAKA

daya dukung fisik, alami, sosial dan budaya. Pembangunan dan pengembangan harus sesuai dan serasi dengan batas-batas lokal dan lingkungan. Rencana dan pengoperasiannya seharusnya dievaluasi secara reguler sehingga dapat ditentukan penyesuaianperbaikan yang dibutuhkan. Skala dan tipe fasilitas wisata harus mencerminkan batas penggunaan yang dapat ditoleransi limits of acceptable use. 7. Monitoring dan Evaluasi. Kegiatan monitoring dan evaluasi pembangunan pariwisata berkelanjutan mencakup penyusunan pedoman, evaluasi dampak kegiatan wisata serta pengembangan indikator-indikator dan batasan-batasan untuk mengukur dampak pariwisata. Pedoman atau alat-alat bantu yang dikembangkan tersebut harus meliputi skala nasional, regional dan lokal. 8. Akuntabilitas. Perencanaan pariwisata harus memberi perhatian yang besar pada kesempatan mendapatkan pekerjaan, pendapatan dan perbaikan kesehatan masyarakat lokal yang tercermin dalam kebijakan-kebijakan pembangunan. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam seperti tanah, air, dan udara harus menjamin akuntabilitas serta memastikan bahwa sumber-sumber yang ada tidak dieksploitasi secara berlebihan. 9. Pelatihan. Pembangunan pariwisata berkelanjutan membutuhkan pelaksanaan program - program pendidikan dan pelatihan untuk membekali pengetahuan masyarakat dan meningkatkan keterampilan bisnis, vocational dan profesional. Pelatihan sebaiknya meliputi topik tentang pariwisata berkelanjutan, manajemen perhotelan, serta topik-topik lain yang relevan. 10. Promosi. Pembangunan pariwisata berkelanjutan juga meliputi promosi penggunaan lahan dan kegiatan yang memperkuat karakter landscap, sense of place, dan identitas masyarakat setempat. Kegiatan-kegiatan dan penggunaan lahan tersebut seharusnya bertujuan untuk mewujudkan pengalaman wisata yang berkualitas yang memberikan kepuasan bagi pengunjung. 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di bagian utara KKLD Selat Dampir yang terdiri dari Pulau Gam, Pulau Mansuar dan Pulau Kri pada bulan Maret sampai Mei 2011. Lokasi pengamatan dilakukan pada 8 delapan kawasan DPL sebagai stasiun penelitian. Secara administratif kawasan DPL tersebut masuk ke dalam Distrik Meosmansar, yang meliputi kampung Arborek, Sauwandarek, Yenbuba, Yenbekwan, Kurkapa, Kapisawar, Sawinggrai dan Yenwaupnor. Posisi geografis 8 stasiun penelitian dapat dilihat pada Tabel 1 sedangkan peta stasiun penelitian dan letaknya dalam KKLD Selat Dampier pada Gambar 2 dan Gambar 3. Tabel 1. Posisi geografis 8 stasium penelitian. Stasiun Nama DPL Kampung Luas DPL Ha Luas Terumbu Karang Ha Posisi geografis Latitude X Longitude Y 1 Indip Arborek 34 13.38 0⁰54’8190 130⁰49’6840 0⁰54’8370 130⁰49’5360 2 Imburnos Sawandarek 35.8 11.01 0⁰59’4933 130⁰60’1783 0⁰58’8150 130⁰60’6333 3 Warasmus Yenbuba 33.6 12.75 0⁰56’5100 130⁰66’4117 0⁰56’5767 130⁰66’9633 4 Ikwan Iba Yenbekwan 289 223.33 0⁰57’8167 130⁰56’8917 5 Yendersner Kurkapa 31.4 19.78 0⁰57’5460 130⁰59’3590 6 Tanadi Kapisawar 66.7 4.25 0⁰51’9600 130⁰55’7560 0⁰51’4480 130⁰55’7390 7 Mansaswar Sawnggrai 17.7 1.09 0⁰55’4330 130⁰56’7620 0⁰55’4590 130⁰56’9710 8 Kormansiwin Yenwaupnor 13.7 10.50 0⁰52’6517 130⁰61’2283 0⁰52’5783 130⁰61’7883 Sumber: COREMAP II – CRITC Kab. Raja Ampat 2009.

3.2. Pengumpulan Data.

Metode yang dipakai dalam penelitian ini yaitu metode penelitian survey dengan beberapa tahapan. Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari lapangan melalui pengamatan dan wawancara yang secara garis besar meliputi kondisi ekosistem terumbu karang dan sosial budaya masyarakat. Gambar 2. Peta 8 kawasan DPL di Distrik Meosmansar yang menjadi stasiun penelitian. Gambar 3. Letak 8 kawasan DPL Distrik Meosmansar dalam peta Kawasan Konservasi Laut Daerah KKLD Selat Dampir.